BAPPENAS
LAPORAN AKHIR
2015
LAPORAN AKHIR
KAJIAN MODEL PENGEMBANGAN KEEKONOMIAN
KEANEKARAGAMAN HAYATI UNTUK MENDUKUNG
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
2015
KAJIAN MODEL PENGEMBANGAN KEKONOMIAN KEANEKARAGAMAN
HAYATI UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
ISBN : 978-602-19802-5-5
PENANGGUNG JAWAB : Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
NARASUMBER : Rachman Kurniawan, Alimatul Rahim, Teguh Adiprasetyo, Ngakan Putu Oka,
Muchtar Solle, M. Alimuddin Hamzah, Dadang S. Suriamihardja, Andi Hasbi,
Usman, Abdul Karim, Sakka, Abdul Haris Jalante, Roland A. Barkley, Kris
Handoko, Lyna Indriati, Andi Sarrafah, Fidah Aziz.
Anggota : Sudhiani Pratiwi; Tri Dewi Virgiyanti; Syamsidar Thamrin; Joeni Soetijo
Rahajoe; Vidya S. Nalang; Gustami, Ersa Herwinda Anna Amalia; Irfan Darliazi
Yananto, Fatoni
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat Nya sehingga penyusunan laporan kajian mengenai “Model Pengembangan
Ekonomi Keanekaragamann Hayati untuk Mendukung Pembangunan
Berkelanjutan” dapat diselesaikan.
Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat
dalam penyusunan laporan ini. Masukan dan saran dari semua pihak terkait,
diharapkan telah dapat menyempurnakan isi laporan ini.
Akhir kata, kami berharap semoga laporan kajian ini dapat bermanfaat dan
berdaya guna bagi penyusunan kebijakan pengelolaan keanekaragaman hayati
kedepan.
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL.................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vi
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Tujuan.................................................................................................... 3
1.3 Hasil yang Diharapkan........................................................................... 4
1.4 Ruang Lingkup ...................................................................................... 4
1.5 Tahapan Pelaksanaan Kajian ................................................................ 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 7
2.1 Nilai Keanekaragaman Hayati ............................................................... 7
2.2 Pengertian Model dan Pemodelan....................................................... 14
2.3 Landasan Teori.................................................................................... 20
2.3.1 Teori Ekonomi Sumberdaya Alam ................................................ 20
2.3.2 Teori Sistem.................................................................................. 25
BAB III. METODOLOGI KAJIAN ...................................................................... 28
3.1 Metode Analisis ................................................................................... 28
3.1.1 Analisis Statistika Deskripsi .......................................................... 28
3.1.2 Interpretative Structural Model (ISM) ............................................ 29
3.1.3 Sistem Dinamik............................................................................. 33
3.2 Instrumen Analisis ............................................................................... 34
3.2.1 Survei dan Observasi Lapangan................................................... 34
3.2.2 Focus Group Discussion (FGD).................................................... 35
3.3 Data ..................................................................................................... 36
3.4 Kerangka Analisis ................................................................................ 37
BAB IV. PROFIL LOKASI STUDI ..................................................................... 41
4.1 Provinsi Jawa Barat ............................................................................. 41
4.1.1 Potensi Kehati Pangan ................................................................. 41
ii
4.1.2 Potensi Kehati Non Pangan Jawa Barat ....................................... 54
4.1.3 Identifikasi Kebijakan Terkait ........................................................ 59
4.1.4 Pemetaan Kelembagaan Pengelolaan Kehati .............................. 60
4.2 Provinsi Sulawesi Selatan ................................................................... 68
4.2.1 Potensi Kehati Pangan ................................................................. 69
4.2.2 Potensi Kehati non Pangan Sulawesi Selatan .............................. 81
4.2.3 Identifikasi Kebijakan Terkait ........................................................ 82
4.2.4 Pemetaan kelembagaan Pengelolaan Kehati ............................... 86
BAB V. HASIL ANALISIS DAN REKOMENDASI ............................................. 98
5.1 Kontribusi Ekonomi.............................................................................. 98
5.2 Hasil Analisis Sistem Dinamik: Model Pengembangan
Keekonomian Kehati Sumber Pangan............................................... 116
5.3 Hasil ISM: Faktor Pengembangan Keekonomian Kehati ................... 125
5.4 Rekomendasi Hasil Kebijakan ........................................................... 129
BAB VI. KESIMPULAN DAN TINDAK LANJUT.............................................. 132
6.1 Kesimpulan........................................................................................ 132
6.2 Tindak Lanjut ..................................................................................... 133
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 136
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... 140
1. Jumlah, periode dan sumber data yang digunakan .......................... 136
2. Kuantitas dan harga komoditas pasar yang dirujuk ........................... 138
3. Stock flow Diagram Model Keekonomian Kehati .............................. 145
4. Kueioner ISM .................................................................................... 154
3
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
5
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
vii
BAB I. PENDAHULUAN
1
dimanfaatkan untuk mewujudkan nilai tambah, daya saing bangsa, serta
modalpembangunan nasional pada masa yang akan datang. Arah kebijakan ini
ditindaklanjuti pada agenda RPJMN selanjutnya, skala prioritas utama dan strategi
RPJMN 2015-2019 ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara
menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing
kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber
daya manusia berkualitas serta kemampuan iptek yang terus meningkat (Gambar
1.2).
2
secara berkelanjutan. Pendekatan pembangunan yang berkelanjutan menawarkan
perspektif yang lebih luas dari sekedar pertumbuhan ekonomi semata. Aspek sosial
dan lingkungan mendapat perhatian yang sama pentingnya.
1.2 Tujuan
Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah tersusunnya laporan kajian
tentang Model Pengembangan Keekonomian Kehati untuk mendukung
Pembangunan Berkelanjutan.
1. Tahapan pelaksanaan:
a. Literatur review dan penelusuran data sekunder
b. Analisis situasi potensi keekonomian kehati sumber pangan di lokasi
studi;
c. Identifikasi faktor-faktor kunci keekonomian kehati sumberpangan;
d. Menyusun model konseptual pengembangan kehati sumber pangan;
dan
e. Merumuskan implikasi kebijakannya.
2. Dukungan pelaksanaan:
a. Pengadaan literatur, data dan informasi
6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
7
merupakan aset yang sangat berharga untuk generasi sekarang maupun masa
mendatang, sehingga upaya konservasi dan pemanfaatannya secara
berkelanjutan menjadi landasan pembangunan berkelanjutan. Agar upaya
konservasi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan dapat
dibandingkan dengan kegiatan ekonomi lain maka manfaat ekonomi
keanekaragaman hayati perlu dinyatakan secara eksplisit (Pearce et al., 2002).
Menurut Laverty et al. (2003) Kehati mempunyai dua nilai penting, yaitu
nilai intrinsik atau nilai inheren dan nilai ekstrinsik yaitu nilai manfaat atau nilai
instrumental. Nilai intrinsik merupakan nilai yang ada pada dirinya sendiri, lebih
menitik beratkan pada konsep filosofis tentang kehati itu sendiri. Sedangkan nilai
eksternal menunjukkan lebih pada nilai manfaat baik secara langsung maupun
tidak langsung dari kehati bagi manusia. Sedangkan Pearce et al. (2002)
membagi nilai kehati menjadi barang-barang bernilai langsung (barang), nilai tidak
langsung (jasa), serta nilai non-guna (non-use values) seperti ditunjukkan pada
Tabel 2.1. Adapun yang bernilai langsung dapat terdiri dari makanan, obat-obatan,
material bangunan, serat maupun bahan bakar. Sedangkan nilai tidak langsung
antara lain dapat berupa pengolahan limbah organik, penyerbukan, regulasi iklim
dan atmosfer maupun perlindungan tanaman dan siklus hara. Selain itu ada pula
nilai non-guna yang terdiri dari nilai potensial (atau nilai pilihan), nilai eksistensi,
dan nilai warisan. Nilai pilihan merupakan nilai masa depan yang akan menjadi
penting keberadaannya dan belum diketahui pada saat sekarang. Nilai eksistensi
dan nilai warisan akan memberikan kesempatan untuk generasi mendatang
memperoleh pengetahuan kehati sebagai modalitas bagi generasi masa depan.
a) Nilai Konsumsi
Nilai konsumsi merupakan manfaat langsung yang dapat diperoleh dari
kehati, misalnya pangan, sandang maupun papan. Masyarakat Indonesia
mengkonsumsi tidak kurang dari 100 jenis tumbuhan biji-bijian dan ubi-ubian
sebagai sumber karbohidrat. Tidak kurang dari 100 jenis kacang- kacangan,
450 jenis buah-buahan serta 250 jenis sayur-sayuran dan jamur juga digunakan
dalam menu makanan masyarakat Indonesia, sementara 940 jenis tanaman
menghasilkan bahan untuk obat tradisional (KMNLH, 1997). Sementara itu,
bioresources untuk Pembangunan Ekonomi Hijau (LIPI, 2013) menawarkan
beberapa potensi pangan alternatif sebagai unggulan yang dapat dikembangkan
di masa depan, antara lain revitalisasi aren untuk memenuhi kebutuhan gula
nasional karena kebun aren di Indonesia tercatat mencapai 70 ribu hektar. Selain
itu, ada pula tareang atau jewawut (Setaria italica) yang berasal dari Sulawesi
Barat yang juga memiliki potensi sebagai sumber pangan potensial untuk
menggantikan gandum di masa depan.
Berbagai jenis tumbuhan liar dari hutan, seperti pasak bumi (Euriycoma
longifolia), tabat barito (Ficus deltoidea), dan akar kuning (Arcangelisia flava),
serta berbagai jenis tanaman budidaya, seperti jahe (Zingiber officinale), kunyit
(Curcuma domestica), kencur (Kaempferia galanga), kumis kucing (Orthosiphon
aristatus) dan kapulaga (Amomum cardamomum) juga digunakan sebagai bahan
obat tradisional oleh masyarakat lokal. Beberapa jenis, seperti kayu angin dan
tapak dara, bahkan telah digunakan sebagai bahan obat modern. Lebih dari 100
jenis kayu, 56 jenis bambu dan 150 jenis rotan juga telah digunakan masyarakat
untuk membangun rumah dan membuat peralatan rumah tangga (KMNLH,
1997). Di samping itu, nilai ekonomi kehati yang digunakan dalam produk jamu
yang beredar di pasar dapat berpotensi mencapai hingga 6 triliun per tahun dan
telah menciptakan tiga juta lapangan kerja dalam kegiatan jamu dan herbal yang
berjumlah 1.166 industri sehingga produksi jamu mempunyai prospek yang
menjanjikan dalam perkembangan ekonomi di masa depan (Muslimin et al., 2009).
b) Nilai Produksi
Nilai produksi adalah nilai pasar yang didapat dari perdagangan kehati di
pasar lokal, nasional maupun internasional. Sebagai contoh, nilai pasar global
untuk obat- obatan yang diperoleh dari sumber daya genetis diperkirakan US$
75.000- 150.000 juta per tahun. Nilai total tahunan dari sektor yang terkait dengan
perdagangan benih di seluruh dunia mencapai US$ 45 miliar, sedangkan total
keluaran dari agro-ekosistem dunia mencapai nilai setara US$ 1,3 triliun setiap
tahun (WWG, 2002). Tidak mengherankan jika sekitar 40% dari ekonomi dunia
mengandalkan proses dan produk hayati, atau dengan kata lain ekonomi dunia
tergantung pada kehati (CG, 2000; UNEP, 2002). Tercatat pula bahwa dalam
industri farmasi, dijumpai 45 macam obat penting yang berasal dari tumbuhan
obat tropika dan 14 jenis diantaranya berasal dari Indonesia. Dalam hal
pemanfaatan langsung obat tradisional berupa jamu, Indonesia menghasilkan
pendapatan ekspor sebesar USD 113 juta/tahun.
10
sesungguhnya potensi ekonomi keuntungan yang dapat diperoleh Indonesia dari
pemanfaatan berkelanjutan kehati secara lokal, misalnya dari pengelolaan
terumbu karang untuk perikanan, pariwisata, perlindungan pantai, dan nilai
estetika dapat mencapai setidaknya US$16 milyar per tahun (Burke et al., 2002).
Nilai jasa lingkungan ini dapat digambarkan dari hasil penelitian di Kebun
Raya Bogor yang menunjukkan bahwa setidaknya terdapat 52 marga tumbuhan
yang pembungaan dan pembuahannya tergantung pada kelelawar. Keberadaan
kelelawar yang membantu penyerbukan sangat penting dalam proses produksi
tanaman buah-buahan, seperti durian dan petai sehingga keberadaan dan
keseimbangan ekosistem tempat hidup kelelawar ini perlu dijaga
keberlanjutannya. Kehati juga memberikan jasa lingkungan karena memiliki peran
penting dalam menyumbangkan kemampuan sekuestrasi karbon maupun jasa
lingkungan lain. Dari sejumlah ekosistem yang ada, ternyata yang memiliki
kemampuan sekuestrasi karbon tertinggi adalah padang lamun sebesar 830
ton/hektar, sedangkan hutan di daratan mampu menyimpan karbon sebesar 300
ton/hektar. Di tingkat jenis tercatat 10 jenis dengan stok karbon tertinggi dengan
kisaran antara 60,159 – 772,624 ton C per hektar, yaitu Schima wallichii,
Vaccinium varingiaefolium, Castanopsis tungurrut, Lithocarpus sundaica,
Leptospermum flavescens, Platea latifolia, Myrsine hasseltii, Toona sureni,
Symplocos Castanopsis javanica, Cyathea junghuhniana(LIPI, 2013).
11
d) Nilai Pilihan
Nilai pilihan atau nilai potensi merupakan nilai yang terkait dengan potensi
kehati dalam memberikan keuntungan bagi masyarakat di masa depan (Indrawan
et al., 2007). Kehati menyimpan nilai manfaat yang sekarang belum disadari atau
belum dapat dimanfaatkan oleh manusia. Namun seiring dengan perubahan
permintaan, pola konsumsi dan asupan teknologi, nilai ini dapat menjadi penting di
masa depan. Potensi tumbuhan liar sebagai sumber obat-obatan merupakan
salah satu bentuk nilai pilihan ini. Banyak perusahaan farmasi dan lembaga
kesehatan pemerintah secara intensif berupaya menemukan sumber zat obat baru
dari kehati di habitat aslinya untuk memerangi penyakit seperti AIDS dan kanker.
Fakta menunjukkan bahwa dua puluh jenis obat-obatan yang paling sering dipakai
di Amerika Serikat senilai US$ 6 miliar per tahun mengandung bahan-bahan kimia
yang ditemukan di alam (Indrawan et al., 2007).
e) Nilai Eksistensi
Nilai eksistensi ini dimiliki oleh kehati karena keberadaannya di suatu
tempat (Laverty et al., 2003). Nilai ini tidak berkaitan dengan potensi suatu
organisme tertentu, tetapi berkaitan dengan hak hidupnya sebagai salah satu
bagian dari alam. Nilai eksistensi kadang disebut juga sebagai nilai intrinsik dan
dikaitkan dengan etika, misalnya nilai bagi etika atau agama. Nilai eksistensi juga
dapat terkait dengan nilai estetika bagi manusia. Misalnya dalam melakukan
ibadah, masyarakat Bali memanfaatkan bunga untuk melengkapi ritualnya. Selain
itu, banyak kalangan, baik pecinta alam maupun wisatawan, bersedia
mengeluarkan sejumlah uang untuk mengunjungi taman-taman nasional guna
melihat satwa di habitat aslinya, meskipun para pecinta alam dan wisatawan tidak
mendapatkan manfaat ekonomi dari kegiatan tersebut. Para pecinta alam dan
wisatawan ini merasa lebih senang melihat gajah dan hidupan liar lain di habitat
aslinya.
Secara ringkas dari keseluruhan nilai kehati dan contoh empiris dari
masing-masing nilainya dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Model adalah representasi suatu realitas atau jembatan antara dunia nyata
(real world) dengan dunia berpikir (thinking) untuk memecahkan suatu masalah.
Proses penjabaran ini disebut modelling atau pemodelan yang tidak lain
merupakan proses berpikir melalui sekuen yang logis (Fauzi & Anna, 2004).
Secara skematis, proses tersebut disajikan pada Gambar 2.1.
Dunia
Pemodel
Dunia Model
Ditampilkan kembali sebagai hasil
proses berpikir
Pada gambar di atas kotak di sebelah kiri dan kotak di sebelah kanan
merupakan “esensi seni” dari pemodelan, sementara boks di tengah merupakan
esensi pemecahan dari model. Oleh karena itu, dalam pemodelan dikenal istilah
“modeling is an art, solving is a science” (pemodelan adalah seni, sementara
memecahkan model adalah sains) (Fauzi & Anna, 2004).
Menurut Cavana & Maani (2000), pengembangan dari sistem berpikir dan
pemodelan dipengaruhi oleh 5 (lima) tahapan utama (Gambar 2.3), yaitu:
Scenario Planning
and Modelling
Causal Loop
Problem Modelling Dynamic
Implementation &
Learning Lab
Model
Tingkat
Skala Waktu
Kepastian
(time scala)
Dimasukk Dipetim
an? bangkan?
Statik
Statik Stochastic
Dinamik Deterministik
Dinamik Dinamik
Deterministik Stochastic
Sederhana Kompleks
Sistem dinamik adalah salah satu teknik Hard System Metodology (HSM)
yang dapat digunakan dalam rancang bangun system (Eriyatno & Sofyar, 2007).
Variabel rancang bangun dalam sistem dinamis dapat berubah sepanjang waktu,
sebagai akibat dari perubahan input dan interaksi antar elemen sistem yang
kompleks. Salah satu alat yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan
yang kompleks melalui pendekatan sistem adalah menggunakan konsep model
simulasi sistem dinamis. Adanya simulasi ini memungkinkan untuk
mengkomputasikan jalur waktu dari variabel model untuk tujuan tertentu dari input
sistem dan parameter model. Berdasarkan hal tersebut, maka model simulasi
diharapkan dapat memberikan penyelesaian dunia riil yang kompleks (Eriyatno,
1999).
Analisis sistem dinamik ini merupakan bagian dari pendekatan sistem yang
berasal dari pengembangan teori sistem. Teori sistem dipelopori oleh Bertalanffy
pada tahun 1968, yang memperkenalkan suatu kerangka konsep dan teori umum
yang dapat diterapkan pada berbagai bidang ilmu. Kerangka ini dikenal dengan
nama General System Theory (GST) yang didasari oleh pemikiran perlunya
keahlian generalis dan pendekatan lintas disiplin dalam memahami dunia nyata
secara efisien (Eriyatno & Sofyar, 2007).
Masalah
Tidak
Pembuatan Valid Valid Uji Sensitivitas
Konsep AnalisisKebijak
Validasi
Data Model
C. Pembuatan Model
Untuk dapat menganalisis sebuah model, maka data yang diperoleh dari
observasi lapangan (baik data primer maupun data sekunder) diinput ke dalam
diagram alir (SFD). Metode memasukkan data ke dalam model sangat bergantung
pada jenis data dan sebagai unsur apa data tersebut dimasukkan. Data dapat
dimasukkan ke dalam model sebagai stock, sebagai flow, sebagai auxiliary, dan
dapat pula sebagai konstanta (Muhammadi et al., 2001).
Sumber daya alam seperti ikan, hutan dan lainnya merupakan sumber daya
yang penting bagi kelangsungan kehidupan manusia. Berkurangnya atau
hilangnya ketersediaan sumber daya alam akan berdampak besar bagi
kelangsungan hidup umat manusia di muka bumi ini. Sumber daya alam
merupakan sumber daya yang tidak saja mencukupi kebutuhan hidup manusia,
tetapi juga memberikan kontribusi yang besar bagi kesejahteraan suatu bangsa
(wealth of nation). Pengelolaan sumber daya alam yang baik akan dapat
meningkatkan kesejahteraan manusia, namun sebaliknya pengelolaan sumber
daya alam yang tidak baik akan berdampak buruk bagi manusia. Sehingga
persoalan mendasar terkait dengan pengelolaan sumber daya alam adalah
bagaimana mengelola sumber daya alam agar menghasilkan manfaat yang
20
sebesar-besarnya bagi manusia dengan tidak mengorbankan kelestarian
sumber daya alam itu sendiri (Fauzi, 2010).
Satu hal penting dari aspek ekonomi sumber daya alam menurut (Fauzi,
2010) adalah bagaimana ekstraksi sumber daya alam dapat memberikan manfaat
atau kesejahteraan bagi masyarakat secara keseluruhan. Ukuran kesejahteraan
yang digunakan dalam ekonomi sumber daya alam adalah menggunakan ukuran
kesejahteraan yang menjadi fondasi ekonomi neo-klasik, yaitu pengukuran surplus
yang dapat diperoleh dari konsumsi maupun produksi barang dan jasa yang
dihasilkan dari sumber daya alam. Surplus yang diperoleh dari dari sumber daya
alam pada prinsipnya merupakan resultante dari interaksi antara permintaan dan
penawaran. Dalam perspektif ekonomi neo-klasik kurva penawaran dapat
diturunkan dari dua sisi yang berbeda. Pertama, kurva permintaan dapat
diturunkan dari maksimalisasi kepuasan atau utilitas yang selanjutnya akan
menghasilkan kurva permintaan biasa (ordinary demand curve) atau sering juga
disebut sebagai kurva permintaan Marshall. Kedua adalah kurva permintaan yang
diturunkan dari minimalisasi pengeluaran yang akan menghasilkan kurva
permintaan terkompensasi (compensated demand curve) atau sering juga disebut
sebagai kurva permintaan Hicks. Sedangkan kurva penawaran dari barang dan
jasa merupakan gambaran kuantitas dari barang dan jasa yang dapat ditawarkan
oleh produsen pada tingkat harga tertentu. Kurva penawaran diturunkan dari
fungsi biaya, khususnya biaya jangka pendek.
Hal lain yang penting dari ekonomi sumber daya alam, menurut (Fauzi, 2010)
adalah bagaimana surplus dari sumber daya alam dimanfaatkan secara optimal.
Konsep surplus diturunkan lebih rinci dengan mengetahui kurva permintaan dan
kurva penawaran. Konsep surplus menempatkan nilai moneter terhadap
kesejahteraan dari masyarakat yang berasal ekstraksi dan konsumsi sumber daya
alam. Surplus merupakan manfaat ekonomi yang berasal dari selisih antara
manfaat kotor (gross benefit) dan biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk
mengekstraksi sumber daya alam. Penggunaan pendekatan surplus untuk
mengukur manfaat sumber daya alam merupakan pengukuran yang tepat karena
pemanfaatan sumber daya dinilai berdasarkan alternatif penggunaan terbaiknya
(best alternative use). Surplus ekonomi dapat dibedakan menjadi surplus
konsumen, surplus produsen dan rente sumber daya.
Persoalan yang sering timbul dalam pengelolaan sumber daya alam adalah
berbagai dampak negatif yang mengakibatkan manfaat yang diperoleh dari
sumber daya sering tidak seimbang dengan biaya sosial yang harus ditanggung.
Sebagai ilustrasi, kondisi sumber daya perikanan yang bersifat akses terbuka
sering dikatakan menyebabkan biaya sosial yang tinggi karena adanya kegagalan
pasar yang diakibatkan oleh ketiadaan hak kepemilikan yang jelas sehingga
over
fishing. Tingginya biaya soaial ini tercermin dari faktor produksi yang lebih besar
dari yang semestinya dalam mengeksploitasi sumber daya alam. Persoalan ini
muncul karena sumber daya alam ini termasuk kategori barang publik
(public good) sehingga menimbulkan konsumsi yang berlebihan (over
consumption). Dalam pandangan ekonomi, barang (goods) dapat
diklasifikasikan menurut kriteria-kriteria penggunaan atau konsumsinya dan hak
kepemilikannya. Dari sisi konsumsinya dapat diklasifikasikan apakah barang
tersebut menimbulkan ketersaingan untuk mengkonsumsinya atau tidak (rivalry).
Dari sisi hak kepemilikan, suatu barang dapat didilihat dari kemampuan
pemilik (produsen) untuk mencegah pihak lain untuk memilikinya. Sifat ini
sering disebut sebagai sifat yang excludable. Sebaliknya dari sisi pihak
konsumen, apakah konsumen memiliki hak atau tidak untuk mengkonsumsinya.
Berdasarkan sifat-sifat ini, barang publik secara umum dapat didefinisikan sebagai
barang dimana jika diproduksi maka produsen tidak memiliki kemampuan
mengendalikan siapa yang berhak mendapatkannya. Persoalan barang publik
timbul karena produsen tidak dapat meminta konsumen untuk membayar atas
konsumsi barang tersebut. Sebaliknya dari sisi konsumen, konsumen mengetahui
bahwa sekali diproduksi maka produsen tidak memiliki kendali sama sekali siapa
yang dapat mengkonsumsinya (Fauzi, 2010).
Sistem adalah suatu gugus dari elemen yang saling berhubungan dan
terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau suatu gugus dari tujuan-tujuan
(Manetsch & Park 1979 dalam Eriyatno, 1999). Dalam konteks tugas pokok dan
fungsi unit kerja, sistem adalah kumpulan interaksi atau aturan main atau
keterkaitan antara satu departemen atau lembaga dengan lembaga lain termasuk
sub lembaga lainnya (Hartrisari, 2007). Interaksi sistem digambarkan sebagai
suatu proses atau beberapa proses yang teratur dengan lingkungannya melalui
komponen masukan (input) dan keluaran (output) dari sistem tersebut. Dengan
demikian, setiap sistem memiliki komponen atau elemen yang saling terkait dan
terorganisir dengan suatu tujuan tertentu.
Disamping itu ada tiga pola pikir dasar dalam pendekatan sistem yaitu (1)
sibernetik, yaitu orientasi pada tujuan yang diperoleh melalui analisis kebutuhan,
(2) holistik, yaitu cara pandang yang utuh terhadap totalitas sistem dan (3) efektif,
yaitu hasil guna dapat dilaksanakan bukan sekedar pendalaman teoritis.
Pendekatan lintas disiplin sangat diperlukan guna memahami dunia nyata secara
efektif, terutama untuk memahami dan menyelesaikan masalah lingkungan.
Struktur dalam sistem juga harus merupakan struktur yang terintegrasi agar
informasi sistem dapat dipahami secara utuh dan bukan informasi parsial,
sehingga struktur informasi yang diperoleh akan terintegrasi yang mudah untuk
dipelajari (Forrester, 1961).
1
diterjemahkan dari situs Wikipedia, the free encyclopedia; Hard Systems; http://en.wikipedia.org/wiki/Hard_systems [3
Februari 2007]
mengarah pada model konseptual (normatif) yang bisa menghasilkan
perencanaan dan strategi.
BAB III. METODOLOGI KAJIAN
Tahapan ISM akan dibagi menjadi dua bagian, yaitu penyusunan hirarki
dan klasifikasi subelemen (Eriyatno & Sofyar, 2007) sebagai berikut:
1. Penyusunan hierarki
V jika eij = 1 dan eji = 0; V = subelemen ke-i harus lebih dulu ditangani
dibandingkan subelemen ke-j
A jika eij = 0 dan eji = 1; A = subelemen ke-j harus lebih dulu ditangani
dibandingkan subelemen ke-i
X jika eij = 1 dan eji = 1; X = kedua subelemen harus ditangani bersama
O jika eij = 0 dan eji = 0; O = kedua subelemen bukan prioritas yang
ditangani
(c) Hasil olahan tersebut tersusun dalam structural self interaction matrix
(SSIM). SSIM dibuat dalam bentuk tabel reachability matrix (RM) dengan
mengganti V, A, X dan O menjadi bilangan 1 dan 0.
30
2. Klasifikasi sub-elemen
Ketergantungan
(Dependence)
Dalam kajian ini ISM digunakan untuk melakukan analisis kebijakan yang
diperlukan guna pengembangan model ekonomi kehati. Tujuan dari analisis
kebijakan ialah untuk menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa
sehingga dapat memberikan landasan dari para pembuat kebijakan dalam
membuat keputusan (Quade, 1975 dalam Dunn, 2003).
Ada 2 (dua) instrumen analisis yang digunakan dalam kajian ini. Kedua
instrumen tersebut adalah survei dan observasi lapangan dan Forum Diskusi
Terarah (FGD).
3.3 Data
Data adalah deskripsi dari sesuatu dan kejadian yang kita hadapi. Data
yang berasal dari kata datum memiliki arti materi atau kumpulan fakta yang
dipakai untuk keperluan suatu analisa, diskusi, presentasi ilmiah, atau tes statistik
Data bisa menggambarkan sebuah representasi fakta yang tersusun secara
terstruktur.
TAHAP 1
Ruang lingkup
Seminar/
Faktor-faktor Sintesa hasil
FGD Workshop
kunci
Rapat Lintas
Sektor / TPRK Data sekunder
Strukturisasi
Strategi
40
BAB IV. PROFIL LOKASI STUDI
41
2013) dari kesembilan komoditas utama tersebut dapat dilihat pada tabel
berikut.
42
Tabel 4.1Jumlah produksi tanaman pangan Provinsi Jawa Barat tahun 2009-2013
Produksi (ton)
Tahun padi padi kacang kacang
jagung kedelai ubi jalar ubi kayu
sawah ladang tanah hijau
2009 10.924.508 398.173 787.599 60.257 89.454 16.195 469.646 2.086.187
2010 11.271.064 466.005 923.962 55.823 99.057 14.624 430.999 2.014.402
2011 11.180.651 453.239 945.104 56.166 73.705 14.221 429.378 2.058.784
2012 10.753.612 518.249 1.028.653 47.426 76.574 10.198 436.577 2.131.123
2013 11.538.472 544.690 1.101.998 48.636 91.573 11.002 485.065 2.138.532
1. Padi sawah
Produksi padi sawah di provinsi Jawa Barat pada tahun 2013 tercatat
11.538.472 ton gabah kering giling (GKG). Produksi ini mengalami peningkatan
sebesar 784.860 ton GKG atau naik sebesar 7,29 persen dibandingkan dengan
produksi padi sawah pada tahun 2012 sebesar 10.753.612 ton GKG. Peningkatan
produksi padi sawah tahun 2013 disebabkan oleh peningkatan produktivitas dan
penambahan luas panen. Produktivitas padi sawah mengalami kenaikan sebesar
1,33 persen dari 59,98 kuintal per hektar (ku/ha) tahun 2012 menjadi 60,78 ku/ha,
sedangkan luas panen tahun 2013 mencapai 1.898.455 ha, atau naik sebesar
5,88 persen dari tahun 2012 sebesar 1.792.955 ha.
1,950,000 61
61
1,900,000
60
1,850,000
60
1,800,000
59
1,750,000
59
1,700,000 58
2009 2010 2011 2012 2013
luas panen (ha) ,825,346 1,904,974 1,849,205 1,792,955 1,898,455
produktivitas (ku/ha) 1 59.85 59.17 60.46 59.98 60.78
Gambar 4.1Luas panen dan produktivitas padi sawah Provinsi Jawa Barat
2. Padi ladang
Produksi padi ladang di provinsi Jawa Barat pada tahun 2013 tercatat
544.690 ton gabah kering giling (GKG). Produksi ini mengalami peningkatan
sebesar 26.441 ton GKG atau naik sebesar 5 persen dibandingkan dengan
produksi padi ladang pada tahun 2012 sebesar 518.249 ton GKG. Peningkatan
produksi padi ladang tahun 2013 disebabkan oleh peningkatan produktivitas
dan
penambahan luas panen. Produktivitas padi sawah mengalami sedikit kenaikan
sebesar 0,63 persen dari 41,18 kuintal per hektar (ku/ha) tahun 2012 menjadi
41,44 ku/ha, sedangkan luas panen tahun 2013 mencapai 131.436 ha, atau
naik sebesar 5,59 persen dari tahun 2012 sebesar 125.844 ha.
150,000 45
130,000 40
110,000 35
90,000 30
70,000 25
50,000 20
2009 2010 2011 2012 2013
luas panen (ha) 124,857 132,683 115,261 125,844 131,436
produktivitas (ku/ha) 31.89 35.12 39.32 41.18 41.44
Gambar 4.2Luas panen dan produktivitas padi ladang Provinsi Jawa Barat
3. Jagung
Produksi jagung pada tahun 2013 tercatat sebesar 1.101.998 ton pipilan
kering. Produksi ini mengalami peningkatan sebanyak 73.345 ton atau naik
sebesar 7,13 persen dibandingkan dengan produksi jagung pada tahun 2012
sebanyak 1.028.653 ton pipilan kering. Peningkatan produksi jagung tahun 2013
disebabkan adanya peningkatan produktivitas dan luas panen. Produktivitas
jagung mengalami kenaikan 4,10 persen dari 69,22 kuintal per hektar tahun 2012
menjadi 72,06 kuintal per hektar pada tahun 2013. Sedangkan luas panen tahun
2013 mencapai 152.923 hektar, meningkat sebesar 4.322 hektar atau
mengalami
kenaikan sebesar 2,91 persen dibanding tahun 2012 yang mencapai 148.601
hektar.
170,000 80
140,000
60
110,000
40
80,000
50,000 20
2009 2010 2011 2012 2013
luas panen (ha) 136,707 153,778 147,152 148,601 152,923
produktivitas (ku/ha) 57.61 60.08 64.23 69.22 72.06
4. Kedelai
Produksi kedelai tahun 2013 tercatat sebesar 51.172 ton. Terjadi kenaikan
sebanyak 3.746 ton atau sebesar 7,90 persen dibandingkan dengan produksi
kedelai pada tahun 2012 yang mencapai 47.426 ton. Kenaikan produksi kedelai
tahun 2013 lebih disebabkan kenaikan luas panen yang mencapai 17,59 persen
bila dibandingkan dengan luas panen pada tahun 2012, dari 30.345 hektar pada
tahun 2012 menjadi 35.682 hektar pada tahun 2013. Sedangkan produktivitas
kedelai mengalami penurunan sebesar 8,25 persen dari 15,63 kuintal per hektar
tahun 2012 menjadi 14,34 kuintal perhektar tahun 2013.
50,000 20
40,000
15
30,000
10
20,000
5
10,000
0 0
2009 2010 2011 2012 2013
luas panen (ha) 41,775 36,700 35,674 30,345 35,682
produktivitas (ku/ha) 14.42 15.21 15.74 15.63 14.34
Gambar 4.4Luas panen dan produktivitas komoditas kedelai Provinsi Jawa Barat
5. Kacang Tanah
Produksi kacang tanah pada tahun 2013 tercatat sebesar 91.573 ton biji
kering. Produksi ini mengalami peningkatan sebanyak 14.999 ton atau naik
sebesar 19,59 persen dibandingkan dengan produksi kacang tanah pada tahun
2012 sebanyak 76.574 ton biji kering. Peningkatan produksi kacang tanah
tahun
2013 disebabkan adanya peningkatan luas panen dan produktivitas selama tahun
2013. Luas panen tahun 2013 mencapai 54.346 hektar, meningkat sebesar 777
hektar atau meningkat 1,45 persen dibanding tahun 2012 yang mencapai 53.569
hektar. Produktivitas kacang tanah juga mengalami kenaikan sebesar 17,91
persen dari 14,29 kuintal per hektar tahun 2012 menjadi 16,85 kuintal per hektar
pada tahun 2013.
20
80,000
15
60,000
10
40,000
20,000 5
0 0
2009 2010 2011 2012 2013
luas panen (ha) 61,498 67,901 48,641 53,569 54,346
produktivitas (ku/ha) 14.55 14.59 15.15 14.29 16.85
Gambar 4.5Luas panen dan produktivitas komoditas kacang tanah Provinsi Jawa
Barat
6. Kacang hijau
Produksi kacang hijau pada tahun 2013 tercatat sebesar 11.002 ton biji
kering. Produksi ini mengalami peningkatan sebesar 804 ton atau naik sebesar
7,88 persen dibandingkan dengan produksi kacang hijau pada tahun 2012
sebanyak 10.198 ton biji kering. Kenaikan produksi kacang hijau tahun 2013
disebabkan adanya kenaikan luas panen dan produktivitas. Luas panen tahun
2013 mencapai 9.121 hektar, naik sebesar 110 hektar atau mengalami kenaikan
sebesar 1,22 persen dibanding tahun 2012 yang mencapai 9.011 hektar.
Sedangkan produktivitas kacang hijau mengalami kenaikan sebesar 6,54 persen
dari 11,32 kuintal per hektar tahun 2012 menjadi 12,06 kuintal per hektar pada
tahun 2013.
20,000 15
15,000
10
10,000
5
5,000
0 0
2009 2010 2011 2012 20
luas panen (ha) 13,978 12,866 12,507 9,011 13
9,121
produktivitas (ku/ha) 11.59 11.37 11.37 11.32 12.06
Gambar 4.6Luas panen dan produktivitas komoditas kacang hijau Provinsi Jawa
Barat
7. Ubi jalar
Produksi ubi jalar pada tahun 2013 tercatat sebesar 485.065 ton ubi basah.
Produksi ini mengalami peningkatan sebanyak 48.488 ton atau naik sebesar 11,11
persen dibandingkan dengan produksi ubi jalar pada tahun 2012 sebanyak
436.577 ton ubi basah. Peningkatan produksi ubi jalar tahun 2013 disebabkan
adanya peningkatan luas panen dan produktivitas. Luas panen tahun 2013
mencapai 26.635 hektar, naik sebesar 104 hektar, atau mengalami kenaikan
sebesar 0,39 persen dibanding tahun 2012 yang mencapai 26.531 hektar.
Produktivitas ubi jalar mengalami peningkatan 10,67 persen dari 164,55 kuintal
per hektar tahun 2012 menjadi 182,12 kuintal per hektar pada tahun 2013
30,000 150
20,000 100
01
10,000 50
0 0
2009 2010 2011 2012 2013
luas panen (ha) 33,387 30,073 27,931 26,531 26,6
produktivitas (ku/ha) 140.67 143.32 153.73 164.55 182.
35
8. Ubi kayu
Produksi ubi kayu pada tahun 2013 tercatat sebesar 2.138.532 ton ubi
basah. Produksi ini mengalami peningkatan sebanyak 7.409 ton atau naik sebesar
0,35 persen dibandingkan dengan produksi ubi kayu pada tahun 2012 sebanyak
2.131.123 ton ubi basah. Peningkatan produksi ubi kayu tahun 2013 disebabkan
adanya peningkatan produktivitas, sedangkan luas panennya mengalami
penurunan. Produktivitas ubi kayu mengalami peningkatan 5,24 persen dari
212,77 kuintal per hektar tahun 2012 menjadi 223,92 kuintal per hektar pada
tahun 2013. Luas panen tahun 2013 mencapai 95.505 hektar, menurun sebesar
4.654 hektar atau mengalami penurunan 4,65 persen dibanding tahun 2012
yang mencapai 100.159 hektar.
120,000 270
100,000 220
80,000 170
60,000 120
40,000 70
20,000 20
2009 2010 2011 2012 2 3
luas panen (ha)
110,827 105,023 103,244 100,159 95,505
produktivitas (ku/ha)
188.24 191.81 199.41 212.77 223.92
Gambar 4.8Luas panen dan produktivitas komoditas ubi kayu Provinsi Jawa Barat
B. Sub Sektor Tanaman Sayuran
400000
PRODUKSI (TON)
300000
200000
100000
0
Bawang
Cabe Kentang Kubis Petai omat
Merah
Tahun 2012 115896 291907 261966 301241 206725 294012
Tahun 2013 114922 140181 249685 317527 228062 168428
T
Tanaman sayuran yang mengalami penurunan luas panen di Provinsi Jawa
Barat dari tahun 2012 sampai tahun 2013hanya dialami oleh tanaman cabe yaitu
sebesar 2,12 persen (243 ha), sedangkan tanaman sayuran yang mengalami
peningkatan luas panen berturut-turut adalah tomat sebesar 14,63 persen
(1.595 ha), cabe sebesar 12,05 persen (2.763 ha), petai sebesar 10,10 persen
(2.763
ha), kubis sebesar 4,75 persen (655 ha), dan kentang sebesar 0,71 persen (97
ha).
30000
Luas panen (Ha)
25000
20000
15000
10000
5000
0
Bawang Cabe Kentang Kubis Petai
Mera h Tomat
Tahun 2012 11438 22927 13627 13784 14194 10899
1
tahun 2013 11195 25690 13724 14439 15629 12494
1
10010000
produksi (kg)
80100000
60100000
40100000
20100000
100000
Jahe Lengkuas Kencur Kunyit
Tahun 2012 18728610 9961133 9024266 19715559
Tahun 2013 106496296 8477665 7103831 10254467
50100000
40100000
30100000
20100000
10100000
100000
Jahe Lengkuas Kencur Kunyit
Tahun 2012 10127961 5235827 5770503 7352691
Tahun 2013 50489399 4842086 5212565 5605148
50
Gambar 4.12Luas panen tanaman biofarmaka Provinsi Jawa Barat
1205000
produksi (ton)
905000
605000
305000
5000
Mangga Durian Jeruk Pisang Pepaya Salak
Tahun 2012 344205 76599 29860 1192861 75980 40816
Tahun 2013 434939 52845 32168 1045368 69930 122718
9,000 600,000
6,000 400,000
3,000 200,000
- -
2007 2008 2009 2010 2011
Perikanan Tangkap 7,187 8,153 7,645 10,385 11,168
Perikanan Budidaya 391,568 435,549 442,012 622,961 695,104
Produksi (ton)
No. Jenis Komoditas Jenis Manfaat
2012 2013
53
No. Jenis Komoditas Produksi (ton) Jenis Manfaat
1. Perikanan
14.707* 7.934** Bahan pangan
Tangkap
2. Perikanan
170.684* 179.980** Bahan pangan
Budidaya
Keterangan: * Data tahun 2010, ** data tahun 2011 Sumber : BPS (2014c)
54
Tipe vegetasi diatas, hampir dijumpai di beberapa kabupaten, berikut
disajikan hasil eksplorasi/perkiraan tipe ekosistem yang tersebar di Provinsi Jawa
Barat.
2. Indramayu dan Kawasan dataran sekitar pantai dan Ekosistem air masin dan air
sekitarnya lahan sawah tawar
7. Bandung dan Kawasan Bandung Barat mulai dari Ekosistem lahan pamah,
sekitarnya Lembang kearah Padalarang, penggunungan rendah,
melewati daerah parompong . peggunungan tinggi,
dilanjutkan ke Cililin, Sindangkerta, kawasan pemukiman, dan
Gunung Halu. Melalui SIndangkerta, sawah, ekosistem situ, rawa
menuju Ciwidey, Perkebunan Teh, dan danau/waduk dan
No Kabupaten Kawasan yang dieksplorasi dan Tipe ekosistem
observasi
Gambung, Gunung Tilu, Rancabali, sungai.
Situ Patenggang, Perkebunan Teh
Montaya, Melania, Pangalengan,
Situ Cileunca, Perkebunan Teh
Malabar, Cisanti Hulu sungai
Citarum, hutan Gunung Wayang,
Windu Cibeureum dan Paseh
8. Garut dan Kawasan Hutan disekitar jalur Garut Ekosistem hutan lahan
sekitarnya hingga Kamojang, lereng utara pada pamah, ekosistem
jalur Kamojang, Ibun dan Majalaya, pegunungan sedang dan
kec. Indihiang pemukiman
Setiap tipe ekosistem memiliki manfaat baik secara langsung maupun tidak
langsung oleh kehidupan manusia. Salah satu contohnya adalah ekosistem
pegunungan tinggi, umumnya ekosistem hutan pegunungan tinggi mempunyai
fungsi untuk melindungi gerakan tanah, menahan erosi, abrasi, membantu dan
menyimpan air hujan dan banyak lagi manfaat yang lain. Manfaat ekosistem
seperti ini dikenal dengan istilah jasa ekosistem.
Salah satu contoh jasa ekosistem yang telah dinikmati oleh sebagian
masyarakat Provinsi Jasa Barat adalah tersedianya mata air yang berada
dikawasan Gunung Ciremai dan hutan lindung di sekitar situ Cisanti Gunung
Wayang. Kelimpahan air dikawasan tersebut telah memenuhi kebutuhan air bagi
masyarakat yang ada di sekitar kaki gunung Ciremai, bahkan Kota Kuningan dan
Kabupaten Cirebon ikut menikmati jasa ekosistem ini. Pada tahun 2013 tercatat
bahwa PDAM Kab. Cirebon telah memenuhi keperluan air baku bagi masyarakat
sebanyak 55.000 pelanggan dan pada tahun 2018 Pemerintah Kab. Cirebon
mencanangkan untuk menjangkau sekitar 70.000 pelanggan (BLHD, 2013).
Manfaat ekosistem lainnya yang terdapat di Provinsi Jawa Barat adalah
ekosistem Karst. Istilah karst merupakan bentang alam yang secara khusus
berkembang dari batuan karbonat seperti batu kapur dan tersusun akibat proses
karstifikasi dalam skala ruang dan waktu geologi (LIPI, 2014).
Kawasan karst di Provinsi Jawa Barat merupakan bagian perbukitan karst
Pulau Jawa pada jalur Pangandaran-Karangbolong-Gunungsewu-Blambangan
dan Jalur Bogor-Kendeng-Rembang. Secara lokal kawasan karst terdapat
didaerah Bogor sampai Cibinong, Purwakarta Banjar, Pangandaran dan kawasan
Padalarang disebelah barat Bandung (BLHD, 2013).
Keberadaan kawasan karst merupakan berkah sekaligus bencana. Karst
merupakan bahan baku utama dalam pembuatan semen dan beberapa furniture
seperti marmer dan lain-lain sehingga banyak pengusaha yang berminat untuk
melakukan aktivitas penambangan, dilain pihak keberadaan ekosistem karst
merupakan habitat dari beberapa flora dan fauna. Sebagai contoh kawasan karst
Ciampea-Bogor ditemukan sekitar 101 jenis pohon yang tergolong dalam 38
famili. Jenis dari family Moraceae, Rubiacea dan Euphorbiaceae yang dapat
bertahan hidup di kawasan ini. Sedangkan jenis fauna yang dijumpai seperti
kelelawar jenis Megaderma spasma (kelelawar vampire palsu), Cynopterus
Sphinx (Cocodot barong), Eonycteris spelae (lalai kembang), Macroglossus
Sobrinus (cecadu pisang besar), Rhinolophus affinis (prok-bruk hutan),
Rhinolophus spusillus (prok-bruk kecil) dan Rhinolophus stheno (prok-bruk steno)
banyak tersebar di kawasan karst Gudawang, Ciampea dan Padalarang (BHLD,
2013)
Menurut Brahmantyo (2012) Karst di kawasan Tataran Sunda memiliki
beberapa peluang untuk dikembangkan, diantaranya:
1. Pengembangan kawasan sebagai kawasan lindung untuk keunikan
bentang alam dan sumber air bersih (sesuai PP 26/2008 tentang RTRWN)
2. Pengembangan kawasan sebagai destinasi wisata (Gua Pawon,
Sangiangtikoro, Gua Hawu, Pr. Pabeasan, G. Guhawalet, dan beberapa
tempat lain yang belum dieksplorasi lebih lanjut) terutama pariwisata minat
khusus (speleologi, panjat tebing, hiking, maupun ekowisata dan
geowisata)
3. Pengembangan ajang nasional atau internasional untuk panjat tebing.
4. Lokasi ekskursi bagi Geologi yang berskala nasional bahkan internasional
(telah beberapa kali menjadi daerah tujuan ekskursi bagi para geologi
internasional yang berminat pada bidang geologi minyak bumi, dan geologi
lingkungan).
B. Kampung Adat
Provinsi Jawa Barat terkenal dengan sekian banyak kampung adat yang
dapat dijumpai pada setiap kabupaten/kota. Setiap kampung adat memiliki
berbagai kearifan lokal yang terkait dengan pemanfaatan sumber daya alam
hayati secara berkelanjutan. Salah satu kearifan lokal yang diterapkan oleh
masyarakat Ciogong, Cianjur Selatan adalah upaya pemberantasan walang sangit
(Riptorus lineatus) dengan menggunakan asap yang ditimbulkan akibat dari
pembakaran tumbuhan walang sangit (Zingiber inflexum) dan tumbuhan sereh
wangi (Cymbopogon nardus). Di tempat lain, seperti di daerah enclave hutan
lindung Pembarisan perbatasan antara kabupaten Kuningan dan kabupaten
Ciamis, masyarakat memanfaatkan macan tutul untuk menghalau babi hutan yang
akan masuk dalam areal pertanian. Cara yang ditempuh sangat sederhana yaitu
masyarakat membuat api unggun di sekitar areal pertanian. Kehangatan api
unggun akan mengundang macan tutul untuk ikut memanaskan diri sambil tiduran
di dekat api unggun, akibatnya babi hutan tidak berani mendekat ke areal
pertanian warga (BLHD, 2013)
Keberadaaan kampong adat telah mengundang minat wisatawan dan peneliti
untuk mengetahui lebih dalam mengenai kearifan lokal yang dianutnya atau hanya
untuk menikmati keindahan alam akibat dari terjaganya ekosistem yang ada. Hal
ini juga merupakan berkah bagi masyarakat adat untuk menjual aneka kerajinan
tangan sehingga memperoleh pendapatan ekonomi selain dari hasil pendapatan
hasil bumi. Berikut sebaran kampung adat yang ada di Provinsi Jawa Barat:
11. Gede Kasepuhan Sukabumi Kampung adat ini masuk dalam wilayah
Ciptagelar Kampung Sukamulya, Desa Simaresmi,
Kecamatan Cisiolok.
Upaya pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk melindungi alih fungsi lahan
pertanian untuk pembangunan lain telah diatur dalam Perda No. 27 tahun 2010
tentang Perlindungan Lahan Pertanian yang Berkelanjutan. Tujuan dari perda ini
adalah melaksanakan pembinaan, pengawasan dan pengendalian alih fungsi
lahan pertanian pangan guna menjamin ketersediaan lahan pertanian pangan
secara berkelanjutan, melalui pemberian insentif kepada petani dan penerapan
disinsentif kepada pihak yang melakukan alih fungsi lahan pertanian pangan.
Selain itu, untuk menjamin ketersediaan air untuk mendukung lahan pertanian
khususnya sawah irigasi, pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mengeluarkan
Perda No. 4 tahun 2008 tentang irigasi. Perda ini mengatur Irigasi dikelola untuk
mengatur pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi di Daerah secara efisien
dan efektif, terarah dan berkelanjutan, serta mengutamakan kepentingan petani.
Selain itu, sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Nomor 500/kep.66-org/2014
mengenai program dan kegiatan unggulan Provinsi Jawa Barat. Diantara program
dan kegiatan ungulan Provinsi Jawa Barat di bidang pertanian antara lain
mempersiapkan lahan cetak sawah baru 100.000 Ha tahun 2015, kontribusi
surplus 10 juta ton beras dan melakukan pengelolaan jaringan irigasi terpadu.
Dalam rangka meningkatkan produktivitas lahan perkebunan, pemerintah Provinsi
Jawa Barat telah mengeluarkan Perda nomor 8 tahun 2013 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Perkebunan, tujuan dari perda ini antara lain meningkatkan
produktivitas, nilai tambah, dan daya saing dibidang perkebunan, menyediakan
lapangan kerja dan mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam secara
berkelanjutan.
60
Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat, Bappeda Provinsi Jawa Barat
mempunyai tugas pokok melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan
teknis perencanaan pembangunan dan penyusunan serta pelaksanaan kebijakan
perencanaan pembangunan Daerah, sedangkan fungsi Bappeda Provinsi Jawa
Barat adalah
Isu strategis Provinsi Jawa Barat tahun 2016 yang mencakup bidang fisik
dan bidang ekonomi adalah:
1. Bidang Fisik:
a. Kualitas lingkungan hidup untuk mendukungterwujudnya Jabar
Green Province.
b. Cakupan dan Kualitas Pelayanan Infrastruktur Dasardan Strategis,
Moda Transportasi sertapengembangan permukiman.
c. Ketahanan Energi dan Kualitas Air Baku.
2. Bidang Ekonomi:
a. Pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan masyarakat.
b. Pengembangan Industri Wisata Jawa Barat
c. Pasar global dan Asean – China Free Trade Area (ACFTA)
d. Alih fungsi lahan dari pertanian ke non-pertanian dan penertiban
okupasi lahan tidur (HGU)
e. Ketahanan Pangan
f. Peningkatan Daya Beli Masyarakat.
Struktur organisasi Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat terdiri atas kepala
dinas, sekretaris, 3 (tiga) kepala sub bagian, 4 (empat) kepala bidang yaitu (1)
bidang sumber daya; (2) bidang produksi tanaman pangan; (3) bidang produksi
tanaman horikultura; (4) bidang bina usaha, dan 12 kepala seksi.
3. Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) Lembang, Kementerian
Pertanian
Saat ini, Balitsa lembang dipimpin oleh Kepala Balitsa, 2 (dua) kepala seksi
yaitu kepala seksi pelayanan teknis (Kasie Yantek) dan Kepala seksi jasa
penelitian (Kasie Jastek); 1 (satu) kepala bagian tata usaha dan didukung dengan
kelompok fungsional. Secara keseluruhan, sumber daya manusia yang terdapat di
Balitsa Lembang terdiri dari 5 (lima) jabatan yaitu (1) jabatan peneliti yang terbagi
dalam 3 (lima) bidang yaitu peneliti ekofisiologi, peneliti entomologi dan
fitopatologi, dan peneliti pemuliaan dan plasma nutfah; (2) Jabatan structural; (3)
Jabatan fungsional khusus; (4) Jabatan fungsional umum dan (5) Jabatan teknisi
penelitian dan perekayasaan.
Produksi padi sawah di provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2013 tercatat
529.580 ton gabah kering giling (GKG). Produksi ini mengalami peningkatan
sebesar 42.069 ton GKG atau naik sebesar 7,94 persen dibandingkan dengan
produksi padi sawah pada tahun 2012 sebesar 487.511 ton GKG. Peningkatan
produksi padi sawah tahun 2013 disebabkan oleh peningkatan produktivitas
sebesar 0,92 persen dari 51,18 kuintal per hektar (ku/ha) tahun 2012 menjadi
51,65 ku/ha tahun 2013. Sedangkan luas panen tahun 2013 mengalami
penurunan sebesar 1,39 persen dari 965.523 ha tahun 2012 turun menjadi
952.048 ha tahun 2013 (selisih 13.475 ha).
1,000,000 52
950,000
51
900,000
50
850,000
49
800,000
750,000 48
2009 2010 2011 2012 2013
luas panen (ha) 853,591 877,946 881,874 965,523 952,048
produktivitas (ku/ha) 50.30 49.50 50.74 51.18 51.65
Gambar 4.15 Luas panen dan produktivitas padi sawah Provinsi Sulawesi Selatan
2. Padi ladang
70
35,000 50
30,000
40
25,000
30
20,000
15,000
20
10,000
10
5,000
0 0
2009 2010 2011 2012 2013
luas panen (ha) 8,341 8,408 7,358 15,871 31,059
produktivitas (ku/ha) 35.75 43.57 44.56 38.90 38 .29
Gambar 4.16Luas panen dan produktivitas padi ladang Provinsi Sulawesi Selatan
3. Jagung
Produksi jagung pada tahun 2013 tercatat sebesar 1.250.203 ton pipilan
kering. Produksi ini mengalami penurunan sebanyak 265.127 ton atau turun
sekitar 17,49 persen dibandingkan dengan produksi jagung pada tahun 2012
sebanyak 1.515.330 ton pipilan kering. Penurunan produksi jagung tahun 2013
disebabkan adanya penurunan luas panen dan produktivitas. Luas panen tahun
2013 mencapai 274.046 hektar, turun sebesar 51.283 hektar atau sekitar 51,28
persen dibanding tahun 2012 yang mencapai 325.329 hektar. Produktivitas jagung
juga mengalami penurunan sebesar 1 persen dari 46,58 ku/ha tahun 2012
menjadi 45,62 ku/ha tahun 2013.
50
340,000
40
260,000
30
180,000
100,000 20
2009 2010 2011 2012 2013
luas panen (ha) 299,669 303,375 297,126 325,329 274,046
produktivitas (ku/ha) 46.58 44.27 47.80 46.58 45.62
Gambar 4.17Luas panen dan produktivitas padi ladang Provinsi Sulawesi Selatan
4. Kedelai
Produksi kedelai Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2013 tercatat sebesar
45.693 ton. Terjadi kenaikan sebanyak 15.755 ton atau sebesar 52,62 persen
dibandingkan dengan produksi kedelai pada tahun 2012 yang mencapai 29.938
ton. Kenaikan produksi kedelai tahun 2013 lebih disebabkan peningkatan luas
panen yang mencapai 54,96 persen bila dibandingkan dengan luas panen pada
tahun 2012, dari 19.964 hektar pada tahun 2012 menjadi 30.937 hektar tahun
2013.
40,000 18
16
30,000
14
20,000
12
10,000 10
2009 2010 2011 2012 2013
luas panen (ha) 25,792 23,641 21,441 19,964 30,937
produktivitas (ku/ha) 16.00 15.11 15.73 15.00 14.77
Gambar 4.18 Luas panen dan produktivitas kedelai Provinsi Sulawesi Selatan
5. Kacang tanah
Produksi kacang tanah pada tahun 2013 tercatat sebesar 28.408 ton biji
kering. Produksi ini mengalami peningkatan sebanyak 1.006 ton atau naik sebesar
3,67 persen dibandingkan dengan produksi kacang tanah pada tahun 2012
sebanyak 27.402 ton biji kering. Peningkatan produksi kacang tanah tahun
2013
disebabkan adanya produktivitas selama tahun 2013. Produktivitas kacang tanah
mengalami peningkatan sebesar 28,72 persen dari 11,73 ku/ha tahun 2012
menjadi 15,10 kuintal per hektar pada tahun 2013. Sedangkan luas panen tahun
2013 mengalami penurunan sebesar 19,43 persen, turun dari 23.351 ha tahun
2012 menjadi 18.812 ha tahun 2013.
40,000 18
16
30,000
14
20,000
12
10,000 10
2009 2010 2011 2012 2013
luas panen (ha) 25,785 30,528 15,192 23,351 18,812
produktivitas (ku/ha) 15.54 13.72 16.33 11.73 15.10
6. Kacang hijau
Produksi kacang hijau pada tahun 2013 tercatat sebesar 18.341 ton biji
kering. Produksi ini mengalami penurunan sebesar 4.282 ton atau turun sebesar
18,92 persen dibandingkan dengan produksi kacang hijau pada tahun 2012
sebanyak 22.623 ton biji kering. Peunurunan produksi kacang hijau tahun 2013
disebabkan adanya penurunan luas panen dan produktivitas. Luas panen tahun
2013 mencapai 14.226 hektar, turun sebesar 2.917 hektar atau mengalami
penurunan sebesar 17 persen dibanding tahun 2012 yang mencapai 17.143
hektar. Sedangkan produktivitas kacang hijau juga mengalami penurunan sebesar
2,34 persen.
40,000 15
30,000 10
20,000 5
10,000 0
2009 2010 2011 2012 2013
luas panen (ha) 17,966 21,009 31,079 17,143 14,226
produktivitas (ku/ha) 12.97 12.59 13.22 13.20 12.89
Gambar 4.20Luas panen dan produktivitas kacang hijau Provinsi Sulawesi Selatan
7. Ubi kayu
Produksi ubi kayu pada tahun 2013 tercatat sebesar 73.762 ton ubi basah.
Produksi ini mengalami penurunan sebesar 20.712 ton atau turun sebesar 21,92
persen dibandingkan dengan produksi ubi kayu pada tahun 2012 sebanyak
94.474 ton ubi basah. Penurunan produksi ubi kayu tahun 2013 disebabkan
adanya penurunan luas panen dan produktivitas. Luas panennya mengalami
penurunan sebesar 21,40 persen atau turun sekitar 6.734 ton ubi basah.
Sedangkan produktivitas turun sebesar 19,25 persen
40,000 250
30,000 200
20,000 150
10,000 100
2009 2010 2011 2012 2013
luas panen (ha) 26,944 25,010 20,268 31,454 24,720
produktivitas (ku/ha) 161.39 140.48 182.62 217.14 175.32
Gambar 4.21Luas panen dan produktivitas ubi kayu Provinsi Sulawesi Selatan
8. Ubi Jalar
Produksi ubi jalar pada tahun 2013 tercatat sebesar 474.542 ton ubi basah.
Produksi ini mengalami penurunan sebanyak 208.453 ton atau turun sekitar 21,40
persen dibandingkan dengan produksi ubi jalar pada tahun 2012 sebanyak
682.995 ton ubi basah. Penurunan produksi ubi jalar tahun 2013 disebabkan
adanya penurunan luas panen. Luas panen tahun 2013 mengalami penurunan
sekitar 29 persen atau sebesar 1.965 ha.
200
9,000
150
7,000
100
5,000
50
3,000
1,000 0
2009 2010 2011 2012 2013
luas panen (ha) 5,370 5,058 5,391 6,774 4,809
produktivitas (ku/ha) 127.32 113.71 124.18 139.46 147.16
Gambar 4.22Luas panen dan produktivitas ubi jalar Provinsi Sulawesi Selatan
B. Sub Sektor Tanaman Sayuran
70000
PRODUKSI (TON)
60000
50000
40000
30000
20000
10000
Bawang Cabe Kentang Kubis Petai
Merah Tomat
7000
5000
3000
1000
Bawang
Cabe Kentang Kubis Petai Tomat
Merah
Tahun 2012 4518 8234 1816 2110 2897 4561
Tahun 2013 4569 7699 2018 2370 2507 4286
4010000
3010000
2010000
1010000
10000
Jahe Lengkuas Kencur Kunyit
Tahun 2012 3870240 3133826 53306 1277159
Tahun 2013 3647663 2431188 66920 1622505
1510000
1010000
510000
10000
Jahe Lengkuas Kencur Kunyit
Tahun 2012 1669473 453057 30231 465912
Tahun 2013 1380119 717961 21473 895545
90,000
50,000
10,000
Mangga Durian Jeruk Pisang Pepaya Salak
Tahun 2012 15 ,006 38,210 46,054 149,061 42,517 13,572
8
Tahun 2013 14 ,117 52,393 46,370 185,354 30,688 11,811
8
1,100,000
PRODUKSI (TON)
900,000
700,000
500,000
300,000
100,000
2007 2008 2009 2010 2011
Perikanan Budidaya 297,677 272,891 233,607 534,456 600,241
Perikanan Tangkapp 415,727 461,593 627,383 1,024,310
815,777
Produksi (ton)
No. Jenis Komoditas Jenis Manfaat
2012 2013
80
No. Jenis Komoditas Produksi (ton) Jenis Manfaat
Potensi Kehati non pangan Sulawesi Selatan yang telah memberikan nilai
ekonomi adalah jasa lingkungan kawasan karst yang terletak di Kabupaten Maros
dan Kabupaten Pangkep (selanjutnya disebut Kawasan Karst Maros Pangkep-
KKMP). KKMP memiliki luas sekitar 40.000 Ha yang telah terbagi dalam dua
kawasan yaitu kawasan budidaya dengan luas 20.000 Ha dan sisanya 20.000 Ha
masuk dalam bagian Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung (TN-BABUL)
dengan luas sekitar 43.750 Ha sebagai kawasan konservasi (Kurniawan et al.,
2008).
KKMP memiliki dua jasa lingkungan yang memiliki nilai ekonomi yaitu jasa
lingkungan sumber daya air dan jasa lingkungan pariwisata. Hasil pengitungan
valuasi ekonomi yang dilakukan oleh Kurniawan et al. (2008)memperoleh nilai
guna langsung dari pemanfaatan sumber air untuk menunjang kebutuhan air baku
dan pengairan irigasi bagi masyarakat di sekitar KKMP diperoleh nilai sebesar
Rp. 406.579.689.900. Nilai guna langsung dari jasa lingkungan pariwisata KKMP
yang meliputi UPTD Rekreasi Bantimurung untuk wisata umum, Tempat Pra
Sejarah (TPS) Sumpang Bita untuk wisata sejarah, serta Taman Wisata Alam
(TWA) Gua Pattunuang dan lokasi lain sekitar TN Babul untuk wisata minat
khusus dihitung berdasarkan jumlah kunjungan wisatawan didaerah tersebut. Nilai
ekonomi yang diperoleh sebesar Rp. 793.338.928.200 setiap tahunnya.
Nilai guna tidak langsung KKMP yang dihitung berupa nilai kawasan guna
mencegah bencana alam berupa longsor, banjir atau kekeringan akibat kerusakan
lingkungan. Hal ini berkaitan dengan kelestarian kawasan karst sebagai
penyangga ekosistem sekitarnya. Kelestarian kawasan karst berarti terjaganya
hutan dan keanekaragaman hayati yang ada di dalam kawasan ini. Hal ini akan
berdampak secara tidak langsung terhadap kelangsungan hidup masyarakat di
dalam dan di sekitar kawasan. Nilai guna tidak langsung KKMP diperoleh adalah
sebesar Rp. 808.117.741.600 setiap tahunnya
82
Wilayah Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan, pemerintah Provinsi Sulawesi
Selatan bersama dengan Pemerintah Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkep
telah mengeluarkan beberapa kebijakan seperti yang ada pada tabel berikut:
85
Sumber : diolah dari Oka et al. (2013)
86
ekonomi terdiri atas 2 (sub) bidang yaitu (1) sub bidang Pertanian, Industri,
Perdagangan, Pariwisata dan Investasi dengan tugas pokok mempersiapkan data
dan informasi sektor pertanian, perindustrian, perdagangan, pariwisata dan
investasi dalam menyusun program dan rencana pembangunan, (2) Sub Bidang
Ekonomi Makro yang mempunyai tugas pokok mempersiapkan data dan informasi
dan menyusun rencana program pembangunan pada sektor ekonomi makro
koperasi usaha kecil dan menengah, pertambangan dan energi, pendapatan
daerah, perbankan dan lembaga keuangan lainnya. sedangkan bidang Sumber
Daya Alam dan Prasarana Wilayah mempunyai tugas, yaitu: (i) perumusan
kebijakan dan penyusunan perencanaan pembangunan daerah bidang sumber
daya alam dan prasarana wilayah; (ii) pelaksanaan koordinasi dan (iii) sinkronisasi
perencanaan pembangunan daerah lingkup bidang sumber daya alam dan
prasarana wilayah; (iv) pelaksanaan fasilitasi dan investigasi usulan-usulan
perencanaan pembangunan dari sektor maupun dari kabupaten/kota;dan (v)
pelaksanaan tugas kedinasan lain sesuai bidang tugasnya. Bidang ini dibantu
oleh:
90
Pusat Pengelolaan Ekoregion (PPE) Sumapapua. Saat ini, sejak tahun 2012
dengan dibentukanya PPE Papua, maka PPE Sumapapua berubah menjadi PPE
Sulawesi dan Maluku.
91
pencemaran lingkungan dan/atau kerusakan lingkungan akibat
pemanfaatan sumber daya alam ekoregion serta fasilitasi penaatan
hukum lingkungan.
d. Bidang Peningkatan Kapasitas; dan
e. Kelompok Jabatan Fungsional.
Balai Besar KSDA Sulsel berdiri pada tahun 1973 telah mengalami
perubahan dalam hal struktur organisasi. Balai Besar KSDA Sulsel merupakan
penggabungan dari 2 UPT pusat setingkat eselon 3 di Sulawesi Selatan yaitu
BKSDA Sulsel I (Makassar) dan BKSDA Sulsel II (Parepare).
Secara struktur BKSDA Sulawesi Selatan dipimpin oleh Kepala Balai Besar
dan dibantu dengan 4 (empat) kepala bidang yaitu (i) bidang teknis KSDA terdiri
atas seksi pemanfaatan dan pelayanan dan seksi perlindungan, pengawetan dan
perpetaan, (ii) bagian tata usaha terdiri atas sub bagian umum, sub bagian
perencanan dan kerjsama dan sub bagian data, evaluasi lapangan dan hubungan
masyarakat, (iii) bidang KSDA wilayah I terdiri atas kepala SKW I dam Kepala
SKW II dan (iv) bidang KSDA wilayah II terdiri atas kepala SKW III dan kepala
seksi PKH dan satu kelompok jabatan fungsional yang terdiri atas Pengendali
Kebakaran Hutan (PEH), Polisi Hutan dan Penyuluh.
2 Perikanan Budidaya
a. Budidaya Laut 183.7 12,416.6
b. Tambak 301.2 28,776.0
c. Kolam 406.8 22,307.5
d. Keramba 9.8 3,880.0
e. Jaring Apung 179.0 7,259.2
f. Sawah 26.8 1,283.5
TOTAL 1,291.0 147,939.0
Sumber: dihitung dari BPS (2014c)
100
bahan-bahan farmasi dan kosmetik yang digolongkan menjadi medicinal
and aromatic plants (MAP), medicinal and vegetable saps and extract, dan
alkaloid.
b. Jasa pengaturan
Manusia dan hewan serta mikroba sangat tergantung pada tanaman untuk
hidupnya dalam rangka untuk memproduksi dan menyimpan biomasa dan unsur
hara. Hewan juga dibutuhkan oleh manusia sebagai sumber pangan. Untuk
memenuhi kebutuhan pangan yang berasal dari hewan maka manusia
memelihara hewan dalam jumlah yang besar, bahkan populasinya melebih
populasi manusia. Populasi manusia dan hewan serta tumbuhan memproduksi
limbah organik yang besar. Limbah organik ini akan mengganggu manusia jika
tidak ada beragam mikroba yang dengan sukarela melakukan dekomposisi
terhadap limbah organik ini. Kontribusi ekonomi keanekaragaman hayati dalam
pengolahan limbah organik disajikan pada Tabel 5.8. Sedangkan kontribusi
keanekaragaman hayati yang mengatur iklim mikro dan hidrologi sehingga dapat
mensuplai air, baik untuk kebutuhan irigasi pertanian maupun air minum di
Provinsi Jawa Barat pada tahun 2013 disajikan pada Tabel 5.9.
Tabel 5.7Kontribusi ekonomi keanekaragaman hayati sebagai contributor
penyerbukan di Provinsi Jawa Barat tahun 2013
No Jenis Produk Produksi Indeks Kontribusi Ekonomi
*)
(ribu ton) Ketergantungan (miliar rupiah)
1 Kacang tanah 48.6 0.4 94.9
2 Kacang hijau 91.6 0.2 168.5
3 Kedelai 11 0.2 15.8
4 Bawang merah 114.9 1 2,151.20
5 Tomat 168.4 0.2 138.9
6 Cabe merah 140.2 0.2 522.9
7 Mangga 434.9 0.6 1,600.00
8 Jeruk siam 32.2 0.9 202.7
9 Pepaya 69.9 0.2 31.5
10 Kelapa 109.8 0.4 75.9
11 Kopi 15.7 0.4 71.7
12 Coklat 2.7 0.8 34.7
13 Kelapa sawit 24.9 0.2 6.2
TOTAL 1,264.8 5,114.9
Sumber: dihitung dari BPS (2014c)
Total nilai ekonomi untuk kehati Provinsi Jawa Barat sebesar Rp. 294,549.6
Miliar atau Rp. 294,6 Triliun. Adapun nilai tersebut berasal dari kontribusi sumber
bahan pangan sebesar Rp. 260.147,9 Miliar; sumber bahan obat, kesehatan dan
kosmetika sebesar Rp. 557,7 Miliar; Pengolahan limbah organik sebesar Rp
4.765,8 Miliar; Penyerbukan tanaman sebesar Rp. 4.447,0 Miliar; Suplai air
sebesar Rp. 24.051,5 Miliar; dan Wisata keindahan alam sebesar Rp. 579,7
Miliar. Nilai ekonomi tersebut masih under value atau lower bound dari manfaat
ekonomi nyata keanekaragaman hayati karena beberapa nilai guna langsung dan
nilai guna tidak langsung belum dihitung. Nilai guna langsung yang belum dihitung
misalnya sumber biomasa pangan alternatif dan sumber bahan kosmetik dan obat
seperti keragaman genetik, mikroorganisme, dan enzim.
2 Perikanan Budidaya
a. Budidaya Laut 5,769.7 12,416.6
b. Tambak 1,756.8 28,776.0
c. Kolam 1,433.8 22,307.5
d. Keramba 178.4 3,880.0
e. Jaring Apung 455.0 7,259.2
f. Sawah 81.8 1,283.5
TOTAL 15,504.7 155,316.1
Sumber: dihitungdari BPS (2014c)
110
Tabel 5.19Kontribusi ekonomi keanekaragaman hayati sebagai biomasa produk
peternakan di Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2013
Produksi Kontribusi Ekonomi
No Jenis Produk
(ribu ton) (miliar rupiah)
1 Sapi potong 103.7 3,695.00
2 Kerbau 5.2 221.7
3 Kambing 1.5 83.9
4 Domba 0.1 2.8
5 Babi 3.5 88.3
6 Ayam buras 6.4 206.4
7 Ayam petelur 1.9 58.9
8 Ayam pedaging 12 381.1
9 Itik 0.8 16
10 Telur ayam kampung 12.2 231.1
11 Telur ayam ras 75 1,227.20
TOTAL 222.3 6,212.4
Sumber: dihitung dari BPS (2014c)
2 Perikanan Budidaya
a. Budidaya Laut 5,769.7 12,416.6
b. Tambak 1,756.8 28,776.0
c. Kolam 1,433.8 22,307.5
d. Keramba 178.4 3,880.0
e. Jaring Apung 455.0 7,259.2
f. Sawah 81.8 1,283.5
TOTAL 15,504.7 155,316.1
sumber: dihitung dari BPS (2014c)
b. Jasa Pengaturan
113
tumbuhan berbunga (Angiospermae) dan dapat meningkatkan produksi tanaman
pertanian. Namun, tepung sari merupakan substansi yang tidak dapat bergerak
sendiri sehingga memerlukan agen pembantu dalam proses penyerbukan. Agen
yang dapat membantu proses penyerbukan antara lain angin, air, gaya gravitasi
maupun agen hayati seperti burung, lebah dan serangga lain. Agen hayati
mempunyai efektifitas penyerbukan yang lebih tinggi dibanding agen non-hayati.
Lebih kurang sepertiga sumber produk pangan manusia sangat tergantung
kepada tanaman yang penyerbukannya harus dibantu serangga. Efektifitas
penyerbukan akan mempengaruhi secara positif tingkat produksi tanaman
pertanian. Oleh karena itu, penurunan populasi polinator akibat konversi
penggunaan lahan hutan maupun peningkatan penggunaan pestisida akan dapat
menyebabkan peningkatan kegagalan reproduksi dan produksi tanaman pertanian
(Abrol, 2012). Penurunan jenis dan populasi agen hayati penyerbuk akan
menyebabkan penurunan frekuensi dan intensitas penyerbukan yang secara
langsung mengakibatkan menurunnya produktivitas pertanian. Penilaian
kontribusi ekonomi jasa penyerbukan di Provinsi Sulawesi Selatan disajikan pada
Tabel 5.22.
Total nilai ekonomi untuk kehati Provinsi Sulawesi Selatan sebesar Rp.
51.986,7 Miliar atau Rp. 51,9 Triliun. Adapun nilai tersebut berasal dari kontribusi
sumber bahan pangan sebesar Rp. 41.087,3 Miliar; sumber bahan obat,
kesehatan dan kosmetika sebesar Rp. 76,5 Miliar; Pengolahan limbah organik
sebesar Rp 4.999,5 Miliar; Penyerbukan tanaman sebesar Rp. 4.623,5 Miliar;
Suplai air sebesar Rp. 406,6 Miliar; dan Wisata keindahan alam sebesar Rp.
793,3 Miliar. Keterbatasan ketersediaan data menyebabkan nilai estimasi
merupakan nilai lower-bound dari manfaat ekonomi nyata keanekaragaman
hayati, sumber daya hayati dan jasa ekosistem karena beberapa jasa belum
terhitung.
120
Gambar 5.6Hasil simulasi produksi perikanan dan kelautan Provinsi Jabar.
Hasil simulasi nilai jasa lingkungan salah satu kawasan karst Provinsi Sulsel
(KKMP) memperlihatkan kecenderungan pertumbuhan positif naik pada tahun
simulasi 2009 sampai 2025. Pertumbuhan wisatawan antara 4% hingga 11% per
tahun telah mendorong peningkatan nilai jasa lingkungan KKMP. Hasil simulasi
nilai jasa lingkungan KKMP disajikan pada Gambar 5.11. Grafik nilai jasa
lingkungan KKMP memperlihatkan prediksi peningkatan yang signifikan mulai
tahun 2009 sebesar Rp. 1,18 triliun meningkat menjadi Rp. 1,97 triliun pada akhir
tahun 2025.
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 13
1 A A A A A A A A A A
2 V X V V A V V V V
3 A A A A A A A X
4 V V A V V V V
5 X A A A A V
6 A A A A V
7 V V V V
8 X X V
9 X V
10 V
11
Keterangan:
No. 1 sampai dengan 13 adalah sub-elemen 1 sampai dengan sub-elemen 13
V = jika sub-elemen ke-i (baris) lebih penting dari sub-elemen ke-j (kolom)
A = jika sub-elemen ke-j lebih penting dari sub-elemen ke-i
X = jika sub-elemen ke-i sama penting dengan sub-elemen ke-j
O = jika sub-elemen ke-i sama-sama tidak penting dengan sub-elemen ke-j
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Drv
1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
2 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 10
3 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 3
4 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 10
5 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 1 5
6 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 1 5
7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11
8 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 8
9 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 8
10 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 8
11 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 3
Dep 11 3 10 3 8 8 1 6 6 6 10
Keterangan:
No. 1 sampai dengan 13 adalah sub-elemen 1 sampai dengan sub-elemen 13
Drv = daya pendorong
R = peringkat
Dep = ketergantungan
L = level atau hierarki
Sedangkan elemen (9) dan (10) masuk ke dalam kuadran III (Linkage)
sebagai perantara berbagai elemen. Sementara sub-elemen (1), (3), (5), (6), (11)
masuk ke dalam kuadran II (Dependent).
11
Pengembangan pasar
sumber pangan alternatif
& organik;
Pengembangan kapasitas
masyarakat dalam
[III] Linkage
10
pemanfaatan kehati; Pengembangan investasi
Pengembangan kemitraan bisnis dalam pemanfaatan
& jejaring dalam dan konservasi kehati;
pemanfaatan kehati 9
Pengembangan &
berbagai pihak;
diseminasi pengetahuan
lokal dan kearifan
8
tradisional;
Pengembangan &
penataan agro-ekosistem
7 & kekayaan plasma
nutfah bioregion;
Driver Power
6 Intensifikasi penyuluhan
Litbang budidaya sumber
& penegakan hukum
pangan alternatif &
pemanfaatan &
organik untuk ketahanan
0 1 2 3 4 5 5 6pelestarian7kehati 8 10 11
; 9pangan;
Pengembangan kebijakan
4 & peraturan perlindungan
kearifan tradisional &
pengetahuan lokal;
3
Pengembangan kebijakan
perlindungan &
[I] Autonomous 2 [II] Dependent pemanfaatan plasma
nutfah berkelanjutan.
Integrasi pengembangan
1 keekonomian kehati
melalui inisiasi &
peningkatan usaha;
0
Dependent
II DEPENDENT
(3) Pengembangan kebijakan & (11) Pengembangan kebijakan
Level 2 peraturan perlindungan perlindungan & pemanfaatan
kearifan tradisional & plasma nutfah berkelanjutan;
pengetahuan lokal;
6.1 Kesimpulan
Hasil kajian ini dapat d imanfaatkan dan ditindaklanjuti oleh para pihak yang
terkait dengan isu pengembangan bio -based economy. Berikut uraiannya, antara
lain:
a. Kementerian PPN/Bappenas. Tindak lanjut dari hasil kajian ini dapat
digunakan Kementerian PPN/Bappenas untuk (i) penyempurnaan
penyusunan kebijakan khususnya terkait dengan penyempurnaan rancangan
teknokratis RPKP 2017;(ii) Penyusunan Rencana Strategis (Renstra)
Kedeputian Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup; (iii) bahan
sosialisasi untuk mendorong upaya peningkatan pemahaman para pengambil
kebijakan, anggota legislatif, masyarakat dan pihak swasta tentang pentingnya
nilai dan kelestarian keanekaragaman hayati dalam pembangunan
berkelanjutan, sehingga diperoleh dukungan politik, regulasi, dan anggaran
dari berbagai pihak terkait implementasi pengembangan ekonomi
keanekaragaman hayati; (iv) melakukan upaya identifikasi, inventarisasi,
penelitian, pemetaan, serta publikasi potensi dan nilai keanekaragaman
hayati; dan (v) melakukan upaya implementasi pengembangan bio-based
economy yang bisa dirasakan secara langsung dampak dan manfaatnya oleh
berbagai pihak.
c. Hasil kajian ini juga akan didistribusikan pada para pihak terkait lainnya seperti
DPR/DPRD dan Kepala Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat, Institusi
Pendidikan, dan pihak swasta sebagai masukan untuk perbaikan peran
masing-masing pihak dalam mendorong peningkatan pelaksanaan
pengembangan nilai dan kontribusi ekonomi keanekaragaman hayati baik di
tingkat pusat maupun di daerah.
d. Untuk kajian selanjutnya, tindak lanjut yang diperlukan antara lain adalah (i)
menyusun baseline informasi mengenai potensi bio-based economy; (ii)
mengkaji sinergi dan harmonisasi kebijakan, kelembagaan, dan program
kegiatan; (iii) menyusun rencana aksi yang diperlukan; (iv) membuat simulasi
atau modeling pengembangan bio-based economy di daerah/lokasi studi
lainnya; dan (v) menyusun kebijakan untuk daerah.
DAFTAR PUSTAKA
N Ketersediaan Data
Periode Sumber data
o Nama data Jenis data
A. Data Penduduk
1. Data Penduduk Jumlah penduduk 2009-2013 BPS, Provinsi
per provinsi dalam angka, 2014
dan Indonesia
dalam angka, 2014
2. Data Tenaga kerja Jumah tenaga 2009-2013 BPS, Provinsi
kerja per Provinsi dalam angka, 2014
dan Indonesia
dalam angka, 2014
3. Data Kunjungan Jumlah kunjungan 2009-2013 BPS, Provinsi
wisata wisata per dalam angka, 2014
Provinsi dan Indonesia
dalam angka, 2014
B. Sektor Pertanian
1. Sub Sektor Tanaman Produksi (ton), 2009-2013 BPS, Indonesia
Pangan luas panen(ha), dalam angka, 2014
produktivitas dan Statistik
(ku/ha) Pertanian, 2013
a. Padi Sawah
b. Padi Ladang
c. Jagung
d. Kedelai
e. Kacang Tanah
f. Kacang Hijau
g. Ubi Jalar
h. Ubi Kayu
2. Sub Sektor Tanaman Produksi (ton), 2012-2013 BPS, Indonesia
Sayuran luas panen(ha) dalam angka, 2014
dan Statistik
Pertanian, 2013
a. Bawang merah
b. Cabe
c. Kentang
d. Petai
e. Tomat
3. Sub sektor Tanaman Produksi (ton) 2012-2013 BPS, Indonesia
buah-buahan dalam angka, 2014
dan Statistik
Pertanian, 2013
a. Mangga
b. Durian
c. Pisang
d. Jeruk
e. Pepaya
f. Salak
4. Sub sektor Tanaman Produksi (ton), 2012-2013 BPS, Indonesia
140
N Ketersediaan Data
Periode Sumber data
o Nama data Jenis data
Biofarmaka Luas panen (ha) dalam angka, 2014
dan Statistik
Pertanian, 2013
a. Jahe
b. Lengkuas
c. Kencur
e. Kunyit
5. Sub Sektor Produksi (ton), 2009-2013 BPS, Indonesia
Perkebunan luas panen(ha), dalam angka, 2014
produktivitas dan Statistik
(ku/ha) Pertanian, 2013
6. Luas lahan sawah per Luas Lahan (ha) 2007-2012 BPS, Indonesia
Provinsi dalam angka, 2014
7. Penggunaan lahan Luas Lahan (ha) 2008-2013 BPS, Statistik
Penggunaan Lahan
Provinsi Sulawesi
Selatan
a. Lahan sawah
b. Lahan pertanian
bukan sawah
c. Lahan bukan
pertanian
8. Rp/100 kg Jan-Des BPS, Statistik
Harga Produsen 2012 harga Produsen
Tanaman Pertanian Pertanian, 2013
C. Sektor Perikanan dan Kelautan
1. Perikanan tangkap Volume Produksi 2007-2012 BPS, Statistik
(ton) sumber daya laut
dan pesisir, 2013
a. Perikanan Laut
b. Perikanan umum
2. Perikanan Budidaya Volume Produksi 2007-2012 BPS, Statistik
(ton) sumber daya laut
dan pesisir,2013
a. Budidaya laut
b. Tambak
c. Kolam
d. Karamba
e. Jaring Apung
D. Sektor Kehutanan
Luas Kawasan Luas kawasan
1. Konservasi (ha) 2013/2014 Statistik Kehutanan
2. Jumlah/lokasi wisata
di kawasan
konservasi Jumlah dan lokasi 2013/2014 Statistik Kehutanan
3. Penerimaan Negara
Bukan Pajak Sektor
Kehutanan Rupiah (Rp) 2013/2014 SK Menhut
141
1. Provinsi Jawa Barat
a. Biomasa Produk Tanaman Pangan
Produksi Harga Satuan
No Jenis Produk
(ribu ton) (rupiah/ ton)
1 Beras 12,083.2 4,431,630.0
2 Jagung 1,102.0 2,801,571.4
3 Kacang tanah 48.6 4,878,030.3
4 Kacang hijau 91.6 9,202,812.5
5 Kedelai 11.0 7,177,835.6
6 Ubi jalar 485.1 2,072,360.0
7 Ubi kayu 2,138.5 1,362,249.4
142
Produksi Harga Satuan
No Jenis Produk
(ribu ton) (rupiah/ ton)
1 Kelapa 109.8 1,729,166.7
2 Kopi 15.7 11,420,833.3
3 Coklat 2.7 16,048,611.1
4 Karet 66.2 8,228,000.0
5 Kelapa sawit 24.9 1,250,410.0
6 Teh 105.9 2,354,166.7
7 Tembakau 8.8 32,927,083.3
8 Tebu 99.3 1,128,420.0
Sumber: BPS (2014c)
2 Perikanan Budidaya
a. Budidaya Laut 183.7 67,575,245.7
b. Tambak 301.2 95,532,805.5
c. Kolam 406.8 54,834,736.2
d. Keramba 9.8 395,818,604.9
e. Jaring Apung 179.0 40,550,171.2
f. Sawah 26.8 47,833,427.1
Sumber: BPS (2014c)
g. Sumber Bahan Obat, Kesehatan dan Kosmetika
Produksi Harga Satuan
No Jenis Tanaman
(Ribu ton) (rupiah/kg)
1 Jahe (ginger) 106.50 4,347.6
2 Lengkuas (galanga) 8.48 2,146.2
3 Kencur (east indian galanga) 7.10 8,134.3
4 Kunyit (tumeric) 10.25 1,824.2
Sumber: BPS (2014c)
h. Kontributor Penyerbukan
2 Perikanan Budidaya
a. Budidaya Laut 1,633.3 1,697,603.1
b. Tambak 744.4 4,986,498.9
Sumber: BPS (2014c)
146
Produksi Harga Satuan
No Jenis Tanaman
(Ribu ton) (Rupiah/kg)
1 Jahe (ginger) 114.54 16,000
2 Lengkuas (galanga) 58.19 4,500
3 Kencur (east indian galanga) 42.63 10,500
4 Kunyit (tumeric) 96.98 4,000
5 Lempuyang (zingiber aromaticum) 7.24 5,000
6 Temulawak (java tumeric) 44.09 2,000
7 Temuireng (black tumeric) 6.11 1,500
8 Temukunci (chinese keys) 4.31 1,500
9 Dringo (sweet root/calamus) 0.53 1,500
10 Kapulaga (java cardamom) 42.97 15,000
11 Mengkudu (indian mulberry) 8.97 5,000
12 Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) 11.24 20,000
12 Kejibeling (verbenaceae) 0.83 30,000
13 Sambiloto (king of bitter) 0.96 10,000
14 Lidah buaya (Aloevera) 9.74 2,500
Sumber: BPS (2014c)
h. Kontributor Penyerbukan
Produksi Harga Satuan
No Jenis Produk
(ribu ton) (rupiah/ ton)
1 Kacang tanah 28.4 4,962,384
2 Kacang hijau 18.3 1,896,350
3 Kedelai 45.7 1,198,476
4 Bawang merah 44.1 27,100,090
5 Wortel 25.4 5,916,933
6 Cabe rawit 18.9 3,469,580
7 Mangga 150.1 2,934,894
8 Jeruk siam 37.6 6,300,000
9 Pepaya 31.7 515,914
10 Kelapa 70.4 739,220
11 Kopi 9.9 5,788,900
12 Coklat 149.0 14,637,872
Sumber: BPS (2014c)
2015