Anda di halaman 1dari 18

Makalah

MENGENAL ANAK AUTISME

Makalah ini disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah:


Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Dosen Pengampu :Tatang Agus Pradana, M.Pd

Disusun Oleh :
Ayuni Agustus Kuncoro 1923241004

FAKULTAS KEAGAMAAN ISLAM (FKI)


PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI (PIAUD)
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA AL GHOZALI
(UNUGHA) CILACAP
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa
menikmati indahnya alam cipataan-Nya. Sholawat dan salam tetaplah kita
curahkan kepada baginda Habibillah Muhammad Saw yang telah menunjukkan
kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempunya dengan bahasa
yang sangat indah.
Penulis disini akhirnya dapat merasa sangat bersyukur karena telah
menyelesaikan makalah yang saya berijudul "Mengenal Anak Autisme" sebagai
tugas mata kuliah Strategi Pengelolaan Pendidikan Anak Usia Dini. Penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
hingga terselesaikannya makalah ini. Dan penulis memahami jika makalah ini
tentu jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran sangat kami butuhkan guna
memperbaiki makalah saya dilain waktu.

Cilacap, 5 Mei 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Manusia dilahirkan dalam keadaan yang berbeda serta membawa keunikan
tersendiri dari masing-masing individu. Beberapa diantara manusia yang ada
dilahirkan dengan satu atau lebih kondisi khusus. Salah satu kekhususan yang ada
tersebut adalah autisme atau biasa dikenal Autism Spectrum Disorder (ASD).
Autisme didefinisikan sebagai gangguan perkembangan dengan tiga trias
gangguan perkembangan yaitu gangguan pada interaksi sosial, gangguan pada
komunikasi dan keterbatasan minat serta kemampuan imajinasi (Baron-Cohen,
2005).
Gejala autisme biasanya terjadi pada usia di bawah 3 tahun di mana anak
laki terkena empat kali lebih banyak dari anak perempuan (Taylor, 2000). Namun,
ada juga gejala sejak usia bayi dengan keterlambatan interaksi sosial dan bahasa
(progresi) atau pernah mencapai normal akan tetapi sebelum usia 3 tahun
perkembangannya mengalami kemunduran bahkan berhenti, serta muncul ciri-ciri
autisme. Masalahnya saat ini, sekolah inklusi untuk gangguan perilaku seperti
halnya autisme masih sulit ditemukan. Masih banyak guru dan orang tua yang
belum mengenali gejala autisme pada anak. Hal lain yang memperberat
penanganan, autisme ini adalah pandangan negatif masyarakat terhadap
penyandang autisme masih kuat. Anak autisme sering dianggap sebagai anak
dengan gangguan jiwa, nakal, idiot, dan lain sebagainya. Bahkan, banyak orangtua
yang malu dan menyembunyikan kondisi anaknya. Ketidaksiapan orangtua
menerima kondisi anak apa adanya itu terjadi pada semua kelompok masyarakat,
termasuk mereka yang berpendidikan dan berpenghasilan tinggi. Hal ini yang
akan memperberat penanganan penyandang autisme mencapai kemandiriannya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa autisme itu anak yang mngalami
gangguan dalam perkembangan baik interaksi sosial, komunikasi dan kemampuan
imajinasinya. Oleh karena itu, sebagai seorang tua harus melatih anak mereka
supaya dapat mengikuti perkembangan sesuai usianya dengan mengenalkan
lingkungan rumah, sekolah dan orang lain untuk beradaptasi.
B. Rumusan masalah
1. Apakah pengertian dari anak autisme?
2. Apa saja karakteristik dari anak autisme?
3. Apa saja klasifikasi dari anak autisme?
4. Apa saja penyebab anak mengalami autisme?
5. Bagaimana terapi penunjang bagi anak autisme?
6. Bagaimana bentuk layanan pendidikan bagi anak autisme?
7. Bagaimana peran BK bagi anak autisme?

C. Tujuan makalah
1. Mengetahui pengertin dari anak autisme.
2. Mengetahui karakteristik dari anak autisme.
3. Mengetahui klasifikasi dari anak autisme.
4. Mengetahui penyebab anak mengalami autisme.
5. Mengetahui terapi penunjang bagi anak autisme.
6. Mengetahui bentuk layanan pendidikan bagi anak autisme.
7. Mengetahui peran BK bagi anak autisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Anak Autisme
Autisme adalah kelainan perkembangan yang secara signifikan berpengaruh
terhadap komunikasi verbal, non verbal serta interaksi sosial, yang berpengaruh
terhadap keberhasilannya dalam belajar. Karakter lain yang menyertai autis yaitu
melakukan kegiatan berulang–ulang dan gerakan stereotype, penolakan terhadap
perubahan lingkungan dan memberikan respon yang tidak semestinya terhadap
pengalaman sensori (IDEA dalam Kurniawati & Madechan, 2013). Autis dapat
diartikan pula sebagai gangguan perkembangan komunikasi, kognitif, perilaku,
kemampuan sosialisasi, sensoris, dan belajar). Beberapa diantara anak autis
menunjukkan sikap antisosial, gangguan perilaku dan hambatan motorik kasar
(sering berlari tanpa tujuan) (Handoyo dalam Estri, Amsyaruddin & Sopandi,
2013).

B. Karakteristik Anak Autisme


Anak Autis mempunyai karakteristik dalam bidang komunikasi, interaksi
sosial,sensoris, pola bermain, perilaku dan emosi sebagai berikut: (Suryana dalam
Ratnadewi, 2008; Rahcmayanti, 2008; Setiawan, 2010):
a. Komunikasi
1) Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.
2) Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah bicara tapi kemudian
sirna.
3) Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
4) Mengoceh tanpa arti berulang-ulang dengan bahasa yang tidak dapat
dimengerti orang lain.
5) Bicara tidak dipakai untuk alat komunikasi.
6) Senang meniru atau membeo (echolalia). Bila senang meniru, dapat hafal
betul kata-kata atau nyanyian tersebut tanpa mengerti artinya.
7) Sebagian dari anak ini tidak berbicara (non verbal) atau sedikit berbicara
(kurang verbal) sampai usia dewasa.
8) Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia
inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu.

b. Interaksi Sosial
1) Penyandang autistik lebih suka menyendiri.
2) Tidak ada atau sedikit kontak mata atau menghindari untuk bertatapan.
3) Tidak tertarik untuk bermain bersama teman.
4) Bila diajak bermain, ia tidak mau dan menjauh.

c. Gangguan Sensoris
1) Sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk.
2) Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.
3) Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda.
4) Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut.

d. Pola Bermain
1) Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.
2) Tidak suka bermain dengan anak sebayanya.
3) Tidak kreatif, tidak imajinatif.
4) Tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya
diputar- putar.
5) Senang akan benda yang berputar seperti kipas angin, roda sepeda.
6) Dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan
dibawa kemana-mana.

e. Perilaku
1) Dapat berperilaku berlebihan (hiperaktif) atau kekurangan (deficit).
2) Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang,
mengepakan tangan, berputar-putar dan melakukan gerakan yang berulang-
ulang.
3) Tidak suka pada perubahan.
4) Dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong.

f. Emosi
1) Sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis tanpa
alasan.
2) Tempertantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang tidak diberikan
keinginannya.
3) Kadang suka menyerang dan merusak.
4) Kadang-kadang anak berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri.
5) Tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain.
Namun gejala tersebut di atas tidak harus ada pada setiap anak
penyandang autisme. Pada anak penyandang autisme berat mungkin hampir
semua gejala ada, tapi pada kelompok yang ringan mungkin hanya terdapat
sebagian saja (Ratnadewi, 2008).

C. Klasifikasi Anak Autisme


Menurut Yatim (2002) dalam YAI, anak autis dapat dikelompokkan menjadi
tiga yaitu:
1. Autisme persepsi
Autisme ini dianggap autisme yang asli kerana kelainan sudah timbul sebelum
lahir. Ketidak mampuan anak berbahasa termasuk pada penyimpangan reaksi
terhadap rangsangan dari luar, begitu juga kemampuan anak bekerjasama dengan
orang lain, sehingga anak bersikap masa bodoh/cuek.
2. Autisme reaksi
Autisme ini terjadi karena beberapa permasalahan yang menimbulkan
kecemasan seperti orang tua meninggal, sakit berat, pindah rumah/sekolah dan
sebagainya. Autisme ini akan memuncukan gerakan-gerakan tertentu berulang –
ulang, kadangkadang disertai kejang-kejang. Gejala ini muncul pada usia lebih
besar enam sampai tujuh tahun sebelum anak memasuki tahapan berfikir logis.
3. Autisme yang timbul kemudian:
Autisme ini terjadi setelah anak agak besar, dikarenakan kelainan jaringan otak
yang terjadi setelah anak lahir. Hal ini akan mempersulit dalam hal pemberian
pelatihan dan pelayanan pendidikan untuk mengubah perilakunya yang sudah
melekat.
Berdasarkan tingkat kecerdasan Autis dibagi menjadi yaitu :
- Autis murni adalah autis yang dengan tingkat keceradasan normal, bahkan
diatas rata-rata, mempunyai daya ingat yang sangat kuat, tetapi penderita autis.
autisme murni sangat sulit dalam menyelelesaikan soal berhubungan dengan
logika, seperti menyelesaikan soal cerita dalam matematika.
- Autis Plus adalah autis dengan tingkat kecerdasan dibawah rata rata, biasanya
disertai dengan gangguan mental.
Indikator Perilaku Autistik Pada Anak-anak Menurut ICD-10 1993
(International Classification of Diseases) dari WHO (World Health Organization),
indikator perilaku autistik pada anak-anak (Handojo, 2006: 27) adalah sebagai
berikut :
- Kontak mata sangat kurang
- Ekspresi muka kurang hidup
- Gerak-gerik yang kurang tertuju
- Menolak untuk dipeluk
- Tidak menengok ketika dipanggil (cuek)
- Menangis atau tertawa tanpa sebab
- Tidak tertarik pada mainan
- Bermain dengan benda yang bukan mainan
- Tak bisa bermain dengan teman sebaya
- Tak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain
- Kurangnya hubungan social dan emosional yang timbal balik
- Bicara terlambat atau bahkan sama sekali tak berkembang (dan tak ada usaha
untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain tanpa bicara), menarik tangan
apabila ingin sesuatu, bahasa isyarat tak berkembang
- Bila bisa bicara, bicaranya tidak dipakai untuk berkomunikasi
- Sering mengunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang
- Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang bisa meniru
- Mempertahankan sesuatu minat atau lebih, dengan cara yang sangat khas dan
berlebihlebihan
- Terpaku terhadap suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tak ada
gunanya, misalnya makanan dicium dahulu
- Ada gerakan-gerakan yang aneh dan khas/ diulang-ulang
- Sering sangat terpukau pada bagian-bagian benda
ICD-10 dapat digunakan untuk mendiagnosa gejala-gejala autis pada anak
umur 18 bulan sampai dengan 5 tahun. Diagnosa autis dengan menggunakan
indicator The CHAT ( The Checklist for Autism in Toddlers). The CHAT adalah
kuisioner singkat yang diisi oleh orang tua dan pekerja kesehatan pada usia
kurang dari 18 bulan. Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi anak yang berisiko
mengalami autis.

