Anda di halaman 1dari 2

Nama: Kadek Asriyani

NIM: 216322006

Tugas Historiografi Pascakolonial


The Decline of Constitusional Democracy in Indonesia
Karya
Herbert Feith

Herbert Feith dalam bukunya The Decline of Constitusional Democracy in Indonesia


bagian Inroduction secara garis besar membahas sejarah kemerdekaan Indonesia pada masa
sebelum kemerdekaan. Pembahasan dimulai dari masa kolonial Belanda masuk ke penjajahan
Jepang serta masa kemerdekaan. Herbert Feith dalam buku ini mengatakan bahwa Indonesia
yang pada bahasnya diklaim Hindia, memiliki korelasi saling ketergantungan. Posisi Belanda
di masa kolonial sangatlah bergantung pada Indonesia. Terdapat 3 faktor yang
mengakibatkan ketergantungan tersebut. Pertama, secara ekonomis sangat besar dana yang
telah diinvestasikan oleh Belanda di Indonesia. Kedua, begitu banyaknya penduduk Belanda
yang telah menetap di Indonesia yang mendapatkan pekerjaan. Ketiga adalah faktor
psikologis, dengan menjajah Indonesia Belanda menempati posisi keempat negara penjajah
terbesar tanpa menjajah Indonesia citra Belanda bisa dipandang sebelah mata.
Sejarah Belanda dalam memerintah Indonesia juga dibahas di bab berikutnya.
Selanjutnya terdapat bentuk kolonialisme Belanda, yang berbeda dengan negara-negara
kolonial lainnya, di mana kolonialisme Belanda bersifat eksploitatif tanpa memandang status
penduduk asli. Model kolonial Belanda dengan cepat direformasi ketika Jepang merebut
kekuasaan di Indonesia. Herbert Feith juga menggambarkan posisi masyarakat di Indonesia
pada masa pendudukan Jepang, yang selanjutnya digambarkan. Hal ini terlihat pada gerakan-
gerakan persiapan kemerdekaan para Founding Fathers kita. Pada tanggal 17 Agustus 1945,
Indonesia secara resmi menyatakan kemerdekaannya. Namun, bayang-bayang Belanda belum
hilang di sana. Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II tidak hanya dijadikan sebagai
pendorong bagi Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan, tetapi Belanda menggunakannya
sebagai dorongan untuk merebut kembali kendali atas Indonesia. Hal ini dicapai melalui
agresi militer oleh Belanda bekerja sama dengan pasukan Sekutu. Baru pada tahun 1950
Indonesia benar-benar melepaskan diri dari penjajahan Belanda. Belanda mengakui
kemerdekaan Indonesia dengan syarat Indonesia menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS)
Bab selanjutnya mengenai kondisi politik warga Indonesia pada saat 2 dasa warsa
telah berubah derastis. Dari tipikal masyarkat kolonial sebagai warga yang aktif dan lebih
tercerahkan menggunakan politik. Meskipun demikian, hal ini hanya terjadi dalam tokoh-
tokoh yang turut ambil kiprah pada kemerdekaan Indonesia. Gejolak politk yang terjadi
dalam awal kemerdekaan ini menjadi orientasi Herbert Feith. Herbert Feith dikategorikan
kepemimpinan yang terjadi pada Indonesia dalam masa awal kemerdekaan. Ada 2
keterampilan, pertama keterampilan pemimpin menjadi pelaksana administrasi. Keterampilan
ini umumnya digunakan dalam mengurusi segala jenis administrasi & interaksi diplomatik
dan aktivitas pada luar negeri. Tipikal keterampilan ini tercermin dalam sosok Mohammad
Hatta. Kedua, keterampilan pemimpin yg bisa menggalang masyarakat buat meminta
dukungan, yang pada buku ini Herbert Feith menyebutnya solidarity makers, pada konteks ini
Soekarno lah yg mempunyai keterampilan ini.
Kemudian pada bab selanjutnya juga mulai menerangkan maksud berdasarkan buku
ini yang lebih mendukung pembahasan pada pemerintahan parlementer. Ide pemerintahan
parlementer dikemukakan Feith yang menurutnya cocok menggunakan tipikal rakyat
Indonesia diadaptasi berdasarkan negara-negara Barat yang sukses menerapkan sistem ini.
Sistem parlementer juga sebagai sebuah solusi dari 2 tipikal pemimpin yang terdapat di
Indonesia pada masa itu. Secara keseluruhan Herbert Feith menyampaikan adanya
kontradiksi menurut 2 tipe kepemimpinan yang terdapat di Indonesia dalam masa awal
kemerdekaan. Keterampilan “administrasi” dan “penguat solidaritas” sanggup menjembatani
dengan baik dalam masa itu. Perbedaan ini yang seharusnya bila bisa bersatu, Indonesia bisa
sebagai negara yg perkembanganya pesat pasca kemerdekaan. Namun, yang terjadi nyatanya
disparitas ini makin tidak dapat dibendung. Tujuan menurut kelompok yang bersifat
“administratif” yang mementingkan ekonomi seharusnya bisa mendukung kelompok yang
percaya akan “penguat solidaritas” dengan hegemoni tujuan konkret sehingga negara
berfokus pada kemajuan.
Berdasarkan poin diatas disini saya kurang sependapatdengan yang di utarakan
Herbert Feith dalam buku ini. Saya sependapat menggunakan pakar politk Harry Benda yang
menganggap pendekatan yang dipakai Herbert Feith buat mengatasi solusi atas permasalah
politik pada Indonesia dalam masa itu terlalu berkiblat ke Barat. Apabila kita bandingkan
dengan kondisi masa sekarang yang mana sistemnya adalah presidensial, pada kenyataaanya
tidak seburuk yang ditakutkan oleh para pemikir Barat. Salah satu faktor yang sangat
mempengaruhi cocok atau tidaknya sistem pemerintahan pada sebuah negara adalah perilaku
pemimpin dan kondisi rakyat negara tersebut dalam masa itu

Anda mungkin juga menyukai