1402213023
AK-45-07
b). Alquran Menurut Istilah adalah firman Allah Swt. yang disampaikan oleh
Malaikat Jibril dengan redaksi langsung dari Allah Swt. Kepada Nabi Muhammad
Saw. dan yang diterima oleh umat Islam dari generasi ke generasi tanpa ada
perubahan. Sementara menurut para ahli ushul fiqh Alquran secara istilah adalah:
Artinya: "Alquran adalah kalam Allah yang mengandung mukjizat (sesuatu yang
luar biasa yang melemahkan lawan), diturunkan kepada penutup para nabi dan
rasul (yaitu Nabi Muhammad Saw.), melalui Malaikat Jibril, tertulis pada mushaf,
diriwayatkan kepada kita secara mutawatir, membacanya dinilai ibadah, dimulai
dari surah Al-Fatihah dan diakhiri dengan surah An-Nas."
Hadits
Secara terminologis, hadits dimaknai sebagai ucapan dan segala perbuatan yang
dilakukan Nabi Muhammad SAW. Sedangkan secara bahasa, hadits berarti
perkataan, percakapan, berbicara. Hadits sebagai sumber hukum kedua
setelah AlQuran. Keberadaan hadits, menjadi pelengkap dan
menyempurnakansupaya umat tidak salah paham dalam memaknai setiap ayat
atau ajaran agama.
Ijtihad
Kata ijtihad berasal dari kata "al-jahd" atau "al-juhd" yang berarti "al masyoqot"
(kesulitan atau kesusahan) dan "athoqot" (kesanggupan dan kemampuan) atas
dasar pada firman Allah Swt dalam Qs. Yunus: 9 yang artinya: "...dan (mencela)
orang yang tidak memperoleh (sesuatu untuk disedekahkan) selain kesanggupan."
Sedangkan ijtihad menurut istilah ahli ushul fiqih dikhususkan untuk
mengerahkan segenap kemampuan dalam rangka mencari dugaan kuat dari
hukum syara. Sehingga dia merasa tidak mampu lagi untuk berbuat lebihdari yang
telah diusahakannya.
Arti Al Hadits الحديث menurut Bahasa adalah “sesuatu yang baru”. Sedangkan arti Hadits
menurut istilah Syar’i adalah segala perkataan, perbuatan, ketetapan dan persetujuan dari
Nabi Muhammad Muhammad SAW yang dijadikan sebagai ketetapan hukum dalam
syari’at agama Islam.
Sanad
Menurut bahasa sanad adalah sandaran atau sesuatu yang dijadikan sandaran. Dikatakan
demikian karena Hadis bersandar kepadanya, menurut istilah al-Badr bin Jemaah dan At-
Tibby, menyatakan bahwa sanad adalah pemberitaan tentang munculnya suatu matan
hadis. yang lainnya menyebutkan sanad ialah silsilah atau rentetan para perawi yang
menukilkan Hadis dari sumbernya yang pertama. Atau, dengan perkataan lain, sanad
adalah jalan yang dapat menghubungkan matan hadis kepada Nabi Muhammad.
Matan
Matan diambil dari bahasa Arab (matn). Menurut bahasa matan berarti punggung jalan
atau tanah yang keras dan tinggi. Matn kitab yang tidak bersifat komentar dan bukan
tambahan-tambahan penjelasan. Jamak matn adalah mutun, yang dimaksud matn dalam
ilmu hadis ialah: ma yantahiy ilayhi as-sanad min al-kalam.5yakni: sabda nabi setelah
sanad, atau penghubung sanad, atau materi hadis. yang disebut ما ينتهي اليه السند من الكالم
"suatu kalimat tempat berakhirnya sanad" Lebih jelasnya, matan adalah tek hadis atau
tulisan mengenai isi hadis itu sendiri.
Mukharrij/Mudawwin
Makna harfiah kata mukharrij yang berasal dari kata kharraja yaitu orang yang
mengeluarkan. Makna tersebut juga bisa didatangkan dari kata akhraja dengan isim
fa'ilnya mukhrij. Menurut para ahli hadis, yang dimaksud dengan mukharrij adalah
sebagai berikut: (Mukhrij atau mukharrij: orang yang berperan dalam pengumpulan
hadis). Dapat juga didefinisikan Mukharrijul Hadis adalah orang yang menyebutkan
perawi hadis. Istilah ini berbeda dengan al-muhdits/al-muhaddits yang memiliki keahlian
tentang proses perjalanan hadis serta banyak mengetahui nama nama perawi, matann-
matan dengan jalur-jalur periwayatannya, dan kelemahan hadis.
Hadis Mawquf
Menurut pengertian istilah ulama hadis arti mawuquf adalah: hadis Mawquf adalah
sesuatu yang disandarkan kepada seseorang sahabat atau beberapa golongan sahabat, baik
berupa perkataan, perbuatan ataupun persetujuan, baik bersambung sanadnya atau
terputus.
Hadis Maqthu
Menurut bahasa kata maqhtu berasal dari akar kata
ومقط وع يقط ع قطعاberarti terpotong atau terputus lawan dari mawshul yang berarti
bersambung. Kata terputus di maksudkan tidak sampai kepada Nabi Muhammad Saw. Ia
hanya sampai kepada tabi'in saja. Menurut istilah adalah sesuatu yang disandarkan
kepada seorang tabi'in atau orang setelahnya, baik dari perkataaan dan perbuatan. Dari
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hadis maqthu' adalah sifat matan yang
disandarkan kepada seorang tabi'in atau seorang generasi setelahnya baik perkataan,
perbuatan, dan persetujuan.
Hadis Ahad
Pengertian ahad menurut ahli hadis hadis yang diriwayatkan dari Rasullah Saw oleh
sejumlah orang, tetapi tidak sampai pada tingkat mutawatir, atau hadis yang tidak
memenuhi syarat-syarat mutawatir.
Berdasarkan Kualitas:
Hadis sahih
Kata Sahih dalam pengertian bahasa, diartikan sebagai orang sehat antonim dari kata as-
saqîm yang artinya orang yang sakit. Jadi yang dimaksud hadis sahih adalah hadis yang
sehat dan benar tidak terdapat penyakit dan cacat.
Hadis Hasan
Menurut bahasa hasan sifat Musyabbahah dari "Al Husn" yang mempunyai arti "Al
Jamal" (bagus), sedangkan secara istilah, para ulama berbeda pendapat dalam
mendefinisikannya karena melihat bahwa ia merupakan pertengahan antara hadis sahih
dan dhaif, dan juga karena sebagian ulama mendefinisikan sebagai salah satu bagiannya.
Hadis Dha'if
Hadis Dhoif menurut bahasa berarti hadis yang lemah artinya hadit yang tidak kuat.
Hadis Qudsi
Hadis Qudsi, secara bahasa berasal dari kata qudus yang artinya suci. Yakni sebuah
penyandaran yang bertujuan untuk mengagungkan dan memuliakan Allah yang
mahasuci. Adapun yang dimaksud dengan hadis qudsi adalah: sesuatu yang dikabarkan
Allah Swt kepada Nabi Nya dengan melalu iilham atau mimpi, yang kemudian Nabi
menyampaikan makna dari ilham atau mimpi tersebut dengan ungkapan beliau sendiri,
bahwa hadis dhoif adalah hadis yang salah satu syaratnya hilang.
Hadits dalam Islam memiliki kedudukan yang sangat urgen. Dimana hadits merupakan
salah satu sumber hukum kedua setelah Alquran. Alquran akan sulit dipahami tanpa
intervensi hadits. Memakai Alquran tanpa mengambil hadits sebagai landasan hukum dan
pedoman hidup adalah hal yang tidak mungkin, karena Alquran akan sulit dipahami tanpa
menggunakan hadits. Kaitannya dengan kedudukan hadits di samping Al-Qur’an sebagai
sumber ajaran Islam, maka Al-Qur’an merupakan sumber pertama, sedangkan hadits
merupakan sumber kedua. Bahkan sulit dipisahkan antara Al-Qur’an dan hadits karena
keduanya adalah wahyu, hanya saja Al-Qur’an merupakan wahyu matlu (wahyu yang
dibacakan oleh Allah SWT, baik redaksi maupun maknanya, kepada Nabi Muhammad
SAW dengan menggunakan bahasa arab) dan hadits wahyu ghoiru matlu ( wahyu yang
tidak dibacakan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW secara langsung, melainkan
maknanya dari Allah dan lafalnya dari Nabi Muhammad SAW.
Hadis Marfu'
Marfu' menurut bahasa "yang di angkat" atau "yang di tinggikan" Sedangkan menurut
istilah sebagian ulama hadis mengatakan, hadis marfu adalah sesuatu perkataan yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw. secara khusus, baik perkataan, perbuatan,
taqrir, baik sanadnya itu muttashil (bersambung-sambung tiada berputus-putus), maupun
munqathi' ataupun mu'dhal. Al-khatib al-bagdadi juga mengatakan, bahwasanya hadis
marfu ialah hadis yang di kabarkan oleh sahabat tentang perbuatan Nabi Saw, ataupun
sabdanya.
Hadis Mawquf
Menurut pengertian istilah ulama hadis arti mawuquf adalah: hadis Mawquf adalah
sesuatu yang disandarkan kepada seseorang sahabat atau beberapa golongan sahabat, baik
berupa perkataan, perbuatan ataupun persetujuan, baik bersambung sanadnya atau
terputus.
Hadis Maqthu
Menurut bahasa kata maqhtu berasal dari akar kata
ومقط وع يقط ع قطعاberarti terpotong atau terputus lawan dari mawshul yang berarti
bersambung. Kata terputus di maksudkan tidak sampai kepada Nabi Muhammad Saw. Ia
hanya sampai kepada tabi'in saja. Menurut istilah adalah sesuatu yang disandarkan
kepada seorang tabi'in atau orang setelahnya, baik dari perkataaan dan perbuatan. Dari
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hadis maqthu' adalah sifat matan yang
disandarkan kepada seorang tabi'in atau seorang generasi setelahnya baik perkataan,
perbuatan, dan persetujuan.
Hadis Mutawatir
Hadis mutawatir adalah "hadis yang berdasarkan pada panca indra (dilihat atau didengar)
yang diberitakan oleh segolongan orang yang mencapai jumlah banyak yang mustahil
menurut tradisi mereka sepakat berbohong." Sederhanyanya, hadis mutawatir adalah
hadis yang diriwayatkan oleh banyak perawi atau banyak jalur sanadnya.
Hadis Ahad
Pengertian ahad menurut ahli hadis hadis yang diriwayatkan dari Rasullah Saw oleh
sejumlah orang, tetapi tidak sampai pada tingkat mutawatir, atau hadis yang tidak
memenuhi syarat-syarat mutawatir.
Berdasarkan Kualitas:
Hadis sahih
Kata Sahih dalam pengertian bahasa, diartikan sebagai orang sehat antonim dari kata as-
saqîm yang artinya orang yang sakit. Jadi yang dimaksud hadis sahih adalah hadis yang
sehat dan benar tidak terdapat penyakit dan cacat.
Hadis Hasan
Menurut bahasa hasan sifat Musyabbahah dari "Al Husn" yang mempunyai arti "Al
Jamal" (bagus), sedangkan secara istilah, para ulama berbeda pendapat dalam
mendefinisikannya karena melihat bahwa ia merupakan pertengahan antara hadis sahih
dan dhaif, dan juga karena sebagian ulama mendefinisikan sebagai salah satu bagiannya.
Hadis Dha'if
Hadis Dhoif menurut bahasa berarti hadis yang lemah artinya hadit yang tidak kuat.
Hadis Qudsi
Hadis Qudsi, secara bahasa berasal dari kata qudus yang artinya suci. Yakni sebuah
penyandaran yang bertujuan untuk mengagungkan dan memuliakan Allah yang
mahasuci. Adapun yang dimaksud dengan hadis qudsi adalah: sesuatu yang dikabarkan
Allah Swt kepada Nabi Nya dengan melalu iilham atau mimpi, yang kemudian Nabi
menyampaikan makna dari ilham atau mimpi tersebut dengan ungkapan beliau sendiri,
bahwa hadis dhoif adalah hadis yang salah satu syaratnya hilang.
Kata ijtihad berasal dari kata "al-jahd" atau "al-juhd" yang berarti "al masyoqot"
(kesulitan atau kesusahan) dan "athoqot" (kesanggupan dan kemampuan) atas dasar pada
firman Allah Swt dalam Qs. Yunus: 9 yang artinya: "...dan (mencela) orang yang tidak
memperoleh (sesuatu untuk disedekahkan) selain kesanggupan." Sedangkan ijtihad
menurut istilah ahli ushul fiqih dikhususkan untuk mengerahkan segenap kemampuan
dalam rangka mencari dugaan kuat dari hukum syara. Sehingga dia merasa tidak mampu
lagi untuk berbuat lebihdari yang telah diusahakannya.
Bentuk-Bentuk Ijtihad:
Ada tiga bentuk ijtihad, yaitu: Ijtihad intiqa’i, ijtihad insya’i dan ijtihadMuqorin
1) Ijtihad intiqa’i adalah ijtihad yang dilakukan seseorang atau sekelompok
orang untuk memilih pendapat para ahli fikih terdahulu mengenai
masalah-masalah tertentu, sebagai mana tertulis dalam kitab fikih,
kemudian menyeleksi mana yang lebih kuat dalilnya dan lebih relevan
dengan kondisi kita sekarang.
2) Ijtihad insya’i usaha untuk menetapkan kesimpulan hukum mengenai
peristiwa-peristiwa baru yang belum diselesaikan oleh para ahli fikih
terdahulu. Dalam ijtihad ini diperlakukan pemahaman yang menyeluruh
terhadap kasus-kasus baru yang akan ditetapkan hukumnya. Jadi dalam
menghadapi persoalan yang sama sekali baru diperlukan pengetahuan
mengenai masalah yang sedang dibahas, tampa mengetahui kasus yang
baru tersebut maka kemungkinan besar hasil ijtihadnya akan membawa
kepada kekeliruan.
3) Ijtihad Muqorin (Komperatif) adalah menggabungkan kedua bentuk
ijtihad diatas ( intiqa’i dan Insya’i ) dengan demikian disamping untuk
menguatkan atau mengkompromikan beberapa pendapat, juga diupayakan
adanya pendapat baru sebagai jalan keluar yang lebih sesuai dengan
tuntunan zaman. Pada dasarnya, hasil ijtihad yang dihasilkan oleh ulama
terdahulu merupakan karya agung yang masih utuh, bukanlah menjadi
patokan mutlak, melainkan masih memerlukan ijtihad baru. Karena itu
diperlukan kemampuan mengutak-atik, mengkaji ulang hasil sebuah ijthad
tersebut, dengan jalan menggabungkan kedua bentuk ijtihad tersebut
diatas.
Metodologi Ijtihad
Menurut Dawalibi, membagi ijtihad menjadi tiga bagian yang sebagiannya sesuai
dengan pendapat al-Syatibi dalam kitab Al-Muwafaqot, yaitu :
a) Ijtihad Al-Bayani, yaitu ijtihad untuk menjelaskan hukum-hukum syara’
yang terkandung dalam nash namun sifatnya masih zhonni baik dari segi
penetapannya maupun dari segi penunjukannya. Metode ijtihad bayani
upaya penemuan hukum melalui kajian kebahasaan (semantik).
Konsentrasi metode ini lebih berkutat pada sekitar penggalian pengertian
makna teks: kapan suatu lafaz diartikan secara majaz, bagaimana memilih
salah satu arti dari lafaz musytarak (ambigu), mana ayat yang umum dan
mana pula ayat yang khusus, kapan suatu perintah dianggap wajib dan
kapan pula sunat, kapan laragan itu haram dan kapan pula makruh dan
seterusnya.