Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

CEDERA KEPALA

B. Konsep Asuhan Keperawatan Cedera Kepala


Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah keperawatan secara
ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah- masalah pasien,
merencanakan secara sistematis dan melaksanakannya serta mengevaluasi
hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan (Nasrul Effendy dalam
Andra, dkk. 2013).

Menurut Rendi dan Margareth. ( 2012 ), asuhan keperawatan pada pasien


cedera kepala meliputi:
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Berisi biodata pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal
lahir, golongan darah, pendidikan terakhir, agama, suku, status
perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat.
b. Identitas penanggung jawab
Berisikan biodata penangguang jawab pasien yaitu nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien, pendidikan terakhir,
pekerjaan, alamat.

c. Keluhan utama
Keluhan yang sering menjadi alasan klien untuk memnita pertolongan
kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma kepala disertai
penurunan tingkat kesadaran ( Muttaqin, A. 2008 ). Biasanya klien akan
mengalami penurunan kesadaran dan adanya benturan serta perdarahan
pada bagian kepala klien yang disebabkan oleh kecelakaan ataupun
tindaka kejahatan.
d. Riwayat kesehatan
1.) Riwayat kesehatan sekarang
Berisikan data adanya penurunan kesadaran (GCS <15), letargi,
mual dan muntah, sakit kepala, wajah tidak simetris, lemah,
paralysis, perdarahan, fraktur, hilang keseimbangan, sulit
menggenggam, amnesia seputar kejadian, tidak bias beristirahat,
kesulitan mendengar, mengecap dan mencium bau, sulit
mencerna/menelan makanan
2.) Riwayat kesehatan dahulu
Berisikan data pasien pernah mangalami penyakit system
persyarafan, riwayat trauma masa lalu, riwayat penyakit darah,
riwayat penyakit sistemik/pernafasan cardiovaskuler, riwayat
hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obat antikoagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan konsumsi alkohol
( Muttaqin, A. 2008 ).
3.) Riwayat kesehatan keluarga
Berisikan data ada tidaknya riwayat penyakit menular seperti
hipertensi, diabetes mellitus, dan lain sebagainya
e. Permeriksaan fisik
1.) Tingkat kesadaran
i. Kuantitatif dengan GCS (Glasgow Coma Scale)
Tabel 2.1
Penilaian GCS
No Komponen Nilai Hasil
1 Verbal 1 Hasil berespon
2 Suara tidak dapat dimengerti,
3 ritihan
4 Bicara ngawur/ tidak nyambung
5 Bicara membingungkan
Orientasi baik
2 Motorik 1 Tidak berespon
2 Ekstensi abnormal
3 Fleksi abnormal
4 Menghindari area nyeri
5 Melokalisasi nyeri
6 Ikut perintah
3 Reaksi 1 Tidak berespon
membuka 2 Dengan rangsangan nyeri
mata (Eye) 3 Dengan perintah (sentuh)
4 Spontan
(Sumber: Wijaya dan Yessi. 2013, Padila. 2012, NANDA NIC
NIC. 2013)

ii. Kualitatif
(1) Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang
keadaan sekelilingnya, nilai GCS: 15 - 14.
(2) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh,
nilai GCS: 13 - 12.
(3) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang
berhayal, nilai GCS: 11-10.
(4) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun,
respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun
kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan)
tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal,
nilai GCS: 9 – 7.
(5) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap,
tetapi ada respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
(6) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada
respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea
maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil
terhadap cahaya), nilai GCS: ≤ 3 (Satyanegara.

2010).
2.) Fungsi motorik
Setiap ekstermitas diperiksa dan dinilai dengan skala berikut ini
yang digunakan secara internasional:

Tabel 2.2
Kekuatan otot
Respon Skala
Kekuatan normal 5
Kelemahan sedang, Bisa terangkat, bisa melawan 4
gravitasi, namun tidak mampu melawan tahanan
pemeriksa, gerakan tidak terkoordinasi
Kelemahan berat, Terangkat sedikit < 450, tidak 3
mampu melawan gravitasi

Kelemahan berat, Dapat digerakkan, mampu 2


terangkat sedikit
Gerakan trace/ Tidak dapat digerakkan, tonus otot ada 1

Tidak ada gerakan 0


(Sumber: Wijaya dan Yessi. 2013)

Biasanya klien yang mengalami cedera kepala kekuatan ototnya


berkisar antar 0 sampai 4 tergantung tingkat keparahan cedera
kepala yang dialami klien.

3.) Pemeriksaan reflek fisiologis


a.) Reflek bisep
Caranya: emeriksaan dilakukan dengan posisi pasien
duduk, dengan membiarkan lengan untuk beristirahat di
pangkuan pasien, atau membentuk sudut sedikit lebih dari
900 di siku, minta pasien memflexikan di siku sementara
pemeriksa mengamati dan meraba fossa antecubital,
tendon akan terlihat dan terasa seperti tali tebal, ketukan
pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon
m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk pada
sendi siku, normalnya terjadi fleksi lengan pada sendi
siku.
b.) Reflek trisep
Caranya: pemeriksaan dilakukan dengan posisi pasien
duduk, secara perlahan tarik lengan keluar dari tubuh
pasien, sehingga membentuk sudut kanan di bahu atau
lengan bawah harus menjuntai ke bawah langsung di siku,
ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada
sendi siku dan sedikit pronasi, normalnya terjadi ekstensi
lengan bawah pada sendi siku.
c.) Reflek patella
Caranya: pemeriksaan dilakukan dengan posisi duduk atau
berbaring terlentang, ketukan pada tendon patella, respon:
plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep femoris.
d.) Reflek achiles
Caranya: pemeriksaan dilakukan dengan posisi pasien
duduk, kaki menggantung di tepi meja ujian atau dengan
berbaring terlentang dengan posisi kaki melintasi diatas kaki
di atas yang lain atau mengatur kaki dalam posisi tipe katak,
identifikasi tendon mintalah pasien untuk plantar flexi,
ketukan hammer pada tendon achilles. Respon: plantar
fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius (Muttaqin, A.
2010).
4.) Reflek Patologis
Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus-kasus
tertentu.
a.) Reflek babynski
Pesien diposisikan berbaring supinasi dengan kedua kaki
diluruskan, tangan kiri pemeriksa memegang pergelangan kaki
pasien agar kaki tetap pada tempatnya, lakukan penggoresan
telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior, respon:
posisitif apabila terdapat gerakan dorsofleksi ibu jari kaki dan
pengembangan jari kaki lainnya.
b.) Reflek chaddok
Penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus
lateralis dari posterior ke anterior, amati ada tidaknya gerakan
dorsofleksi ibu jari, disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki
lainnya.

c.) Reflek oppenheim


Pengurutan dengan cepat krista anterior tibia dari proksiml ke
distal, amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki,
disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.
d.) Reflek Gordon
Menekan pada musculus gastrocnemius (otot betis), amati ada
tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya
(fanning) jari-jari kaki lainnya.
e.) Reflek hofmen tromen
Melakukan petikan pada kuku jari, perhatikan jari yang lain.
Normalnya jari-jari lain tidak bergerak (Muttaqin, A. 2010).

f. Aspek neurologis
1.) Kaji GCS (cedera kepala ringan 14-15, cedera kepala sedang 9-13,
cedera kepala berat 3-8).
2.) Disorientasi tempat/waktu
3.) Reflek patologis dan fisiologis
4.) Perubahan status mental
5.) Nervus Cranial XII (sensasi, pola bicara abnormal)
6.) Perubahan pupil/penglihatan kabur, diplopia, fotophobia,
kehilangan sebagian lapang pandang

7.) Perubagan tanda-tanda vital


8.) Gangguan pengecapan dan penciuman, serta pendengaran
9.) Tanda-tanda peningkatan TIK
a.) Penurunan kesadaran
b.) Gelisah letargi
c.) Sakit kepala
d.) Muntah proyektil
e.) Pupil edema
f.) Pelambatan nadi
g.) Pelebaran tekanan nadi
h.) Peningkatan tekanan darah systole
g. Aspek kardiovaskuler
1.) Peubahan tekanan darah (menurun/meningkat)
2.) Denyut nadi (bradikardi, tachi kardi, irama tidak teratur)
3.) TD naik, TIK naik
h. System pernafasan
1.) Perubahan poa nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi),
nafas berbunyi stridor, tersedak
2.) Irama, frekuensi, kedalaman, bunyi nafas
3.) Ronki, mengi positif
i. Kebutuhan dasar
1.) Eliminasi : perubahan pada BAB/BAK (inkontinensia, obstipasi,
hematuri)
2.) Nutrisi : mual, muntah, gangguan pencernaan/menelan makanan,
kaji bising usus
3.) Istirahat : kelemahan, mobilisasi, kelelahan, tidur kurang
j. Pengkajian psikologis
1.) Gangguan emosi/apatis, delirium
2.) Perubahan tingkah laku atau kepribadian
k. Pengkajian social
1.) Hubungan dengan orang terdekat
2.) Kemampuan komunikasi, afasia motorik atau sensorik, bicara
tanpa arti, disartria, anomia
l. Nyeri/kenyamanan
1.) Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi berbeda
2.) Gelisah
m. Nervus cranial
1.) N.I : penurunan daya penciuman
2.) N.II : pada trauma frontalis terjadi penurunan penglihatan
3.) N.III, IV, VI : penurunan lapang pandang, reflek cahaya menurun,
perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah,
anisokor
4.) N.V : gangguan mengunyah
5.) N.II, XII : lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa pada
2/3 anterior lidah
6.) N.VIII : penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh
7.) N.IX, X, XI : jarang ditemukan

2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan diagnostic
1.) X-ray/CT scan
a.) Hematom serebral
b.) Edema serebral
c.) Perdarahan intracranial
d.) Fraktur tulang tengkorak
2.) MRI : Dengan/tanpa mempengaruhi kontras.
3.) Angiografi serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral
4.) EEG : memperlihatkan keberadaan atau
berkembangnya
gelombang patologis.
5.) BAER (Brain Auditory Evoked Respons) : menentukan fungsi
korteks dan batang otak.
6.) PET (Positron Emission Tomograpfy) : menunjukan perubahan
aktivitas metabolism pada otak.

b. Pemeriksaan laboratorium
1.) AGD, PO2, PH, HCO3 : untuk mengkaji keadekuatan ventilasi
(mempertahankan AGD dalam rentang normaluntuk menjamin
aliran darah serebral adekuat) atau untuk melihat masalah
oksigenasi yang dapat meningkatkan TIK.
2.) Elektrolit serum : cedera kepala dapat dihubungkan dengan
gangguan regulasi natrium, retensi Na dapat berakhir beberap hari,
diikuti dengan dieresis Na, peningkatan letargi, konfusi dan kejang
akibat ketidakseimbangan elektrolit.
3.) Hematologi : leukosit, Hb, albumin, globulin, protein serum.
4.) CSS : menentukan kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid
(warna, komposisi, tekana).
5.) Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mengakibatkan
penurunan kesadaran.
6.) Kadar Antikonvulsan darah : untuk mengetahui tingkat terapi yang
cukup efektif mengatasi kejang.

3. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak b/d gangguan serebrovaskular,
edema cerebri, meningkatnya aliran darah ke otak (TIK).
b. Resiko Ketidakefektifan pola nafas b/d kerusakan neurovaskuler,
obstruksi trakeobronkial, kerusakan medula oblongata.
c. Nyeri akut b/d cedera fisik, peningkatan tekanan intrakranial, danalat
traksi.
d. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d akumulasi cairan, trauma.
e. Gangguan persepsi sensori b/d penurunan
kesadaran,
peningkatantekanan intra cranial.
f. Gangguan mobilitas fisik b/ d spastisitas kontraktur, kerusakan
sarafmotorik.
g. Resiko infeksi b/d jaringan trauma, kerusakan kulit kepala.
h. Resiko kekurangan volume cairan b/d haluaran urine danelektrolit
meningkat.

i. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kelemahan


otot untuk menguyah dan menelan.
j. Resiko cedera b/d penurunan tingkat kesadaran, gelisah, agitasi, gerkan
involunter dan kejang.
k. Ansietas b/d stress ancaman kematian. (NANDA. 2015).
4. Intervensi keperawatan
Tabel 2.3
Intervensi keperawatan
No Diagnosa
Keperawatan NOC NIC

1. Ketidakefektifan NOC: NIC:


perfusi jaringan a. Circulation status Oxygen Therapy
serebral Definisi: Kriteria hasil: a) Periksa mulut, hidung,
penurunan sirkulasi 1) Tekanan dan sekret trakea
jaringan otak yang systole dan b) Pertahankan jalan
dapat mengganggu diastole dalam napas yang paten
kesehatan. rentang c) Atur peralatan
yang oksigenasi
Batasan diharapkan d) Monitor aliran
Karakteristik:
2) Tidak ada oksigen
a) Massa
ortostatik e) Pertahankan
tromboplastin
hipertensi posisi pasien
parsial
abnormal 3) Tidak ada f) Observasi tandatanda
tandatanda hipoventilasi
b) Massa
peningkatan g) Monitor adanya
protrombin
tekanan kecemasan pasien
abnormal
intrakranial terhadap oksigenasi
c) Aterosklerosis
aerotik
b. Perfusi jaringan: Monitoring Peningkatan
d) Diseksi arteri
serebral Intrakranial
e) Stenosis karotid Kriteria hasil: a) Monitor tekanan
f) Aneurisme 1) Mempertahankan perfusi serebral
serebri tekanan b) Catat respon pasien
g) Koagulopati intrakranial terhadap stimulasi
h) Kardiomiopati 2) Tekanan darah c) Monitor tekanan
dilatasi dalam rentang intrakranial pasien dan
i) Embolisme normal respon neurologi
j) Hiperkolesterol 3) Tidak ada nyeri terhadap aktifitas
emia kepala d) Monitor intake dan
k) Hipertensi 4) Tidak ada muntah output cairan
5) Memonitor tingkat e) Kolaborasi dalam
kesadaran pemberian antibiotic
f) Posisikan pasien pada
posisi semi fowler
g) Minimalkan stimulasi
dari lingkungan

Vital Sign Monitoring


a) Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
b) Monitor vital sign saat
pasien berbaring,
duduk, dan berdiri
c) Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
d) Monitor TD,
nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah
aktivitas
e) Monitor kualitas dari
nadi
f) Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
g) Monitor pola
pernapasan abnormal
h) Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
i) Monitor sianosis
perifer
j) Monitor adanya
cushling triad
(tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
k) Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign.

2. Ketidakefektifan NOC NIC


pola nafas a. Respiratory Status: Airway management 1.
Ventilation Buka jalan nafas.
Indikator : 2. Posisikan pasien
1) Respiratory rate untuk memaksimalkan
dalam rentang normal ventilasi.
2) Tidak ada retraksi 3. Identifikasi pasien
dinding dada perlunya pemasangan
3) Tidak mengalami alat jalan nafas.
dispnea saat istirahat 4. Lakukan fisioterapi
4) Tidak ditemukan dada bila perlu
orthopnea 5. Auskultasi suara
5) Tidak ditemukan nafas , catat adanya
atelektasis suara tambahan
6. Monitor respirasi dan
status O2
b. Respiratory Status : Oxygen Therapy
Airway Patency 1. Pertahankan jalan
Indikator : nafas yang paten
1) Respiratory rate 2. Atur peralatan
dalam rentang oksigenisasi
normal 3. Monitor aliran
2) Pasien tidak cemas oksigen
3) Menunjukkan jalan 4. Pertahankan
nafas yang paten posisi pasien
5. Observasi
adanya tanda –
tanda
hipoventilasi
6. Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenisasi.

Vital Sign Monitoring


1. Monitor TD,
nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor vital sign
saat pasien berbaring,
duduk atau berdiri
4. Monitor TD, nadi, RR
sebelum, selama dan
setelak aktivitas
5. Monitor kualitas nadi
6. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
7. Monitor suara paru
8. Monitor pola
pernapasan abnormal
9. Monitor suhu, warna,
dan kelembapan kulit.
10.Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign.
3. Nyeri Akut NOC NIC
a. Pain Level Pain Management
Indikator : 1. Lakukan pengkajian

1) Melaporkan nyeri secara


nyeri berkurang komprehensif
2) Melaporkan lamanya termasuk lokasi,
nyeri dirasakan karakteristik, durasi,
3) Tidak mengerang frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi
4) Ekspresi wajah
releks 2. Observasi reaksi
nonverbal dari
5) Pasien tidak
ketidaknyamanan
mondarmandir
3. Gunakan teknik
6) Respiration rate
komunikasi
dalam rentang
terapeutik untuk
normal
mengetahui
7) Blood pressure dalam pengalaman nyeri
rentang pasien
normal
4. Kaji kultur
yang
b. Pain Control
mempengaruhi
Indikator :
respon nyeri
1) Mampu mengontrol
nyeri, (tahu 5. Kontrol lingkungan
yang dapat
penyebab nyeri,
mempengaruhi nyeri
mampu
seperti suhu ruangan,
menggunakan teknik
pencahayaan dan
nonfarmakologis
kebisingan
untukmengurangi
nyeri, mancari 6. Kurangi faktor
bantuan) presipitasi nyeri
2) Melaporkan bahwa 7. Pilih dan lakukan
nyeri berkurang penangan nyeri
dengan (farmakologi, non
menggunakan farmakologi,
manajemen nyeri interpersonal)
3) Mampu mengenali 8. Ajarkan tentang
nyeri, (skala, teknik non
intensitas, frekuensi, farmakologi
dan tanda nyeri) 9. Berikan analgetik
4) Menyatakan rasa untuk mengurangi
nyamanstelah nyeri nyeri
berkurang 10. Evaluasi tingkat
5) Tanda-tanda vital keefektifan kontrol
dalam batas normal nyeri
11. Tingkatkan istirahat
12. Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri.

Analgesic
c. Comfort Level Administration
Indikator : 1. Tentukan lokasi,
1) Nyeri berkurang karakteristik,
2) Kecemasan kualitas, dan derajat
berkurang nyeri sebelum
3) Stres berkurang pemberian obat
4) Ketakutan berkurang 2. Cek instruksi dokter
tentang jenis
obat,dosis dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
5. Berikan analgesik
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
6. Evaluasi efektifitas
analgesik, tanda dan
gejala.
(Sumber: NOC. 2013; NIC. 2013)

5. Implementasi keperawatan
Implementasi dilakukan berdasarkan pengkajian diagnose keperawatan dan
intervensi keperawatan

6. Evaluasi keperawatan
Evaluasi dilakukan bedasarkan pengkajian, diagnose keperawatan,
intervensi keperawatan dan implementasi keperawatan yang dilihat dari
hasil perkembangan klein/pasien selama melakukan asuhan keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai