Anda di halaman 1dari 38

BAB 9

LABA DAN EKUITAS


A. LABA
1.1 Tujuan Pelaporan Laba
Dalam keenyataannya, pera pemakai mempunyai konsep laba dan model
pengambilan keputusan yang berbeda-beda. Apapun pengertian dan cara
pengukurannya, laba akuntansi dengan berbagai interpretasinya diharapkan dapat
digunakan antara lain sebagai :
1. Indikator efisiensi penggunaan dana yang tertanam dalam perusahaan yang
diwujudkan dalam tingkat kembalian atas investasi (rate of return on invested
capital)
2. Pengukur prestasi atau kinerja badan usaha dan manajemen
3. Dasar penentuan besarnya pengenaan pajak
4. Alat pengendalian alokasi sumber daya ekonomik suatu negara
5. Dasar penentuan dan penilaian kelayakan tarif dalam perusahaan publik
6. Alat pengendalian terhadap debitor dalam kontrak utang
7. Dasar kompensasi dan pembagian bonus
8. Alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan
9. Dasar pembagian deviden
Teori akuntansi tentang laba akan melibatkan pengukuran dan penyajian laba
yang dapat memenuhi berbagai tujuan di atas. Untuk melayani berbagai kebutuhan di
atas, ada dua pendekatan yang harus dipertimbangkan dalam akuntansi laba yaitu
satu laba untuk berbagai tujuan (single income for different purpose) atau beda tujuan
beda laba (different incomes for different purposes). Pendekatan pertama berusaha
untuk memformulasi konsep laba tungga (umum) dan menyajikannya untuk
memenuhi berbagai tujuan secara umum. Inilah pendekatan yang ingin dicapai dalam
merekayasa pelaporan keuangan umum (general purpose financial reporting).
Walaupun teori tentang konsep laba lebih berkaitan dengan pendekatan ini,
akuntansi juga berusaha untuk menyediakan informasi agar tujuan khusus dapat
dipenuhi dengan menyediakan informasi yang memungkinkan pemakai untuk
menentukan konsep laba sesuai dengan kebutuhan spesifiknya. Pendekatan kedua
menggunakan berbagai konsep laba dan menyajikannya secara jelas berbagai konsep
laba tersebut secara khusus. Kebutuhan khusus ini dapat dipenuhi dengan menyertai
statement keuangan umum (khususnya statemen laba-rugi) dengan berbagai laporan
pelengkap.
1.2 Konsep Laba Konvensional
Hendriksen dan van Breda (1992) mengemukakan bahwa laba akuntansi yang
sekarang berjalan (konvensional) masih problematik secara teoritis. Laba akuntansi
mempunyai beberapa kelemahan berikut (halaman 309) :
1. Laba akuntansi belum didefinisi secara semantik dan jelas sehingga laba tersebut
secara intuitif dan ekonomik bermakna
2. Penyajian dan pengukuran laba masih difokuskan pada pemegang saham biasa
atau residual
3. Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU) sebagai pedoman pengukuran laba
masih memberi peluang untuk terjadinya inkonsistensi antarperusahaan
4. Karena didasarkan pada konsep kos historis, laba akuntansi secara umum belum
memperhitungkan pengaruh perubahan daya beli dan harga
5. Dalam menilai kinerja perusahaan secara keseluruhan, investor dan kreditor
memandang informasi selain laba akuntansi juga bermanfaat atau bahkan lebih
bermanfaat sehingga ketepatan laba akuntansi belum menjadi tuntutan yang
mendesak.
Atas dasar tujuan dan kelemahan laba akuntansi di atas, maka berikutnya akan
dibahas dua aspek pokok teori laba, yaitu (1) interpretasi laba dan implikasinya
dalam tataran teori dan (2) lingkup laba atas dasar kegiatan operasi dan teori entitas.

1.3 Konsep Laba dalam Tataran Semantik


Konsep laba dalam tataran semantik berkaitan dengan masalah makna apa
yang harus direkatkan oleh perekayasa pelaporan pada simbol atau elemen laba
sehingga laba bermanfaat dan bermakna sebagai informasi. Pada tataran ini, teori
berusaha untuk menjawab pertanyaan apakah yang harus dipresentasi oleh laba.
Pemkanaan laba akhirnya akan menentukan pemaknaan laba secara sintaktik yaitu
pengukuran dan penyajiannya.

1. Pengukur Kinerja
Karena investor dan kreditor merupakan pihak yang dituju dalam
pelaporan keuangan, dianggap bahwa mereka berkepentingan dengan
informasi masa lalu untuk mengevaluasi prospek perusahaan di masa datang.
Kinerja perusahaan merupakan manifestasi dari kinerja manajemen sehingga
laba dapat pula diinterpretasi sebagai pengukur keaktifan dan keefisienan
manajemen dalam mengelola sumber daya yang dipercayakan kepadanya.
Secara umum, efisiensi adalah kemampuan menciptakan keluaran
(output) tertinggi dengan sumber daya tertentu sebagai masukan (input). Bila
keluaran atau sasaran tertentu telah ditentukan, efisiensi adalah kemampuan
mencapai keluaran tersebut dengan sumber daya terendah (minimum) yang
dimungkinkan. Dalam akuntansi, laba dimaknai dan diinterpretasi sebagai
pengukur efisiensi oleh investor dalam bentuk kembalian atas investasi
(return on investment atau ROI). Bagi manajemen, efisiensi dapat
diinterpretasikan sebagai pengukur efisiensi penggunaan sumber daya dalam
bentuk kembalian atas aset (return on asset atau ROA). Bagi kreditor, efisiensi
dapat ditunjukkan dengan tingkat bunga (return on loan atau ROL).
Jadi, laba dapat merepresentasi kinerja efisiensi karena laba
menentukan ROI, ROA dan ROL sebagai pengukur efisiensi. Karena kegiatan
usaha sangat kompleks, laba dipandang cukup kaya (komprehensif) untuk
merepresentasi pengukur efisiensi. Namun validitas pengukur efisiensi
tersebut bergantung pada bagaimana laba dan tingkat investasi diukur serta
dari sudut pandang siapa informasi efisiensi ditujukan.

2. Konfirmasi Harapan Investor


Perekayasaan pelaporan juga berusaha menyediakan informasi untuk
meyakinkan bahwa harapan-harapan investor atau pemakai lainnya di masa
lalu tentang kinerja perusahaan memang terealisasi. Dengan demikian, laba
dapat diinterpretasi sebagai sarana untuk mengkonfirmasi harapan-harapan
tersebut. Asumsinya adalah para investor telah menggunakan segala informasi
yang tersedia secara publik sebagai basis keputusan investasinya melalui
prediksi laba. Bila diasumsi bahwa pasar cukup efisien, laba yang diprediksi
investor harus mendekati atau sama dengan laba yang dilaporkan. Bila hal ini
terjadi, laba merupakan sarana untuk mengkonfirmasi harapan investor dan
investor diharapkan tidak bereaksi terhadap pengumuman laba.

3. Estimator Laba Ekonomik


Akuntansi menganut asas akrual untuk mendapatkan suatu angka yang
lebih bermakna secara ekonomik daripada sekedar kenaikan atau penurunan
kas dalam suatu periode. Angka laba akan bermakna kalau ia merepresentasi
perubahan kemakmuran (wealth) atau penciptaan nilai (value creation)
sebagai hasil kinerja ekonomik suatu kesatuan usaha. Secara teknis, perubahan
kemakmuran atau nilai diwujudkan dalam kegiatan produktif (menghasilkan
barang dan jasa).
Perekayasaan akuntansi mengharapkan bahwa laba akuntansi akan
mendekati laba ekonomik atau paling tidak merupakan estimator yang baik
untuk laba ekonomik. Artinya, perubahan laba akuntansi diharapkan
merefleksi pula perubahan ekonomik perusahaan. Dengan demikian, laba
akuntansi masih tetap bermanfaat bagi investor yang mungkin lebih
berkepentingan dengan laba ekonomik
Laba akuntansi adalah laba dari kacamata perrekayasa akuntansi atau
kesatuan usaha karena keperluan untuk menyajikan informasi secara objektif
dan terandalkan. Oleh karena itu, laba akuntansi didasarkan pada data yang
telah terjadi bukannya data hipotesis yang dapat berupa kos kesempatan
(opportunity cost). Pengetian ekonomik dari segi akuntansi adalah kelayakan
ekonomik (economic resonableness) jangka panjang dan bukan penilaian
ekonomik (economic valuation) jangka pendek. Oleh karena itu, depresiasi
dalam akuntansi merupakan proses alokasi dan bukan proses penilaian.
Sementara itu, laba ekonomik adalah laba dari kacamata investor
karena keperluan untuk menilai investasi dalam saham yang dalam banyak hal
bersifat subjektif bergantung pada karakteristik investor. Dalam menilai
investasinya, investor selalu mendasarkan diri pada kos kesempatan yang
diwujudkan dalam bentuk tingkat pengembalian pasar (market rate of return).
Dengan demikian, laba dimata investor adalah tingkat kembalian internal
(internal rate of return) aliran-aliran kas masa datang yang dapat dihasilkan
seandainya investor menanamkan asetnya di tempat lain (kos kesempatan). Di
mata investor, penilaian aset lebih banyak didasarkan informasi pasar yang
berubah-ubah setiap saat dan depresiasi dipandang sebagai proses penilaian
aset (penurunan nilai).
Perbedaan sudut pandang di atas, menjadikan laba akuntansi berbeda
dengan laba ekonomik. Hendriksen dan van Breda (1992, 316)
menyederhanakan perbedaan laba akuntansi dan ekonomik atas dasar konsep
depresiasi. Laba akuntansi dihitung atas dasar depresiasi akuntansi (alokasi)
dan laba ekonomik dihitung atas dasar depresiasi ekonomik (penurunan nilai).
Laba akuntansi juga berbeda dengan laba ekonomik karena konsep
dasar yang dianut. Laba akuntansi dilandasi oleh konsep kontinuitas usaha
yang memandang aset sebagai sisa potensi jasa sehingga kos historis menjadi
basis pengukurannya. Sementara itu, laba ekonomik dilandasi oleh konsep
likuidasi yang melihat aset sebagai simpanan atau sediaan nilai (store of value)
setiap saat sehingga nilai sekarang menjadi basis pengukurannya. Dengan
demikian, laba dipandang sebagai perubahan nilai dalam suatu periode.
Jadi, dari beberapa aspek, laba akuntansi memang dan harus berbeda
dengan laba ekonomik. Namun, laba akuntansi diharapkan dapat menjadi
estimator atau indikator laba ekonomik. Berikut adalah ringkasan perbedaan
antara laba akuntansi dan laba ekonomik :

Aspek Pembeda Laba Akuntansi Laba Ekonomik


Sudut pandang Perekayasaan akuntansi, Pemegang saham
pemaknaan penyusunan standar atau
penyusunan statemen
keuangan
Dasar pengukuran Kos historis Kos kesempatan, nilai
pasar, nilai likuidasi
Pengertian “ekonomik: Kelayakan ekonomik Penilaian ekonomik jangka
jangka panjang pendek
Makna depresiasi Alokasi kos Penurunan nilai ekonomik
Unit pengukur Rupiah nominal Daya beli
Sasaran pengukuran atau Laba uang/nominal Laba real
sifat laba
Konsep dasar yang Kontinuitas usaha, asas Likuidasi, nilai tunai
melandasi akrual
Fungsi Aset Sisa potensi jasa Simpanan/sediaan nilai

Karena reliabilitas menjadi sasaran akuntansi, akuntansi tidak harus


menentukan laba ekonomik yang subjektif. Akan tetapi, akuntansi harus berusaha
untuk menyajikan dan memformulasi laba akuntansi yang dapat membantu investor
dalam menentukan laba ekonomik sesuai dengan persepsi para investor. Jadi,
akuntansi cukup menyediakan informasi laba dan aliran kas yang layak dan
menyerahkan semua analisis dan perhitungan laba ekonomik kepada investor atau
pemakai lainnya.
1.3.1 Makna Laba

2. Pengantar Konsep Laba


Dalam praktiknya fungsi akuntansi adalah melakukan pengukuran kinerja atau
prestasi management perusahaan. Produk akuntansi yaitu laporan keuangan
diharapkan dapat memberikan tolak ukur secara jelas terhadap prestasi
perusahaan. Banyak faktor dalam laporan keuangan yang dapat menjadi tolak
ukur, salah satu faktor yang digunakan adalah pengukuran income atau laba.
Laba merupakan elemen penting yang menjadi perhatian para pemakai laporan
keuangan karena diharapkan laba cukup besar untuk menunjukkan kinerja
perusahaan dinilai baik secara keseluruhan.
3. Definisi Laba
Laba merupakan suatu konsep akuntansi yang memiliki berbagai sudut
pandang, tergantung dari siapa yang menilai dan bagaimana tujuan
penilaiannya tersebut. Oleh karena itu, para ahli dan organisasi akuntansi
memberikan definisi berbeda tentang konsep laba yaitu sebagai berikut :
“Laba merupakan suatu pos dasar dan penting dari ikhtisar keuangan yang merniliki
berbagai kegunaan dalam berbagai konteks. Laba pada umumnya dipandang sebagai
suatu dasar bagi perpajakan, determinan pada kebijakan pembayaran dividen,
pedoman investasi, dan pengambilan keputusan, dan unsur prediksi.”
(Belkaoui : 1993)

“Laba sebagai jumlah yang berasal dari pengurangan harga pokok produksi, biaya
lain dan kerugian dari penghasilan atau penghasilan operasi.”
 (Commite On Terminology, Sofyan Syafri H : 2004)

“Laba adalah pengambilan atas investasi kepada pemilik. Hal ini mengukur nilai
yang dapat diberikan oleh entitas kepada investor dan entitas masih memiliki
kekayaan yang sama dengan posisi awalnya.”
 (Stice, Skousen : 2009)

“Laba merupakan jumlah residual yang tertinggal setelah semua beban (termasuk
penyesuaian pemeliharaan modal, kalau ada) dikurangkan pada penghasilan. Kalau
beban melebihi penghasilan, maka jumlah residualnya merupakan kerugian bersih.”
(Ikatan Akuntan Indonesia : 2007)

4. Karakteristik Laba
Dari berbagai definisi laba di atas, dapat disimpulkan bahwa laba secara
konseptual memiliki karakteristik umum sebagai berikut :
1) Kenaikan kemakmuran yang dimiliki atau dikuasai suatu entitas
2) Perubahan terjadi dalam suatu periode sehingga harus diidentifikasi kondisi
kemakmuran awal dan kemakmuran akhir
3) Perubahan dapat dinikmati, didistribusi, atau ditarik oleh entitas yang menguasai
kemakmuran, asalkan kemakmuran awal dipertahankan
Kemakmuran dapat berupa aset bersih perusahaan, modal pemegang saham,
kekayaan, investasi, sumber daya ekonomik, atau apapun yang dapat dinilai dengan
uang.

1.3.1 Laba dan Kapital


            Kapital dapat dipandang sebagai sediaan kemakmuran pada saat tertentu,
sementara laba dapat diasosiasi dengan aliran kemakmuran. Jadi, laba adalah aliran
potensi jasa yang dapat dinikmati dalam kurun waktu tertentu dengan tetap
mempertahankan tingkat potensi jasa mula-mula.

1.3.1.1 Konsep Pemertahanan Kapital


            Konsep ini dilandasi oleh gagasan bahwa entitas berhak mendapatkan
kembalian/ imbalan atau return dan menikmati iya setelah kapital dipertahankan
keutuhannya atau pulih seperti sedia kala. Konsep ini mempunyai arti penting dan
konsekuensi dalam beberapa hal yang saling berkaitan, sebagai berikut :
1. Membedakan antara kembalian atas investasi dan pengembalian investasi.
2. Memisahkan dan membedakan transaksi operasi (produktif) dalam arti luas
dengan transaksi pendanaan dari pemilik.
3. Menjamin agar laba yang dapat didistribusikan tidak mengandung
pengembalian investasi.
4. Memungkinkan penentuan jumlah penyesuaian kapital untuk mempertahankan
kemampuan ekonomi.
5. memungkinkan penggunaan berbagai dasar pemikiran untuk menentukan
tingkat kapital pada  saat tertentu.
6. Memungkinkan penerapan pendekatan aset-kewajiban secara penuh dalam
pemaknaan laba sehingga angka laba akuntansi akan mendekati angka laba
ekonomi.
Atas dasar uraian di atas, laba kemudian didefinisikan secara umum, formal
dan semantik sebagai berikut : Laba adalah tambahan kemampuan ekonomi yang
ditandai dengan kenaikan kapital dalam suatu perioda yang berasal dari kegiatan
produktif dalam arti luas yang dapat dikonsumsi atau ditarik oleh entitas penguasa/
pemilik kapital tanpa mengurangi kemampuan ekonomik kapital mula-mula (awal
periode).

1.3.1.2 Konsep Laba Dalam Sintatik


Makna semantik laba yang dikembangkan pada akhirnya harus dapat
dijabarkan dalam tataran sintaktik. Salah satu bentuk penjabarannya adalah
mendefinisi laba sebagai selisih pengukuran dan penandingan antara pendapatan dan
biaya. Konsep laba dalam tataran sintatik membahas mengenai bagaimana laba
diukur, diakui, dan disajikan. Terdapat beberapa criteria atau pendekatan dalam
konsep ini, yaitu pendekatan transaksi, pendekatan kegiatan, dan pendekatan
pemertahanan kapital.
1. Pendekatan Transaksi
Dalam pendekatan ini, laba diukur dan diakui pada saat terjadinya
transaksi dan kemudian terakumulasi sampai akhir periode.
Pengukuran dan pengakuan laba juga akan paralel dengan kriteria
pengakuan pendapatan dan biaya. Pengakuan laba atas dasar
pendekatan ini sama dengan pengakuan pendapatan atas dasar kriteria
terealisasi dan sama dengan pengakuan biaya atas dasar kriteria
konsumsi manfaat. Pendekatan ini memiliki berbagai keunggulan
misalnya jumlah rupiah aset dan kewajiban secara otomatis tersedia
pada akhir periode serta perubahan aset dan kewajiban merupakan
perubahan nilai yang diakui secara objektif.
2. Pendekatan Kegiatan
Pada pendekatan ini , laba dianggap timbul bersamaan dengan
berlangsungnya kegiatan atau kejadian, bukan sebagai hasil suatu
transaksi pada saat tertentu. Pendekatan ini mempunyai keunggulan
dalam membantu manajemen melakukan analisis internal. Berbagai
konsep laba dapat diciptakan untuk mengukur efisiensi dan
profitabilitas tiap kegiatan / bagian operasi, mengendalikan perilaku
manajer divisi dengan system pengendalian manajemen, dan
menentukan kompensasi. Dalam aplikasinya, pendekatan transaksi dan
pendekatan kegiatan tidak berdiri sendiri, tetapi saling melengkapi.
kriteria pendapatan adalah terealisasi dan terbentuk. Artinya, kedua
kriteria harus dipenuhi.

1.3.2.3 Pendekatan Pemertahanan Kapital


Kedua pendekatan yang dibahas di atas sebenarnya mengikuti pendekatan
pendapatan-biaya dalam pengukuran dan penilaian elemen neraca (asset dan
kewajiban). nilai asset dan kewajiban merupakan konsekuensi dari pengukuran
pendapatan dan biaya atas dasar penandingan. Dengan konsep pemertahanan kapital,
laba merupakan konsekuensi dari pengukuran kapital pada dua titik waktu yang
berbeda. Dengan konsep ini, elemen statement keuangan diukur atas dasar pendekatan
asset-kewajiban. Jadi, dapat dikatakan bahwa laba adalah perubahan atau kenaikan
kapital dalam suatu periode.

1.3.3 Pengukuran atau Penilaian Kapital


Pengukuran capital pada dua titik waktu menimbulkan masalah konseptual
karena dengan berjalannya waktu beberapa hal yang bersifat ekonomik berubah dan
harus di pertimbangkan yaitu unit atau skala pengukur dan dasar pengukuran. Hal lain
yang menentukan cara menilai kapital adalah jenis kapital (fisis atau finansial) dan
dasar penilaian.

1.3.4 Jenis Kapital


Pengertian capital harus dilihat dari sudut pandang pihak yang menguasai
capital tersebut, dalam hal ini terdapat dua jenis konsep capital, yaitu capital financial
dan fisis:
1. Kapital Finansial
Kapital financial adalah klaim dipandang dari jumlah rupiah atau nilai yang
melekat padanya tanpa memperhatikan wujud fisis klaim tersebut, tapi jika
capital tersebut berwujud fisis, itu merupakan instrument atau asset financial.
Pada umumnya, capital finansial adalah kapital yang dikuasai pemegang saham
atau obligasi. Dengan konsep ini, laba atas kapital financial akan timbul bila
jumlah rupiah klaim finansial pada akhir suatu periode melebihi jumlah rupiah
klaim financial pada awal periode. Kapital finansial dari sudut badan usaha
adalah jumlah rupiah yang melekat pada asset total badan usaha tanpa
memandang jenis atau komponen asset. Tingkat pengembalian kapital finansial
ini dinyatakan sebagai tingkat pengembalian atas asset total atau ROA, yang
rumusnya sebagai berikut :
Laba bersih+ Biaya bunga
ROA=
Aset total rata−rata
Dari sudut pandang kreditor, kapital finansial adalah jumlah pinjaman yang
tertanam di perusahaan. Jumlah rupiah pinjaman ditambah bunga yang
menjadi hak kreditor selama periode merupakan kapital akhir atau laba
kreditor.
2. Kapital Fisis
Kapital fisis adalah sumber ekonomik yang dikuasai oleh entitas yang
dipandang sebagai kapasitas produksi fisis, yaitu kemampuan menghasilkan
barang dan jasa. Kapital fisis secara umum tidak relevan dari sudut pandang
investor dan kreditor. Dengan konsep ini, laba atas kapital fisis akan timbul bila
kapasitas produksi fisis pada akhir suatu periode melebihi kapasitas produksi
fisis pada awal periode. Dalam konsep kapital finansial, pengaruh perubahan
akan diakui sebagai untung atau rugi menahan dan dilaporkan melaui statemen
laba-rugi. Sedangkan dalam kapital fisis, pengaruh perubahan diakui sebagai
penyesuai kapital dan tidak termasuk dalam statemen laba-rugi.

1.3.5 Skala Pengukuran


Skala pengukuran adalah unit pengukuran yang dapat dilekatkan pada suatu
objek sehingga objek tersebut dapat dibedakan besar kecilnya dari objek yang lain
atas dasar unit pengukur tersebut. dalam teori pengukuran, dikenal empat macam
skala pengukuran yaitu kategoris/nominal, ordinal, interval, dan rasio.

2.3.5.1 Skala Nominal


Skala nominal atau skala rupiah nominal adalah satuan rupiah sebagaimana
telah terjadi tanpa memperhatikan perubahan daya beli dengan berjalannya waktu
akibat perubahan kondisi ekonomik. Karen nilai rupiah dianggap konstan sepanjang
masa, akuntansi atas dasar pengukuran ini sering disebut akuntansi dengan asumsi
nilai rupiah konstan. Pengukuran dengan skala rupiah nominal lebih menitikberatkan
pada jumlah unit rupiah daripada jumlah unit daya beli. Karena dalam kenyataannya
nilai satuan uang berubah karena inflasi, pengukuran atas dasar skala rupiah nominal
mengandung kelemahan.

1.3.5.2 Skala Daya Beli


Skala daya beli atau lebih tepatnya skala rupiah daya beli atau skala daya beli
konstan merupakan skala untuk mengatasi kelemahan skala rupiah nominal. Dengan
skala ini, rupiah nominal dinyatakan kembali dalam bentuk rupiah daya beli atas dasar
indeks harga tertentu. Perubahan skala pengukuran dari rupiah nominal ke rupiah
daya beli secara substantive tidak berpengaruh terhadap laba sebagai perubahan nilai
ekonomik kapital, yang berubah adalah skala pengukurannya. Walaupun demikian,
pengukuran dengan rupiah daya beli akan menimbulkan untung atau rugi daya beli,
terutama kalau suatu entitas menahan asset moneter.

1.3.6 Dasar atau Atribut Pengukuran


Seperti asset, kapital dapat diukur atas dasar berbagai atribut. Walaupun
banyak atribut atau dasar penilaian yang dapat digunakan, di sini hanya akan dibahas
dua dasar penilaian penting yang berpaut dengan penentuan laba, yaitu kos historis
(historical cost) dan kos sekarang (current cost) yang keduanya merupakan nilai
masukan.

1.3.6.1 Kos Historis


Kos historis merupakan jumlah rupiah sepakatan atau harga pertukaran yang
telah tercatat dalam system pembukuan. Kos historis dipilih biasanya karena kos
tersebut objektif dan dapat diuji kebenaranya.

1.3.6.2 Kos Sekarang


Kos sekarang atau kos pengganti atau kos masukan sekarang menunjukkan
jumlah rupiah harga pertukaran atau kesepakatan yang diperlukan sekarang oleh unit
usaha untuk memperoleh asset yang sama jenis dan kondisinya atau penggantinya
yang setara. Harga pertukaran harus ditentukan dari pasar barang yang sekarang
digunakan kesatuan usaha sehingga harga pertukaran akan menggambarkan dengan
tepat nilai asset bersangkutan. Kos sekarang berbeda dengan kos historis bukan
karena perubahan harga umum tetapi karena perubahan selera, teknologi, dan fungsi.

1.3.7 Pengukuran Laba dengan Mempertahankan Kapital


Adanya tiga factor penentu nilai kapital (jenis, skala, dan dasar penilaian)
yang saling berinteraksi menimbulkan berbagai macam pendekatan atau basis
penilaian kapital. Tiap pendekatan sebenarnya merefleksikan kombinasi antara ketiga
faktor yang dipertimbangkan. Pendekatan yang dimaksud disini adalah cara atau
prosedur untuk mendapatkan jumlah rupiah kapital dan laba. Berbagai pendekatan
penilaian kapital dan implikasinya terhadap penentuan laba antara lain:
1. Kapitalisasi aliran kas harapan (capitalization of expected cash flow)
2. Penilaian pasar atas asset bersih perusahaan (market valuation of the firm)
3. Setara kas sekarang (current cash equivalen)
4. Harga masukan historis (historical input prices)
5. Harga masukan sekarang (current input prices)
6. Pemertahanan daya beli konstan (maintenance of constant purchasing power)

Penilaian pasar atas perusahaan


Penilaian ini memandang kapital sebagai kapital finansial. Penilaian ini
dimaksudkan untuk menghilangkan subjektifitas penyaji laporan keuangan. Penilaian
ini diserahkan kepada pihak lain dengan harapan penilaian tersebut objektif. Untuk
memperoleh nilai kapital yang wajar, dapat digunakan alternative penilaian yaitu
kapital diukur atas dasar perkalian antara volume saham yang beredar dengan harga
pasar saham pada awal dan akhir periode.

Setara kas sekarang


Penilaian ini memandang kapital sebagai kapital fisis. Dasar pengukuran
adalah gunggungan (sum) semua jumlah rupiah setara tunai pos aset dikurangi jumlah
rupiah setara tunai semua utang. Penilaian ini berbeda dengan penilaian sebelumnya,
penilaian ini merupakan gunggungan harga pasar tiap jenis aset secara individual.
Walaupun penilaian ini objektif, pasar bebas untuk tiap jenis asettidak selalu ada
sehingga harga pasar akhirnya juga tidak lebih dari sekedar taksiran (bahkan mungkin
merupakan nilai likuidasi) karena tidak ada barang yang setara di pasar sebagai
pembanding.

Harga masukan historis


Penilaian ini merpakan salah satu pendekatan penilaian dengan nilai masukan.
Penilaian atas dasar harga masukan dilandasi oleh gagasan bahwa kapital dapat
dikatakan telah dipertahankan apabila aset pada akhir perioda (dinilai dengan harga
masukan) sama dengan aset pada awal perioda (juga dinilai dengan harga masukan).
Penilaian ini memandang kapital sebagai kapital fisis. Laba diukur berdasarkan selisih
aset bersih awal dan akhir periode yang masing-masing dinyatakan dalam kos
historisnya. Konsep laba dengan pendekatan ini akan sama dengan laba komprehensif
karena laba didefinisi sebagai kenaikan aset bersih selain yang berasal dari transakasi
dengan pemilik.

Harga masukan sekarang


Penilaian ini pada dasarnya sama dengan harga masukan historis kecuali
bahwa dalam pendekatan ini menilai komponen-komponen kapital awal dan akhir
dengan kos masukan sekarang atau kos pengganti pada saat itu. Dengan cara ini,
untung atau rugi penahanan aset akan teridentifikasi dan masuk dalam perhitungan
laba. Pendekatan ini sebenarnya berusaha untuk merinci laba menjadi laba normal
yang menunjukkan kinerja manajemen dan laba semata-mata karena perubahan harga.

Pemertahanan daya beli konstan


Pengukuran dengan daya beli konstan ini basisnya adalah kos historis. Kapital
awal dan akhir dinyatakan dalam unit daya beli konstan pada indeks dasar tertentu.
Laba yang diukur berdasarkan selisih kapital awal dan akhir akan menggambarkan
tambahan daya beli kapital yang dimiliki perusahaan tanpa ahrus mengurangi daya
beli kapital yang mula-mula.

1.4 Konsep Laba dalam Tataran Pragmatik


Tataran pragmatik dalam teori komunikasi berkepentingan untuk menentukan
apakah pesan sampai kepada penerima dan mempengaruhi perilaku sebagaimana
diarah. Teori akuntansi pragmatik memusatkan perhatiannya pada pengaruh informasi
terhadap perubahan perilaku pemakai informasi akuntansi. Bila dikaitkan dengan
laba, tataran ini membahas apakah informasi laba bermanfaat atau apakah informasi
laba nyatanya digunakan.
1.4.1 Predictor Aliran Kas ke Investor
Para perekayasa akuntansi (misalnya FASB) berteori bahwa investor dan
kreditor berkepentingan dengan aliran kas yang masuk ke mereka atas investasinya.
Aliran kas yang diterima atau diharapkan investor akan dipengaruhi oleh kemampuan
perusahaan untuk menciptakan kas yang cukup untuk (a) membayar semua kewajiban
pada saatnya, (b) mendanai kepreluan operasi, (c) reinvestasi, (d) membayar bunga,
dan (e) membayar deviden. Oleh karena itu, investor dan kreditor harus memprediksi
kemampuan melaba (earning power) jangka panjang. Untuk itu, investor dan kreditor
memerlukan informasi laba masa lalu untuk memprediksi laba masa datang. Laba
masa datang menjadi basis bagi investor untuk memprediksi aliran kas masa datang
dari investasinya.

1.4.2 Laba dan Harga Saham


Kebermanfaatan laba dapat diukur dari hubungan antara laba dan harga
saham. Bahwa laba merupakan predictor aliran kas ke investor sebenarnya
menunjukkan bahwa laba menentukan harga saham. Aliran kas masa datang ke
investor digunakan untuk menentukan apa yang disebut nilai intrinsic (intrinsic value)
sekuritas atau saham.
Nilai intrinsic ini pada akhirnya akan menentukan harga pasar saham yang
terjadi di pasar modal pada saat tertentu. Investor atau analis akan membandingkan
nilai intrinsic saham dan harga pasar sekarang (current market price) untuk
menengarai apakah terjadi salah harga (mispricing). Hubungan antara nilai intrinsic
(NI), harga pasar sekarang (NPS), dan strategi investasi digambarkan sebagai berikut:
Bila NI > NPS berarti sekuritas dinilai lebih rendah oleh pasar sehingga harus dibeli
atau ditahan bila telah dimiliki.
Bila NI < NPS berarti sekuritas dinilai lebih tinggi oleh pasar sehingga harus
dihindari, dijual bila telah dimiliki atau lakukan short sale.
Bila NI = NPS berarti sekuritas dinilai benar dan terjadi ekuilibrium harga.

1.4.3 Perkontrakan Efisien


Teori perkontrakan efisien (efficient contracting theory) merupakan bagian
atau turunan dari teori keagenan (agency theory). Teori ini didasarkan atas berbagai
aspek dan implikasi hubungan keagenan. Hubungan tersebut biasanya dinyatakan
dalam bentuk kontrak. Kontrak diakatakan efisien apabila mendorong pihak yang
berkontrak melaksanakan apa yang diperjanjikan tanpa perselisihan dan para pihak
mendapatkan hasil yang paling optimal dari berbagai kemungkinan alternatif tindakan
yang dapat dilakukan agen. Aspek pragmatik laba dalam perkontrakan efisien
didasarkan pada gagasan bahwa kontrak akan efisien kalau laba akuntansi menjadi
kriteria dalam kontrak tanpa memandang aspek semantic (makna) laba tersebut.

1.4.4 Pengendalian Manajemen


Ikatan dalam bentuk kontrak tidak hanya terjadi antara perusahaan dan
investor atau pihak luar lainnya tetapi juga antara pihak internal perusahaan. Dalam
tataran pragmatik, laba digunakan sebagai pengukur kinerja divisi atau manajernya.
Laba mempunyai peran penting dalam suatu sistem pengendalian manajemen
(management control system). Sistem ini dirancang untuk meangarahkan perilaku
manajer agar mereka memaksimumkan kepentingan dirinya atau divisinya tetapi pada
saat yang sama kepentingan perusahaan secara keseluruhan juga tercapai. Bila hal ini
tercapai, terjadilah apa yang disebut keselarasan tujuan (goal congruence).
Pengendalian manajemen menuntut adanya kontrak –kontrak internal yang
memerlukan berbagai tingkat laba akuntansi sebagai unsur kesepakatan. Jadi, secara
pragmatik, laba akuntansi memang digunakan oleh manajemen. Hal ini memberi
indikasi bahwa laba akuntansi bermanfaat untuk kepentingan atau kontrak internal.

1.4.5 Teori Pasar Efisien


Kebermanfaatan informasi akan menentukan keefektifan pencapaian tujuan
pelaporan keuangan. Menurut teori pemakaian angka laba akuntansi secara individual
mempunyai prespektif dan kepentingan berbedabeda, cara ini kurang andal sebagai
bukti mengenai kemenfaatan laba. Cara lain yang dikemukakan oleh Lev (1989)
bahwa pemakai secara bersamaan bertindak seakan-akan menggunakan informasi
tertentu, maka informasi tersebut dianggap bermanfaat. Pasar modal dapat
merepresentasi pemakai informasi secara bersama. Variabel penting pasa modal
adalah harga saham, volume perdagangan saham, pengembalian, dan indeks harga
saham. Oleh karena itu, reaksi pasar modal terhadap informasi dapat digunakan untuk
mengukur atau menguji kebermanfaatan informasi. Hubungan antara informasi dan
harga saham dibahas dalam konteks yang disebut efisiensi pasar. Dapat disimpulkan
dari definisi Beaver (1989) dan Jones (1998) yang menunjukkan bahwa efisiensi pasar
harus dikaitkan dengan sistem informasi yaitu mekanisme penyediaan informasi
dengan segala regulasi yang berlaku dalam lingkup beroperasinya pasar modal.

1.4.5.1 Bentuk Efisiensi Pasar


Terdapat tiga bentuk efesiensi:
1. Bentuk lemah
Jika harga sekuritas merefleksi secara penuh informasi harga dan volume
sekuritas masa lalu. Pelaku dalam pasar ini masih dimungkinkan untuk
memperoleh pengembalian abnormasl dengan memanfaatkan informasi
selain data pasar.
2. Bentuk semi-kuat
Jika harga sekuritas merefleksi secara penuh semua informasi yang
tersedia secara publik termasuk data statemen keuangan. Hal ini dapat
mempengaruhi ketidakmampuan pengembalian abnormal secara terus-
menerus.
3. bentuk kuat
Jika harga sekuritas merefleksi secara penuh semua informasi termasuk
informasi privat atau dalam yang tidak dipublikasikan. Hal ini akan
mempengaruhi pengembalian yang berlebihan dalam jangka panjang
bahkan tidak memperolehnya.

1.4.6 Laba Sebagai Signal


Laba akuntansi yang diumumkan dari statemen keuangan merupakan salah
satu signal dari himpunan informasi yang tersedia bagi pasar modal. Penelitian
empiris menunjukkan bahwa laba (per saham) yang diumumkan dari statemen
keuangan mempunyai dampak terhadap harga saham . oleh karena itu, informsi
tentang laba dibutuhkan oleh investor untuk memprediksi laba di masa depan.

1.4.7 Pengujian Kandungan Informasi Laba


Laba kejutan merepresentasi informasi yang belum terungkap dalam pasar,
sehingga pasar akan bereaksi pada saat pengumuman. Laba dalam analisis ini
biasanya laba per saham. Oleh karena itu, laba kejutan untuk perusahaan tertetu dapat
berbeda-beda antar investor karena dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Return umumnya dinyatakan dalam persen perubahan. Oleh karena itu, return
saham suatu perusahaan dapat dinyatakan sebagai berikut (Van Horne, 1989:26):

Return =R=Deviden + (Harga Akhir-Harga Awa) / Harga Awal

1. Pengujian asosiasi
Studi asosiasi sering disebut juga studi koefisien respons laba. Koefisien
respon laba adalah kepekaan return saham terhadap setiap rupiah laba atau
laba kejutan. Studi empiris menunjukkan bahwa asosiasi ato kolerasi
antara laba dan return tidak sempurna. Alasan pertama, angka laba hanya
sebagian kecil faktor yang mempengaruhi harga saham. Kedua, fluktuasi
laba tidak selalu menggambarkan perubahan ekonomi. Ketiga, laba
akuntansi dapat dipengaruhi oleh karakteristik manajemen. Keempat,
investor tidak selalu seragam dalam menginterprestasi informasi yang
tersedia di pasar.
2. Pengujian peristiwa
Fokus utama dalam pengujian peristiwa adalah pengumuman laba bukan
angka laba. Sehingga, reaksi pasar siukur sebagai return abnormal atau
return kumulatif untuk seluruh sampel perusahaan. Dapat disimpulkan,
bahwa laba mempunyai efek pragmatik terhadap perilaku pasar modal.

1.5 Laba dan Teori Entitas


Teori entitas (kesatuan) disebut juga dengan teori ekuitas (equity theory)
karena berkaitan dengan penentuan siapa yang dianggap paling berkepentingan
dengan suatu kegiatan ekonomik sehingga pihak tersebut berhak untuk menikmati
laba. Teori entitas selalu dikaitkan dengan pelaku kegiatan ekonomi yaitu manajemen,
karyawan, investor, kreditor, pemerintah, dan entitas lain yang terlibat.dampak dari
teori ini adalah tentang tujuan pelaporan keuangan dan bentuk atau susunan statement
laba-rugi (income statement).

1.5.1 Entitas Usaha Bersama


Yang menjadi pusat perhatian akuntansi adalah kegiatan bersama yang
melibatkan berbagai pihak sebagai bagian dari kegiatan ekonomi. Semua pelaku
ekonomi menanggung usaha bersama sehingga mereka disebut secara bersama
sebagai pemegang pancang (stakeholders) dan perusahaan berfungsi sebagai alat
pengikat, pancang, atau pusat (nexus). Sudut pandang ini dilandasi gagasan bahwa
perusahaan yang besar memiliki fungsi institusi sosial yang mempengaruhi ekonomi
yang luas dan kompleks sehingga darinya dituntut pertanggungjawaban sosial.
Sebagai institusi sosial, perusahaan harus menunjukkan kontribusi ekonomi
terhadap masyarakat luas. Semua pelaku ekonomi memiliki peran dalam menciptakan
nilai tambah (value added atau added value) akibat kegiatan usaha tersebut. Para
stakeholder berhak mendapatkan bagian dari nilai tambah tersebut. Dari sudut
pandang tersebut, laba diartikan sebagai seluruh jumlah nilai tambahan (kenaikan
kemakmuran) yang dihasilkan oleh para pelaku ekonomi secara bersama dikurangi
cost material dan mesin/peralatan (bahan baku, overhead nontenaga kerja dan
depriasi). Jumlah rupiah yang dibayarkan kepada pelaku ekonomi bukan merupakan
biaya tetapi merupakan distribusi laba (nilai tambah) atau pembagian laba dan
statemen laba-rugi harus disusun dengan pendekatan nilai-tambahan untuk
mencerminkan karakteristik perusahaan sebagai institusi sosial. Untuk mengukur laba,
jumlah rupiah penjualan dikurangi dengan cost bahan baku dan overhead nontenaga
kerja karena keduanya merupakan nilai-tambahan yang timbul oleh institusi sosial
lainnya yang ditransfer ke kesatuan usaha bersama.
Makna depresiasi memunculkan masalah teoritis karena ada perbedaan
mengenai perlakuan depresiasi yaitu sebagai barang transfer (mengurangi nilai-
tambahan) atau sebagai reinvestasi (distribusi nilai-tambahan). Pendukung depresiasi
sebagai pengurangan nilai-tambahan berpendapat depresiasi harus dimasukkan dari
perhitungan nilai-tambahan karena nilai-tambahan tercipta dengan kontrisbusi
fasilitas fisik yang dibeli dari kesatuan lain (plant and equipment) sehingga
depresiasinya harus dikurangkan terhadap penjualan untuk menunjukkan nilai-
tambahan bersih oleh kesatuan usaha bersama yang bersangkutan. Pengurangan
depresiasi untuk nilai-tambahan juga sesuai asas akrual dan konsep dasar
perbandingan.
Sedangkan pendapat lainnya berpendapat pengurangan depresiasi untuk
mendapat nilai-tambahan mengurangi makna sebenarnya dari nilai-tambahan. Selain
itu nilai-tambahan juga akan kehilangan objektivitasnya karena depresiasi adalah
angka taksiran. Depresiasi tidak dikurangkan karena jumlah rupiah pembelian fasilitas
fisik dari kesatuan lain telah diakui sebagai nilai-tambahan oleh kesatuan lain
tersebut. Oleh karena itu, depresiasi harus dianggap sebagai distribusi laba untuk
mempertahankan kapasitas produktif aset yang dikuasi oleh kesatuan usaha bersama
dan untuk membatasi jumlah yang dapat didistribusi kepada para stakeholder.

1.5.2 Entitas Usaha atau Bisnis


Pada teori entitas usaha atau bisnis perusahaan dipandang sebagai orang atau
badan usaha sendiri, bertindak atas nama sendiri, serta terpisah dari investor, kreditor,
dan pihak eksternal lainnya. Perusahaan menjadi pusat perhatian akuntansi dan
menjadi subjek laporan. Laba dipandang sebagain kenaikan aset karena pendapatan
dianggap sebagai aliran masuk (kenaikan aset) dan biaya sebagai aliran keluar aset
(penurunan aset) akibat kegiatan operasi perusahaan. pemilik, kreditor, pemerintah
serta pelaku lainnya diperlukan sebagai pihak luar. Oleh karenanya jumlah rupiah
yang didistribusi ke mereka diperlakukan dengan biaya. Transaksi modal (dengan
pemilik) tidak dipisahkan dengan transaksi operasi.
Persamaan akuntansi pada teori ini adalah  Aset = Ekuitas
Karena pemegang saham memiliki kedudukan yang sama dengan kreditor,
utang merupakan keharusan kesatuan usaha kepada kreditor bukan keharusan
pemegang saham. Klaim dari pemegang saham diperlakukan sebagai keharusan
kesatuan usaha kepada pemegang saham sehingga bunga dan dividen keduanya
merupakan biaya. Statemen keuangan merupakan pertanggungjawaban entitas usaha
kepada pemegang ekuitas untuk memenuhi kewajiban hukum dan menjaga hubungan
baik karena gagasan bahwa kesatuan usaha bertindak dengan nama sendiri dan bukan
atas pemegang saham atau kreditor. Teori ini sering disebut sudut pandang entitas
baru atau kontemporer (new or contemporary view of entity).
dan biasa). Pada teori ini kedua kelompok dipandang sebagai mitra manajemen
(management associates) dimana perusahaan melalui manajemen bertindak atas nama
investor. Dan oleh karenanya laporan keuangan harus dilaksanakan untuk kepentingan
kedua kelompok tersebut. Persamaan akuntansinya adalah sebagai berikut:
Aset – Utang jangka pendek = Ekuitas investor
Laba diartikan sebagai jumlah yang menjadi hak investor. Sebagai
konsekuensi, bunga kepada kreditor jangka panjang dan dividen kepada pemegang
saham bukan merupakan biaya tetapi lebih merupakan distribusi laba. Pajak berstatus
sebagai biaya bagi investor. Bunga dan dividen merupakan pembagian laba bukan
biaya. Teori ini disebut juga sudut pandang entitas tradisional (traditional view of
entity).

1.5.4 Entitas Pemilik


Teori entitas ini memandang pemegang saham (biasa dan istimewa) sebagai
pemilik (proprietor) dan menjadi pusat perhatian akuntansi. Kreditor dianggap sebagai
pihak luar. Pemegang saham tetap menjadi mitra manajemen. Aset menjadi milik
pribadi pemegang saham sehingga utang merupakan keharusan pemegang saham.
Artinya, pemegang saham menanggung segala resiko yang berkaitan dengan utang.
Dengan sudut pandang ini, aset bersih menjadi perhatian utama bagi pemegang
saham. Teori ini dapat dinyatakan dalam persamaan akuntansi berikut ini :
Aset- Kewajiban = Ekuitas
Kreditor, pemerintah, dan pihak atau entitas lain (bahkan manajemen)
dianggap sebagai pihak luar pemilik sehingga semua kos yang dikorbankan yang
bersangkutan dengan pihak tersebut (misalnya gaji, bunga, dan pajak) akan dianggap
sebagai biaya bukannya distribusi laba. Laba dalam teori entitas ini adalah selisih
pendapatan dan biaya yang menjadi hak akhir pemilik.

1.5.5 Entitas Pemilik Residual


Konsep entitas ini memandang pemegang saham biasa sebagai pusat perhatian
akuntansi. Dalam pendekatan ini, pemilik adalah pemegang saham biasa. Pemegang
saham istimewa dianggap sebagai pihak luar sehingga dividen untuk mereka
dipandang sebagai biaya. Teori ini dapat dinyatakan dalam persamaan akuntansi
berikut ini :
Aset- Ekuitas spesifik = Ekuitas Residual
Dalam persamaan tersebut, ekuitas spesifik adalah utang dan ekuitas saham
istimewa. Teori ini dilandasi oleh pemikiran bahwa pemegang saham biasa adalah
pihak yang akhirnya menanggung resiko ketidakpastian masa datang tetapi juga
menikmati segala pengembalian setelah pihak yang lain terpenuhi haknya. Laba dan
laba persaham untuk pemegang saham biasa menjadi informasi penting yang harus
disajikan dalam statement laba-rugi.

1.5.6 Entitas Pengendali


Konsep ini tidak secara langsung berkaitan dengan makna laba tetapi lebih
berkaitan dengan penyajian data akuntansi secara keseluruhan. Teori ini
menitiberatkan pandangannya kepada pihak yang mengendalikan sumber ekonomi
perusahaan tanpa memperhatikan pemilikan seperti konsep kesatuan yang lain.
Pengendalian hanya dapat dilakukan oleh manusia dan oleh karenanya siapa yang
mengendalikan harus diidentifikasi dan kemudian akuntansi memusatkan
perhatiaanya pada para pengendali. Implikasi konsep ini hampir sama dengan
implikasi konsep kesatuan usaha. Dengan teori ini, sudut pandang akuntansi adalah
manajemen puncak sebagai pengendali bukan pemilik sehingga neraca dipandang
sebagai statement tentang sumber dan penggunaan dana yang menunjukan
pertanggungjawaban manajemen.
Statement laba-rugi dipandang sebagai penjelasan atas kegiatan manajemen
dari sudut pandang manajemen sehingga statement laba-rugi harus menunjukkan hasil
(laba) untuk tiap kegiatan yang dapat berupa projek, produk, atau segmen bisnis
lainnya. Meskipun demikian, manajemen juga menyiapkan statemen laba rugi untuk
menunjukkan kinerja kesatuan usaha secara keseluruhan.

1.5.7 Entitas Dana


Dana (fund) mempunyai dua pengertian yang saling diracukan. Dana dapat diartikan
sebagai kas (uang), aset likuid, atau sumber keuangan (financial resources) yang
dapat digunakan untuk menandai suatu kegiatan, program, atau projek dalam rangka
mencapai tujuan tertentu. Dana juga dapat berarti kesatuan, wadah, atau pusat yang
dapat berupa kegiatan, program, atau projek yang didanai dengan aset likuid tersebut.
Teori entitas dana dapat dinyatakan dalam persamaan berikut ini :
Aset = Pembatasan penggunaan aset
konsep ini berpaut dengan organisasi nonprofit khususnya organisasi kepemerintahan.
Untuk unit organisasi kepemerintahan, interpretasi terhadap persamaan di atas
bergantung apakah unit tersebut mengelola aset (keuangan negara) yang dipisahkan
dari Anggaran pendapatan dana belanja negara.
Teori Entitas Persamaan Komponen Penentu Laba Untuk Siapa?
Akuntansi laba
Usaha Aset = Ekuitas Penjualan/pendapatan Manager, karyawan,
bersama Pemegang dikurangi transfer antar pemerintah, kreditor, dan
Pancang entitas usaha bersama pemegang saham.
yaitu bahan baku,
bahan habis pakai, dan
overhead nontenaga
kerja. Untuk
perusahaan
perdagangan: kos
barang terjual dan
biaya operasi
nontenaga kerja
Usaha atau Aset= Ekuitas Semua jenis Pemerintah, kreditor,
bisnis spesifik pendapatan dikurangi dan pemegang saham
(pemerintah, semua biaya termasuk
kreditor, dan untung dan rugi.
investor) Bunga, pajak
penghasilan, dan
dividin tidak masuk
sebagai tetapi
pembagian laba
Investor Aset-utang Seperti pada teori Kreditor jangka panjang
jangka pendek entitas bisnis tetapi dan pemegang saham
= ekuitas pajak penghasilan
investor dianggap sebagai biaya
Pemilik Aset-kewajiban Seperti pada teori Pemegang saham
= ekuitas entitas investor tetapi istimewa dan biasa
pemilik bunga dianggap
sebagai biaya
Pemilik Aset – Ekuitas Seperti pada teori Pemegang saham biasa
Residual spesifik = entitas pemilik tetapi
ekuitas residual dividen untuk
pemegang saham
istimewa dianggap
sebagai biaya
Pengendali Seperti dalam Seperti pada teori Manajemen atau
teori entitas entitas pemilik pemegang saham
pemilik
terutama bila
pemilik
merangkap
sebagai
manajemen
Dana Untuk kesatuan Seperti pada entitas Unit kepemerintahan
dana bisnis dengan pusat yang membawakan
nonbelanja: perhatian pada kegiatan atau program
aset =pemerintah sebagai
pembatasan pemegang pancang
aset utama (dapat disebut Selisih pendapatan dan
sebagai ekuitas dana) belanja bukan laba tetapi
Karena penerimaan kas bermakna sebagai
Untuk kesatuan atau sumber likuid jumlah rupiah yag masih
dana belanja: harus dibelanjakan harus
aset likuid = sesuai tujuan, dipertanggungjawabkan
saldo dana perhitungan laba tidak
relevan. Tujuan utama
akuntansi adalah
pertanggungjaw3aban
dan
pertanggungjelasan
publik
Sumber : Suwardjono

1.6 Penyajian Laba


Penyajian laba berdasarkan masalah konseptual adalah pemisahan  pelaporan pos –
pos transaksi dengan pemilik. Pos-pos operasi dalam arti luas dilaporkan melalui
statemen laba-rugi sedangkan pos-pos yang jelas merupakan transaksi modal
dilaporkan melalui statemen laba ditahan atau statemen perubahan ekuitas.

B. EKUITAS
Pada bab ini dalam Suwardjono menyebutkan bahwa teori tentang ekuitas
pemegang saham berfokus pada bagaimana informasi ekuitas pemegang saham
beserta perubahannya disajikan dalam statemen laporan keuangan.
Dalam kerangka dasar Standart Akuntansi Keuangan (2002) misalnya Ikatan
Akuntansi Indonesia (IAI) mandefinisi ekuitas sebagai berikut : “Ekuitas adalah hak
residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban”.
Godfrey, Hodgson,dan Holmes (1997) membedakan ekuitas dan kewajiban
atas dasar criteria sebagai berikut:
a. Hak-hak masing-masing pihak atas penyelesaian klaim
b. Hak penggunaan aset dalam operasi
c. Substansi ekonomik perjanjian
d. Perbedaan antara modal setoran dan laba ditahan adalah modal setoran
merupakan dana dasar yang harus tetap dipertahankan untuk menunjukkan
perlindungan bagi pihak lain. Sedangkan, laba ditahan merupakan salah satu
komponen untuk menunjukkan daya melaba, dan jumlahnya harus dipisahkan
dengan modal setoran, walaupun jumlah akhirnya ditotal untuk membentuk
ekuitas pemegang saham.
2.1 KOMPONEN EKUITAS PEMEGANG SAHAM
Dari segi riwayat terjadinya dan sumbernya, ekuitas pemegang saham diklasifikasi
atas dasar dua komponen penting yaitu modal setoran dn laba ditahan. Modal setoran
dipecah menjadi modal saham sebagai modal yuiridis dan modal setoran tambahan
dan komponen lain yang merefleksi transaksi pemilik.

Komponen Ekuitas Pemegang Saham


Ekuitas Pemegang
Saham

Modal Setoran Laba Lain-lain


ditahan
Modal Modal setoran
Yuridis lain

Penerbitan saham baru Premium modal saham Laba rugi


Kapitalisasi laba Penjualan saham Dividen
ditahan treasuri Rekapitalisasi
Dividen saham Penyerapan defisit defisit
Konversi obligasi atau Deklarasi dividen koreksi
saham istimewa likuidasi perubahan
Stock subscriptions Restrukturisasi kapital akuntansi
Revaluasi aset
1.5.3 Entitas Investor
Investor yang dimaksud pada teori entitas investor adalah penyedia dana
utama perusahaan yaitu kreditor (jangka panjang) dan pemegang saham (preferensi

Komponen lain-lain terdiri atas pos-pos yang tidak tepat dimasukan dalam komponen
modal setoran lainnya atau laba ditahan tetapi sering diklasifikasikan sebagai pos
ekuitas pemegang saham. Pos-pos ini misalnya adalah untung penahanan belum
terealisasi (unrealized holding gains), penyesuaian kapital belum terealisasi lainnya,
selisih revaluasi, dan hak pemegang saham minoritas (Suwardjono, 2010:516).
2.2 TUJUAN PENYAJIAN EKUITAS
Pengungkapan informasi ekuitas pemegang saham akan sangat dipengaruhi
oleh tujuan penyajian informasi tersebut kepada pemakai statement keuangan. Pada
umumnya, tujuan pelaporan informasi ekuitas pemegang saham adalah menyediakan
informasi kepada yang berkepentingan tentang efesiensi dan kepengurusan
manajemen. Untuk memenuhi tujuan tersebut, informasi yang harus disampaikan
tentang ekuitas pemegang saham tersebut minimal adalah :
1. Sumber ekuitas pemegang saham beserta riwayatnya.
2. Peraturan yuridis yang membatasi pembagian dividen dan pengambilan
modal setoran kepada pemegang saham.
3. Prioritas beberapa golongan pemegang saham atau pemegang ekuitas lainnya.
2.3 PEMBEDAAN MODAL SETORAN DAN LABA DITAHAN
Laba ditahan pada dasarnya terbentuk dari akumulasi laba yang dipindahkan
dari akun ikhtisar laba rugi. Begitu saldo laba ditutup ke laba ditahan, sebenarnya
saldo laba tersebut telah lebur menjadi elemen modal pemegang saham yang sah.
Dengan demikian untuk mengukur seluiruh hak pemegang saham atas asset, laba
ditahan harus digabungkan dengan modal setoran. Terdapat beberapa komponen
yang membentuk ekuitas pemegang saham, yaitu:
a. Jumlah rupiah yang disetorkan oleh pemegang saham
b. Laba ditahan yang merupakan sisa laba setelah pembagian dividen
c. Jumlah rupiah yang timbulakibat revaluasi aset fisis tertentu
d. Jumlah rupiah donasi dari pihak non pemegang saham
e. Sumber lainnya
Pembedaan anatara dua bagian elemen ekuitas pemegang saham sangat
penting.
 Dari segi administrasi keuangan
Laba ditahan merupakan indikator daya melaba (earning power) sehingga laba
ditahan harus selalu dipisahkan dengan modal setoran, meskipun jumlah akhirnya
ditotal untuk membentuk ekuitas pemegang saham (ekuitas pemegang saham =
modal setoran + laba ditahan).
 Pembedaan dari segi Yuridis
Modal setoran merupakan dana dasar (basic fund) yang harus tetap dipertahankan
untuk menunjukan perlindungan bagi pihak lain. Dana ini hanya dapat ditarik
kembali dalam likuidasi atau dalam keadaan luar biasa lainnya. Laba ditahan
adalah jumlah rupiah yang secara yuridis dapat digunakan untuk pembagian
dividen (Suwardjono, 2010:517).

2.4 MODAL YURIDIS


Modal yuridis timbul karena ketentuan hukum yang mengharuskan bahwa
harus ada sejumlah rupiah yang harus dipertahankan dalam rangka perlindungan
rehadap pihak lain. Bentuk ketentuan hukum ini adalahbahwa saham harus
mempunyai nilai nominal atau nilai minimum yang dinyatakan untuk menunjukkan
hak yuridis. Modal yuridis merupakan jumlah rupiah “minimal” yang harus disetor
oleh investor sehingga membentuk modal yuridis.
Akuntansi menganggap pengungkapan modal yuridis tersebut tidak penting
karena akuntasi lebih menekankan pada jumlah rupiah yang benar-benar disetor
pemegang saham sebagai jumlah rupiah kontrak antara perseroan dengan pemegang
saham. Dalam hal perusahaan berjalan terus, pengungkapan modal yuridis kemudian
akan berfungsi semata-mata untuk menunjukan batas jumlah aset yang dapat
didistribsikan kepada pemegang saham baik dalam bentuk dividen maupun likuidasi
modal dan dianggap hal ini memberi informasi terhadap batas perlindungan bagi
kreditor (Suwardjono, 2010:518).
Besarnya Modal Yuridis
Dalam hal saham bernilai nominal(par stock), modal yuridis dapat sama
dengan jumlah yang dikenal dengan nama modal saham (capital stock). Modal
saham merupakan batas tanggungjawab pemegang saham dan batas kerugian pribasi
yang harus ditanggung pemegang saham. Artinya, dalam hal terjadi likuidasi
pemegang saham tidak dapat menuntut pembagian kekayaan atas dasar modal yang
disetor (kecuali ada sisa untuk itu).
2.5 MODAL SETORAN LAIN
Transfer dari modal setoran ke laba ditahan tanpa alasan yang
kuat adalah penyimpangan dari penalaran yang valid. Ini berarti bahwa modal tidak
dapat digunakan sebagao sumber laba ditahan. Demikian juga, tidak sebagianpun dari
jumlah rupiah laba ditahan dapat dimasukkan sebagai modal setoran kecuali jumlah
rupiah tersebut telah diubah menjadi modal dengan proses kapitalisasi yuridis atau
telah berubah karena transaksi modal yang dibahas dibawah ini.
2.6 PERUBAHAN MODAL SETORAN
Tujuan utama dari perekayasaan akuntansi modal setoran ini
adalah untuk membedakan secara tegas antara perubahan akibat transaksi operasi dan
perubahan akibat transaksi operasi. Dalam kenaikan modal setoran, pembedaan ini
bermanfaat untuk mencegah memperlakukan kenaikan akibat modal sebagai laba
sehingga timbul kesan adanya jumlah yang tersedia untuk pembagian dividen.
Berbagai sumber yang dapat mengubah modal setoran dengan berbagai masalah
teoretisnya adalah:
7. Pemesanan saham
8. Obligasi terkonversi atau berhak-tukar.
9. Saham istimewa terkonversi atau berhak-tukar,
10. Dividen saham.
11. Hak beli saham, Opsi saham, dan Waran.
12. Saham treasuri.
2.6.1 Pemesanan Saham
Pada umumnya, investor yang berminat membeli saham perusahaan
harus memesan (to subscribe) lebih dahulu saham yang akan dibeli dengan harga
sesuai dengan kesepakatan pada saat pemesanan. Secara konseptual, ekuitas
pemegang saham bersifat seperti kewajiban. Oleh karena itu, jumlah rupiah saham
pesanan dapat diakui sebagai modal setoran hanya apabila kedua syarat berikut
dipenuhi:
1. Jumlah rupiah yang disepakati dalam pemesanan merupakan klaim yuridis bagi
perusahaan terhadap pemesan dan tidak dapat dibatalkan.
2. Harga pemesanan tersebut akan ditagih penerbit dalam perioda yang cukup pasti
dan tidak terlalu lama.
2.6.2 Obligasi Terkonversi
Perusahaan menerbitkan obligasi dengan karekteristik bahwa obligasi
tersebut dapat ditukarkan dengan saham biasa atas kehendak pemegang obligasi
dalam perioda konversi tertentu. Kalau hak tukar tersebut digunakan (exercised), yang
terjadi adalah perubahan status kewajiban menjadi modal setoran. Masalah teoretisnya
adalah menentukan jumlah rupiah yang dapat dianggap sebagai modal setoran
sehingga modal saham dan kelebihan diatas modal saham (kalau ada) dapat
ditentukan. Dalam hal ini, ada dua nilai yang dapat digunakan sebagai basis
kapitalisasi yaitu:
1. Nilai buku (book value) atau nilai bawaan (carrying value) obligasi pada saat
penukaran.
2. Harga pasar obligasi atau harga pasar saham (mana yang paling obyektif).
2.6.3 Saham Prioritas Terkonversi
Pengukuran jumlah rupiah yang harus diakui sebagai modal setoran dapat
menggunakan cara seperti pada obligasi terkonversi. Dengan pendekatan pertama,
nilai nominal saham prioritas plus porsi premium/diskun ditransfer ke modal
pemegang saham dan premium/diskun modal pemegang saham biasa. Pendekatan
kedua juga dapat diterapkan. Kalau ada selisih antara harga pasar baik saham biasa
maupun saham prioritas, selisih tersebut harus dikompensasi ke atau dari laba ditahan.
Pendekatan ini mengisyaratkan diterimanya konsep kesatuan usaha karena laba
ditahan dianggap sebagai ekuitas perusahaan yang terpisah atau independen. Ini
berarti harga pasar saham biasa yang diperhitungkan dianggap tidak merefleksi hak
yang melekat pada laba ditahan.
Setelah konversi berarti perusahaan menjadi bebas dari kewajiban membayar
dividen secara tetap. Ini berarti likuiditas perusahaan bertambah dan akan mengurangi
risiko pemegang saham biasa. Penggunaan harga pasar juga pararel dengan transaksi
pertukaran untuk potensi jasa atau aset yang tidak sejenis (dissimilar) yang
menggunakan harga pasar sebagai dasar penentuan cost-nya
2.6.4 Dividen Saham
Dividen saham adalah distribusi dividen dalam bentuk saham yang sejenis
dengan saham yang mula-mula diterbitkan. Bila distribusi dividen saham tidak
disertai dengan kapitalisasi laba ditahan, dividen saham akan menyerupai pemecahan
saham (stock split).
a. Karakteristik Dividen Saham
Dari sudut pandang kesatuan usaha, dividen saham bukan merupakan
pembagian laba karena tidak ada penurunan aset perusahaan atau kenaikan utang
perusahaan. Hal ini berbeda dengan dividen kas jelas merupakan pendapatan bagi
penerima karena ada transfer kemakmuran (wealth) ke pemegang saham.
Dari sudut pandang kesatuan pemilik, dividen saham bukan merupakan laba
bagi penerimanya. Alasannya adalah bahwa laba perseroan juga merupakan laba
pemilik. Oleh karena itu, dividen kas dianggap sebagai pengambilan atau prive oleh
pemilik dari sesuatu yang memang sudah menjadi haknya.sehingga tidak ada
tambahan kemakmuran. Dividen sahan juga bukan merupakan laba tetapi sekedar
reklasifikasi ekuitas.
b. Kapitalisasi Atas Dasar Nilai Nominal
Kalau tujuan penyajian informasi modal pemegang saham adalah untuk
menunjukkan modal yuridis (legal capital), kapitalisasi dividen saham haruslah hanya
sebesar nilai nominal atau nyataannya. Jumlah ini sebesarnya merupakan jumlah
minimal yang harus dikapitalisasi untuk memenuhi ketentuan yuridis. Alasan
pendukung kapitalisasi hanya sebesar nilai yuridis adalah dividen saham bukan
merupakan pendapatan dan mengkapitalisasi sebesar harga pasar memberi kesan
bahwa dividen tersebut merupakan pendapatan yang di reinvestasi kedalam
perusahaan. Alasan lain yang dianggap cukup kuat adalah bahwa harga pasar
menggambarkan harga seluruh ekuitas pemegang saham (modal setoran dan laba
ditahan).
c. Kapitalisasi Atas Dasar Harga Saham
Dividen saham dapat dipandang sebagai pengganti dividen kas karena
dividen saham mempunyai nilai. Nilai tersebut diukur atas dasar harga saham.
Dengan demikian, harga pasar merupakan dasar yang tepat untuk menentukan
kapitalisasi.
d. Hak Beli Saham
Hak beli saham adalah hak yang diberikan bagi pemegang saham lama untuk
membeli sejumlah saham saham (proporsional dengan pemilikan). Hal ini biasanya
dimaksudkan untuk mempertahankan pemilikan pemegang saham lama. Pada
umumnya hak beli saham umurnya tidak lama dan harga beli saham dengan hak beli
tersebut biasanya lebih rendah dari harga pasar saham bersangkutan. Oleh karena itu,
hak beli saham sering dianggap mempunyai harga pasar sehingga timbul pendapat
bahwa hak beli tersebut dikapitalisasi.
e. Opsi Saham
Opsi saham ini biasanya di gunakan sebagai sarana untuk meningkatkan
loyalitas dan motivasi karyawan dengan menjadikan mereka pemilik perusahaan dan
untuk menambah penghasilan karyawan (sebagai kompensasi tambahan). Banyaknya
saham yang dapat dibeli dan harga opsi dapat ditentukan pada saat hak opsi diberikan
atau bergantung pada beberapa kejadian di masa mendatang seperti pertumbuhan
perusahaan dan perubahan harga saham.
Opsi Saham Non Imbalan
Kalau opsi saham tersebut non imbalan, harga saham atau harga
pengambilan ditentukan sama dengan harga saham pada saat opsi diberikan.
Dengan demikian pada saat tersebut karyawan dianggap tidak menerima
manfaat atau penghasilan tambahan karena karyawan akan membayar jumlah
yang sama dengan jumlah yang harus dibayar oleh non karyawan untuk saham
bersangkutan di pasar saham
Opsi Saham Imbalan
Kalau program opsi saham tidak memenuhi kriteria sebagai opsi saham
non imbalan, tentunya opsi saham tersebut merupakan opsi saham imbalan.
Misalnya saja, opsi saham ditawarkan hanya kepada para eksekutif tertentu
bukan pada seluruh karyawan.
f. Waran
Dalam PSAK No. 41, IAI mendefinisikan waran sebagai berikut:
Waran adalah efek yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang memberi hak
kepada pemegangnya untuk memesan saham dari perusahaan tersebut pada harga
dan jangka waktu tertentu (pasal 03).
Pemegang waran dapat membeli sejumlah saham dengan mengembalikan
waran tersebut dan membayar sejumlah uang kas tertentu. Waran berbeda dengan hak
beli saham dan opsi saham dalam beberapa aspek yaitu :
1. Waran diterbitkan oleh perusahaan sedangkan hak beli saham (call dan put)
diterbitkan oleh investor (baik individual maupun institusional).
2. Jangka waktu opsi waran biasanya lebih lama (dapat tahunan) dari pada jangka
waktu opsi hak beli saham.
3. Waran dijual atau diterbitkan kepada umum (bukan kepada pemegang saham atau
karyawan perusahaan) dan biasanya hal ini menjadi syarat bagi pembeli
4. Saham dijual dengan harga tertentu atau tunai (tidak gratis).
5. Harga pembelian saham total (harga waran plus tambahan kas) pada saat
pengambilan opsi biasanya melebihi harga pasar saham pada saat waran
ditawarkan
6. Bila hak opsi tidak diambil kos waran tidak dapat ditarik kembali oleh pemengang
waran
7. Waran dapat diterbitkan menyertai penerbitan surat utang (obligasi)
Apabila waran diambil, jumlah rupiah yang melekat pada waran dikapitalisasi
ke modal saham dan agio saham (bila ada). Apabila waran tidak diambil sampai masa
opsi berakhir, jumlah rupiah tercatat waran tetap diperlakukan sebagai modal setoran
lain.

2.7 PENURUNAN MODAL SETORAN


Pada umumnya lebih banyak faktor yang bersifat menaikan modal setoran
daripada yang menurunkan modal setoran. Alasannya adalah begitu modal disetor dan
tertanam dalam perusahaan maka modal tersebut akan menjadi investasi permanen
dalam perusahaan. Kalaupun pemegang saham mau melepas investasinya, maka
pemegang saham akan menjualnya ke pasar saham sehingga apa yang dilakukan
pemegang saham tidak mempegaruhi operasi ataupun posisi keuanagn perusahaan
(Suwardjono, 2010:533).
Modal setoran tidak akan berkurang kecuali adanya pembayaran atau
pembagian deviden yang dapat dikatagorikan sebagai deviden likuidasi atau
penarikan kembali saham yang beredar secara permanen.
2.7.1 Saham Treasuri
Transaksi yang jelas akan mengurangi modal setoran adalah penarikan
kembali untuk sementara menjadi saham treasuri. Beberapa alasan perusahaan
melakuka penarikan kembali saham sebagai saham terasuri adalah :
1. Saham tersebut akan diterbitkan kembali kepada karyawan dalam program opsi
saham. Dengan penggunaan saham treasuri dalam program opsi saham. Proporsi
pemilikan saham yang masih beredar tidak berkurang dibandingakan kalau
digunakan saham baru.
2. Saham tersebut akan digunakan untuk membeli perusahaan lain dalam transaksi
penggabungan usaha.

2.7.2 Konsep Satu Transaksital


Konsep ini disebut dengan metode kos karena jumlah rupiah total yang
dibayarkan,diangap seakan-akan merupakan kos pembelian saham treasuri. Apabila
saham treasuri tidak segera dijual maka kos pembelian tersebut tidak dapat dianggap
sebagai aset, tetapi akan diklasifikasikan sebagai pengurang ekuitas pemegang saham
secara keseluruhan.
2.7.3 Konsep Dua Transaksi
Konsep ini juga disebut dengan metode kos karena jumlah rupiah total yang
dibayarkan dianggap seakan–akan merupakan kos pembelian saham treasuri. Disebut
satu transaksi karena pembelian saham terasuri dan penjualannya kembali dianggap
sebagai satu transaksi. Artinya, pembelian dan penjualan dianggap sebagai kesatuan
transaksi untuk mencapai tujuan yang diinginkan dengan transaksi saham treasuri
tersebut.
2.8 PERUBAHAN LABA DITAHAN
Terdapat beberapa hal lain yang dapat menyebabkan laba ditahan dalam satu periode
berubah selain karena transaksi modal tetapi karena transaksi khusus yaitu :
1. Penyesuaian periode-lalu.
2. Koreksi kesalahan dalam laporan keuangan sebelumnya.
3. Pengaruh perubahan akuntansi.
4. Kuasi-reorganisasi.
2.8.1 Penyesuaian Periode Lalu
Penyesuaian periode lalu adalah perlakuan terhadap suatu jumlah rupiah yang
mempengaruhi operasi periode masa lalu (yang baru ditemukan atau baru dapat diakui
dalam periode sekarang) bukan sebagai pengurang atau penambah perhitungan laba
tahun sekarang (masuk dalam statment laba/rugi tahun sekarang atau berjalan) tetapi
sebagai penyesuai tehadap laba ditahan awal periode sekarang. Perlakukan semacam
ini dimaksudkan untuk menjadikan laba ditahan awal periode sekarang menunjukan
saldo semestinya seandainya jumlah rupiah tersebut telah diakui dalam periode yang
lalu (Suwardjono, 2010:539).
Sebagai contoh perusahaan yang pada periode lalu dituntut untuk mengganti
rugi sejumlah uang tertentu karena dituduh melanggar hak paten perusahaan lain.
Sampai akhir periode yang lalu perkara tuntutan ini belum diputuskan pengadilan
karena belum dapat dipastikan apakah perusahaan bersalah dan juga tidak ada
kepastian tentang jumlah yang akhirnya dibayarkan. Baru dalam periode sekarang
dapat dipastikan bahwa perusahaan benar-benar dinyatakan salah dan harus
membayar ganti rugi sejumlah tertentu. Jumlah tersebut jelas harus diakui dan
merupakan rugi bagi perusahaan. Persoalanya adalah apakah jumlah rugi tersebut
diperlakukan sebagai penyesuaian periode lalu (laba diatahan awal tahun) atau
sebagai pengurang pendapatan tahun sekarang? Dengan kata lain apakah rugi tersebut
diakui sebagai penyesuaian terhadap laba bersih periode yang lalu ketika peristiwa
yang menyebabkan rugi tersebut terjadi atau apakah rugi tersebut diakui sebagai
elemen penentuan laba periode sekarang ketika peristiwa yang menguatkan atau
memastikan terjadi (ketika kepastian tentang status dan jumlah telah diperoleh)
(Suwardjono, 2010:539-540).
Beberapa pendapat ada yang mendukung dan ada yang menolak perlakuan
rugi tersebut sebagai penyesuaian periode lalu, pihak yang mendukung beragumen
sebagai berikut:
1. Laba akan menjadi lebih berarti kalau rugi yang timbul akibat kejadian masa lalu
dilaporkan sebagai elemen laba rugi periode yang bersangkutan dan bukan sebagai
elemen laba rugi periode sekarang. Memasukkannya sebagai elemen laba rugi
periode sekarang akan menimbulkan distorsi pelaporan laba periode sekarang.
2. Pelakuan semacam ini menggambarkan penerapan penandingan pendapatan dan
biaya yang tepat (Suwardjono, 2010:540).
Sementara pihak yang menolak penyesuaian periode lalu mengajukan
argumen sebagai berikut:
1. Semua pendapatan, untung, biaya, dan rugi yang berkaitan dengan kegiatan
menghasilkan pendapatan harus dilaporkan dalam statement laba rugi. Dengan cara
ini statment laba rugi selama beberapa periode akan menyajikan riwayat
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Kalau rugi diperlakukan
sebagai penyesuaian periode lalu (penyesuaian akun laba ditahan awal) maka
jumlah tersebut tidak akan pernah masuk dalam riwayat laba perusahaan ini berarti
daya melaba jangka panjang tidak dapat digambarkan secara lengkap.
2. Pemakai laporan kemungkinan besar tidak akan pernah mengetahui bahwa rugi
tertentu pernah dialami oleh perusahaan kalau jumlah tersebut tidak dimasukkan
dalam statement laba rugi. Ini berarti bahwa pemakai kurang mendapat informasi
tentang kejadian yang mempengaruhi daya melaba (Suwardjono, 2010:540).
FASB menganut gagasan Paton dan Littleton diatas dan menetapkan secara
umum bahwa jumlah rupiah yang berkaitan dengan periode lalu harus diperlakukan
sebagai komponen statment laba rugi sekarang kecuali syarat-syarat tertentu dipenuhi.

2.8.2 Koreksi Kesalahan


Sistem akuntansi biasanya sudah dirancang dengan cukup cermat sehingga
kesalahan dalam pencatatan akan segera dapat dideteksi sehingga dapat dilakukan
koreksi. Dalam hal tertentu, kesalahan tidak segera diketahui dan baru ketahuan
beberapa waktu atau bahkan beberapa periode setelah statement keuangan disusun
dan diterbitkan. APB Opinion nomor 20 paragraf 13 mendefinisikan kesalahan
sebagai berikut :
Errors in financial statements result from mathematical mistakes, mistakes in
application of accounting principles, or oversight or misue of facts that existed at the
time the financial statements were prepared
Jadi, untuk dapat disebut kesalahan, suatu jumlah rupiah harus berasal dari
kesalahan hitung, kesalahan aplikasi, atau penerapan prinsip akuntansi, atau
kekhilafan atau kekeliruan menggunakan fakta yang tersedia dalam penyusunan
laporan keuangan. APB membedakan antara kesalahan dengan perubahan taksiran
atau perubahan akuntansi. Perubahan taksiran muncul dari adanya informasi atau
perkembangan baru yang berarti dari tilikan yang lebih baik atau pertimbangan yang
lebih mantap. Untuk disebut kesalahan, harus ada unsur kekhilafan atau salah pakai
informasi (Suwardjono, 2010:542).
Misalnya saja kesulitan dalam memecah kos menjadi biaya dan bagian yang
ditunda pembebanannya pada akhir periode membuka kemungkinan untuk melakukan
koreksi di kemudian hari terhadap asset dan laba yang sebelumnya telah dilaporkan.
Juga dapat terbukti bahwa setelah beberapa periode ternyata depresiasi telah
dibebankan terlalu besar bila dibandingkan dengan kenyataan yang sekarang dialami.
Hal ini berarti bahwa nilai buku asset telah dilaporkan terlalu rendah dan perhitungan
laba pada masa yang lalu juga menjadi terlalu rendah ditinjau dari segi fakta yang
sekarang diperoleh. Demikian juga, kalau terbukti bahwa beban depresiasi telah
ditentukan terlalu kecil sehingga depresiasi akumulasian kemungkinan tidak mencapai
jumlah rupiah yang dapat menutup kos asset pada saat diberhentikan maka ini berarti
bahwa saldo asset telah dilaporkan terlalu besar pula. Yang manapun dari situasi di
atas, suatu koreksi diperlukan segera setelah cukup bukti bahwa kesalahan telah
terjadi (Suwardjono, 2010:543).
2.8.2.1 Koreksi Sebagai Penyesuai Laba Ditahan
Pendekatan ini disarankan dalam APB nomer 20 paragraf 36 yang menyatakan
bahwa kesalahan dalam statement keuangan periode sebelumnya harus diperlakukan
sebagai penyesuian periode lalu. Laba ditahan awal periode berjalan disesuaikan
dengan jumlah rupiah pengaruh kumulatif kesalahan terhadap perhitungan laba
periode-periode sebelumnya dan kalau statemen komparatif disajikan, pengaruh
retroaktif kesalahan harus ditunjukkan dalam statment keuangan periode-periode yang
terpengaruh. Perlakuan semacam ini sebenarnya hanya berlaku untuk kesalahan yang
memenuhi ketentuan umum dalam SFAS No. 16 paragraf 1 yang dibahas sebelumnya
(Suwardjono, 2010:543).
Metode ini dapat diterima dari sudut pandang neraca saja dan tidak
mengganggu kenormalan atau keutuhan (integrity) beberapa statemen laba rugi
berikutnya. Di lain pihak, prosedur ini tidak layak karena riwayat laba yang pernah
dilaporkan menjadi tidak lengkap dan besar kemungkinan angka laba dapat
menyesatkan (Suwardjono, 2010:543).
2.8.2.2 Koreksi Sebagai Penyesuai Modal Setoran Lain
Paton dan Littleton (1970) menegaskan bahwa koreksi yang berkaitan dengan
penggunaan asset (asset utilization) dalam periode-periode yang lalu dengan alasan
apapun hendaknya dipisahkan dengan premium modal saham. Premium modal saham
merupakan komponen modal setoran dan kalau pemisahan antara modal setoran dan
modal operasi (laba) harus tetap dipertahankan maka tidaklah tepat untuk
menggunakan modal setoran untuk menyerap koreksi atas laba yang pernah
dilaporkan kecuali kalau :
(1) Laba bersih tahun berjalan dan laba ditahan telah habis.
(2) Penyesuaian yang mempengaruhi modal setoran tersebut mendapat persetujuan
pemegang saham.
(3) Laba ditahan yang diakumulasi setelah penyesuaian modal tersebut diberi
tanggal. Artinya, laba ditahan yang dilaporkan kemudian diperoleh dari operasi
setelah penyesuaian tersebut (perusahaan dianggap baru mulai atau fresh start)
(Suwardjono, 2010:544).
Jadi, sangatlah tidak tepat memperlakukan koreksi dengan cara
menggabungkan semua penyesuaian dalam statment perubahan laba ditahan dan
terpisah dengan statment laba rugi. Penyajian seperti itu cenderung mengacaukan
antara koreksi laba yang pernah dilaporkan dengan penyesuaian modal pemegang
saham yang tidak ada sangkut pautnya dengan proses pemanfaatan asset.
2.8.2.3 Koreksi sebagai Komponen Statment Laba Rugi
Statemen laba rugi kumulatif (serial komparatif) yang didasarkan atas
statment-statment terdahulu harus menunjukkan laba (atau rugi) komprehensif
sepanjang riwayat perusahaan sampai tanggal sekarang. Dengan demikian, kalau
koreksi langsung dilakukan dalam akun laba ditahan tanpa ada petunjuk atau
penjelasan apapun dalam statment laba rugi, beberapa statment laba rugi yang pernah
diterbitkan tidak dapat memberikan gambaran yang menyeluruh tentang kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba. Prinsip penyesuaian langsung ke laba ditahan
membuka kemungkinan untuk menimbulkan prosedur yang mengaburkan atau
menyembunyikan pengaruh rugi atau untung luar biasa dengan akibat timbulnya salah
tafsir pada pihak pemegang saham atau pihak lain yang berkepentingan..

2.8.3 Perubahan Akuntansi


Karena alasan tertentu suatu perusahaan mungkin melakukan kebijakan yang
mempunyai pengaruh terhadap konsistensi dalam proses akuntansi dan pelaporan
keuangan yang disebut dengan perubahan akuntansi. Ada tiga macam perubahan
akuntansi yaitu :
(1) Perubahan prinsip atau metode akuntansi (change in accounting principle or
method).
(2) Perubahan taksiran akuntansi (change in accounting estimate).
(3) Perubahan kesatuan pelaporan (change in the reporting entity) (Suwardjono,
2010:545).
Jumlah rupiah laba dan asset berkaitan yang mula-mula dilaporkan dalam
statemen keuangan periode yang lalu sebelum adanya perubahan tentunya akan
berbeda dengan jumlah rupiah seandainya perubahan tersebut telah dilakukan dalam
periode yang lalu dan bukan dalam periode sekarang atau berjalan. Salah satu elemen
yang terpengaruh adalah laba periode yang lalu (Suwardjono, 2010:545).
2.8.3.1 Penyesuaian Retroaktif
Metode ini mengakui kumulatif perubahan dalam laba periode yang lalu
sebagai penyesuaian periode lalu. Ini berarti saldo awal akun laba ditahan periode
sekarang disesuaikan dengan pengaruh kumulatif tersebut dan laporan-laporan
periode sebelumnya disusun kembali sesuai dengan perubahan tersebut (Suwardjono,
2010:546).
Pendukung penyesuaian retroaktif mengajukan argument seperti pendukung
penyesuaian periode lalu. Riwayat laba perusahaan yang sebenarnya selama beberapa
periode menjadi tidak menggambarkan laba yang konsisten cara penghitungannya
sehingga analisis statment keuangan dapat menyesatkan pengambilan keputusan.
Dengan kata lain, prinsip akuntansi harus diterapkan secara konsisten dalam statment
keuangan komparatif. Menggunakan prinsip yang berbeda untuk pos yang sama
dalam statment keuangan komparatif dapat menimbulkan interpretasi yang salah
mengenai kecenderungan (trend) atau analisis lainnya. Prinsip akuntansi harus sama
antara periode sekarang dan beberapa periode sebelumnya. Jadi, kalau terjadi
perubahan akuntansi, statment keuangan periode yang lalu harus disusun kembali
untuk mrefleksi prinsip akuntansi yang baru (Suwardjono, 2010:546).
2.8.3.2 Penyesuaian Sekarang
Metode ini mengakui seluruh pengaruh perubahan dalam laba periode yang
lalu sebagai komponen dalam menghitung laba periode sekarang (periode terjadinya
perubahan). Perlakuan ini didasari oleh beberapa gagasan. Pertama, semua pos yang
mempengaruhi laba perusahaan harus dilaporkan melalui statment laba rugi. Argumen
ini sejalan dengan gagasan tentang perlunya pemisahan yang tegas antara transaksi
operasi dan transaksi modal. Kedua, pada umumnya perubahan akuntansi cukup
sering terjadi sehingga tidak praktis untuk selalu mengadakan revisi statment
keuangan periode-periode sebelumnya. Ketiga, pengungkapan yang jelas dalam
pelaporan laba periode sekarang sudah cukup memadai untuk mengungkapkan
pengaruh perubahan tersebut sehingga kemungkinan pembaca laporan akan
melewatkan informasi perubahan dapat diatasi. Keempat, penyusunan kembali
statment keuangan periode lalu dapat menuunkan keyakinan publik terhadap statment
keuangan dan dapat membingungkan pemakai. Akhirnya, karena serangkaian
statment masa lalu telah disusun atas dasar prinsip akuntansi berterima umum, mereka
harus dianggap final kecuali untuk perubahan entitas pelaporan atau untuk koreksi
kesalahan.
2.8.3.3 Penyesuaian Sekarang dan Prospektif
Metode ini menyebar pengaruh kumulatif perubahan dalam laba periode yang
lalu ke periode sekarang dan beberapa periode mendatang yang sesuai. Perlakuan ini
dilandasi oleh argumen bahwa perubahan akuntansi merupakan suatu hal yang tidak
dapat dihindari dalam proses akuntansi yang bersifat memenuhi kebutuhan yang
berkembang. Dalam banyak hal, perubahan akuntansi tidak menyangkut jumlah yang
cukup material untuk mengharuskan revisi statemen keuangan. Lagipula, manfaat
tambahan yang diperoleh dengan revisi tidak sepadan kos perevisian tersebut. Oleh
karena itu, cara terbaik adalah melakukan perubahan akuntansi dan menerapkan
metode tersebut mulai dari periode perubahan dan seterusnya tanpa perlu mengadakan
revisi terhadap apa yang sudah terjadi walaupun pengungkapan yang memadai
tentang perubahan tetap diperlukan.

2.8.3.4 Aplikasi dalam Standar


Karena setiap metode di atas mempunyai keunggulan dan kelemahan masing-
masing, ketentuan umum yang digariskan dalam standar pada umunya merupakan
kompromi dari ketiga perlakukan diatas bergantung pada sifat dan jenis perubahan
akuntansinya. Jadi, beberapa perubahan akuntansi mengikuti perlakuan tertentu dan
beberapa perubahan lain mengikuti perlakuan yang lain. Berikut ini adalah pedoman
umum yang diberikan dalam APB No. 20 untuk memperlakukan berbagai perubahan
akuntansi (Suwardjono, 2010:547).
 Perubahan Prinsip atau Metode Akuntansi
Perubahan dapat disebabkan oleh terbitnya standar baru yang menetapkan
penggunaan metode tertentu atau menolak sama sekali metode tertentu. Misalnya
saja, pelaporan sewa guna yang harus menggunakan metode kapitalisasi untuk
sewa guna yang memenuhi kriteria kapitalisasi padahal sebelum adanya standar
tersebut perusahaan menggunakan metode sewa guna operasi. Perubahan peraturan
pajak dapat memicu perusahaaan untuk mengganti metode akuntansi. Misalnya, di
amerika, diperbolehkannya menggunakan metode MTKP dalam penilaian sediaan
untuk penentuan laba kena pajak membuat banyak perusahaan mengubah metode
penetuan kos sediaan dari MPKP ke MTKP (Suwardjono, 2010:547).
Dalam hal ini APB Opinion No 20 menganut penyesuaian sekarang
memperlakukan perubahan metode akuntansi. APB berargumen bahwa konsistensi
dalam penggunaan metode antar periode akan meningkatkan manfaat statment
keuangan. Perusahaan dapat mengganti metode akuntansi kalau memang metode
baru lebih baik dan efektif untuk melaporkan kejadian yang masih akan tetap
berlangsug di masa datang. Tentu saja perusahaan harus memberi justifikasi yang
kuat akan manfaat metode baru. Akan tetapi, metode lama yang hanya diterapkan
untuk suatu kejadian yang khusus atau tidak berulang tidak selayaknya diganti
(Suwardjono, 2010:547). Secara teknis, perlakukan tersebut dilaksanakan sebagai
berikut:
a. Statment keuangan beberapa periode sebelum perubahan disertakan dalam
perlaporan seperti apa adanya untuk tujuan perbandingan.
b. Pengaruh kumulatif perubahan terhadap laba ditahan awal periode sekarang
dilaporkan dalam statement laba rugi periode sekarang ( terjadinya perubahan).
c. Pengaruh penggunaan metode baru terhadap laba sebelum pos luar biasa dan
terhadap laba bersih (termasuk EPS) untuk periode pergantian metode perlu
diungkapkan.
d. Laba sebelum pos-pos luar biasa dan laba bersih (termasuk EPS) yang dihitung
secara pro forma atas dasar metode baru harus ditunjukkan dalam statement laba
rugi untuk periode-periode yang disajikan seakan akan prinsip baru telah
diterapkan untuk periode periode tersebut (Suwardjono, 2010:548).
 Perubahan Taksiran Akuntansi
Perubahan ini dapat terjadi sebagai akibat ditemukannya fakta baru atau
informasi baru atau akibat pengalaman tambahan yang diperoleh perusahaan
bersangkutan dengan taksiran tertentu. Contoh klasik adalah perubahan taksiran
umur fasilitas fisis setelah perusahaan menggunakannya dalam beberapa periode
akuntansi. Hal yang perlu dicatat adalah perubahan semacam ini bukan
merupakan kesalahan statement keuangan periode sebelumnya. Untuk dapat
dikatakan kesalahan, penyebab perubahan tersebut harus memenuhi pengertian
kesalahan seperti yang didefinisi dalam perbahasan kesalahan. Perubahan
taksiran biasanya berbeda dengan perubahan akuntansi. Misalnya, pengurangan
umur ekonomik suatu fasilitas fisis merupakan perubahan taksiran sedangkan
penggantian dari metode garis lurus ke metode lain merupakan perubahan
akuntansi walaupun kedua perubahan tersebut mungkin menghasilkan jumlah
rupiah dan pengaruh perubahan yang sama terhadap laba (Suwardjono,
2010:549).
APB Opinion No. 20 paragraf 31 menentukan bahwa perubahan estimasi
diperlakukan sebagai penyesuaian sekarang dan prospektif yaitu pengaruh
perubahan diakui (1) pada periode perubahan kalau perubahan hanya
mempengaruhi periode tersebut atau (2) pada periode perubahan dan mendatang
kalau perubahan mempengaruhi kedua periode tersebut. Juga ditetapkan bahwa
perubahan estimasi hendaknya tidak diperlakukan sebagai penyesuaian retroaktif
atau pelaporan pro forma untuk periode lalu
Alasan perlakuan tersebut adalah perubahan estimasi merupakan hal yang sering
terjadi karena memang sifat yang melekat dalam akuntansi yang memungkinkan
digunakannya angka taksiran. Kalau selalu diadakan penyesuian retroaktif,
kepercayaan masyarakat terhadap statement keuangan dapat berkurang
(Suwardjono, 2010:549).
 Perubahan Kesatuan / Subjek Pelaporan
Perubahan entitas pelaporan berarti perubahan organisasi atau lingkup
kesatuan usaha yang dilaporkan dalam statement keuangan. APB membatasi
perubahan entitas pelaporan pada hal-hal sebagai berikut :
1. Penyajian statement keuangan konsolidasian atau gabungan sebagai ganti
statement perusahaan secara individual.
2. Perubahan grup perusahaan anak yang dimasukan dalam statement keuangan
konsolidasian.
3. Perubahan grup perusahaan-perusahaan yang membentuk statement keuangan
(Suwardjono, 2010:549).
Termasuk pula sebagai perubahan entitas adalah kombinasi bisnis yang
dipertanggung jelaskan dengan metode penyatuan kepentingan. Ketentuan
perlakuan ini mengikuti penyesuaian retroaktif. Alasannya adalah perubahan
seperti itu jarang terjadi sehingga manfaat penyusunan kembali statement
keuangan sebelumnya masih dianggap cukup memadai dibandingkan dengan
kerepotannya. Disamping itu, perubahan semacam ini biasanya menyangkut
perubahan yang besar sehingga kesalahan dalam pengambilan keputusan dapat
mempunyai dampak ekonomi yang luas sehingga konsistensi dan statement yang
cukup teliti perlu disampaikan para pengambil keputusan (Suwardjono,
2010:550).

2.8.4 Kuasi-reorganisasi
Kuasi organisasi biasanya dilakukan dalam hal terjadinya suatu defisit. PSAK
No. 51 Pasal 9 mendeskripsikan pengertian kuasi-reorganisasi sebagai berikut:

Kuasi-reorganisasi adalah reorganisasi, tanpa melalui reorganisasi secara hukum yang


dilakukan dengan menilai kembali akun-akun aktiva dan kewajiban pada nilai wajar
dan mengeliminasi saldo defisit.

Selanjutnya ditegaskan bahwa kuasi-reorganisasi merupakan prosedur


akuntansi yang mengatur perusahaan untuk merestrukturisasi ekuitasnya dengan
menghilangkan defisit dan menilai kembali seluruh asset dan kewajbannya, tanpa
melalui reorganisasi secara hukum. Dengan mekanisme ini, diharapkan perusahaan
dapat meneruskan usahanya secara lebih baik seperti baru mulai (fresh start) dengan
modal yuridis baru tanpa dibebani defisit (Suwardjono, 2010:550).
Paton dan Littleton (1970) menyebutkan bahwa kalau terjadi defisit, tidak
perlu segera diserap oleh modal setoran. Defisit dapat dianggap sebagai kontra jumlah
modal setoran dengan harapan operasi perusahaan di masa mendatang dapat menutup
atau menghilangkan defisit tersebut. Akan tetapi, kalau defisit tersebut berkelanjutan
dan perusahaan terus mendapat rugi, tidak ada jalan lain kecuali mengadakan kuasi-
reorganisasi agar secara yuridis perusahaan dianggap sehat dan dapat membagi
dividen. Proses kuasi-reorganisasi biasanya terdiri atas langkah-langkah berikut :
1. Aset dan kewajiban perusahaan dinilai kembali atas dasar nilai pasar atau nilai
wajar pada saat reorganisasi.
2. Modal setoran lain atau agio saham (paid in capital in excess of par) harus
ditentukan jumlahnya sehingga cukup besar untuk menutup defisit. Bila sudah
cukup besar maka defisit dapat langsung dikompensasi dengan agio modal saham
ini. Kalau tidak cukup, nominal saham atau nilai yuridis saham harus diturunkan
atau dimintakan kesediaan dari pemegang saham untuk menutup defisit dengan
mendonasikan sebagian modal sahamnya (ini berarti sebagian modal saham
dilikuidasi tanpa kompensasi apapun kepada pemegang saham).
3. Saldo debit laba ditahan (defisit) dieliminasi dengan cara mendebit agio/premium
modal saham (Suwardjono, 2010:550).
Setelah kuasi-reorganisasi, laba ditahan tentunya akan bersaldo nol dan
mungkin masih terdapat sisa agio modal saham. Statment keuangan untuk tahun
terjadinya kuasi-reorganisasi harus mengungkapkan rincian jumlah yang membentuk
struktur modal yang baru (misalnya hasil penilaian kembali asset dan kewajiban,
agio/premium yang diciptakan, dan besarnya defisit yang diserap). Laba ditahan
sebelum reorganisasi tidak dapat diteruskan lagi dan laba ditahan dalam neraca
setelah reorganisasi harus diberi tanggal. Artinya, harus ditunjukkan bahwa kalau
terjadi laba ditahan maka laba ditahan tersebut terbentuk setelah tanggal reorganisasi.
Pengungkapan ini harus dilakukan sampai informasi tersebut tidak cukup signifikan
untuk diungkapkan. Accounting Research Buletin (ARB) No. 46 Paragraf 2
menyebutkan bahwa pemberian tanggal tersebut harus berlangsung paling tidak 10
tahun kecuali keadaan menjustifikasi untuk mengungkapkan hal tersebut kurang dari
waktu tersebut (Suwardjono, 2010:551).
Dewan Standar Akuntansi menegaskan bahwa kuasi-reorganisasi bukan
sekedar cara untuk menyajikan kembali posisi keuangan yang lebih baik tetapi juga
cara untuk menyelamatkan perusahaan yang terbebani defisit yang material padahal
perusahaan tersebut memiliki prospek yang baik. Kalau prospek memang tidak baik,
defisit merupakan kegagalan perusahaan dan kepailitan merupakan hal yang tidak
dapat dihindari. Oleh karena itu Dewan Standar Akuntansi menetapkan syarat-syarat
perusahaan yang dapat melakukan kuasi-reorganisasi yaitu (PSAK No. 51, Pasal 11):
(a) Perusahaan mengalami defisit dalam jumlah yang material.
(b) Perusahaan harus memiliki status kelancaran usaha dan memiliki prospek yang
baik pada saat kuasi-reorganisasi dilakukan.
(c) Perusahaan tidak sedang menghadapi permohonan kepailitan.
(d) Tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku.
(e) Saldo ekuitas sesudah kuasi-reorganisasi harus positif (Suwardjono, 2010:551).

2.8.4.1 Pengaruh Defisit terhadap Kreditor


Setiap defisit akan mengurangi batas perlindungan (margin of protection)
yang sebelumnya dinikmati oleh kreditor perseroan dan tingkat pengurangan ini akan
menjadi makin berpengaruh kalau defisit semakin besar. Kalau laba ditahan
jumlahnya cukup untuk menyerap rugi tertentu maka tidak akan timbul defisit ditinjau
dari segi neraca meskipun posisi kreditor menjadi kurang terjamin dibandingkan
dengan posisi sebelum terjadinya rugi. Kalau rugi melebihi laba ditahan jaminan
kreditor mula-mula yang berupa ekuitas pemegang saham menjadi berkurang. Kalau
sebagian ekuitas pemegang saham telah disisihkan sebagai agio saham cukup untuk
menyerap sisa rugi, maka jaminan penyangga bagi kreditor akan terpengaruh juga.
Kalau modal saham yuridis harus dikurangi untuk membentuk agio yang cukup untuk
menyerap defisit maka jelaslah ada pengerutan elemen jaminan penyangga total mula-
mula (original margin) yang menjadi dasar utama kepercayaan kreditor dalam
menanamkan dananya (Suwardjono, 2010:551-552).
Proses pengurangan modal saham yuridis untuk menyerap defisit akan
mendekatkan posisi perusahaan pada garis batas yang menandai timbulnya hak
kreditor yaitu hak yang berkaitan dengan kesulitan keuangan (insolvency) debitor.
Arti pentingnya proses kuasi-reorganisasi akan sangat berpengaruh terhadap kreditor
bilamana ada petunjuk bahwa defisit secara berangsur-angsur menjadikan jaminan
penyangga bagi kreditor habis. Itulah sebabnya Dewan Standar Akuntansi
menetapkan bahwa hanya perusahaan yang prospeknya baik dapat melakukan kuasi-
reorganisasi (Suwardjono, 2010:552).
Yang jelas kuasi-reorganisasi tidak akan dilakukan kalau laba ditahan masih
dapat menyerap defisit. Bila kuasi-reorganisasi dilakukan padahal masih terdapat laba
ditahan, kuasi-reorganisasi semacam ini dapat menimbulkan distribusi asset sebagai
dividen padahal sebenarnya asset tersebut merupakan jaminan bagi kreditor untuk
pinjaman yang ditanamkan. Dengan kata lain, perusahaan mengumumkan deviden
dengan membebankannya terhadap modal pemegang saham yang menjadi batas
perlindungan kreditor (Suwardjono, 2010:552).
Kuasi-reorganisasi yang memenuhi syarat tidak dengan sendirinya merugikan
kreditor. Seperti juga pemegang saham, kreditor akan lebih dirugikan oleh adanya
rugi daripada oleh fleksibilitas penyesuaian modal. Akan tetapi, dengan cara
pengungkapan yang bagaimanapun, membiarkan laba ditahan tetap utuh sementara
rugi diserap dengan modal setoran merupakan perlakuan yang menyesatkan bagi
semua pihak yang berkepentingan.

2.9 PENYAJIAN MODAL PEMEGANG SAHAM


Urutan penyajian kewajiban dan modal pemegang saham dalam neraca
sebenarnya menggambarkan urutan perlindungan dalam kondisi perusahaan yang
mengalami defisit dan dalm kondisi perusahaan dilikuidasi.
Dalam terjadi defisit, urutan penyajian menggambarkan:
1. Urutan penyerapan rugi:
a. Pendapatan kotor. Pos ini menyerap semua biaya dan rugi dan debit/beban
yng berasal dari transaksi nonpemilik.
b. Laba bersih. Hal ini akan terjadi pendapatan kotor tidak cukup untuk
menutup semua kos terhabiskan baik yang bersala dari konsumsi manfaat
maupun hilangnya manfaat. Bila digunakan pendekatan laba
komprehensif, laba bersih akan menjadi laba komprehensif.
c. Laba ditahan. Hal ini hanya dapat dilakukan apabila laba bersih periode
berjalan tidak cukup untuk menyerap suatu rugi tertentu atau rugi luar
biasa.
d. Premium modal saham. Bagian modal ini baru dapat menyerap rugi kalau
laba ditahan telah habis untuk menyangga suatu rugi. Dengan kata lain,
modal saham harus tetap dijaga kebutuhannya sampai premium modal
saham benar-benar telah habis
e. Modal saham. Bila kebutuhan modal yuridis telah terpengaruh secara
subtansial, kebijakan untuk melakukan kuasi-reorganisasi atau bahkan
likuidasi perusahaan mungkin diperlukan.
2. Urutan menerima distribusi asset
Ditinjau dari segi ini, urutan perlindungan dapat dikemukakan sebagai berikut :

 Karyawan dan pemerintah. Pihak ini dapat dipandang sebagai kreditor yang
diprioritaskan yaitu karyawan dengan hak atas gaji dan pemerintah dengan hak
atas pajak terhutang.
 Kreditor berjaminan. Pihak ini adalah pemegang obligasi atau kreditor lain
yang haknya dijamin dengan hak sita atas aset tertentu.

 Kreditor takberjaminan. Pihak ini terdiri atas para kreditor yng tidak dijamin
yang terefleksi dalam utang usaha atau utang wesel baik jangka pendek
maupun jangka panjang.

 Pemegang saham prioritas. Pihak ini dilindungi oleh laba ditahan sebagai
penyangga modal saham atau yuridis.

 Pemegang saham biasa. Pihak ini merupakan pemegang hak atas sisa
kekayaan yang berarti bahwa pemegang saham biasa harus menanggung lebih
dahulu rugi atau defisit.
2.10 PERINCIAN LABA DITAHAN
Bila komponen-komponen tertentu yang berasal dari transaksi operasi
dilaporkan langsung ke laba ditahan, laba ditahan dapat disajikan dan dirinci atas
dasar sumber. Terdapat pula kebiasaan bahwa laba ditahan disajikan dengan
memerincinya atas dasar tujuan (by purposes) dengan cara yang disebut apropriasi
(appropriation) dan pembatasan (restriction).
2.10.1 Perincian Atas Dasar Sumber
Dengan dasar ini, laba ditahan dapat dirinci menjadi laba ditahan yang
berasal dari operasi normal atau rutin dan yang berasal dari laba luar biasa. Dapat saja
pembedaan antara kedua sumber laba ditahan tersebut dipertajam. Namun, sebenarnya
tidak cukup beralasan untuk memecah kembali jumlah rupiah bersih laba periodic atas
dasar klasifikasi sumber bilamana statment laba-rugi telah memuat semua faktor yang
menentukan laba bersih (pendekatan laba komprehensif) dan laba komprehensif ini
telah ditransfer ke laba ditahan menjadi bagian dari ekuitas pemegang saham. Jadi,
bila perubahan akibat transaksi operasi dipisahkan secara tegas dengan transaksi
modal, statment laba-rugi telah merefleksi sumber laba ditahan sehingga perincian
laba ditahan akan percuma.
2.10.2. Perincian Atas Dasar Tujuan Penggunaan
Dalam praktik, perincian ini ditunjukkan dengan adanya pos cadangan
jaminan sosial, laba ditahan terbatas (restricted retained earnings), dan cadangan
umum. Perincian semacam itu sebenarnya sama saja dengan mengaitkan laba ditahan
dengan aset tertentu (asset imputation). Artinya, dalam aset apa saja laba ditahan
terikat. Klasfikasi ini mendasarkan pada tujuan penggunaan laba ditahan sebagaimana
ditunjukkan oleh komponen aset yang terkait.
Paton dan Littleton beragumen bahwa tidak diperlukannya perincian Laba ditahan
karena laba ditahan pada dasarnya tidak lebih daripada sebagai bagian hak pemegang
saham atas dana yang tertanam dalam seluruh aset sebagai kesatuan sehingga tidak
diperlukan perincian laba ditahan. Jumlah rupiah laba ditahan tidak dapat
diidentifikasi atas dasar ke jenis aset apa jumlah rupiah tersebut terikat. Seperti juga
modal setoran, laba ditahan terikat dalam aset sebagai satu kesatuan. Ini berarti bahwa
setiap bentuk klasifikasi laba ditahan atas dasar untuk apa jumlah rupiah laba ditahan
digunakan dalam perusahaan adalah bersifat hipotesis belaka dan sama sekali tidak
bermakna.
Bentuk lain penyisihan adalah untuk tujuan penyerapan kemungkinan rugi
atau ketidakpastian lainnya (contingencies). Penyisihan ini juga tidak bermakna
karena pada dasarnya total jumlah rupiah laba ditahan dapat dipandang sebagai
penyangga atau cadangan umum (general purpose buffer). Kalau memang terdapat
suatu tuntutan ganti rugi atau klaim yang suatu saat memang harus dipenuhi maka
jumlah rupiahnya (bila perlu ditaksir) harus ditunjukkan sebagai kewajiban. Kalau
ketidakpastian tersebut tidak lebih dari sekedar kemungkinan dan khususnya apabila
jumlah rupiah kerugiannya tidak dapat ditentukan maka suatu catatan kaki akan
cenderung lebih informative daripada penyisihan laba ditahan.

2.11 LABA KOMPREHENSIF


Perubahan akibat transaksi operasi atau transaksi nonpemilik harus dibedakan
dan dipisahkan secara tegas dengan perubahan akibat transaksi pemilik, semua
perubahan akibat transaksi operasi harus dilaporkan melalui statment laba-rugi
(Suwardjono, 2010:557).
Pos-pos operasi dalam arti luas sebagai lawan pos-pos transaksi nonpemilik
meliputi pos-pos operasi utama, pos-pos tambahan, dan pos-pos yang sifatnya khusus
atau luar biasa tetapi berasal dari transaksi nonpemilik. Masalah teoritis dalam hal ini
adalah pos-pos mana saja yang disajikan melalui statment laba-rugi dan pos-pos mana
saja yang dilaporkan melalui statment laba ditahan.

2.11.1 Laba Kinerja Sekarang

Pendekatan ini hanya memasukkan ke dalam statment laba-rugi pos-pos


operasi yang dianggap bertalian dengan tahun berjalan dan penggunaan asset (sumber
ekonomik) untuk mencapai tujuan utama. Pendekatan ini meenekankan makna
periode sekarang atau berjalan (current) dan operasi (operating) dalam arti sempit
(Suwardjono, 2010:558). Pendukung pendekatan ini mengajukan beberapa argumen
sebagai berikut:
1. Laba harus mengukur efisiensi penggunaan sumber ekonomik untuk periode
berjalan sehingga laba harus bebas dari hal-hal yang mengaburkan efisiensi.
Efisiensi, yang diukur atas dasar kembalian atas aset (return on assets), merupakan
angka penting untuk memprediksi kemampuan laba masa datang.
2. Laba merupakan pengukur kinerja manajemen. Oleh karenanya, laba haruslah
angka yang benar-benar merupakan hasil penggunaan sumber ekonomik yang ada
dalam batas-batas pengendalian manajemen. Faktor-faktor yang terjadi di luar
kendali manajemen harus dikeluarkan dari perhitungan laba. Ini berarti, laba yang
harus disajikan dalam statment laba-rugi adalah laba yang berasal dari operasi
normal.
3. Laba harus dapat digunakan untuk melakukan perbandingan antar perioda dan
antar perusahaan secara bermakna. Hal ini hanya dapat dilakukan kalau angka laba
hanya berisi pos-pos yang bersifat operasi dan rutin.
4. Karena fiksasi fungsional (functional fixation) pembaca statment laba-rugi yang
hanya melihat angka akhir, pemasukan pos-pos luar biasa dalam statment laba-rugi
dapat menyesatkan pemakai.
2.11.2 Laba Semua-Termasuk
Pendekatan ini menekankan pemisahan secara tegas transaksi operasi dalam
arti luas dan transaksi modal. Dengan kata lain, yang diperhitungkan sebagai laba dan
disajikan melalui statment laba-rugi adalah semua pos akibat transaksi nonpemilik.
Pendekatan ini dilandasi oleh konsep dasar kontinuitas usaha yang memandang
statment laba-rugi merupakan penggalan aliran operasi (pendapatan dan biaya) dalam
jangka panjang. Untuk dapat memprediksi kemampuan melaba jangka panjang,
statment laba-rugi tidak dapat berdiri sendiri tetapi harus disajikan sebagai
serangkaian statment laba-rugi sepanjang umur perusahaan. Dengan demikian,
laporan laba-rugi periodik (tahunan) harus memuat pos-pos yang tidak normal
(regular) atau luar biasa. Tidak ada pos selain yang berasal dari transaksi pemilik
langsung masuk atau menerobos ke statment laba ditahan.
Sebagai contoh, pengaruh kumulatif perubahan akuntansi misalnya tidak
selayaknya dilaporkan sebagai penyesuai laba ditahan. Paton dan Littleton (1970)
berkebaratan terhadap perlakuan seperti itu. Memang sebagian atau seluruh pengaruh
tersebut sebenarnya telah terhimpun beberapa periode sebelumnya dan baru diketahui
akibatnya dalam periode berjalan sehingga keliatan logis bahwa jumlah tersebut
disesuaikan terhadap laba ditahan. Akan tetapi, perlakuan semacam itu sama saja
dengan menyembunyikan riwayat tentang kemampuan perusahaan menghasilkan laba
jangka panjang.
2.11.3 Alasan Mendasar
Paton dan Littleton (1970) mengajukan argumen mendasar dalam mendukung
pendekatan laba semua-termasuk yaitu konsep pemanfaatan aset (asset utilization).
Konsep ini memandang bahwa manajemen mengelola aset sebagai satu kesatuan. Dari
segi pemanfaatan, sebenarnya tidak dapat dipisahkan antara aset keuangan dan aset
tetap sehingga keduanya mempunyai pengaruh yang sama terhadap laba. Lawan dari
konsep pemanfaatan aset adalah konsep aset kapital (capital asset). Konsep ini
membedakan aset kapital (yang terdiri atas aset tetap fisis) dan aset lainnya sehingga
pengaruh transaksi aset kapital (terutama yang luar biasa) terhadap laba harus berbeda
dengan transaksi aset lainnya. Berikut ini dibahas argumen Patton dan Littleton
mengenai pemanfaatan aset.

a. Konsep Pemanfaatan Asset


Statemen laba-rugi harus menyajikan secara efektif semua akibat dari pemanfaatan
aset yang diserahkan sepenuhnya kepada manajemen. Pemisahan laba menjadi normal
dan tidak normal dalam dua statment akan cenderung mengalihkan pusat perhatian
pemakai secara tidak semestinya ke laba normal dan dengan demikian secara tidak
sadar mengurangi perhatian pembaca akan keefektifan manajemen secara
keseluruhan. Misalnya saja, kalau laba normal yang dilaporkan melalui statment laba-
rugi sudah memuaskan, kemungkinan pembaca akan melalaikan sama sekali arti
pentingnya suatu penghapusan fasilitas fisis yang sudah ketinggalan zaman sebelum
waktunya dihentikan yang langsung dibebankan ke laba ditahan.
Manajemen mengelola aset yang dipercayakan kepadanya. Memang ada
berbagai cara untuk memanfaatkan aset. Penggunaan aset yang utama adalah untuk
menghasilkan barang atau jasa untuk mendatangkan laba. Dalam hal ini, aset atau
sumber ekonomik akan berkurang dengan terjadinya kos produksi, biaya, dan rugi,
serta akan bertambah dengan terjadinya pendapatan, laba, dan untung luar biasa.
Penggunaan aset yang kedua adalah untuk dijadikan jaminan kontrak utang atau
pendanaan dan untuk alat pelunasan kontrak tersebut. Dalam hal ini, aset akan
berkurang dengan dibayarnya utang dan dikembalikannya modal dan akan bertambah
dengan adanya pinjaman atau modal baru. Karena perbedaan mendasar ini, perubahan
akibat pemanfaatan aset untuk tujuan yang berbeda ini harus dipisahkan dengan tegas
dan jelas tetapi harus tetap dalam kategori perubahan akibat transaksi operasi
(nonpemilik). Dengan kata lain, perubahan tersebut harus dilaporkan melalui statment
laba-rugi.
b. Konsep Aset Kapital

Konsep ini membedakan fungsi aset lancar dan aset tetap. Dengan demikian,
perubahan aset tetap karena penjualan atau penghentian berbeda dengan perubahan
karena pemanfaatan aset untuk menciptakan laba (melalui depresiasi) sehingga laba
atau rugi pemberhentian aset harus dilaporkan terpisah sebagai penyesuai laba
ditahan. Laba atau rugi ini dipandang sebagai transaksi modal karena dianggap modal
pemegang saham tertanam dalam aset tetap. Ini berarti jenis aset fisis tertentu sebagai
potensi jasa dianggap berbeda dengan aset lainnya sehingga rugi atau laba yang
melekat pada jenis aset tertentu dapat dilaporkan terpisah dari perubahan aset yang
berkaitan langsung dengan biaya dan pendapatan.
Namun Paton dan Littleton (1970) menyangkal konsep di atas. Secara
konseptual, laba atau rugi yang berkaitan dengan pemanfaatan aset tetap tidak berbeda
dengan laba atau rugi yang berkaitan dengan pengelolaan aset lancar. Lagipula, tidak
ada alasan kuat untuk mengaitkan aset tetap fisis dengan kontribusi modal oleh
investor karena jenis aset tertentu secara umum tidak dapat ditelusuri dengan pasti
asal sumber dananya. Dengan kata lain, jumlah rupiah dana melekat dan campur jadi
satu (commingled) dalam aset secara keseluruhan. Dengan dasar pikiran ini, tidaklah
dapat dibenarkan untuk menggolongkan laba atau rugi tertentu sebagai ”rugi kapital”
(capital loss) yang sebenarnya tidak lebih daripada laba atau rugi biasa lantaran
pemanfaatan aset.
Uraian di atas melandasi pendekatan laba semua-termasuk yaitu bahwa semua
faktor penentu dalam pengukuran laba periodik dalam arti luas termasuk faktor luar
biasa dan tidak rutin harus dilaporkan dalam statment laba-rugi sebelum hasil
bersihnya dipindahkan ke kelompok modal pemegang saham di neraca.
2.12 PENYAJIAN LABA KOMPREHENSIF

Laba komprehensif merupakan salah satu elemen statment keuangan. Laba


komprehensif didefinisi sebagai perubahan ekuitas selama perioda yang berasal dari
sumber-sumber nonpemilik. Dengan dianutnya pendekatan laba semua-termasuk atau
laba komprehensif, masalahnya adalah bagaimana menyajikan komponen-komponen
pembentuk laba komprehensif dan bagaimana penyajian dalam statment laba-rugi.
Berikut ini memuat komponen-komponen pembentuk statment laba-rugi:

Komponen-Komponen Pembentuk Statemen Laba-Rugi


1. Seksi operasi utama (major operating activities section) :
a. Penjualan atau pendapatan (sales or revenues)
b. Kos barang terjual (cost of goods sold)
c. Biaya penjualan (selling expenses)
d. Biaya administrative atau umum (administrative or general expenses)
2. Seksi operasi tambahan (secondary or auxiliary activities section) :
a. Pendapatan lainnya dan untung (other revenues and gains)
b. Biaya lainnya dan rugi (other expenses and losses)
3. Pajak penghasilan (income taxes)
4. Operasi hentian / taklanjutkanan (discontinued operations)
5. Pos-pos luar biasa / ekstraordiner (extraordinary items)
6. Pengaruh kumulatif perubahan prinsip akuntansi (cumulative effects of changes
in accounting principles)
7. Pengaruh kumulatif perubahan estimate / taksiran (cumulative effects of changes
in accounting estimates)
8. Perubahan ekuitas nonpemilik lainnya (other nonowner changes in equity)
termasuk pos-pos penerobos.
Dengan pendekatan semua termasuk, FASB memperluas cakupan laba yang
meliputi apa yang sebelumnya disebut dengan pos-pos penerobos (bypassing items).
Pos-pos penerobos adalah pos-pos yang dilaporkan langsung dalam statement laba
ditahan tanpa melalui statement laba rugi. Contoh pos-pos ini antara lain adalah laba
menahan/penahanan atau laba fluktuasi harga belum terealisasi (unrealized holding
gains) dan penyesuaian penjabaran mata uang asing (foreign currency transaction
adjustments). Selain kedua pos ini, FASB juga mengantisipasi adanya pos-pos lain
yang merepresentasi perubahan ekuitas non pemilik yang harus dilaporkan melalui
statement laba rugi.
Terdapat dua pendekatan penyusunan statment laba-rugi untuk menyajikan
nomor 1 sampai 8. Pendekatan satu-statemen (one-statement approuch) menyajikan
kedelapan komponen tersebut dalam satu statment yang diberi judul statment laba-
rugi dan laba-rugi komprehensif (statement of income and comprehensive income).
Pendekatan dua-statemen memisahkan pelaporan komponen 1 sampai 7 dalam
statment laba-rugi (statement of income) dan menyajikan pengaruh komponen 8
terhadap laba perioda bersih dalam statment laba-rugi komprehensif (statement of
comprehensive income). Kriteria unutk mengklasifikasi suatu kejadian atau transaksi
yang membentuk pos-pos luar biasa yaitu :
a. ketakbiasaan (unusual nature)
b. ketakseringan keterjadian (infrequency of occurence)
c. materialitas (materiality) (Suwardjono, 2010:565).
Untuk mengkategori suatu kejadian atau transaksi ke dalam pos luar biasa,
ketiga karakteristik tersebut harus dipenuhi. Ketakbiasaan berarti bahwa kejadian atau
transaksi yang melandasi suatu pos mempunyai tingkat keabnormalan yang tinggi dan
harus jelas-jelas merupakan jenis yang sama sekali tidak berkaitan atau hanya
berkaitan secara insidental dengan kegiatan perusahaan dalam konteks lingkungan
beroperasinya perusahaan.
Materialitas berarti bahwa kejadian atau transaksi yang melandasi suatu pos
harus diklasifikasi secara terpisah sebagai pos luar biasa hanya kalau jumlah yang
terlibat material dalam kaitannya dengan atau relatif terhadap angka laba sebelum pos
luar biasa, kecenderungan (trend) laba periode sebelum pos luar biasa, atau ukuran
materialitas yang lain (Suwardjono, 2010:566). Bila suatu pos material tetapi hanya
memenuhi kriteria a atau b, tidak dapat diklasifikasi sebagai pos luar biasa. Hal ini
dinyatakan dalam APBO No. 30 paragraf 23 sebagai berikut:
Certain gains and losses should not be reported as extraordinary items
because thet are usual in nature or may be expected to recur as a consequence of
customary and continuing business activities.
Contoh pos-pos yang dapat dimasukkan dalam kategori ini misalnya adalah
penghapusan piutang, sediaan, serta kos riset dan pengembangan; untung atau rugi
penjabaran valuta asing termasuk akibat devaluasi atau revaluasi; untung atau rugi
pelepasan segmen bisnis; untung atau rugi penjualan aset fisis; efek pemogokan; dan
penyesuaian akrual atas kontrak jangka panjang. Intinya, pos-pos material yang tak
biasa atau taksering, tetapi tidak keduanya, masuk dalam kategori ini. Mereka
dilaporkan dalam seksi/komponen terpisah di atas pos ekstraordiner. Dapat juga
dilaporkan dalam seksi operasi tambahan kalau jumlahnya tidak material
(Suwardjono, 2010:566).
Secara umum dapat disimpulkan bahwa pos-pos takregular dilaporkan seperti
pada contoh di atas. Pos-pos material yang tidak memenuhi kriteria ekstraordiner
dilaporkan terpisah antara seksi operasi hentian dan seksi pos ekstraordiner. Di bawah
ini melukiskan kaidah keputusan untuk menyajikan semua pos atau komponen
pembentuk statemen laba-rugi komprehensif.
Dalam PSAK No.1, Dewan Standar Akuntansi menetapkan bahwa statemen
laba-rugi harus disajikan sedemikian sehingga mengungkapkan berbagai unsur kinerja
keuangan yang bermanfaat bagi pemakainya. Oleh karena itu, statemen laba-rugi
minimal harus menyajikan dan menonjolkan hal-hal berikut :
a. pendapatan
b. laba atau rugi usaha
c. biaya pinjaman
d. bagian dari laba atau rugi perusahaan terafiliasi dan terasosiasi yang
diperlakukan dengan metode ekuitas
e. pajak penghasilan
f. laba atau rugi dari aktivitas normal perusahaan
g. pos luar biasa
h. hak minoritas
i. laba atau rugi bersih perioda berjalan (Suwardjono, 2010:568).
Ketentuan tersebut bersifat umum dan berlaku untuk perusahaan jasa,
perdagangan, maupun pemanufakturan. Butir b sebenarnya adalah laba antara setelah
pendapatan atau butir a dikurangi dengan biaya-biaya usaha. PSAK no 1 menetapkan
bahwa penyajian biaya-biaya usaha dapat menggunakan klasifikasi (format) atas dasar
sifat biaya atau fungsi biaya.

Anda mungkin juga menyukai