Anda di halaman 1dari 4

1.

Rilis hasil riset Ombudsman akhir tahun 2017 menunjukkan fakta bahwa
sebagian besar instansi pelayanan publik di Indonesia memiliki rapor
merah, baik di tingkat nasional maupun daerah. Pada diskusi pertengahan
tahun 2019 lalu, Ahmad Alam Saragih, anggota Ombudsman,
menyampaikan bahwa tingkat kualitas pelayanan publik semakin rendah,
mekanisme penerimaan keluhan masyarakat juga belum dibuat secara
sistematis. Ketika pelayanan publik masih buruk maka jelas menunjukkan
negara gagal untuk hadir bagi rakyatnya. Sementara itu bisa kita lihat
negara-negara lain yang sudah mampu meratakan pelayanan pendidikan
sehingga tidak ada ketimpangan antar sekolah seperti di Finlandia,
pelayanan pendidikan tinggi bebas biaya seperti di Slovakia, atau pun
pelayanan publik berbasis teknologi informasi seperti di Estonia.
Dunia sudah sangat cepat berubah, layanan publik dari negara tak mampu
bersaing dengan sektor bisnis. Bahkan meregulasinya pun susah payah.
Padahal, pelayanan publik zaman masa kini tentu harus mengikuti
perubahan, sayangnya lebih sering pelayanan publik kita yang dilindas
oleh perubahan akibatnya masyarakat semakin merugi. Jika kita uraikan
beberapa contoh pelayanan publik sebagai berikut:
a. Masih banyak instansi yang tidak memiliki prosedur yang jelas dalam
menyediakan pelayanan, prosedur pelayanan yang berbelit-belit
sangat menyusahkan kita sebagai pengguna pelayanan publik.
b. Waktu pelayanan umumnya tidak efisien dan merugikan masyarakat
yang sedang membutuhkan pelayanan, pelayanan sangat lambann
yang memakan waktu berjam-jam, hal ini sangat tidak efisien.
c. Keterampilan petugas pelayanan tergolong masih rendah dan tidak
sesuai dengan pekerjaan untuk memberikan pelayanan yang baik.
d. Masih banyak petugas menunjukkan sikap, cara berbicara atau
memberitahukan sesuatu yang tidak ramah, bahkan sebagian ada yang
merasa berada pada posisi superior dan arogan.
e. Masih ada instansi-instansi pemberi pelayanan yang belum
menggunakan prasarana dan sarana yang layak dan sesuai
perkembangan jaman, hal ini juga menjadi penyebab berkurangnya
efektivitas dan efisiensi pelayanan publik.
Selain beberapa hal diatas, realitas saat ini yang menyebabkan kualitas
pelayanan publik masih tergolong rendah ialah penyelenggara pelayanan
publik belum memahami hakikatnya dalam memberikan pelayanan, staf
yang menjadi pelayan publik tidak bekerja sesuai bidangnya, dan beberapa
pelayan publik juga belum kompeten dan cepat tanggap untuk melayani
masyarakat.

2. Pelayanan publik dasar merupakan hak konstitusi warga, yang telah


dipertegas oleh UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik. Namun hingga
kini persoalan pelayanan publik di Indonesia tetap stuck di satu tempat.
Mulai dari masalah pendidikan dan kesehatan hingga masalah pengurusan
dokumen yang berbelit-belit walaupun hal tersebut merupakan bagian dari
hak warga untuk mendapatkan pengakuan identitas sebagai warga negara,
permasalahan mendasar yang seperti itu perlu mendapatkan perhatian dari
para aktor pelayanan publik.
Pelayanan publik dalam pemerintahan yang baik harus memenuhi kualitas
yang harus dipenuhi. Pelayanan publik yang ada harus berfungsi untuk
mengurangi atau bahkan menghilangkan kesenjangan peran antara
organisasi pusat dengan organisasi-organisasi pelaksana yang ada
dilapangan. Untuk mewujudkan pelayanan publik yang baik maka dalam
menempatkan jumlah dan kualitas staf atau aparat harus kompeten dan
memiliki pemahaman akan pelayanan publik yang baik sehingga
pelayanan publik dapat tepat sasaran dan pelayanan yang diberikan juga
dapat mendekatkan birokrasi dengan masyarakat.
Hal ini terkait dengan perkembangan kebutuhan, keinginan dan harapan
masyarakat yang terus bertambah dan kian mutakhir. Masyarakat sebagai
subjek layanan tidak suka lagi dengan pelayanan yang berbelit-belit, lama
dan beresiko akibat rantai birokrasi yang panjang. Masyarakat
menghendaki kesegaran pelayanan, sekaligus mampu memahami
kebutuhan dan keinginan yang terpenuhi dalam waktu yang relatif
singkat. Keinginan-keinginan tersebut perlu direspon dan dipenuhi oleh
instansi yang bergerak dalam bidang jasa, apabila aktivitasnya ingin
memiliki citra yang baik, untuk itu pihak manajemen perlu mengevaluasi
kembali aspek pelayanan yang selama ini diberikan telah sesuai dengan
kebutuhan dan keinginan masyarakat yang dilayani, atau justru sebaliknya
masih terdapat kesenjangan antara pelayanan yang diberikan dengan
pelayanan yang diharapkan masyarakat. Terjadinya kesenjangan
menunjukkan adanya kualitas pelayanan yang kurang prima, sehingga
berpotensi menurunkan kinerja instansi secara keseluruhan. Pegawai
pemerintah daerah hendaknya memberikan pelayanan yang sebaik-
baiknya berorientasi kepada kebutuhan dan kepuasan penerima pelayanan
sehingga dapat meningkatkan daya saing dalam pemberian pelayanan jasa.

3. Mencermati pemikiran tersebut, tujuan desentralisasi untuk meningkatkan


kualitas pelayanan publik dalam kerangka model demokrasi ini harus
benar-benar menjunjung nilai-nilai demokrasi dan kemandirian yang
berakar dari masyarakat setempat.
Melalui wakil-wakilnya, masyarakat dapat menentukan kriteria kualitas
pelayanan yang diharapkan di berbagai bidang: pendidikan, kesehatan,
transportasi, ekonomi, sosial budaya, dan lain-lain. Masyarakat dapat
menentukan bidang pelayanan yang perlu mendapatkan prioritas;
bagaimana cara menentukan prioritas itu; oleh siapa dan dimana pelayanan
itu diberikan; bagaimana agar pelayanan efektif, efisien,
merepresentasikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat, serta masih
banyak kriteria lain yang perlu dijelaskan. Karena itu penetapan semua
kriteria tersebut dalam model demokrasi sangat ditentukan masyarakat itu
sendiri.
Hal ini tentu tidak mudah dan sangat tergantung pada perubahan visi, misi,
strategi, dan implementasi kebijakan Pemda dalam menyelenggarakan
pemerintahannya. Selama ini terdapat kecenderungan bahwa penentuan
kualitas pelayanan publik sangat ditentukan oleh pemerintah atau lembaga
yang memberikan pelayanan (provider), bukan ditentukan bersama-sama
antara provider dengan user, customer, client, atau citizen sebagai
komunitas masyarakat pengguna jasa pelayanan; yang mencerminan
demokrasi dan kemandirian.
Dari seluruh peraturan daerah yang mengatur kewenangan daerah dan
penjabarannya dalam struktur perangkat daerah, dapat dinyatakan bahwa
hampir semua daerah berusaha mempergunakan instrumen kebijakan yang
bersifat wajib dalam memberikan layanan publik kepada masyarakat.
Ada kecenderungan kuat Pemda untuk menggunakan instrumen
penyediaan layanan langsung (direct provision). Hampir tiap dinas, sejauh
mungkin dilengkapi dengan perangkat aturan, yang memungkinkannya
menjalankan penyediaan layanan publik. Terdapat kecenderungan kuat,
Pemda menyelenggarakan sendiri bidang pendidikan, kesehatan,
informasi, kependudukan, dan pekerjaan umum.
Pada bidang lainnya, digunakan instrumen kebijakan wajib yang lain,
seperti regulasi. Hampir semua bidang dilengkapi dengan perangkat
peraturan yang memungkinkan Pemda melakukan regulasi pelayanan
publik.
Anek perijinan di berbagai bidang, telah menjadi instrumen kebijakan
pelayanan publik dalam pemerintahan daerah. Segala macam perijinan ini,
secara formal diungkap narasumber penelitian, untuk memberi pelayanan
lebih baik kepada masyarakat, sekaligus digunakan sebagai instrumen
untuk meningkatkan penghasilan asli daerah (PAD).
Selain menggunakan direct service provision dan regulasi, Pemda juga
menggunakan instrumen Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk
memberi layanan kepada masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai