Anda di halaman 1dari 14

1

PENEGAKKAN HUKUM DALAM H.A.N.

Penegakan hukum scr konkret adalah berlakunya hukum positif dlm


praktek sebagaimana seharusnya ditaati, atau menerapkan dan
menemukan hukum in concreto dlm mempertahankan dan menjamin
ditaatinya hukum materiil dg menggunakan cara prosedur yg ditetapkan
oleh hukum formil.
Menurut Soerjono Soekanto, ada lima faktor yg mempengaruhi
penegakan hukum, yaitu:
1. Faktor hukumnya;
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yg membuat dan
menerapkan hukum;
3. Faktor sarana atau fasilitas yg mendukung penegakan hukum;
4. Faktor masyarakat, yaitu lingkungan dimana hukum itu berlaku dan
diterapkan;
5. Faktor kebudayaan, sbg hasil karya, cipta, dan rasa yg didasarkan
pada karsa manusia di dlm pergaulan hidup.

Kelima faktor di atas saling terkait, apabila salah satu saja dari kelima
faktor mengalami kendala, maka pelaksanaan dari penegakan hukum tidak
akan berjalaan dg optimal/efektif. Kelima faktor tsb merupakan kesatuan yg
integral, dalam arti untuk menjamin pelaksanaan penegakan hukum yg
baik, maka faktor-faktor tsb harus diperhatikan scr proporsional dan
maksimal.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


EFEKTIVITAS PENEGAKAN HUKUM

FAKTOR PENEGAK HUKUM FAKTOR MASYARAKAT

FAKTOR HUKUM EFEKTIVITAS HUKUM FAKTOR


BUDAYA

FAKTOR SARANA DAN PRASARANA


2

PENEGAKAN HUKUM DALAM KONTEKS


HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

KONTROL
SEGI INTERN
KEDUDUKAN
KONTROL
EKSTERN

KONTROL
PENGAWASAN SEGI WAKTU A-PRIORI
PELAKSANAAN
KONTROL
A-POSTERIORI

SEGI
SEGI OBJEK HUKUM
PENGAWASAN /RECHMATIGHEID
SEGI
KEMANFAATAN /
DOELMATIGHEID

PENEGAKAN
PENEGAKAN
HUKUM
HUKUM
ADMINISTRASI
ADMINISTRASI
NEGARA
NEGARA

PAKSAAN
PEMERINTAH
(BESTUURDWANG)
SANKSI
REPARATOIR
PENGENAAN
UANG PAKSA
(DWANGSOM)

PENGENAAN
PENERAPAN SANKSI DENDA
SANKSI PUNITIF ADMINISTRATIF
(BESTUURBOETE)

PENARIKAN,
SANKSI PERUBAHAN, DAN
REGRESIF PENUNDAAN
SUATU KETETAPAN
3

INSTRUMEN PENEGAKAN HUKUM DLM HAN TERDIRI DARI:


PENGAWASAN DAN PENERAPAN SANKSI.

A. PENGAWASAN
Pengawasan merupakan langkah preventif utk memaksakan
kepatuhan. Dlm suatu negara hukum, pengawasan thd tindakan
pemerintah sbg suatu upaya preventif, dimaksudkan agar pemerintah dlm
menjalankan aktifitasnya sesuai dg norma-norma hukum; dan sbg upaya
represif, pengawasan dimaksudkan untuk mengembalikan pada situasi
seperti sebelum terjadinya pelanggaran norma hukum.
Sistem pengawasan merupakan proses kegiatan yg membandingkan
antara apa yg dijalankan, dilaksanakan atau diselenggarakan dengan apa
yg dikehendaki, direncanakan atau diperintahkan.

Pengawasan dpt ditinjau dari tiga macam aspek/segi, yakni :


1. Aspek kedudukan, yakni pengawasan intern dan pengawasan
ekstern.
a. Pengawasan intern, yakni kedudukan antara organ/badan yg
mengawasi dan yg diawasi secara organisatoris/struktural masih
termasuk dlm lingkungan pemerintah. Contohnya: pengawasan
melekat oleh atasan, BAWASDA (Badan Pengawas Daerah),
Inspektorat Jenderal Departeman, Inspektorat Provinsi, Inspektorat
Kabupaten/Kota, BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan dan
Pembangunan) dll.
b. Pengawasan ekstern, yakni pengawasan yg dilakukan oleh
lembaga/badan di luar pemerintah. Contohnya: Pengawasan yg
dilakukan oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), DPR dan DPRD,
Komisi Pemberantasan Korupsi, Ombudsman Nasional, Akuntan
Publik, Organisasi Massa seperti: ICW (Indonesia Corupption Wacht),
dll.
4

2. Dari aspek waktu, yakni pengawasan a-priori dan pengawasan


pengawasaan a-posteriori.
a. Pengawasan a-priori, yakni pengawasan yg dilakukan sebelum
dikeluarkan dan pd saat dilaksanakannya ketetapan atau keputusan.
b. Pengawasan a-posteriori, yakni pengawasan yg dilakukan setelah
suatu ketetapan atau keputusan dilaksanakan.

3. Dari aspek objek yg diawasi, yakni pengawasan dari segi


hukum (rechtmatigheid) dan dari segi kemanfaatan/kebijaksanaan
(doelmatigeheid).
a. Pengawasan dari segi hukum yakni menilai segi-segi atau
pertimbangan yg bersifat hukumnya saja (segi legalitas), yakni segi
rechtmatigheid dari perbuatan pemerintah.
b. Pengawasan dari segi kemanfaatan dimaksudkan utk menilai benar
atau tidaknya perbuatan pemerintah dari segi doelmatigheid.

Berdasarkan pengkategorian pengawasan di atas, maka pengawasan yg


dilakukan oleh PERATUN mempunyai ciri-ciri:
1). ekstern, krn dilakukan oleh suatu lembaga di luar pemerintahan;
2). A-posteriori, krn dilakukan sesudah terjadinya perbuatan yg dikontrol;
3). Termasuk kontrol dari segi hukum, krn hanya menilai dari segi
hukum saja.

A. PENERAPAN SANKSI
Sanksi merupakan bagian penting dlm setiap peraturan perundang-
undangan, dan sanksi merupakan inti dari penegakan HAN.
Sanksi biasanya diletakan pd bagian akhir setiap peraturan (In cauda
venenum = di ujung terdapat RACUN, maksudnya yakni “di ujung kaidah
hukum terdapat sanksi”). Sanksi diperlukan utk menjamin penegakan
HAN.
Menurut Philipus M. Hadjon, pd umumnya tidak ada gunanya
memasukan kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan bagi warga di dlm
5

peraturan perundang-undangan Tata Usaha Negara, ketika aturan-aturan


tingkah laku itu tdk dapat dipaksakan oleh Tata Usaha Negara. Salah satu
instrumen utk memaksakan tingkah laku para warga ini adalah sanksi.
Dlm HAN, penggunaan sanksi administrasi merupakan penerapan
kewenangan pemerintahan yg berasal dari aturan HAN tertulis maupun tdk
tertulis. HAN memberikan kewenangan kpd pemerintah utk menetapkan
norma hukum administrasi tertentu, diiringi pula dg memberikan
kewenangan utk menegakan norma-norma itu melalui penerapan sanksi
bagi mereka yg melanggar norma HAN, tanpa perantaraan hakim.
Pd dasarnya kewenangan pemerintah dlm menerapkan sanksi
administrasi dapat “tanpa perantaraan hakim”, hal ini merupakan ciri khas
dari penerapan sanksi adminitrasi. Tetapi dlm beberapa hal ada pula sanksi
administrasi yg harus melalui proses peradilan.

DEFINISI SANKSI DLM HAN yaitu: “ Alat kekuasaan yg bersifat hukum


publik yg dpt digunakan oleh pemerintah sbg reaksi atas
ketidakpatuhan thd kewajiban yg terdapat dlm norma HAN”.
Berdasarkan definisi ini, ada 4 unsur sanksi dlm HAN, yaitu:
1). Alat kekuasaan;
2). Bersifat hukum publik;
3). Digunakan oleh pemerintah;
4). Sebagai reaksi atas ketidakpatuhan.

JADI DLM KONTEKS HAN, PENERAPAN SANKSI DILAKUKAN OLEH PEMERINTAH


PADA INTINYA ADALAH MERUPAKAN REAKSI ATAS “KETIDAKPATUHAN”
(PELANGGARAN) TDH KEWAJIBAN YG MUNCUL DARI NORMA HAN.

Berdasarkan sasarannya, dlm HAN dikenal bbrp jenis sanksi:


1. Sanksi Reparatoir, yakni sanksi yg diterapkan sbg reaksi atas
pelanggaran norma, yg ditujukan utk mengembalikan pd keadaan
6

semula atau menempatkan situasi yg sesuai dg hukum, atau dg kata


lain mengembalikan pd keadaan semula seperti sebelum terjadinya
pelanggaran. contohnya:
a. Paksaan pemerintahan (bestuurdwang)
b. Pengenaan uang paksa (dwangsom)
2. Sanksi Punitif, yakni sanksi yg semata-mata ditujukan untuk
memberikan hukuman pd seseorang. contohnya: pengenaan denda
administratif (bestuurlijkeboete / administratieveboete)
3. Sanksi Regresif, yakni sanksi yg diterapkan sbg reaksi atas
ketidakpatuhan thd ketentuan-ketentuan yg terdapat dlm KETETAPAN
(beschikking). Sanksi ini ditujukan pd keadaan semula, yakni suatu
keadaan seperti sebelum diterbitkannya ketetapan.
Dilihat dari segi tujuannya SANKSI REGRESIF SAMA DG SANKSI
REPARATOIR, perbedaannya hanya terletak pd lingkup dikenakannya
sanksi tsb. Sanksi reparatoir dikenakan thd norma HAN scr umum,
sedangkan sanksi regresif hanya dikenakan thd pelanggaran
ketentuan-ketentuan yg terdapat dlm KETETAPAN. Contohnya sanksi
regresif: penarikan, perubahan, dan penundaan ketetapan
(beschikking) yg menguntungkan.
Penerapan dari macam-macam sangsi tersebut dpt diberlakukan scr
sendiri-sendiri, dpt pula diberlakukan scr bersama-sama, yaitu:
1. Kumulasi Internal
Yakni penerapan dua atau lebih sanksi administrasi scr bersama-sama,
cthnya: penghentian pelayanan administrasi dan/atau pencabutan izin
dan/atau pengenaan denda.
2. Kumulasi eksternal
Penerapan sanksi administrasi bersama-sama dg sanksi pada
bidang hukum lainnya, misalnya bersama-sama dg sanksi dlm hukum
pidana atau hukum perdata.

Untuk memperjelas sifat sanksi dlm HAN, perlu dikemukakan


perbedaan antara sanksi administrasi dg sanksi pidana, yakni:
7

 pertama, sanksi administrasi sasarannya ditujukan pd perbuatan,


sedangkan dlm sanksi pidana ditujukan pada pelaku;
 kedua, sifat sanksi administrasi adalah reparatoir – comdennatoir
yakni pemulihan kembali pd keadaan semula dan pemberian
hukuman, sedangkan sanksi pidana bersifat comdenatoir atau
menghukum;
 ketiga, prosedur sanksi administrasi dapat dilakukan secara
langsung oleh pemerintah, tanpa melalui proses peradilan,
sedangkan prosedur sanksi pidana harus melalui proses
peradilan.