D. Penyebab anak autisme


1. Faktor genetika memegang peranan penting pada terjadinya autistik. Bayi
kembar satu telur akan mengalami gangguan autistik yang mirip dengan
saudara kembarnya. Juga ditemukan beberapa anak dalam satu keluarga atau
dalam satu keluarga besar mengalami gangguan yang sama.
2. Pengaruh virus seperti rubella, toxo, herpes, jamur, nutrisi yang buruk;
pendarahan; keracunan makanan; dan sebagainya pada kehamilan dapat
menghambat pertumbuhan sel otak yang dapat menyebabkan funsi otak bayi
yang dikandung terganggu terutama fungsi pemahaman, komunikasi dan
interaksi.
3. Penyandang autistik biasanya mempunyai sistem pencernaan yang kurang
sempurna. Makanan tersebut berupa susu sapi (casein) dan tepung terigu
(gluten) yang tidak tercena dengan sempurna. Protein dari kedua makanan ini
tidak semuanya berubah manjadi asam amino tapi juga menjadi peptida, suatu
bentuk rantai pendek asam amino yang seharusnya dibuang lewat urin .
ternyata pada penyandang autistik, peptida ini diserap kembali oleh tubuh,
masuk kedalam aliran darah, masuk ke otak dan mebuat fungsi otak terganggu.
Fungsi otak yangterkena biasanya adalah fungsi kognitif, reseptif, atensi dan
perilaku.

E. Cara Mengenali Gejala Autisme Pada Anak


Sampai sekarang belum ada alat untuk mendiagnosis pasti autis pada bayi.
Beberapa ahli melakukan screening test mulai bayi umur empat bulan. Pada usia
empat bulan orangtua dianjurkan untuk mengobservasi anaknya meliputi:
1. Reaksi terhadap warna terang dan dapat mengikuti objek yang digerakkan.
2. Menoleh ke arah sumber suara.
3. Reaksi menatap muka terhadap wajah seseorang.
4. Tersenyum bila kita tersenyum padanya.
Pada usia 12 bulan bayi perlu diwaspadai mungkin adanya gejala autis
seperti:
1. Tidak ada kontak mata.
2. Tidak bisa menunjuk objek tertentu.
3. Tidak bisa memberikan barang kepada orang.
4. Tidak mengerti bila namanya dipanggil.
5. Tidak bisa berkomunikasi babble (mengatakan “pa pa”, “ma ma”, “da da”).
Bila ditemukan gejala ini perlu konsultasi ke dokter spesialis anak, mungkin
kelainan ini merupakan gejala dini autis. Memastikan diagnose autis perlu
diamati dan dievaluasi lebih lanjut.

F. Terapi penunjangan anak autisme


Banyak yang menganggap bahwa autisme merupakan suatu penyakit dan
dianggap dapat menular kepada orang lain. Padahal tidak seperti itu. autisme
hanyalah gangguan tumbuh kembang yang menyebabkan anak tidak dapat fokus
terhadap sesuatu. Karena bukan penyakit dan tidak menular, secara teori anak
autis boleh saja melakukan donor darah jika sudah memenuhi syarat berusia 17
tahun, berat badan di atas 45 kg dan memiliki kadar hemoglobin yang cukup.
Meskipun Autisme bukan penyakit namun perlu dilakukan terapi supaya anak
dapat mengontrol kefokusan terhadap sesuatu. Terapi juga harus rutin dilakukan
agar apa yang menjadi kekurangan anak dapat dipenuhi secara bertahap. Terapi
juga harus diberikan sedini mungkin sebelum anak berusia 5 tahun. Sebab,
perkembangan pesat otak anak umumnya terjadi pada usia sebelum 5 tahun,
tepatnya puncak pada usia 2-3 tahun. Beberapa terapi yang ditawarkan oleh para
ahli adalah :
1. Terapi Biomedik
Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung dalam
Defeat Autism Now. Pada terapi ini difokuskan pada pembersihan fungsi-fungsi
abnormal pada otak. Dengan terapi ini diharapkan fungsi susunan saraf pusat bisa
bekerja lebih baik sehingga gejala autism berkurang atau bahkan menghilang.
Obat-obatan juga digunakan untuk penyandang autism, namun harus dengan
pengawasan dokter spesialis yang lebih memahami dan mempelajari autism.
Terapi biomedik melengkapi terapi lainnya dengan memperbaiki dari dalam
(biomedis). Selain didukung oleh terapi dari dalam dan luar diri agar mengalami
kemajuan yang cukup bagus.
2. Terapi Okupasi
Terapi okupasi berguna untuk melatih otot-otot halus anak. Menurut
penelitian, hamper semua kasus anak autistic mempunyai keterlambatan dalam
perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya sangat kaku dan kasar, mereka
kesulitan untuk memegang benda dengan cara yang benar, kesulitan untuk
memegang sendok dan menyuapkan makanan ke dalam mulutnya,dsb. Dengan
terapi ini anak akan dilatih untuk membuat semua otot dalam tubuhnya berfungsi
dengan tepat.
3. Terapi Integrasi Sensoris
Terapi ini berguna meningkatkan kematangan susunan saraf pusat, sehingga
lebih mampu untuk memperbaiki struktur dan fungsinya. Aktivitas ini
merangsang koneksi sinaptik yang lebih kompleks, dengan demikian bisa
meningkatkan kapasitas untuk belajar.
4. Terapi Bermain
Terapi bermain adalah pemanfaatan pola permainan sebagai media yang
efektif dari terapis, melalui kebebasan eksplorasi dan ekspresi diri. Pada terapi
ini, terapis bermain menggunakan kekuatan terapiutik permainan untuk
membantu klien menyelesaikan kesulitan-kesulitan psikososial dan mencapai
pertumbuhan, perkembangan yang optimal.
5. Terapi Perilaku
Terapi ini memfokuskan penanganan pada pemberian reinforcement positif
setiap kali anak berespons benar sesuai intruksi yang diberikan. Tidak ada
punishment dalam terapi ini, akan tetapi bila anak menjawab salah akan
mendapatkan reinforcement positif yang ia sukai. Terapi ini digunakan untuk
meningkatkan pemahaman dan kepatuhan anak pada aturan. Dari terapi ini hasil
yang didapatkan signifikan bila mampu diterapkan secara intensif.
6. Terapi Fisik
Beberapa penyandang autism memiliki gangguan perkembangan dalam
motorik kasarnya. Kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat.
Keseimbangan tubuhnya juga kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi
sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot-otot dan
memperbaiki keseimbangan tubuh anak.
7. Terapi Wicara
Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan
berbahasa. Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak
mampu untuk memakai kemampuan bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi
dengan orang lain.
8. Terapi Musik
Terapi music menurut Canadian Association for Music Therapy (2002)
adalah penggunaan music untuk membantu integrasi fisik, psikologis, dan emosi
individu, serta untuk treatment penyakit atau ketidakmampuan. Sedangkan
menurut American Music Therapy Association (2002) terapi music adalah
semacam terapi yang menggunakan music yang bersifat terapi unik guna
meningkatkan fungsi perilaku, social, psikologis, komunikasi, fisik, sensorik
motorik dan kognitif.
9. Terapi Perkembangan
Terapi ini didasari oleh adanya keadaan bahwa anak dengan autis melewatkan
atau kurang sedikit bahkan banyak sekali kemampuan bersosialisasi.yang
termasuk terapi perkembangan misalnya Floortime, dilakukan oleh orang tua
untuk membantu melakukan interaksi dan kemampuan bicara.
10. Terapi Visual
Individu autistic lebih mudah belajar dengan melihat. Hal inilah yang
kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar berkomunikasi melalui
gambargambar. Beberapa video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan
keterampilan komunikasi.
11. Terapi Medikamentosa
Disebut juga terapi obat-obatan. Terapi ini dilakukan dengan pemberian obat-
obatan oleh dokter yang berwenang. Para penyandang jangan diberi sembarang
obat, tapi obat harus diberikan bila timbul indikasi kuat. Gejala yang sebaiknya
dihilangkan dengan obat : hiperaktivitas yang hebat, menyakiti diri sendiri,
menyakiti orang lain (agresif), merusak (destruktif), dan gangguan tidur.
12. Terapi Melalui Makanan
Terapi melalui makanan diberikan untuk anak-anak dengan masalah alergi
makanan tertentu. Di sisi lain, ada bebrapa makanan yang mengandung zat yang
dapat memperberat gejala autis pada anak. Dalam terapi ini diberikan solusi tepat
bagi para orang tua untuk menyiasati menu yang cocok dan sesuai bagi putra-
putrinya sesuai dengan petunjuk ahli mengenai gizi makanan.
G. Bentuk layanan pendidikan anak autisme
Pendidikan untuk anak autistik usia sekolah bisa dilakukan di berbagai
penempatan. Berbagai model antara lain:
1. Kelas transisi
Kelas ini diperuntukkan bagi anak autistik yang telah diterapi memerlukan
layanan khusus termasuk anak autistik yang telah diterapi secara terpadu atau
struktur. Kelas transisi sedapat mungkin berada di sekolah reguler, sehingga pada
saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan
kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan
dimodifikasi sesuai kebutuhan anak.
2. Program Pendidikan Inklusi
Program ini dilaksanakan oleh sekolah reguler yang sudah siap memberikan
layanan bagi anak autistik. Untuk dapat membuka program ini sekolah harus
memenuhi persyaratan antara lain:
- Guru terkait telah siap menerima anak autistik
- Tersedia ruang khusus (resourse room) untuk penanganan individual
- Tersedia guru pembimbing khusus dan guru pendamping.
- Dalam satu kelas sebaiknya tidak lebih dari 2 (dua) anak autistik.
3. Program Pendidikan Terpadu
Program Pendidikan Terpadu dilaksanakan disekolah reguler. Dalam
kasus/waktu tertentu, anak-anak autistik dilayani di kelas khusus untuk remedial
atau layanan lain yang diperlukan. Keberadaan anak autistik di kelas khusus bisa
sebagian waktu atau sepanjang hari tergantung kemampuan anak.
4. Sekolah Khusus Autis
Sekolah ini diperuntukkan khusus bagi anak autistik terutama yang tidak
memungkinkan dapat mengikuti pendidikan di sekolah reguler. Anak di sekolah
ini sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dengan adanya distraksi sekeliling
mereka. Pendidikan di sekolah difokuskan pada program fungsional seperti bina
diri, bakat, dan minat yang sesuai dengan potensi mereka.
5. Program Sekolah di Rumah
Program ini diperuntukkan bagi anak autistik yang tidak mampu mengikuti
pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya. Anak-anak autistik yang
non verbal, retardasi mental atau mengalami gangguan serius motorik dan
auditorinya dapat mengikuti program sekolah di rumah. Program dilaksanakan di
rumah dengan mendatangkan guru pembimbing atau terapis atas kerjasama
sekolah, orangtua dan masyarakat.
6. Panti Rehabilitasi Autis
Anak autistik yang kemampuannya sangat rendah, gangguannya sangat parah
dapat mengikuti program di panti (griya) rehabilitasi autistik. Program dipanti
rehabilitasi lebih terfokus pada pengembangan:
- Pengenalan diri
- Sensori motor dan persepsi
- Motorik kasar dan halus
- Kemampuan berbahasa dan komunikasi
- Bina diri, kemampuan sosial
- Ketrampilan kerja terbatas sesuai minat, bakat dan potensinya.

