Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

DUNIA ISLAM ERA MODERN

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 15
1.Baiq dini maulida (210502101)
2.Hasrina mazlyn (210502110)
3.Nirmala hidayah (210502118)
DOSEN PENGAMPU:
Drs. H. Agus Mahmud, M. Ag

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadiratan Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini yang berjudul “DUNIA ISLAM ERA MODERN” dapat selesai.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun, selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih
luas kepada pembaca.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhoi segala usaha kita. Amin.

Mataram, 8 oktober 2021

Kelompok 15
Daftar Isi

HALAMAN JUDUL …………………………….............................................................................


KATA PENGANTAR …………………………..............................................................................2
DAFTAR ISI …………………………………..................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN

• A. Latar Belakang …………………………………………..............................................................4


• B. Rumusan Masalah ……………………………………..............................................................7
• C. Tujuan Penulisan ………………………………………............................................................. 7
BAB II PEMBAHASAN
• A. Muhammad Abduh dan pemikirannya dalam pembaharuan islam ..........................8

• B. Muhammad Rasyid Ridho dan pemikirannya dalam pembaharuan islam.................8


• c. Perbedaan dan persamaan Pembaharuan dalam islam.............................................9
BAB III PENUTUP
• Kesimpulan....................................................................................................................

• Daftar pustaka..................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Periode modern merupakan zaman kebangkitan Islam. Pada periode pertengahan


umat Islam mengalami kemunduran baik bidang pendidikan, pengetahuan, sosial
maupun bidang-bidang yang terkait dengan politik, budaya dan teknologi. Periode
modern ini dikenal dengan zaman pembaharuan. Kata “pembaharuan” seakan-akan
identik dengan modernisasi yang lahir di dunia Barat.1 Modernisasi diambil dari kata
dasar “modern” yang artinya terbaru, cara baru, mutakhir atau sikap dan cara
berpikir serta bertindak sesuai dengan tuntunan zaman.2 Sedangkan modernisasi
adalah proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai masyarakat untuk bisa hidup
sesuai dengan tuntunan hidup masa kini. Artinya cara berfikir, aliran gerakan dan
usaha untuk merubah faham, adat-istiadat dan sebagainya, untuk disesuaikan
dengan suasana baru yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi
modern.3
Pembaharuan dalam Islam muncul karena mempunyai tujuan yaitu untuk
membawa umat Islam kepada kemajuan. Sebab pada periode pertengahan umat
Islam sudah sedemikian tertinggal jauh dibelakang peradaban Barat. Salah satu
indikatornya adalah ekspedisi Napoleon Bonaparte di Mesir yang berakhir tahun
1801 M membuka mata dunia Islam. Kaum muslim di Turki (saat jadi pusat khalifah)
dan Mesir terasa akan kemunduran dan kelemahan umat Islam, di samping
kemajuan dan kekuatan Barat. Mesir sendiri merupakan salah satu tempat lahirnya
peradaban manusia, jauh sebelum orang mengenal sejarah tertulis. Peradaban
tersebut berkembang sekitar 5000 hingga 3100 SM. Meskipun hanya dalam waktu
tiga tahun mulai dari tahun 1798-1801 M, Napoleon menguasai Mesir dan pengaruh
yang ditinggalkan sangat besar dalam kehidupan bangsa Mesir. Seperti dua set alat
percetakan ( alat cetak Bahasa Arab dan Bahasa Latin ). Disamping itu pula 600
orang sipil yang diantaranya terdapat 167 pakar ilmuan-ilmuan yang ahli dalam
berbagai disiplin ilmu.4 Dibangunnya sebuah lembaga pendidikan yaitu Institut de
Egypte yang di dalamnya terdapat empat bidang pengetahuan yaitu, ilmu pasti, ilmu
alam, ekonomi, politik dan seni sastra. Institut de Egypte juga boleh dikunjungi oleh
masyarakat Mesir yang ingin menimba ilmu. Dari Institut inilah terjadi persentuhan
budaya atau peradaban dan agama. Dimana secara langsung, masyarakat Mesir
khususnya umat Islam pertama kalinya dapat berkontak langsung dengan orang
Eropa. Institut de Egypte juga memiliki peralatan modern yang canggih seperti
mikroskop, teleskop atau alat percobaan lainnya serta ketekunan dan kesungguhan
kerja orangPerancis, merupakan hal yang asing dan menakjubkan bagi masyarakat
Mesir kala itu.5
Sedangkan pada masa modern ini, keadaan malah menjadi terbalik. Justru umat
Islam yang ingin belajar dari Barat lantaran kemajuan bangsa Barat dalam ilmu
pengetahuan, teknologi dan peradabannya. Potret ”keluguan” sekaligus
ketertinggalan umat muslim sebagai dimaksud jelas menyerukan bangkitnya
kesadaran bahwa keadaan umat Islam sudah demikian tertinggal jauh di belakang
peradaban Barat. Hubungan Islam dengan Barat sekarang sangat berlainan sekali
antara hubungan Islam dengan Barat ketika periode klasik.6 Dengan demikian,
muncullah apa yang disebut pemikiran dan aliran pembaharuan atau modernisasi
dalam Islam. Para pemuka Islam kembali mengeluarkan pemikirannya bagaimana
caranya membuat umat Islam kembali maju sebagaimana pada periode klasik.
Artinya mereka berusaha menggerakkan umat Islam untuk memperbaharui
kehidupan serta mendorong mereka untuk mengusir dominasi kekuatan asing di
negeri-negeri Islam. 7 Para tokoh pembaharuan Islam itu di antaranya adalah
Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha. Mereka ini adalah dua dari
beberapa tokoh pembaharuan Islam yang pengaruh pemikirannya tersebar luas
hingga ke Indonesia.
Muhammad Abduh adalah guru dari Rasyid Ridha yang lahir pada tahun 1849
M atau 1266 H, di sebuah desa di Mesir Hilir. Ayahnya bernama Abdul Hasan
Khairullah dan Ibunya masih memiliki silsilah sampai ke Umar Bin Al-Khatab.
Semasa kecilnya Muhammad Abduh juga belajar membaca dan menulis Alquran
namun, setelah remaja ia bosan dengan proses belajar yang menggunakan metode
tradisional (menghafal diluar kepala). 8 Muhammad Abduh menginginkan proses
belajar yang modern, seperti sekolah yang didirikan oleh pemerintah. Hal inilah yang
membuat Muhammad Abduh merasa bahwa umat Islam mengalami kemunduran
salah satunya karena aspek pendidikan yang stagnan. Setelah menamatkan belajar di
kampungnya, ia meneruskan studi ke Al-Azar. Di Kairo yang menjadi pusat
universitas Al-Azhar Muhammad Abduh mulai mengemukakan pemikiran
pembaharuan islam.9
Sedangkan Rasyid Ridha memiliki nama lengkap Muhammad Rasyid Bin Ali
Ridha Bin Muhammad Syams Al-Din Al-Qalamuny. Ia lahir di desa bernama
Qalamun, yang tidak jauh dari kota Tripoli, Libanon pada tanggal 27 Jumadzil ula
tahun 1282 H atau tahun 1865 M. Ayahnya adalah seorang ulama dan penganut
tarekat Syadziliyah. Dalam garis silsilah Rasyid Ridha masih keturunan dari Al-
Husain Bin Ali Bin Abi Thalib yang merupakan anak dari Ali Bin Abi Thalib dengan
Fatimah Az-Zahrah sekaligus cucu Nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, ia
memakai gelar Sayyid di depan namanya. Semasa kecilnya ia pun sudah dimasukkan
ke madrasah untuk belajar menulis, berhitung dan membaca Alquran. Mengenai
pemikiran pembaharuan Islam Rasyid Ridha, ia belajar dan mengadopsi
pembaharuan dari gurunya Muhammad Abduh.10
Alasan mengapa peneliti membahas kedua tokoh pembaharu dari Mesir ini
karena, dalam literatur baku-buku sejarah Islam antara guru dan murid ini yaitu
Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha selalu dikatakan memiliki pemikiran yang
sama. Selain itu dikatakan pula Rasyid Ridha adalah murid Muhammad Abduh yang
paling setia dan hasil pemikirannya banyak diadopsi dari pemikiran-pemikiran sang
guru Muhammad Abduh. Namun jika dibaca lagi berulang-ulang ternyata terdapat
perbedaan pandangan dan pemikiran dari kedua toko pembaharu dari Mesir ini.
Persamaan dan perbedaan pemikiran pembaharuan Islam itulah yang menarik untuk
dibahas dalam penelitian ini.
Sehingga dalam penelitian ini peneliti akan membahas pemikiran pembaharuan
Islam Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Kedua pembaharu ini memiliki
kesamaan pemikiran jika disatukan. Pemikiran-pemikiran pembaharuan mereka,
yang pertama mengenai pemberantasan kejumudtan. Umat Islam pada periode
pertengahan, tengah mengalami kemunduran. Dalam kata Jumud yang memiliki arti
keadaan membeku, keadaan statis, berjalan di tempat dan tidak ada perubahan.11
Hal inilah yang membuat umat Islam tidak menghendaki perubahan dan tidak mau
menerima perubahan. Sebab lain ialah karena umat Islam tidak kenal ilmu
pengetahuan dan teknologi yang membawa pada kemajuan. Hal ini harus
disingkirkan, karena akan menyebabkan umat Islam semakin tertinggal dari dunia
Barat.
Pemikiran selanjutnya memberantas bidah. Muhammad Abduh dan Rasyid
Ridha melarang umat Islam berlebihan dalam memuja Syekh dan wali. Kepatuhan
membuta kepada ulama, taklid kepada ulama terdahulu akan menjerumuskan umat
Islam kepada kesesatan. Munculnya bermacam-macam bidah ke dalam Islam akan
membuat umat Islam lupa akan ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya.12 Selanjutnya
mereka melanjutkan terbukanya Ijtihad, dimana ajaran-ajaran asli itu haruslah
disesuaikan dengan masa modern yaitu dengan adanya interpretasi baru. Maka dari
itu, pintu Ijtihad perlu dibuka. Ijtihad bagi mereka perlu dilakukan sesuai dengan
sumber asli dari ajaran-ajaran Islam Alquran dan Hadits. 13 Namun, Ijtihad yang
dimaksud adalah problem yang terkait dengan muamalah yang ayat dan hadisnya
bersifat umum. Hukum kemasyarakatan ini yang perlu disesuaikan dengan
perkembangan zaman. Mengenai bidang ibadah tidak perlu dilakukan Ijtihad, karena
ini merupakan hubungan manusia dan Tuhan yang tak menghendaki perubahan
menurut zaman.
Untuk pemikiran pembaharuan Islam yang terakhir, mengenai pengembangan
pendidikan dan ilmu pengetahuan. Dilihat dari periodenya, pada saat itu memang
umat Islam kurang paham dan tidak tahu mengenai ilmu pengetahuan dan teknologi
modern. Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha berusaha merubah sistem
pembelajaran tradisional ke pembelajaran modern.15 Maka dari itu sekolah-sekolah
Islam modern pun perlu dibuka, dimana dalam mata pelajarannya juga perlu
ditambahkan kurikulum mata pelajaran teknologi, sosiologi, pendidikan moral, ilmu
bumi, ekonomi, ilmu hitung, kesehatan dan bahasa asing di samping pendidikan
agama. Sebaliknya, pada lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah militer,
kedokteran, teknik dalam mata pelajarannya perlu ditambahkan kurikulum pelajaran
agama.16 Agar para pelajar dan umat Islam lainnya dapat mengejar ketertinggalan
mereka di zaman yang sudah modern itu.17
Hubungan seorang guru dan murid ini tidak selalu diikuti kesamaan. Dalam hal
perpolitikan ini terutama mengenai bentuk negara yang harus diterapkan di
lingkungan umat Islam kedua tokoh ini memiliki ketidak samaan dalam
pemikirannya. Selain itu, Muhammad Abduh kurang fokus untuk mengembangkan
memberikan pemikirannya tentang politik. Muhammad Abduh memang pernah
berbicara tentang politik namun tidak terlalu banyak. Sehingga Muhammad Abduh
melarang Muhammad Rasyid Ridha untuk memasuki ranah politik. 18 Tetapi Rasyid
Ridha justru pernah terjun ke dalam perpolitikan. Dimana ia pernah menentang
pemerintahan Absolut Kerajaan Usmani dan menentang politik kotor Inggris dan
Perancis yang berusaha membagi dunia Arab di bawah kekuasaan mereka. Selain itu
mengenai paham aliran, Muhammad Abduh tidak mau terikat pada satu aliran atau
mazhab yang ada di dalam Islam, sebab Muhammad Abduh ingin bebas dalam
berfikir. Namun Rasyid Ridha justru lebih condong pada mazhab dan pandangan Ibnu
Taimiyah dan gerakan Wahabi yang masih semazhab dengannya. Untuk membahas
lebih dalam mengenai pemikiran pembaharuan Islam Muhammad Abduh dan Rasyid
Ridha perlu dikaji lebih mendalam dengan kemasan penelitian. Dari konsep inilah
peneliti ingin membahas mengenai Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid
Ridha ( Studi Perbandingan Pemikiran Pembaharuan Islam ).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, penelitian ini
memfokuskan pada pembaharuan yang dibawa oleh Muhammad Abduh dan Rasyid
Ridha. Agar pembahasan dapat terarah, maka perlu point-dikemukakan rumusan
masalah sebagai berikut :

1. Siapakah Muhammad Abduh dan bagaimana pemikirannya dalam


pembaharuan Islam ?
2. Siapakah Muhammad Rasyid Ridha dan bagaimana pemikirannya dalam
Pembaharuan Islam ?
3. Adakah persamaan dan perbedaan antara pemikiran Muhammad Abduh
dan Muhammad Rasyid Ridha dalam pembaharuan Islam.

C. Tujuan
Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan penelitian yang
hendak dicapai adalah sebagai berikut :

1. Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelas S-1.


2. Untuk mengetahui riwayat hidup Muhammad Abduh dan
Muhammad Rasyid Ridha dan pemikirannya dalam pembaharuan
Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Muhammad Abduh dan permikirannya dalam pembaharuan islam
Muhammad Abduh atau 'Abduh (1849 - 11 Juli 1905) adalah seorang teolog Muslim,
Mufti Mesir, pembaharu liberal, pendiri Modernisme Islam dan seorang tokoh penting
dalam teologi dan filsafat yang menghasilkan Islamisme modern. Nama lengkap beliau
adalah Muhammad Abduh Bin Hasan Khair Allah, dilahirkan pada tahun 1849 M di
Mahallat al-Nasr daerah kawasan Sibrakhait.
1. Provinsi al-Bukhairoh Mesir . Ayahnya Hasan Khairullah berasal dari Turki.
Ibunya bernama Junainah berasal dari bangsa Arab yang silsilahnya sampai ke

2. suku bangsa yang sama dengan Umar bin Khattab . Kelahiran Muhammad
Abduh diiringi dengan kekacauan yang terjadi di Mesir. Pada waktu itu,
penguasa Muhammad Ali mengumpulkan pajak dari penduduk desa dengan
jumlah yang sangat memberatkan. Akibatnya penduduk yang kebanyakan
petani itu kemudian selalu berpindah-pindah tempat untuk menghindari
beban-beban berat yang dipikulkan atas diri mereka itu. Orang tua
Muhammad Abduh juga demikian. Ia selalu pindah dari satu tempat
ketempat lainnya. Itu dilakukannya selama setahun lebih. Setelah itu barulah
ia menetap di Desa Mahallat al-Nasr. Di desa ini ia membeli sebidang tanah.

B. Muhammad Rasyid Ridho dan pemikirannya dalam pembaharuan


islam
Muhammad Rasyid Ridho dilahirkan pada tahun 1865 M di Alqolamun suatu desa
di lebanon Latar belakang pendidikannya dimulai dari madrasah tradisional di Al-
Qolamun. Kemudian dia meneruskan pelajarannya kesekolah nasional Islam
(madrasah Al-Wathoniyah Al- Islamiyah) di Tripoli. Disekolah ini selain pengetahuan
agama dan bahasa arab, diajarkan pula pengetahuan modern dan bahasa Perancis
serta Turki.
Rasyid Rida adalah murid dari Syaikh Muhammad Abduh, rasyid ridho yang
meneruskan karya penafsiran tersebut, yang dimulai dari surat An-Nisa ayat 126,
karena Muhamad Abduh hingga wafatnya hanya berhasil menafsirkan Al-Quran
sampai ayat 125 dari surat An-Nisa. Rasyid Ridho seorang pembaharuan asal Libanon
ini wafat pada agustus 1935M. Pemikiran-pemikiran pembaharuan yang dimajukan
Rasyid Ridho, tidak banyak dengan ide-ide gurunya. Muhamad Abduh dan Jamaludin
Al- Afghani, ia juga berpendapat bahwa umat Islam mudur karena tidak lagi
menganut ajaran-ajaran Islam sebenarnya.
Pengertian umat Islam tentang ajaran-ajaran agama salah dan perbuatan-
perbuatan mereka telah menyeleweng dari ajaran-ajaran Islam sebenarnya. Kedalam
islam telah banyak masuk bid‟ah yang merugikan bagi perkembangan dan kemajuan
umat. Di antara bid‟ah itu pendapat bahwa dalam Islam terdapat ajaran kekuatan
batin yang membuat pemiliknya dapat memperoleh segala apa yang
dikehendakinya, sedang kebahagian diakhirat dan didunia diperoleh melalui hukum
alam yang diciptakan tuhan, demikian rasyid ridho berpendapat.
Rasyid Ridho sebagaimana Muhamad Abduh menghargai akal manusia. Sungguh
pun penghargaanya terdapat akal tidak setinggi penghargaan yang diberikan
gurunya. Menurutnya akal dapat dipakai terhadap ajaran-ajaran mengenai hidup
kemasyarakatan, tetapi tidak untuk ibadah, ijtihad diperlukan hanya untuk soal-soal
ibadah tidak di berikan lagi. Ijtihad diperlukan hanya untuk soal-soal hidup
masyarakat terhadap ayat dan hadist yang mengandung arti tegas. Ijtihad tidak
dipakai lagi. Akal dapat dipergunakan terhadap ayat-ayat dan hadist yang tidak
mengandung TAZKIYA Jurnal Keislaman, Kemasyarakatan & Kebudayaan 29 arti yang
tegas. Dan terhadap persoalan-persoalan yang tidak tersebut dalam al quran dan
hadist.

C. Perbedaan dan Persamaan pembaharuan dalam Islam


Perbedaan yang akan dikemukakan dalam pembahasan ini adalah menyangkut
pemikiran mereka dalam bidang politik dan keagamaan.

1. Pemikiran dalam Bidang Politik


Secara umum dapat dikatakan bahwa pembaharuan dalam bidang politik, yang
diperjuangan oleh Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha adalah pelaksanaan ajaran
Islam tentang musyawarah melalui dewan-dewan konstitusi dan badan-badan
perwakilan rakyat, pembatasan terhadap kewenang-wenangan pemerintah, melalui
konstitusi dan undang-undang. Serta pengarahan kekuatan dan potensi rakyat untuk
mendukung reformasi politik dan sekaligus untuk membebaskan dunia Islam dari
penjajahan serta dominasi Barat.
Akan tetapi dalam hal cara untuk mencapai tujuan tersebut terdapat perbedaan
antara Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Dalam hal ini akan dijelaskan beberapa
perbedaan yang menonjol antara Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha.

a. Muhammad Abduh

Salah satu pandangan Muhammad Abduh mengenai politik ini, dapat ditelusuri
lewat pernyataan Tahrir al-Tawali yang mencoba berbicara pandangan politik
Muhammad Abduh. Dalam hal ini, al-Tawali menulis, sungguhpun demikian, dalam
tulisan dan ucapannya ia pernah membicarakan hak rakyat untuk memperoleh
keadilan dan haknya untuk meluruskan pemerintahan yang salah, karena
dipengaruhi oleh hawa nafsu, penyelesaian tentang itu akhirnya ia serahkan kepada
perkembangan zaman.
Lebih jauh pemikiran Muhammad Abduh tentang politik ini dapat juga dilihat dari
pernyataannya tentang model pemerintahan yang ideal.
Menurut Muhammad Abduh, pemerintahan yang ideal itu adalah pemerintahan
yang dipegang oleh penguasa yang adil, yang memerintah sesuai dengan hukum dan
atas permusyawaratan rakyat. Keanekaragaman baginya tidak menjadi persoalan
dalam pemerintahan, bahkan harus direkonsiliasi menjadi umat yang universal.
Sementara itu, masyarakat muslim harus diikat oleh cara persaudaraan, keinginan
dan tujuan bersama. Menurut Muhammad Abduh, hal ini dapat tercapai setelahn
diadakan pembaharuan di bidang sosial dan pendidikan.
Dari pemikiran ini kelihatannya Muhammad Abduh tidak begitu menekankan
tentang keharusan bentuk negara yang diinginkannya. Yang terpenting baginya
adalah pemerintah itu harus bersikap demokratis, serta sumber daya manusia yang
mengisi pemerintahan, baik yang bertindak sebagai pejabat maupun rakyat biasa
harus mendapat perhatian yang serius serta dapat dipertanggungjawabkan
kehandalannya. Dengan kata lain, Muhammad Abduh lebih mementingkan sumber
daya manusia yang mengisi suatu negara, dengan tidak mempersoalkan wadah atau
bentuk negara.
b. Rasyid Ridha
Berbeda dengan Muhammad Abduh, menurut Rasyid Ridha, dalam upaya
membangun persatuan dan kesatuan umat, perlu adanya kekuasaan pemerintah
dan perlu mengambil suatu bentuk negara tertentu sebagai wadahnya. Seperti yang
diungkapkan oleh Harun Nasution, bahwa Rasyid Ridha menawarkan negara yang
berbentuk kekhalifahan. Untuk ini Rasyid Ridha sengaja menulis buku yang berjudul
al-Khilafat al-Imamah al-Uzhmat. Jabatan khalifah bagi Rasyid Ridha adalah wajib
syar'i dan eksistensi khalifah sangat penting dalam rangka penerapan syari'at Islam.
Hal ini sejalan dengan pandangannya bahwa Islam adalah agama untuk kedaulatan
politik dan pemerintahan. Bagi Rasyid Ridha kekhalifahan ideal adalah seperti yang
pernah terjadi dan dialami oleh Khalifah al-Rasyidin. Khalifah bertindak sebagai
kepala negara yang mempunyai kekuasaan yang legislatif serta harus mempunyai
kemampuan berijtihad. Namun demikian, khalifah tidak boleh absolut dan
sewenang-wenang di dalam menjalankan kekuasaannya. Karena menurut Rasyid
Ridha, sistem khalifah ini juga mesti dibatasi dengan keterlibatan parlemen sebagai
wakil rakyat.
2. Pemikiran dalam Bidang Keagamaan
Bagi Muhammad Abduh peranan akal dapat mengetahui Tuhan dan sifat-sifat-Nya,
mengetahui kehidupan akhirat, mengetahui bahwa kebahagiaan jiwa di akhirat
tergantung pada tidak mengenal Tuhan dan berbuat jahat, mengetahui wajibnya
manusia mengenal Tuhan, mengetahui kewajiban berbuat baik dan meninggalkan
berbuat buruk serta membuat hukum-hukum mengenai kewajiban. Sementara itu
bagi Rasyid Ridha, akal hanya dapat dipakai terhadap ajaran-ajaran yang
berhubungan dengan hidup kemasyarakatan tidak terhadap persoalan ibadah.
Lebih lanjut Rasyid Ridha mengemukakan, bahwa ijtihad adalah ibadah tidak
diperlukan lagi. Akal hanya dapat dipergunakan terhadap ayat-ayat dan hadits-hadits
yang tidak mengandung arti tegas serta terhadap persoalan-persoalan yang tidak
disebutkan di dalam al-Qur'an dan Hadits.
Dari uraian di atas, dapat dipahami bagaimana kedudukan wahyu menurut
Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Bagi Muhammad Abduh adalah penolong (al-
mu'in). Kata ini dipergunakan untuk menjelaskan fungsi wahyu bagi akal manusia.
Menurut Muhammad Abduh, wahyu menolong akal untuk mengetahui sifat dan
keadaan hidup di akhirat, untuk mengetahui kesenangan dan kesengsaraan di akhira,
serta menolong akal dalam mengatur masyarakat atas dasar prinsip-prinsip umum
yang dibawanya dan sebagainya. Berdasarkan hal ini terlihat lagi bahwa bagi
Muhammad Abduh, fungsi wahyu yang terpenting adalah sebagai penolong dan
konfirmasi dalam upaya menguatkan dan menyempurnakan fungsi akal, di samping
berfungsi sebagai informasi.
Sedangkan menurut Rasyid Ridha, fungsi terpenting dari wahyu adalah sebagai
informasi. Hal ini terlihat dari pendapat Rasyid Ridha, bahwa akal hanya mengetahui
hal-hal yang bersifat sosial kemasyarakatan (muamalat), tidak ada azab sebelum
diutusnya Nabi dengan membawa wahyu. Dari pandangan ini nampannya Rasyid
Ridha lebih mengutamakan wahyu dari akal walaupun ia juga mengetahui
keberadaan pemikiran rasional sekalipun terbatas.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Muhammad Abduh atau 'Abduh (1849 - 11 Juli 1905) adalah seorang teolog Muslim, Mufti
Mesir, pembaharu liberal, pendiri Modernisme Islam dan seorang tokoh penting dalam
teologi dan filsafat yang menghasilkan Islamisme modern. Nama lengkap beliau adalah
Muhammad Abduh Bin Hasan Khair Allah, dilahirkan pada tahun 1849 M di Mahallat al-Nasr
daerah kawasan Sibrakhait.
Muhammad Rasyid Ridho dilahirkan pada tahun 1865 M di Alqolamun suatu desa di
lebanon Latar belakang pendidikannya dimulai dari madrasah tradisional di Al- Qolamun.
Kemudian dia meneruskan pelajarannya kesekolah nasional Islam (madrasah Al-Wathoniyah
Al- Islamiyah) di Tripoli. Disekolah ini selain pengetahuan agama dan bahasa arab, diajarkan
pula pengetahuan modern dan bahasa Perancis serta Turki.

Persamaan dan perbedaan pikiran


a.Muhammad Abduh
Salah satu pandangan Muhammad Abduh mengenai politik ini, dapat ditelusuri lewat
pernyataan Tahrir al-Tawali yang mencoba berbicara pandangan politik Muhammad Abduh.
Dalam hal ini, al-Tawali menulis, sungguhpun demikian, dalam tulisan dan ucapannya ia
pernah membicarakan hak rakyat untuk memperoleh keadilan dan haknya untuk
meluruskan pemerintahan yang salah, karena dipengaruhi oleh hawa nafsu, penyelesaian
tentang itu akhirnya ia serahkan kepada.

Berbeda dengan Muhammad Abduh, menurut Rasyid Ridha, dalam upaya membangun
persatuan dan kesatuan umat, perlu adanya kekuasaan pemerintah dan perlu mengambil
suatu bentuk negara tertentu sebagai wadahnya. Seperti yang diungkapkan oleh Harun
Nasution, bahwa Rasyid Ridha menawarkan negara yang berbentuk kekhalifahan. Untuk ini
Rasyid Ridha sengaja menulis buku yang berjudul al-Khilafat al-Imamah al-Uzhmat.
Perkembangan zaman.
Daftar pustaka
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://digilib.uinsby.ac.id/9666/4/bab%
25201.pdf&ved=2ahUKEwi8gfPryrnzAhUaVysKHXOHAW0QFnoECAQQAQ&usg=AOvVaw3NZRaXIOD
w8l3AYLresJqV

http://repository.uin-suska.ac.id/5827/3/BAB%20II.pdf

http://digilib.uinsby.ac.id/368/9/Bab%204.pdf

http://lppbi-fiba.blogspot.com/2009/01/analisa-komparatif-pemikiran-muhammad.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai