1. Pengukur Kinerja
Karena investor dan kreditor merupakan pihak yang dituju dalam
pelaporan keuangan, dianggap bahwa mereka berkepentingan dengan
informasi masa lalu untuk mengevaluasi prospek perusahaan di masa datang.
Kinerja perusahaan merupakan manifestasi dari kinerja manajemen sehingga
laba dapat pula diinterpretasi sebagai pengukur keaktifan dan keefisienan
manajemen dalam mengelola sumber daya yang dipercayakan kepadanya.
Secara umum, efisiensi adalah kemampuan menciptakan keluaran
(output) tertinggi dengan sumber daya tertentu sebagai masukan (input). Bila
keluaran atau sasaran tertentu telah ditentukan, efisiensi adalah kemampuan
mencapai keluaran tersebut dengan sumber daya terendah (minimum) yang
dimungkinkan. Dalam akuntansi, laba dimaknai dan diinterpretasi sebagai
pengukur efisiensi oleh investor dalam bentuk kembalian atas investasi
(return on investment atau ROI). Bagi manajemen, efisiensi dapat
diinterpretasikan sebagai pengukur efisiensi penggunaan sumber daya dalam
bentuk kembalian atas aset (return on asset atau ROA). Bagi kreditor, efisiensi
dapat ditunjukkan dengan tingkat bunga (return on loan atau ROL).
Jadi, laba dapat merepresentasi kinerja efisiensi karena laba
menentukan ROI, ROA dan ROL sebagai pengukur efisiensi. Karena kegiatan
usaha sangat kompleks, laba dipandang cukup kaya (komprehensif) untuk
merepresentasi pengukur efisiensi. Namun validitas pengukur efisiensi
tersebut bergantung pada bagaimana laba dan tingkat investasi diukur serta
dari sudut pandang siapa informasi efisiensi ditujukan.
“Laba sebagai jumlah yang berasal dari pengurangan harga pokok produksi, biaya
lain dan kerugian dari penghasilan atau penghasilan operasi.”
(Commite On Terminology, Sofyan Syafri H : 2004)
“Laba adalah pengambilan atas investasi kepada pemilik. Hal ini mengukur nilai
yang dapat diberikan oleh entitas kepada investor dan entitas masih memiliki
kekayaan yang sama dengan posisi awalnya.”
(Stice, Skousen : 2009)
“Laba merupakan jumlah residual yang tertinggal setelah semua beban (termasuk
penyesuaian pemeliharaan modal, kalau ada) dikurangkan pada penghasilan. Kalau
beban melebihi penghasilan, maka jumlah residualnya merupakan kerugian bersih.”
(Ikatan Akuntan Indonesia : 2007)
4. Karakteristik Laba
Dari berbagai definisi laba di atas, dapat disimpulkan bahwa laba secara
konseptual memiliki karakteristik umum sebagai berikut :
1) Kenaikan kemakmuran yang dimiliki atau dikuasai suatu entitas
2) Perubahan terjadi dalam suatu periode sehingga harus diidentifikasi kondisi
kemakmuran awal dan kemakmuran akhir
3) Perubahan dapat dinikmati, didistribusi, atau ditarik oleh entitas yang menguasai
kemakmuran, asalkan kemakmuran awal dipertahankan
Kemakmuran dapat berupa aset bersih perusahaan, modal pemegang saham,
kekayaan, investasi, sumber daya ekonomik, atau apapun yang dapat dinilai dengan
uang.
1. Pengujian asosiasi
Studi asosiasi sering disebut juga studi koefisien respons laba. Koefisien
respon laba adalah kepekaan return saham terhadap setiap rupiah laba atau
laba kejutan. Studi empiris menunjukkan bahwa asosiasi ato kolerasi
antara laba dan return tidak sempurna. Alasan pertama, angka laba hanya
sebagian kecil faktor yang mempengaruhi harga saham. Kedua, fluktuasi
laba tidak selalu menggambarkan perubahan ekonomi. Ketiga, laba
akuntansi dapat dipengaruhi oleh karakteristik manajemen. Keempat,
investor tidak selalu seragam dalam menginterprestasi informasi yang
tersedia di pasar.
2. Pengujian peristiwa
Fokus utama dalam pengujian peristiwa adalah pengumuman laba bukan
angka laba. Sehingga, reaksi pasar siukur sebagai return abnormal atau
return kumulatif untuk seluruh sampel perusahaan. Dapat disimpulkan,
bahwa laba mempunyai efek pragmatik terhadap perilaku pasar modal.
B. EKUITAS
Pada bab ini dalam Suwardjono menyebutkan bahwa teori tentang ekuitas
pemegang saham berfokus pada bagaimana informasi ekuitas pemegang saham
beserta perubahannya disajikan dalam statemen laporan keuangan.
Dalam kerangka dasar Standart Akuntansi Keuangan (2002) misalnya Ikatan
Akuntansi Indonesia (IAI) mandefinisi ekuitas sebagai berikut : “Ekuitas adalah hak
residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban”.
Godfrey, Hodgson,dan Holmes (1997) membedakan ekuitas dan kewajiban
atas dasar criteria sebagai berikut:
a. Hak-hak masing-masing pihak atas penyelesaian klaim
b. Hak penggunaan aset dalam operasi
c. Substansi ekonomik perjanjian
d. Perbedaan antara modal setoran dan laba ditahan adalah modal setoran
merupakan dana dasar yang harus tetap dipertahankan untuk menunjukkan
perlindungan bagi pihak lain. Sedangkan, laba ditahan merupakan salah satu
komponen untuk menunjukkan daya melaba, dan jumlahnya harus dipisahkan
dengan modal setoran, walaupun jumlah akhirnya ditotal untuk membentuk
ekuitas pemegang saham.
2.1 KOMPONEN EKUITAS PEMEGANG SAHAM
Dari segi riwayat terjadinya dan sumbernya, ekuitas pemegang saham diklasifikasi
atas dasar dua komponen penting yaitu modal setoran dn laba ditahan. Modal setoran
dipecah menjadi modal saham sebagai modal yuiridis dan modal setoran tambahan
dan komponen lain yang merefleksi transaksi pemilik.
Komponen lain-lain terdiri atas pos-pos yang tidak tepat dimasukan dalam komponen
modal setoran lainnya atau laba ditahan tetapi sering diklasifikasikan sebagai pos
ekuitas pemegang saham. Pos-pos ini misalnya adalah untung penahanan belum
terealisasi (unrealized holding gains), penyesuaian kapital belum terealisasi lainnya,
selisih revaluasi, dan hak pemegang saham minoritas (Suwardjono, 2010:516).
2.2 TUJUAN PENYAJIAN EKUITAS
Pengungkapan informasi ekuitas pemegang saham akan sangat dipengaruhi
oleh tujuan penyajian informasi tersebut kepada pemakai statement keuangan. Pada
umumnya, tujuan pelaporan informasi ekuitas pemegang saham adalah menyediakan
informasi kepada yang berkepentingan tentang efesiensi dan kepengurusan
manajemen. Untuk memenuhi tujuan tersebut, informasi yang harus disampaikan
tentang ekuitas pemegang saham tersebut minimal adalah :
1. Sumber ekuitas pemegang saham beserta riwayatnya.
2. Peraturan yuridis yang membatasi pembagian dividen dan pengambilan
modal setoran kepada pemegang saham.
3. Prioritas beberapa golongan pemegang saham atau pemegang ekuitas lainnya.
2.3 PEMBEDAAN MODAL SETORAN DAN LABA DITAHAN
Laba ditahan pada dasarnya terbentuk dari akumulasi laba yang dipindahkan
dari akun ikhtisar laba rugi. Begitu saldo laba ditutup ke laba ditahan, sebenarnya
saldo laba tersebut telah lebur menjadi elemen modal pemegang saham yang sah.
Dengan demikian untuk mengukur seluiruh hak pemegang saham atas asset, laba
ditahan harus digabungkan dengan modal setoran. Terdapat beberapa komponen
yang membentuk ekuitas pemegang saham, yaitu:
a. Jumlah rupiah yang disetorkan oleh pemegang saham
b. Laba ditahan yang merupakan sisa laba setelah pembagian dividen
c. Jumlah rupiah yang timbulakibat revaluasi aset fisis tertentu
d. Jumlah rupiah donasi dari pihak non pemegang saham
e. Sumber lainnya
Pembedaan anatara dua bagian elemen ekuitas pemegang saham sangat
penting.
Dari segi administrasi keuangan
Laba ditahan merupakan indikator daya melaba (earning power) sehingga laba
ditahan harus selalu dipisahkan dengan modal setoran, meskipun jumlah akhirnya
ditotal untuk membentuk ekuitas pemegang saham (ekuitas pemegang saham =
modal setoran + laba ditahan).
Pembedaan dari segi Yuridis
Modal setoran merupakan dana dasar (basic fund) yang harus tetap dipertahankan
untuk menunjukan perlindungan bagi pihak lain. Dana ini hanya dapat ditarik
kembali dalam likuidasi atau dalam keadaan luar biasa lainnya. Laba ditahan
adalah jumlah rupiah yang secara yuridis dapat digunakan untuk pembagian
dividen (Suwardjono, 2010:517).
2.8.4 Kuasi-reorganisasi
Kuasi organisasi biasanya dilakukan dalam hal terjadinya suatu defisit. PSAK
No. 51 Pasal 9 mendeskripsikan pengertian kuasi-reorganisasi sebagai berikut:
Karyawan dan pemerintah. Pihak ini dapat dipandang sebagai kreditor yang
diprioritaskan yaitu karyawan dengan hak atas gaji dan pemerintah dengan hak
atas pajak terhutang.
Kreditor berjaminan. Pihak ini adalah pemegang obligasi atau kreditor lain
yang haknya dijamin dengan hak sita atas aset tertentu.
Kreditor takberjaminan. Pihak ini terdiri atas para kreditor yng tidak dijamin
yang terefleksi dalam utang usaha atau utang wesel baik jangka pendek
maupun jangka panjang.
Pemegang saham prioritas. Pihak ini dilindungi oleh laba ditahan sebagai
penyangga modal saham atau yuridis.
Pemegang saham biasa. Pihak ini merupakan pemegang hak atas sisa
kekayaan yang berarti bahwa pemegang saham biasa harus menanggung lebih
dahulu rugi atau defisit.
2.10 PERINCIAN LABA DITAHAN
Bila komponen-komponen tertentu yang berasal dari transaksi operasi
dilaporkan langsung ke laba ditahan, laba ditahan dapat disajikan dan dirinci atas
dasar sumber. Terdapat pula kebiasaan bahwa laba ditahan disajikan dengan
memerincinya atas dasar tujuan (by purposes) dengan cara yang disebut apropriasi
(appropriation) dan pembatasan (restriction).
2.10.1 Perincian Atas Dasar Sumber
Dengan dasar ini, laba ditahan dapat dirinci menjadi laba ditahan yang
berasal dari operasi normal atau rutin dan yang berasal dari laba luar biasa. Dapat saja
pembedaan antara kedua sumber laba ditahan tersebut dipertajam. Namun, sebenarnya
tidak cukup beralasan untuk memecah kembali jumlah rupiah bersih laba periodic atas
dasar klasifikasi sumber bilamana statment laba-rugi telah memuat semua faktor yang
menentukan laba bersih (pendekatan laba komprehensif) dan laba komprehensif ini
telah ditransfer ke laba ditahan menjadi bagian dari ekuitas pemegang saham. Jadi,
bila perubahan akibat transaksi operasi dipisahkan secara tegas dengan transaksi
modal, statment laba-rugi telah merefleksi sumber laba ditahan sehingga perincian
laba ditahan akan percuma.
2.10.2. Perincian Atas Dasar Tujuan Penggunaan
Dalam praktik, perincian ini ditunjukkan dengan adanya pos cadangan
jaminan sosial, laba ditahan terbatas (restricted retained earnings), dan cadangan
umum. Perincian semacam itu sebenarnya sama saja dengan mengaitkan laba ditahan
dengan aset tertentu (asset imputation). Artinya, dalam aset apa saja laba ditahan
terikat. Klasfikasi ini mendasarkan pada tujuan penggunaan laba ditahan sebagaimana
ditunjukkan oleh komponen aset yang terkait.
Paton dan Littleton beragumen bahwa tidak diperlukannya perincian Laba ditahan
karena laba ditahan pada dasarnya tidak lebih daripada sebagai bagian hak pemegang
saham atas dana yang tertanam dalam seluruh aset sebagai kesatuan sehingga tidak
diperlukan perincian laba ditahan. Jumlah rupiah laba ditahan tidak dapat
diidentifikasi atas dasar ke jenis aset apa jumlah rupiah tersebut terikat. Seperti juga
modal setoran, laba ditahan terikat dalam aset sebagai satu kesatuan. Ini berarti bahwa
setiap bentuk klasifikasi laba ditahan atas dasar untuk apa jumlah rupiah laba ditahan
digunakan dalam perusahaan adalah bersifat hipotesis belaka dan sama sekali tidak
bermakna.
Bentuk lain penyisihan adalah untuk tujuan penyerapan kemungkinan rugi
atau ketidakpastian lainnya (contingencies). Penyisihan ini juga tidak bermakna
karena pada dasarnya total jumlah rupiah laba ditahan dapat dipandang sebagai
penyangga atau cadangan umum (general purpose buffer). Kalau memang terdapat
suatu tuntutan ganti rugi atau klaim yang suatu saat memang harus dipenuhi maka
jumlah rupiahnya (bila perlu ditaksir) harus ditunjukkan sebagai kewajiban. Kalau
ketidakpastian tersebut tidak lebih dari sekedar kemungkinan dan khususnya apabila
jumlah rupiah kerugiannya tidak dapat ditentukan maka suatu catatan kaki akan
cenderung lebih informative daripada penyisihan laba ditahan.
Konsep ini membedakan fungsi aset lancar dan aset tetap. Dengan demikian,
perubahan aset tetap karena penjualan atau penghentian berbeda dengan perubahan
karena pemanfaatan aset untuk menciptakan laba (melalui depresiasi) sehingga laba
atau rugi pemberhentian aset harus dilaporkan terpisah sebagai penyesuai laba
ditahan. Laba atau rugi ini dipandang sebagai transaksi modal karena dianggap modal
pemegang saham tertanam dalam aset tetap. Ini berarti jenis aset fisis tertentu sebagai
potensi jasa dianggap berbeda dengan aset lainnya sehingga rugi atau laba yang
melekat pada jenis aset tertentu dapat dilaporkan terpisah dari perubahan aset yang
berkaitan langsung dengan biaya dan pendapatan.
Namun Paton dan Littleton (1970) menyangkal konsep di atas. Secara
konseptual, laba atau rugi yang berkaitan dengan pemanfaatan aset tetap tidak berbeda
dengan laba atau rugi yang berkaitan dengan pengelolaan aset lancar. Lagipula, tidak
ada alasan kuat untuk mengaitkan aset tetap fisis dengan kontribusi modal oleh
investor karena jenis aset tertentu secara umum tidak dapat ditelusuri dengan pasti
asal sumber dananya. Dengan kata lain, jumlah rupiah dana melekat dan campur jadi
satu (commingled) dalam aset secara keseluruhan. Dengan dasar pikiran ini, tidaklah
dapat dibenarkan untuk menggolongkan laba atau rugi tertentu sebagai ”rugi kapital”
(capital loss) yang sebenarnya tidak lebih daripada laba atau rugi biasa lantaran
pemanfaatan aset.
Uraian di atas melandasi pendekatan laba semua-termasuk yaitu bahwa semua
faktor penentu dalam pengukuran laba periodik dalam arti luas termasuk faktor luar
biasa dan tidak rutin harus dilaporkan dalam statment laba-rugi sebelum hasil
bersihnya dipindahkan ke kelompok modal pemegang saham di neraca.
2.12 PENYAJIAN LABA KOMPREHENSIF