H. Peran BK bagi anak autisme


Bimbingan adalah pertolongan yang menuntun. Bimbingan dapat
diberikan kepada individu maupun sekumpulan/kelompok individu siapa saja
yang membutuhkan tanpa memandang umur sehingga anak atau orang dewasa
dapat menjadi objek bimbingan. Tujuan bimbingan adalah agar individu atau
sekumpulan individu dapat mencapai kesejahteraan hidup. Sedangkan konseling
yaitu bantuan yang diberikan kepada individu untuk memecahkan masalah
kehidupannya dengan cara wawancara dan dengan cara yang sesuai dengan
keadaan yang dihadapi individu untuk mencapai kesejahteraan hidupnya .
Dalam hal ini, perlu diingat bahwa individu pada akhirnya dapat memecahkan
masalah dengan kemampuannya sendiri. Hubungan antara bimbingan dan
konseling menurut Jones bahwa konseling sebagai salah satu teknik dari
bimbingan.
Pembimbing atau konselor di sekolah mempunyai tugas-tugas tertentu
antara lain:
a. Mengadakan penelitian atau observasi terhadap situasi atau keadaan di
sekolah, baik mengenai peralatan, tenaga, penyelenggaraan maupun
aktivitas-aktivitas yang lain;
b. Berdasarkan atas hasil penelitian atau observasi tersebut maka pembimbing
berkewajiban memberikan saran-saran atau pendapat, baik kepada kepala
sekolah maupun staf pengajar yang lain demi kelancaran dan kebaikan
sekolah;
c. Menyelenggarakan bimbingan terhadap anak-anak, baik yang bersifat prefentif,
preservatif dan korektif atau kuratif Preventif, yaitu dengan tujuan menjaga
jangan sampai anak-anak mengalami kesulitan dan menghindarkan hal-hal
yang tidak diinginkan. Preservatif, yaitu usaha untuk menjaga keadaan yang
telah baik agar tetap baik, jangan sampai keadaan yang baik menjadi keadaan
yang tidak baik. Korektif, yaitu mengadakan konseling kepada anak-anak yang
mengalami kesulitan, yang tidak dapat dipecahkan sendiri dan yang
membutuhkan pertolongan dari pihak lain.
d. Kecuali hal-hal tersebut, pembimbing dapat mengambil langkah lain yang
dipandang perlu demi kesejahteraan sekolah atas persetujuan kepala sekolah.
Bimbingan dan konseling dibutuhkan tidak hanya bagi anak dengan
spektrum autis tetapi juga keluarga khususnya orangtua si anak. Anak autisme
membutuhkan lingkungan yang konsisten dan mendukungnya dalam
mengoptimalkan kemampuannya. Lingkungan yang konsisten ini terutama adalah
sekolah tempat anak mendapatkan pendidikan formal dan di rumah bersama
keluarga dimana anak melakukan interaksi lebih intens dan dengan waktu
yang lebih panjang. Begitu juga keluarga atau orangtua dari anak autis
membutuhkan bantuan dalam memahami dan memberikan tindakan khusus bagi
anak mereka agar dapat mengoptimalkan kemampuannya. Interaksi sehari-hari
orangtua dengan anak-anak akan membentuk perilaku dan pembelajaran mereka.
Berikut ini bentuk bimbingan konseling yang dapat dilakukan untuk
mendukung anak autisme di rumah, antara lain:
1) Habiskanlah waktu dengan sering bermain bersama anak setiap hari.
2) Perkenalkan anak pada berbagai aktivitas dan permainan, sesuai kesukaannya.
3) Tidak jarang anak tidak berespons terhadap bahasa verbal, janganlah putus asa.
Lakukan pula kontak melalui bahasa tubuh dan ekspresi.
4) Gunakan juga berbagai gambar dan simbol dalam berkomunikasi dengan anak
autis.
5) Ajarkan berbagai keterampilan sehari-hari yang penting, misalnya makan dan
minum dengan baik atau berpakaian sendiri dan sebagainya.
6) Mengingat penanganan penyandang autis melibatkan banyak disiplin ilmu,
berkomunikasi dan bekerjasama dengan mereka dalam merencanakan program
terapinya.
7) Menangani dan merawat anak penyandang autis bukanlah hal yang ringan.
Bergabunglah dengan kelompok para orang tua yang memiliki permasalahan
sama agar dapat saling berdiskusi, berbagi pengalaman dan berbagi rasa. Dan
saat ini telah banyak pula milis di internet untuk para orang tua yang anaknya
mengalami masalah perkembangan (Nakita, 2003).
BAB III
KESIMPULAN
Autisme adalah kelainan perkembangan yang secara signifikan
berpengaruh terhadap komunikasi verbal, non verbal serta interaksi sosial, yang
berpengaruh terhadap keberhasilannya dalam belajar. Dengan berbagai
karakteristik peran BK sangat penting dalam menunjang perkembangan anak autis
selain yang diperoleh dari sekolah maupun dari orangtua, seperti orangtua dan
pendidik bekerjasama mengajarkan berbagai keterampilan sehari-hari yang
penting, misalnya makan dan minum dengan baik atau berpakaian sendiri dan
sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA
https://publikasiilmiah.unwahas.ac.id/
https://media.neliti.com/
https://mellyhandayanicyrus.wordpress.com/
https://www.researchgate.net/
https://journal.iainkudus.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai