PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidak setiap anak mengalami perkembangan normal.Banyak di antara mereka yang
dalam perkembangannya mengalami hambatan, gangguan, kelambatan, atau memiliki faktorfaktor
resiko sehingga untuk mencapai perkembangan optimal diperlukan penanganan atau intervensi
khusus. Kelompok inilah yang kemudian dikenal sebagai anak berkebutuhan khusus.
Kelainan dari segi fisik berupa kecacatan fisik, misalnya orang yang tidak memiliki kaki
sebelah kiri, matanya buta sebelah, dan sejenisnya . kelainan dari segi fsikis atau aspek kejiwaan
(psikologis ), Misalnya orang yang menderita keterbelakangan mental akibat dari intelegesi yang
dimiliki di bawah normal . Kelainan dari segi sosial , misalnya orang yang tidak dapat melakukan
interaksi dan komunikasi sosial, sehingga mereka tidak dapat di terima secara sosial oleh
masyarakat sekitarnya yang mnyebabkan mereka kurang bergaul dan merasa rendah diri yang
berlebihan , dan kelainan dari segi moral dapat berupa ketidakmampuan seseorang untuk
mengendalikan emosi dan hati nuraninya sehingga orang tersebut berbuat amoral di tengah
masyarakatnya
Anak berkeutuhan khusus di klasifikasikan atas beberapa kelompok sesuai dengan jenis
kelainan anak. Klasifikasi tersebut mencakup kelompok anak yang mengalami keterbelakangan
mental, ketidakmampuan belajar, gangguan emosional, kelainan fisik, kerusakan atau gangguan
pendengaran, kerusakan atau gangguan penglihatan, gangguan bahasa dan wicara, dan kelompok
anak yang berbakat.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan ABK?
2. Apa saja jenis-jenis dari Anak Berkebutuhan Khusus?
3. Bagaimana klasifikasi dari masing-masing jenis ABK?
4. Bagaimana karakteristik dari masing-masing jenis ABK?
5. Bagaimana Faktor Penyebab dari masing-masing jenis ABK?
6. Bagaimana Implikasi dari masing-masing jenis ABK?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui jenis jenis Anak berkebutuhan Khusus.
2. Untuk mengetahui kalsifikasi Anak Berkebutuhan Khusus.
3. Untuk mengetahui karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus.
3. Untuk mengetahui faktor penyebab Anak Berkebutuhan Khusus.
3. Untuk mengetahui implikasi Anak Berkebutuhan Khusus.
BAB II
PEMBAHASAN
Ketunanetraan menurut Sigelman dalam Hadi (2005: 38) meliputi tiga hal yaitu
ketunaan/kekurangan (impairment), ketidakmapuan (disbility), dan hambatan atau kendala
(handicap). Pandangan dari beberapa ahli tentang tunanetra dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
Salsabila Nida, dkk. 2018. Rehabilitasi sosial bagi remaja dengan disabilitas sensorik.
Jurnal pekerjaan sosial. Vol 1 (3). Hal: 190-203
a. Buta adalah tingkatan gangguan penglihatan yang memenuhi beberapa hal berikut ini : 1).
Ketajaman penglihatan kurang dari 20/200; 2) Diameter terlebar dari bidang pengelihatan
membentuk sudut dua puluh derajat atau kurang.
b. Tunanetra merupakan suatu kondisi dimana indera penglihatan mengalami kerusakan atau
luka baik secara struktura atau fungsional sehingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
2.Segi Motorik
Hilangnya indera penglihatan sebenarnya tidak berpengaruh
secara langsung terhadap keadaan motorik anak tunanetra,
tetapi dengan hilangnyapengalaman visual menyebabkan
tunanetra kurang mampu melakukan orientasi lingkungan.
Sehingga tidak seperti anak-anak normal, anak tunanetra harus
belajar bagaimana berjalan dengan aman dan efisien dalam
suatu lingkungan dengan berbagai keterampilan orientasi dan
mobilitas.
3.Perilaku
Kondisi tunanetra tidak secara langsung menimbulkan masalah
atau penyimpangan perilaku pada diri anak, meskipun
demikian hal tersebut berpengaruh pada perilakunya. Anak
tunanetra sering menunjukkan perilaku stereotip, sehingga
menunjukkan perilaku yang tidak semestinya. Manifestasi
perilaku tersebut dapat berupa sering menekan matanya,
membuat suara dengan jarinya, menggoyang-goyangkan kepala
dan badan, atau berputar-putar. Ada beberapa teori yang
mengungkap mengapa tunanetra kadang-kadang
mengembangkan perilaku stereotipnya. Hal itu terjadi mungkin
sebagai akibat dari tidak adanya rangsangan sensoris,
terbatasnya aktifitas dan gerak di dalam lingkungan, serta
keterbatasan sosial. Untuk mengurangi atau menghilangkan
perilaku tersebut dengan membantu mereka memperbanyak
aktifitas, atau dengan mempergunakan strategi perilaku tertentu,
seperti memberikan pujian atau alternatif pengajaran, perilaku
yang lebih positif, dan sebagainya.
4.Akademik
Secara umum kemampuan akademik, anak-anak tunanetra sama
seperti anak-anak normal pada umumnya. Keadaan
ketunanetraan berpengaruh pada perkembangan keterampilan
akademis, khususnya dalam bidang membaca dan menulis.
Dengan kondisi yang demikian maka tunanetra
mempergunakan berbagai alternatif media atau alat untuk
membaca dan menulis, sesuai dengan kebutuhannya masing-
masing. Mereka mungkin mempergunakan huruf braille atau
huruf cetak dengan berbagai alternatif ukuran. Dengan asesmen
dan pembelajaran yang sesuai, tunanetra dapat mengembangkan
kemampuan membaca dan menulisnya seperti teman- teman
lainnya yang dapat melihat.
Purwanto, Hery dan Suparno. 2007. Modul Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus. Hal: 1-29.
menimbulkan rasa sakit, kecewa, dan rasa tidak senang dalam hati.
perasaannya.
dapat terjadi karena dua sebab yaitu datang dari diri tunanetra dan
4) Blindism
benda.
7) Suka melamun
dengan rabaannya.
9) Kritis
benda yang terkena sinar dan tidak akan berhenti apabila belum
sekolah
4) Merespon warna
pekerjaan
melihat.
disengaja
Tunanetra kurang lihat akan sulit melihat benda kecil yang jatuh di
langkah
Tunanetra kurang lihat takut akan menginjak benda kecil yang ada di
menggeserkan kaki.
warnanya kontras
16) Koordinasi atau kerja sama antara mata dan anggota badan
yang lemah
tangan ataupun mata dan kaki karena daya lihatnya yang kurang.
Daya lihat yang kurang, menyebabkan kordinasi mata dan anggota badan lemah.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditegaskan kembali bahwa terdapat perbedaan karaketeristik
tunanetra kategori total ataupun kehilangan penglihatan sebagian. Perbedaan tersebut terjadi karena
bedanya klasifikasi tunanetra yang terjadi pada seseorang.
D. Klasifikasi Tunanetra
Tunanetra memiliki beberapa klasifikasi menurut beberapa kemampuan yang dimiliki dan
tingkatan gangguan penglihatan yang dideritanya. Klasifikasi atau tipe-tipe secara garis besar
dibagi menjadi empat yaitu:
Sunarya, purba bagus dkk. 2018. Kajian penanganan terhadap anak berkebutuhan khusus. Abadimas
Adi Buana. Vol 2 (1). Hal: 11-19.
1. Menurut kemampuan melihat
a. Buta (Blind)
1) Buta Total (Totally Blindy adalah mereka yang tidak dapat melihat sama sekali baik gelap maupun
terang.
2) Memiliki sisa penglihatan (residual vision) adalah mereka yang masih bisa membedakan antara gelap
dan terang.
2) Light projection, apabila dapat mengetahui perubahan cahaya dan dapat menentukan arah sumber
cahaya.
3) Tunnel vision atau penglihatan pusat, penglihatan tunanetra terpusat (20), sehingga apabila melihat
obyek hanya terlihat bagian tengahnya.
4) Periferal vision atau penglihatan samping, pengamatan terhadap benda hanya terlihat bagian samping.
5) Penglihatan bercak, pengamatan terhadap obyek ada bagianbagian tertentu yang tidak terlihat.
b. Tingkat ketajaman 20/70 feer-20/200 feet (6/20 m-6/60 m) Tunanetra kurang lihat (Low vision) berada
pada tingkat ini, dengan memodifikasi obyek yang dilihat dengan menggunakan alat bantu penglihatan
masih terkoreksi dengan baik.
c. Tingkat ketajaman 20/200 feet atau lebih (6/60 m atau lebih) Digolongkan tunanetra tingkat berat dan
mempunyai ketajaman penglihatan:
(1) tunanetra masih dapat menghitung jumlah jari tamham pada jarak 6 meter,
(2) tunanetra mampu melihat gerakan tangan dari instruktur,
(3) tunanetra hanya dapat membedakan gelap dan terang.
d. Tingkat ketajaman penglihatan 0 (visus 0)
Buta total yang sama sekali tidak memiliki rangsangan cahaya bahkan tidak bisa membedakan gelap dan
terang.
Seseorang yang dilahirkan tanpa pengelihatan cahaya disebut dengan buta bawaan atau contingental
blind, sedangkan penurunan penglihatan yang terjadi setelah beberapa waktu setelah keahiran disebut
buta didapat atau adventitiously blind menurut Mark dalam Hadi (2005:38).
Menurut Anastasia Widdjajantin dan Imanuel Hitipeuw (1996: 22) penyebab ketunanetraan dapat ditinjau
dari sudut intern dan ekstern. Faktor intern antara lain sebagai berikut: 1) perkawinan keluarga dan 2)
perkawinan antar tunanetra. Faktor ekstern antara lain adalah 1) penyakit sifilis 2) malnutrisi berat 3)
kekurangan vitamin A 4) diabetes mellitus 5) tekanan darah tinggi 6) stroke 7) radang kantung air mata
8) radang kelenjar kelopak mata 9) hemangioma 10) retinoblastoma 11) cellutis orbita l2) glaukoma 13)
fibroplasia retrolensa 14) efek obat/zat kimia.
Beberapa penyebab ketunanetraan dapat sebagai berikut menurut Iwan Kurniawan dalam Jurnalnya
(2015):
Kurniawan, Iwan. 2015. Implementasi pendidikan bagi siswa tunanetra di sekolah dasar inklusi.
Jurnal pendidikan Islam. Vol 4. Hal: 1044-1060
1. Prenatal
Faktor penyebab ketunanetraan pada masa pre-natal sangat erat hubungannya dengan
masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan, antara lain:
a. Keturunan Ketunanetraan yang disebab-kan oleh faktor keturunan terjadi dari hasil
perkawinan bersaudara, sesama tunanetra atau mempunyai orang tua yang tunanetra.
Ketunanetraan akibat faktor keturunan antara lain Retinitis Pigmentosa, penyakit pada
retina yang umumnya merupakan keturunan. Penyakit ini sedikit demi sedikit
menyebabkan mundur atau memburuk-nya retina. Gejala pertama biasanya sukar
melihat di malam hari, diikuti dengan hilangnya penglihatan periferal, dan sedikit saja
penglihatan pusat yang tertinggal.
b. Pertumbuhan anak dalam kandungan Ketunanetraan yang disebabkan karena proses
pertumbuhan dalam kandungan dapat disebabkan oleh:
1)Gangguan waktu ibu hamil.
2)Penyakit menahun seperti TBC, sehingga merusak sel-sel darah tertentu selama
pertumbuhan janin dalam kandungan.
3)Infeksi atau luka yang dialami oleh ibu hamil akibat terkena rubella atau cacar air,
dapat menyebabkan kerusakan pada mata, telinga, jantung dan sistem susunan saraf
pusat pada janin yang sedang berkembang.
4)Infeksi karena penyakit kotor, toxoplasmosis, trachoma dan tumor. Tumor dapat terjadi pada
otak yang berhubungan dengan indera penglihatan atau pada bola mata itu sendiri.
5)Kurangnya vitamin tertentu, dapat menyebabkan gangguan pada mata sehingga hilangnya
fungsi penglihatan.
2. Postnatal
Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa post-natal dapat terjadi sejak atau setelah
bayi lahir antara lain :
a) Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu persalinan, akibat benturan alat-alat
atau benda keras.
b) Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe, sehingga baksil gonorhoe
menular pada bayi, yang pada ahkirnya setelah bayi lahir mengalami sakit dan berakibat
hilangnya daya penglihatan.
c) Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan, misalnya:
1) Xeropthalmia; yakni penyakit mata karena kekurangan vitamin A.
2) Trachoma; yaitu penyakit mata karena virus chilimidezoon trachomanis.
3) Catarac; yaitu penyakit mata yang menyerang bola mata sehingga lensa mata menjadi
keruh, akibatnya terlihat dari luar mata menjadi putih.
4) Glaucoma; yaitu penyakit mata karena bertambahnya cairan dalam bola mata, sehingga
tekanan pada bola mata meningkat.
5) Diabetik Retinopathy; adalah gangguan pada retina yang disebabkan karena diabetis.
Retina penuh dengan pembuluh- pembuluh darah dan dapat dipengaruhi oleh kerusakan
sistem sirkulasi hingga merusak penglihatan.
6) Macular Degeneration; adalah kondisi umum yang agak baik, dimana daerah tengah dari
retina secara berangsur memburuk. Anak dengan retina degenerasi masih memiliki
penglihatan perifer akan tetapi kehilangan kemampuan untuk melihat secara jelas objek-
objek di bagian tengah bidang penglihatan.
7) Retinopathy of prematurity; biasanya anak yang mengalami ini karena lahirnya terlalu
prematur. Pada saat lahir masih memiliki potensi penglihatan yang normal. Bayi yang
dilahirkan prematur biasanya ditempatkan pada inkubator yang berisi oksigen dengan
kadar tinggi, sehingga pada saat bayi dikeluarkan dari inkubator terjadi perubahan kadar
oksigen yang dapat menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah menjadi tidak normal dan
meninggalkan semacam bekas luka pada jaringan mata. Peristiwa ini sering menimbulkan
kerusakan pada selaput jala (retina) dan tunanetra total. Kerusakan mata yang disebabkan
terjadinya kecelakaan, seperti masuknya benda keras atau tajam, cairan kimia yang
berbahaya, kecelakaan dari kendaraan, dll.
Selanjunya menurut Heather Mason (Purwaka Hadi,2015) menyebutkan beberapa penyebab
ketunanetraan adalah:
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditegaskan kembali bahwa penyebab ketunanetraan dapat
dilihat dari faktor intern dan ekstern. Pada faktor intern, ketunanetraan terjadi akibat dari heriditer
atau keturunan melalu perkawinan antar keluarga ataupun sesaama tunanetra yang memiliki sifat
pembawa atau gen dengan kelainan penglihatan sedangkan pada faktor ekstern dapat terjadi
karena kerusakan pada mata yang disebabkan oleh kurangnya asupan nutrisi dan virus atau
bakteri yang menyerang mata.
Implikasi dari reaksi emosional yang cenderung negatif juga membuat penyandang tunanetra menjadi
kesulitan saat bersoialisai. Tidak sedikit mayarakat yang memandang endah seorang yang memiliki
keterbatasan. Hal ini menjadi salah satu penghambat ketika seorang tunanetra hendak bersosialisasi.
Tidak hanya keterbatasan penglihatan namun juga penolakan masyarakat pada para penyandang tunanetra
juga menjadi salah satu alasan para penyandang tunanetra untuk bersosialisasi. Para penyandang tuna
netra meskipun memiliki keterbatasan namun mereka memiliki keinginan untuk berpatisipasi dengan
berperan dalam kehidupan sosial.
Kemampuan berbahasa dan kognitif seorang tunanetra memiliki kesulitan. Hal ini berkaitan dengan
kemampuan mengelola informasi karena keterbatasan memperoleh informasi. Pendapat Elstner dalam
Hadi (2005:55) mengemukakan bahwa tunanetra yang lambat mengamati kejadian visual dan
pendengaran akan mengalami keterlambatan dalam berbicara karena kehilangan ransangan dan
kesempatan untuk berkomunikasi.
Permasalahan yang dialami oleh penyandang tunanetra dapat diminimalkan atau ditiadakan melalui
berbagai pelatihan dan pendidikan. Penguatan secara psikis, pemberian semangat dan kepercayaan diri
juga berperan penting pada kemampuan untuk bertahan hidup. Tidak sedikit seorang penyandang
tunanetra yang memiliki berbagai prestasi dengan mengembangkan kemampuan atau potensinya karena
tidak mungkin seorang dilahirkan tanpa suatu kelebihan.
Seorang penyandang tunanetra ringan hanya mampu membedakan terang dan gelap sedangkan taraf berat
sama sekali tidak mengenal konsep cahaya. Pengembangan yang paling efektif untuk penyandang
tunanetra adalah melatih pemanfaatan indera yang lain yang masih berfungsi. Pengembangan indera
penglihatan yang masih berfungsi ini dapat berupa indera pendengaran, indera peraba, indera penciuman
dan juga pengembangan kemampuan kinestesi dan keseimbangan. Pelatihan ini dilaksanakan secara
terprogram dalam bentuk kegiatan latihan orientasi dan mobilitas.
Indera pendengaran bagi penyandang tuanatera dianggap sebagai indera yang paling dominan. Seorang
tunanetra memiliki kepekaan yang tinggi dalam mendengarkan bunyi atau suara. Melalui intonasi suara
seorang penyandang tunanetra mampu membedakan emosi dari sumber suara. Ketajaman pendengaran
seorang penyandang tuna netra tidak begitu saja ada, namun ini berkaitan dengan kesungguhan dalam
mengenal suara bunyi, melalui latihan.
Pemanfaatan indera pendengaran dan suara merupakan salah satu alat mengumpulkan informasi. Seorang
tunanetra sering kali bertepuk tangan, menghentakkan kaki atau batuk untuk mengetahui tentang dimensi
ruangan, atau menentukan arah jalur gang/koridor, kemampuan ini disebut dengan ekolokasi.
Ketrampilan mendengarkan dengan selektif dimaksudkan dengan menyeleksi suatu bunyi yang ada
sekaigus. Kegiatan ini memunginkan seorang tunanetra menyaring informasi melalui sejumlah bunyi
yang ia terima melaui auditoris.
Kemampuan mobilitas (perabaan) merupakan hal penting ke dua setelah pendengaran. Melalui sentuhan
tangan dan kaki seorang tunanetra mampu mendapatkan informasi juga mampu mengenali
lingkungannya. Terdapat beberapa fasilitas umum yang dibuat untuk para penyandang disabilitas salah
satunya dengan permukaan jalan khusus yang kasar/berbatu. Hal ini digunakan sebagai tanda bahwa intu
merupakan jalur yang benar bagi penyandang tunanetra. Kemampuan mobilitas perlu diimbangi dengan
pengenalan ruang dengan memberitahukan jarak langkah dan juga arah. Sehingga ketika seorang
tunanetra ingin pergi ke suatu tempat ia akan mampu berjalan dengan langkah yang sesuai dan arah yang
tepat secara mandiri.
Indera penciuman bagi penyandang tunanetra dalam orientasi mobilitas memberikan informasi tentang
tempat, benda dan manusia. Seorang tunanetra mampu mengenali sesorang atau mengetahui kedatangan
seseorang melalui bau parfum yang sering digunakan dan bau badan yang khas. Pencecap merupakan
indera yang digunakan untuk mengorientasi bahan makanan. Rasa manis, pahit dan asin merupakan suatu
informasi bag penyandang tunanetra untuk bahan-bahan makanan.
Mobilitas kinestesi dapat didrumuskan sebagai kesadaran akan adanya ransang keseimbangan sebagai
sensitivitas terhadap gerak otot atau sendi. Kegunaan indera ini yaitu menyadarkan penyangdang
tunanetra akan posisi dan gerak tubuh. Ketika mengangkat tangan setinggi bahu maka indera kinestesi
memberitahukan posisi tangan yang benar. Indera kinestesi memberitahukan keadaan suatu medan, baik
itu menurun atau naik, miring atau bergelombang.
Menurut Anastasia W dan Imanuael H dalam Chalidah (2005:167), pendampingan seorang guru harus
berpegang pada beberapa prinsip pengajaran yaitu (1) Prinsip totalitas, (2) prinsip keperagaan, (3) prinsip
berkesinambungan, (4) prinsip aktivitas, (5) prinsip individual. Pendampingan secara emosional
diperlukan untuk memahami akan kehawatiran, keinginan dan kebutuhan setiap penyandang tunanetra.
Membangun kesiapan hidup mansiri kengan sikap yang percaya diri dan membantu mengembangkan
potensinya. Hal terpenting adalah penerimaan bahwa setiap manusia memiliki hak yang sama.