MACAM-MACAM SANKSI DLM HAN:


1. Paksaan pemerintahan (bestuurdwang)
Paksaan pemerintahan merupakan sanksi administrasi yg bersifat
reparatoir. Paksaan pemerintah adl merupakan TINDAKAN NYATA yg
dilakukan oleh organ pemerintah atau atas nama pemerintah utk
memindahkan, mengosongkan, menghalang-halangi, memperbaiki
pd keadaan semula, apa yg telah dilakukan atau sedang dilakukan, yg
bertentangan dg kewajiban-kewajiban yg ditentukan dlm peraturan
perundang-undangan.
Kewenangan yg paling penting yg dpt dijalankan oleh
pemerintah utk menegakan HAN materiil adl PAKSAAN
PEMERINTAHAN. Utk merealisasikan kepatuhan warga thd ketentuan
HAN, maka bila perlu pemerintah akan melakukannya dg paksaan utk
memaksa warga mematuhi peraturan HAN tertentu atau kewajiban
tertentu.
Paksaan pemerintahan dpt dideskripsikan sbg kewenangan organ
pemerintahan utk melakukan tindakan nyata guna mengakhiri situasi
yg bertentangan dg norma HAN, krn kewajiban yg muncul dari norma itu
tdk dijalankan, atau sbg reaksi dari pemerintah atas pelanggaran atau
ketidakpatuhan hukum yg dilakukan warganegara.
8

Paksaan pemerintahan merupakan bentuk eksekusi nyata, yg dpt


langsung dilaksanakan tanpa perantaraan hakim (parate eksecutie),
dan biaya yg timbul dari pelaksanaan pemerintahan tsb scr langsung dpt
dibebankan kpd pihak yg melanggar.
Kewenangan pemerintah dlm penerapan Paksaan Pemerintahan,
adl merupakan KEWENANGAN YG BERSIFAT BEBAS, dlm arti
pemerintah diberi kebebasan utk mempertimbangkan menurut insiatifnya
sendiri apakah akan menggunakan Paksaan Pemerintahan atau tdk,
atau bahkan apakah akan menerapkan sanksi lainnya. (CONTOHNYA:
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja melihat adanya gerobak Pedagang
Kaki Lima (PKL) di bahu jalan yg mengakibatkan kemacetan dan
membahayakan lalu-lintas, maka dia dapat langsung menentukan
secara bebas dg pertimbangan sendiri apakah sanksi paksaan
pemerintahan akan diterapkan thd keadaan itu atau tidak, dan bebas
untuk memilih jenis paksaan pemerintahan apa yg akan diambil, utk
menghentikan pelanggaran tsb).
Hal penting yg perlu dipertimbangkan dlm penerapan
Paksaan Pemerintahan, yakni apakah pelanggaran yg terjadi
BERSIFAT SUBSTANSIIL ATAU TiDaK ?! (perhatikan paragraf ini!)
Apabila pelanggarannya tdk substansiil, maka bestuurdwang tdk
perlu dilakukan, CONTOH: seseorang mendirikan rumah di wilayah yg
memang dimaksudkan utk pemukiman penduduk, maka walaupun belum
memiliki IMB, pemerintah cukup menghimbau ybs utk segera
mengajukan IMB, tdk harus memberikankan sanksi bestuurdwang.
Apabila pelanggarannya bersifat substansiil, maka
bestuurdwang dpt langsung diterapkan. CONTOHNYA: seseorang
membangun rumah di kawasan taman kota, yg berarti mendirikan
bangunan tdk sesuai dg Tata Ruang Kota atau rencana peruntukan yg
telah ditetapkan pemerintah. Maka terhadap rumah tsb, dapat dikenai
paksaan pemerintahan berupa pembongkaran bangunan rumah tsb.

2. Pengenaan Uang Paksa (dwangsom)


9

Dwangsom merupakan sanksi administrasi yg bersifat reparatoir.


Pengenaan dwangsom adalah alternatif untuk tindakan nyata dlm
paksaan pemerintahan, yg berarti jg sbg sanksi alternatif.
Menurut N.E. Algra, uang paksa sbg hukuman atau denda,
jumlahnya berdasarkan syarat dlm perjanjian, yg dibayarkan krn tdk
menunaikan, atau tdk sempurna melaksanakan atau tdk sesuai dg
waktu yg telah ditentukan. Dlm hal ini berbeda dg biaya ganti kerugian,
kerusakan, dan pembayaran bunga.

Dlm HAN, pengenaan uang paksa dpt dikenakan kpd seseorang


yg tdk mematuhi atau melanggar ketentuan yg ditetapkan oleh
pemerintah, sebagai ALTERNATIF DARI TINDAKAN PAKSAAN
PEMERINTAHAN.
Organ pemerintahan yg berwenang melaksanakan tindakan
pemerintahan dpt mengenakan dwangsom sbg pengganti (dari
bestuurdwang). Dwangsom tdk dpt dipilih (sbg pengganti), jika
kepentingan yg harus dilindungi oleh peraturan tsb, tdk
menghendakinya.

Cara penerapan uang paksa/dwangsom:


a. Organ pemerintahan menetapkan uang paksa kpd seseorang
agar membayar dg cara sekali bayar ataupun dicicil berdasarkan
waktu (tertentu), ketika suatu perintah oleh organ pemerintah tdk
dijalankan; ATAU membayar sejumlah uang ketika pelanggaran itu
terjadi. Organ pemerintah juga menetapkan jumlah maksimal uang
paksa. Jumlah uang yg harus dibayarkan harus sesuai dg beratnya
kepentingan yg dilanggar dan sesuai dg tujuan diterapkannya
penetapan uang paksa.
Contohnya:
(1).Seorang pemilik pabrik tidak membuat pengolahan limbah,
sehingga limbah pabrik mencemari lingkungan. Ia diperintahkan
untuk segera membuat pengolahan limbah pabrik, tetapi ia tdk
10

segera melaksanakannya, kemudian ia diancam pabriknya akan


ditutup oleh Pemerintah (berarti pemerintah akan menerapkan
PAKSAAN PEMERINTAHAN/BESTUUR DWANG). Daripada
pabriknya ditutup, dan untuk memaksa agar segera membuat
pengolahan limbah, maka oleh Pemerintah ia dikenai uang paksa
(dwangsom), sampai kemudian ia membangun pengolahan
limbah. Misalnya ia diberi tegang waktu 30 hari untuk
menyelesaikan pengolahan limbah, apabila sampai waktu yg telah
ditetapkan pengolahan limbah tersebut belum jadi, maka ia akan
dikenai uang paksa misalnya sebesar Rp. 500. 000,- untuk setiap
keterlambatan 1 (satu) hari, dan jumlah uang paksa tsb dpt
dilakukan sekali bayar pada hari ia selesai membuat pengolahan
limbah tsb, ATAU membayar dg mengangsur setiap hari
keterlambatan, sampai dengan pada hari ia selesai membuat
pengolahan limbah tsb.
(2). Seorang Pengusaha membangun perumahan, menurut Peraturan
perundang-undangan ia harus menyediakan/membangun pula
fasilitas umum, akan tetapi ternyata sampai seluruh rumah terjual
dan dihuni, ia tdk membangun fasilitas umum yg telah
diperjanjikan dan telah ditentukan dlm peraturan. Organ
pemerintah yg berwenang memerintahkan kpd pengusaha tsb utk
membangun fasilitas umum, dan ditentukan pula batas wkt kapan
hal tersebut sudah dibangun. Apabila sampai tgl yg diperintahkan
pengusaha belum melaksanakan kewajiban tsb, maka Pejabat yg
berwenang menerapkan uang paksa kepada pengusaha untuk
memaksa agar ia segara melaksanakan kewajibannya. Besarnya
uang paksa yg harus dibayar, dapat ditentukan berdasarkan tiap 1
(satu) hari kelambatan, dan pembayaran dilakukan dapat dg cara
bayar sekali diakhir ia akhirnya melaksanakan kewajiban tsb,
ATAU diangsur setiap harinya sampai dg hari pelaksanaan
kewajiban tsb. ATAU maksimal besarnya uang paksa sudah
ditentukan dlm peraturan.
11

b. Dlm keputusan penetapan uang paksa yg tujuannya


menghilangkan atau menghakhiri pelanggaran, kpd pelanggar
diberikan jangka waktu utk melaksanakan perintah tsb TANPA
penyitaan uang paksa. Contohnya :
Dlm contoh kasus nomor a. (2) di atas, pengusaha tsb diperintahkan
utk membangun fasilitas umum paling lambat misalnya tgl 1 Oktober
2008 sudah hrs slesai, & sdh ditentukan brapa besar uang paksanya.
Kemudian sampai tgl 1 Dsember 2008 pembangunan fasilitas umum
tsb ternyata belum juga selesai, maka pengusaha tsb diperingatkan
lagi untuk segera menyelesaikan kewajiban membangun fasilitas
umum paling lambat tgl 1 Februari 2009, dengan klausula apabila
pada tgl 1 Februari 2009 fasilitas umum itu sudah selesai, maka ia
dibebaskan dari pembayaran uang paksa yg seharusnya ia bayar
antara tgl 1 Oktober 2008 sampai dg 1 Desember 2008. Dan apabila
sampai dg tgl 1 Februari 2009 belum juga selesai, maka ia diharuskan
membayar seluruh uang paksa yg dihitung mulai dari tanggal 1
Oktober 2008 sampai dengan pada hari fasilitas umum benar-benar
telah selesai. ATAU kepada pengusaha tsb, bersamaan dg
pembayaran uang paksa, juga dapat dikenai jenis sanksi lainnya.

3. Pengenaan Denda Administratif (Bestuurslijke boetes)


Denda administrasi merupakan sanksi administrasi yg bersifat
punitif. Denda administratif berbeda dg pengenaan uang paksa
(dwangsom). Bila uang paksa ditujukan utk mendapatkan situasi konkret
yg sesuai dg norma, maka denda administrasi tidak lebih sekedar reaksi
thd pelanggaran norma, yg ditujukan utk menambah hukuman yg
pasti, terutama denda administrasi yg terdapat dlm hukum pajak.
Pengenaan denda administrasi dapat dilakukan tanpa perantaraan
hakim (peradilan), tetapi walaupun demikian, pemerintah tidak boleh
sewenang-wenang dlm menerapkan denda administrasi, pemerintah
harus memperhatikan asas-asas HAN, baik tertulis maupun tdk tertulis.
12

Pembuat undang-undang dpt memberikan wewenang kpd organ


pemerintah utk menjatuhkan hukuman yg berupa denda (geboete) thd
seseorang yg telah melakukan pelanggaran peraturan perundang-
undangan. Pemberian wewenang langsung (atribusi) mengenai
penerapan denda administrasi ini dpt ditemukan dlm peraturan
perundang-undangan. Denda administrasi biasanya terdapat dlm hukum
pajak, jaminan sosial, dan hukum kepegawaian.
Denda administrasi hanya dpt diterapkan atas dasar kekuatan
wewenang yg diatur dlm undang-undang dlm arti formal. (undang-
undang dlm arti formal adalah peraturan/undang-undang yg dibentuk
antara pemerintah dg badan perwakilan rakyat).

4. Penarikan kembali Ketetapan/KTUN yg menguntungkan


(begunstigende beschikking)
Penarikan kembali ketetapan/KTUN yg menguntungkan
merupakan sanksi yg bersifat regresif yakni sifat sanksi yg sama dg
sanksi reparatoir, perbedaannya yakni pada sanksi regresif diberikan
berkenaan dg tidak dipatuhinya/dilanggarnya norma-norma yg terdapat
dlm suatu ketetapan/KTUN (beschikking).
Ketetapan (beschikking) yg menguntungkan artinya ketetapan itu
memberikan hak-hak atau memberikan kemungkinan utk memperoleh
sesuatu melalui ketetapan, atau ketetapan yg memberikan keringanan
beban yg ada atau mungkin ada. Lawan dari ketetapan yg
menguntungkan adalah ketetapan yg memberi beban (belastende
beschikking) yaitu ketetapan yg memberi kewajiban yg sebelumnya tidak
ada ATAU penolakan thd permohonan utk memperoleh keringanan.
Salah satu sanksi dlm HAN yakni pencabutan atau penarikan
Ketetapan yg menguntungkan, dg mengeluarkan ketetapan baru yg
isinya menarik kembali dan/atau menyatakan tidak berlaku lagi
ketetapan yg terdahulu. Penarikan kembali ketetapan yg
menguntungkan berarti meniadakan hak-hak yg terdapat dlm ketetapan
itu oleh organ pemerintah.
13

Penarikan kembali ketetapan yg mnguntungkan diterapkan dlm hal


terjadi pelanggaran thd peraturan atau syarat-syarat yg dilkatkan pada
penetapan tertulis yg telah diberikan, ATAU juga dpt terjadi apabila
terdapat pelanggaran undang-undang yg berkaitan dg izin yg dipegang
oleh si pelanggar.

Penarikan ketetapan yg menguntungkan dimaksudkan utk mengakhiri


keadaan-keadaan yg scr objektif tidak dapat dibenarkan lagi.
Sebab-sbab pencabutan ketetapan/KTUN sbg sanksi, adalah sbb:
1. Pihak yg berkepentingan tdk mematuhi pembatasan, syarat-syarat
atau ketentuan peraturan perundang-undangan yg berkaitan pada
izin, subsidi, atau pembayaran;
2. Pihak yg berkepentingan pada waktu mengajukan izin, subsidi, atau
pembayaran telah memberikan data yg tidak benar atau tidak
lengkap, shg apabila data itu benar atau lengkap, maka keputusan yg
akan diambil oleh yg berwenang akan berlainan dg keputusan yg
sudah diambilnya.
(CONTOHNYA: pejabat memutuskan utk mengabulkan permohonan
izin pendirian sebuah pabrik, izin itu diberikan karena berdasarkan
data yg diserahkan oleh pemohon, misalnya sudah tersedia sarana
untuk mengatasi pencemaran limbah pabrik, padahal sebenarnya
sarana itu belum ada. Apabila si pemohon jujur dlm menyampaikan
data, maka tentunya keputusan yg diambil oleh pejabat tsb menolak
memberikan izin).

Contoh penarikan ketetapan/KTUN yg menguntungkan:


Surat Penetapan Rektor menetapkan bahwa seorang mahasiswa
bernama Polan mendapat beasiswa BBM, yakni beasiswa yg ditujukan
bagi mahasiswa dari keluarga tdk mampu. Si Polan berhasil mendapat
beasiswa tsb krn pd wkt mengajukan permohonan menyampaikan data
bahwa ia berasal dari keluarga tdk mampu, di kemudian hari ketahuan
ternyata Polan berasal dari keluarga pengusaha kaya, kemudian Surat
14

Penetapan (KTUN/ketetapan) tentang pemberian beasiswa BBM utk si


Polan tsb ditarik kembali oleh Rektor.

(CATATAN dan PERHATIAN!:


Penerapan sanksi merupakan tindakan yg dilakukan oleh pemerintah yg
dikenakan kpd warga, sbg reaksi terhadap ketidakpatuhan thd HAN, yg
telah dilakukan oleh warga tsb. Walaupun yg dikenai sanksi disini adalah
warga, namun demikian penerapan sanksi tetap dpt dikatakan juga sbg
sarana perlindungan hukum bagi warga / rakyat.
Logika/alasannya yakni: ketika seorang warga (si pelanggar) dikenai
sanksi oleh pemerintah, sebenarnya maksud dari pemerintah tsb untuk
melindungi scr hukum kepentingan warga lainnya (warga yg tdk
melanggar hukum), yg mungkin dirugikan oleh krn adanya pelanggaran
HAN yg dilakukan oleh si pelanggar.
CONTOHNYA:
Rektor menerbitkan ketetapan berupa Surat Penetapan tentang
beasiswa BBM atas nama si Polan, kemudian Surat penetapan tsb
ditarik kembali oleh Rektor, krn ternyata si Polan anak orang kaya.
Logikanya: penarikan kembali ketetapan yg menguntungkan tsb
memang merupakan suatu sanksi bagi warga (warga dlm hal ini yakni si
Polan), akan tetapi penarikan kembali ketetapan tsb adalah
dimaksudkan agar beasiswa BBM itu diterima oleh mahasiswa lain yg
benar-benar tidak mampu, shg mahasiswa yg tdk mampu (sbg
warganegara) kepentingan hukumnya akan terlindungi.

Anda mungkin juga menyukai