DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 15
1.Baiq dini maulida (210502101)
2.Hasrina mazlyn (210502110)
3.Nirmala hidayah (210502118)
DOSEN PENGAMPU:
Drs. H. Agus Mahmud, M. Ag
Kelompok 15
Daftar Isi
• Daftar pustaka..................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, penelitian ini
memfokuskan pada pembaharuan yang dibawa oleh Muhammad Abduh dan Rasyid
Ridha. Agar pembahasan dapat terarah, maka perlu point-dikemukakan rumusan
masalah sebagai berikut :
C. Tujuan
Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan penelitian yang
hendak dicapai adalah sebagai berikut :
2. suku bangsa yang sama dengan Umar bin Khattab . Kelahiran Muhammad
Abduh diiringi dengan kekacauan yang terjadi di Mesir. Pada waktu itu,
penguasa Muhammad Ali mengumpulkan pajak dari penduduk desa dengan
jumlah yang sangat memberatkan. Akibatnya penduduk yang kebanyakan
petani itu kemudian selalu berpindah-pindah tempat untuk menghindari
beban-beban berat yang dipikulkan atas diri mereka itu. Orang tua
Muhammad Abduh juga demikian. Ia selalu pindah dari satu tempat
ketempat lainnya. Itu dilakukannya selama setahun lebih. Setelah itu barulah
ia menetap di Desa Mahallat al-Nasr. Di desa ini ia membeli sebidang tanah.
a. Muhammad Abduh
Salah satu pandangan Muhammad Abduh mengenai politik ini, dapat ditelusuri
lewat pernyataan Tahrir al-Tawali yang mencoba berbicara pandangan politik
Muhammad Abduh. Dalam hal ini, al-Tawali menulis, sungguhpun demikian, dalam
tulisan dan ucapannya ia pernah membicarakan hak rakyat untuk memperoleh
keadilan dan haknya untuk meluruskan pemerintahan yang salah, karena
dipengaruhi oleh hawa nafsu, penyelesaian tentang itu akhirnya ia serahkan kepada
perkembangan zaman.
Lebih jauh pemikiran Muhammad Abduh tentang politik ini dapat juga dilihat dari
pernyataannya tentang model pemerintahan yang ideal.
Menurut Muhammad Abduh, pemerintahan yang ideal itu adalah pemerintahan
yang dipegang oleh penguasa yang adil, yang memerintah sesuai dengan hukum dan
atas permusyawaratan rakyat. Keanekaragaman baginya tidak menjadi persoalan
dalam pemerintahan, bahkan harus direkonsiliasi menjadi umat yang universal.
Sementara itu, masyarakat muslim harus diikat oleh cara persaudaraan, keinginan
dan tujuan bersama. Menurut Muhammad Abduh, hal ini dapat tercapai setelahn
diadakan pembaharuan di bidang sosial dan pendidikan.
Dari pemikiran ini kelihatannya Muhammad Abduh tidak begitu menekankan
tentang keharusan bentuk negara yang diinginkannya. Yang terpenting baginya
adalah pemerintah itu harus bersikap demokratis, serta sumber daya manusia yang
mengisi pemerintahan, baik yang bertindak sebagai pejabat maupun rakyat biasa
harus mendapat perhatian yang serius serta dapat dipertanggungjawabkan
kehandalannya. Dengan kata lain, Muhammad Abduh lebih mementingkan sumber
daya manusia yang mengisi suatu negara, dengan tidak mempersoalkan wadah atau
bentuk negara.
b. Rasyid Ridha
Berbeda dengan Muhammad Abduh, menurut Rasyid Ridha, dalam upaya
membangun persatuan dan kesatuan umat, perlu adanya kekuasaan pemerintah
dan perlu mengambil suatu bentuk negara tertentu sebagai wadahnya. Seperti yang
diungkapkan oleh Harun Nasution, bahwa Rasyid Ridha menawarkan negara yang
berbentuk kekhalifahan. Untuk ini Rasyid Ridha sengaja menulis buku yang berjudul
al-Khilafat al-Imamah al-Uzhmat. Jabatan khalifah bagi Rasyid Ridha adalah wajib
syar'i dan eksistensi khalifah sangat penting dalam rangka penerapan syari'at Islam.
Hal ini sejalan dengan pandangannya bahwa Islam adalah agama untuk kedaulatan
politik dan pemerintahan. Bagi Rasyid Ridha kekhalifahan ideal adalah seperti yang
pernah terjadi dan dialami oleh Khalifah al-Rasyidin. Khalifah bertindak sebagai
kepala negara yang mempunyai kekuasaan yang legislatif serta harus mempunyai
kemampuan berijtihad. Namun demikian, khalifah tidak boleh absolut dan
sewenang-wenang di dalam menjalankan kekuasaannya. Karena menurut Rasyid
Ridha, sistem khalifah ini juga mesti dibatasi dengan keterlibatan parlemen sebagai
wakil rakyat.
2. Pemikiran dalam Bidang Keagamaan
Bagi Muhammad Abduh peranan akal dapat mengetahui Tuhan dan sifat-sifat-Nya,
mengetahui kehidupan akhirat, mengetahui bahwa kebahagiaan jiwa di akhirat
tergantung pada tidak mengenal Tuhan dan berbuat jahat, mengetahui wajibnya
manusia mengenal Tuhan, mengetahui kewajiban berbuat baik dan meninggalkan
berbuat buruk serta membuat hukum-hukum mengenai kewajiban. Sementara itu
bagi Rasyid Ridha, akal hanya dapat dipakai terhadap ajaran-ajaran yang
berhubungan dengan hidup kemasyarakatan tidak terhadap persoalan ibadah.
Lebih lanjut Rasyid Ridha mengemukakan, bahwa ijtihad adalah ibadah tidak
diperlukan lagi. Akal hanya dapat dipergunakan terhadap ayat-ayat dan hadits-hadits
yang tidak mengandung arti tegas serta terhadap persoalan-persoalan yang tidak
disebutkan di dalam al-Qur'an dan Hadits.
Dari uraian di atas, dapat dipahami bagaimana kedudukan wahyu menurut
Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Bagi Muhammad Abduh adalah penolong (al-
mu'in). Kata ini dipergunakan untuk menjelaskan fungsi wahyu bagi akal manusia.
Menurut Muhammad Abduh, wahyu menolong akal untuk mengetahui sifat dan
keadaan hidup di akhirat, untuk mengetahui kesenangan dan kesengsaraan di akhira,
serta menolong akal dalam mengatur masyarakat atas dasar prinsip-prinsip umum
yang dibawanya dan sebagainya. Berdasarkan hal ini terlihat lagi bahwa bagi
Muhammad Abduh, fungsi wahyu yang terpenting adalah sebagai penolong dan
konfirmasi dalam upaya menguatkan dan menyempurnakan fungsi akal, di samping
berfungsi sebagai informasi.
Sedangkan menurut Rasyid Ridha, fungsi terpenting dari wahyu adalah sebagai
informasi. Hal ini terlihat dari pendapat Rasyid Ridha, bahwa akal hanya mengetahui
hal-hal yang bersifat sosial kemasyarakatan (muamalat), tidak ada azab sebelum
diutusnya Nabi dengan membawa wahyu. Dari pandangan ini nampannya Rasyid
Ridha lebih mengutamakan wahyu dari akal walaupun ia juga mengetahui
keberadaan pemikiran rasional sekalipun terbatas.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Muhammad Abduh atau 'Abduh (1849 - 11 Juli 1905) adalah seorang teolog Muslim, Mufti
Mesir, pembaharu liberal, pendiri Modernisme Islam dan seorang tokoh penting dalam
teologi dan filsafat yang menghasilkan Islamisme modern. Nama lengkap beliau adalah
Muhammad Abduh Bin Hasan Khair Allah, dilahirkan pada tahun 1849 M di Mahallat al-Nasr
daerah kawasan Sibrakhait.
Muhammad Rasyid Ridho dilahirkan pada tahun 1865 M di Alqolamun suatu desa di
lebanon Latar belakang pendidikannya dimulai dari madrasah tradisional di Al- Qolamun.
Kemudian dia meneruskan pelajarannya kesekolah nasional Islam (madrasah Al-Wathoniyah
Al- Islamiyah) di Tripoli. Disekolah ini selain pengetahuan agama dan bahasa arab, diajarkan
pula pengetahuan modern dan bahasa Perancis serta Turki.
Berbeda dengan Muhammad Abduh, menurut Rasyid Ridha, dalam upaya membangun
persatuan dan kesatuan umat, perlu adanya kekuasaan pemerintah dan perlu mengambil
suatu bentuk negara tertentu sebagai wadahnya. Seperti yang diungkapkan oleh Harun
Nasution, bahwa Rasyid Ridha menawarkan negara yang berbentuk kekhalifahan. Untuk ini
Rasyid Ridha sengaja menulis buku yang berjudul al-Khilafat al-Imamah al-Uzhmat.
Perkembangan zaman.
Daftar pustaka
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://digilib.uinsby.ac.id/9666/4/bab%
25201.pdf&ved=2ahUKEwi8gfPryrnzAhUaVysKHXOHAW0QFnoECAQQAQ&usg=AOvVaw3NZRaXIOD
w8l3AYLresJqV
http://repository.uin-suska.ac.id/5827/3/BAB%20II.pdf
http://digilib.uinsby.ac.id/368/9/Bab%204.pdf
http://lppbi-fiba.blogspot.com/2009/01/analisa-komparatif-pemikiran-muhammad.html?m=1