Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

SECTIO CAESAREA INDIKASI SEROTINUS

OLEH :

NAMA : AFRIZAL RIO MAHENDRA

NIM : 19121078

POLITEKNIK KESEHATAN BHAKTI MULIA SUKOHARJO


PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMI 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
SECTIO CAESAREA INDIKASI SEROTINUS

A. SECTIO CAESAREA
1. Definisi
a. Sertio Ceasaria
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas
500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Cunningham FG, 2015)
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Nurarif, A.H, 2015)
Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan
pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Israr YA, 2016)
Jadi, sectio caesaria adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk mengeluarkan
janin dengan cara melakukan insisi pada dinding uterus depan perut..

2. Klasifikasi Sectio Caesarea (SC)


a. Abdomen (SC Abdominalis)
1) Sectio Caesarea Transperitonealis
a) Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada corpus
uteri.
b) Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah uterus.

2) Sectio caesarea ekstraperitonealis


Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan
demikian tidak membuka kavum abdominalis.
b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
1) Sayatan memanjang (longitudinal)
2) Sayatan melintang (tranversal)
3) Sayatan huruf T (T Insisian)
c. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm.
Kelebihan :
1) Mengeluarkan janin lebih memanjang
2) Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
3) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
1) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonial
yang baik.
2) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan
dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah
dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda
biasanya baru terjadi dalam persalinan. Untuk mengurangi kemungkinan
ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu
lekas hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun.
Rasionalnya adalah memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk
tujuan ini maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.
d. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim
kira-kira 10cm
Kelebihan :
1) Penjahitan luka lebih mudah
2) Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
3) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke
rongga perineum
4) Perdarahan kurang
5) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil
Kekurangan :
1) Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat menyebabkan
arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang banyak.
2) Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.

3. Etiologi
Indikasi SC :
a. Indikasi klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar section caesarea adalah:
1) Prolog labour sampai neglected labour.
2) Ruptura uteri imminen
3) Fetal distress
4) Janin besar
5) Perdarahan antepartum
(Manuaba, I.B, 2001)
b. Sedangkan indikasi yang menambah tingginya angka persalinan dengan sectio
adalah :
1) Malpersentasi janin
a) Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan /cara
yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak lintang yang
janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan letak
lintang harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak ada perkiraan
panggul sempit. Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong
dengan cara lain.
b) Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila panggul
sempit, primigravida, janin besar dan berharga.
2) Plasenta previa sentralis dan lateralis
3) Distosia serviks

4. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa
sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri
mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan
malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi
aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan
pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri
sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu,
dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen
sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf
- saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang
bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.

5. Pathway

6. Komplikasi

a. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam
masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain.
Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala
infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap
kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal
sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi
tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih
berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uterina
ikut terbuka atau karena atonia uteri
c. Komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada dinding
uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.
Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
Kematian perinatal sekitar 4 - 7%.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin atau hematocrit (HB/HT) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra
operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d. Urinalisis / kutur urine
e. Pemeriksaan elektrolit

8. Penatalaksanaan
a. Medis
1) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3) Obat – obat lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C
4) Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang
biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian
dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan
transfusi darah sesuai kebutuhan.

b. Keperawatan
1) Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
2) Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap :
a) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
c) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
e) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
3) Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
4) Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti
5) Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan. (Manuaba, 1999)
6) Edukasi
a) Gurita/korset dipakai selama 3 bulan.
b) Boleh hamil setelah 2-3 tahun.
c) Coitus boleh dilakukan pada post operasi setelah 8 minggu.
d) Jika section caesaria dilakukan karena panggul sempit
e) maka persalinan berikutnya section caesaria lagi.
9. Fokus Pengkajian
1. Identitas klien dan penanggung
2. Keluhan utama klien saat ini
3. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
4. Riwayat penyakit keluarga
5. Keadaan klien meliputi :
a. Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
b. Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan
atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan labilitas
emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.
c. Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
d. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
e. Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi
kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada.
f. Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
g. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
h. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.

10. Fokus Intervensi


a. Nyeri akut berhubungan berhubungan dengan agen cidera fisik
NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan
Nyeri berkurang dan terkontrol dengan Kriteria :
1) Skala nyeri 0
2) Klien tampak tenang dan rileks
NIC:
1) Kaji tingkat,skala,dan intensitas nyeri.
2) Atur posisi yang nyaman dan menyengkan.
3) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
4) Ajarkan tekhnik relaksasi
5) Kaji tanda-tanda vital pasien
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Analgetik.
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/ luka bekas operasi
NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan
pasien bebas dari tanda gejala infeksi dengan Kriteria hasil :
1) Pasien bebas dari tanda gejala infeksi
2) Pasien menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
3) Jumlah leokosit dalam batas normal
4) Menunjukan perilaku hidup sehat
NIC:
1) Kaji tanda gejala infeksi
2) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
3) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
4) Kaji suhu, nadi, dan jumlah sel darah
5) Inpeksi balutan luka terhadap pendarahan berlebihan
6) Kaloborasi pemberian antibiotik
c. Ketidakcukupan produksi asi berhubungan dengan reflek menghisap tidak
menghisap tidak efektif
NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam diharapkan produksi asi
tercukupi dengan kriteria hasil :
1) Kesejajaran tubuh sesuai dan bayi menempel dengan baik sepenuhnya adekuat
2) Penempatan lidah yang tepat sepenuhnya adekuat
3) Refleks menghisap sepenuhnya adekuat
4) Pasien menyusui bayi 2 jam sekali
NIC:
1) Letakan bayi disamping pasien
2) Intrtuksikan pasien mengenai tanda bayi merasa lapar
3) Edukasi pasien tentang cara menyusui bayi dengan tepat
4) Berikan informasi mengenai manfaat menyusui baik fisiologis maupun
psikologis
B. SEROTINUS
1. Definisi
Serotinus adalah kehamilan yang melempaui umur 294 hari ( 42 minggu )
dengan segala kemungkinan komplikasi (manuaba, 2008).
Serotinus adalah kehamilan yang berlangsung lebih dari 42 minggu atau
melebihi 2 minggu dari perkiraan persalinan yang dihitung mulai dari hari pertama
haid terakhir (HPHT). sedangkan partus serotinus adalah berakhirnya suatu kehamilan
dengan umur kehamilan lebih dari 42 minggu (wiknjosastro, 2011)

2. Etiologi
Serotinus disebabkan penurunan kadar esterogen pada kehamilan normal
umumnya tinggi. Faktor hormonal yaitu kadar progesterone todal dapat turun
walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitolsin
berkurang. Faktor lain adalah hereditar, karena post matur sering dijumpai pada suatu
keluarga tertentu.(sujiyatini,2009)
Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudia
menurun setelah 42 minggu, terlihat daro menurunnya kadar esterogen dan laktogen
plasenta, terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan
suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh kembang janin intrauterin.
Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50 %. volume air ketuban juga berkurang
karena mulai terjadi absorpsi. Keadaan - keadaan ini merupakan kondisi yang tidak
baik untuk janin. Risiko kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi, yaitu
30% prepartum, 55% intrapartum, dan 15% postpartum. Diduga faktor yang
mempengaruhi adalah
a. Faktor potensial yaitu adalah adanya defisiensi hormone adenocorticotropik
(ACTH) pada fetus atau defisiensi sulfate plasenta, dan kelainan system saraf
pusat pada janin yang sangat berperan misalnya, pada keadaan anensefal.
b. Selain faktor yang memgganggu mulainya persalinan baikfaktor ibu, plasenta
maupun anak
c. Sebagai keadaan langga yang berkaitan dengan kehamilan yang lama mencakup
anensefalus hipoplasio adrenal janin, tidak adanya kelenjar hipofise pada janin,
defisiensi sulfatase plasenta dan kehamilan ekstrauteri. Meskioun etiologu
kehamilan yang lama tidak dipahami sepenuhnya, keadaan klinis ini memberikan
suhu gambaran yang umum yaitu penurunan kadar estrogen pada kehamilan
normal yang umumnya tinggi
d. Faktor lain yang mempengaruhi dari berbagai faktor demografik ibu seperti
paritas, graviditas, umur, riwayat post tem sebelumnya dan status social ekonomi
e. Paritas
Faktor paritas, terbagi menjadi primipara dan multipara. Primipara adalah wanita
yang pernah hamil sekali dengan janin mencapai titik mampu bertahan hidup. Ibu
primipara yang mengalami ketuban pecah dini berkaitan dengan kondisi
psikologis, mencakup sakit saat hamil, gangguan fisiologis seperti emosi dan
termasuk kecemasan akan kehamilan. Selain itu, hal ini berhubungan dengan
aktifitas ibu saat hamil yaitu akhir triwulan kedua dan awal triwulan ketiga
kehamilan yang tidak terlalu dibatasi dan didukung oleh faktor lain seperti
keputihan atau infeksi maternal. Sedangkan multipara adalah wanita yang telah
beberapa kali mengalami kehamilan dan melahirkan anak hidup. Wanita yang
telah melahirkan beberapa kali dan mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan
sebelumnya serta jarak kelahiran yang terlampau dekat, diyakini lebih beresiko
akan mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan berikutnya.

3. Tanda dan gejala


a. Menghilangnya lemak subkutan
b. Kulit kering, keriput atau retak - retak
c. Pewarnaan mekonium pada kulit
d. Umbilikus dan selaput ketuban, kuku dan rambut panjang
e. Bayi malas
f. Nyeri perut
g. Denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda,tanda infeksi yang terjadi.
(sastrawinata,2010)

4. Patofisiologi
Perubahan plasenta menunjukan penurunan diameter dan panjanhg vilikorialis
nekrosis fibrionid dan terjadi arterosis pembuluh dari desidua dan korion. Perubahan
ini disertai dengan terjadinya gambaran infark hemoragik yang merupakan tempat
penimbunan kalsium dan pembentukan infark pada kehamilan lewat waktu infark
ditemukan 60-8-% pada plasenta.
Apabila kehamilan berlangsung melampaui masa fungsi plasenta, maka janin
mungkin kekurangan nutrisi dan oksigen akibat dari penurunan fungsi plasenta.
Sindroma postmaturus dapat terjadi hanya 10-20% dari bayi persalinan kehamilan
lewat waktu
Gawat janin dapat terjadi akibat penekanan tali pusat yang dihubungkan dengan
oligohidramnion. Walaupun dapat bertumbuh menjadi postmaturitas, sebagian 25-30%
janin juga dapat terus tumbuh dan melebihi 4000 gram.

5. Pathway
Pengaruh progesterone pengaruh oksitosin
Kortisol ( ACTH janin ) saraf

Biomolekuler persalinan Uterus pelepasan kadar kartisol


Oksitosin dari
Neurohipofisis

Pelepasan oksitosin Produksi progesterone


menurun

Sensitifitas uterus

Serotinus sekresi esterogen

(Manuaba (2010))

6. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada KPD meliputi
a. Kematian janin dalam rahim
b. Akibat infusiensi plasenta karena menuanya plasenta dan kematian neonatus yang
tinggi
c. Asfiksia adalah penyebab utama kematian dan morbiditas neonatus
d. Pada otopsi neonatus dengan seronitus didapatkan tanda tanda hipoksia termasuk
adanya petekie pada pleura dan perikardiem dan didapatkan adanya partikel -
partikel mekonium pada paru. Secara hepatologis, kelainan plasenta yang
ditemukan adalah klasifikasi edema vili, psuedohiperplasi pada sinsitium,
degenerasi fibroid pada vili, dan miokard infark plasenta ( sastrawinata,2010)
7. Pemeriksaan Penunjang
1) USG untuk menilai usia kehamilan, oligohidromnion, derajat, maturitas
plasenta
2) CTG untuk menilai adanya tidaknya gawat janin
3) Penilaian warna air ketuban dengan amnioskopi atau amniostomi ( tes tanpa
tekenan dinilai apakah reaktif atau tidak dengan tes tekanan dinilai apakah
reaktif atau tidak dengan tes tekanan oksitosin)
4) Pemeriksaan sitology vagina dengan indeks koriopiknotik > 20 % (mansjoer,
2008)
8. Penatalaksaan
a. Penatalaksanaan pada ibu
1) Pengelolaan pada ibu
a) bila sudah dipastikan kehamilan umur 41 minggu pengelolaan tergantung
dari derajat kematangan serviks.
b)Bila serviks matang ( Skor Bishop > 5 ) ( dilakukan induksi persalinan asal
tidak ada janin besar, jika janin lebih 4000 gram, dilakukan SC),
pemantauan intrapartum dengan mempergunakan KTG dan kehadiran
dokter spesialis anak apalagi bila ditemukan mekonium mutlak diperlukan
c) Pada serviks belum matang ( skor Bhisop < 5 ) kita perlu menilai keadaan
janin lebih lanjut apabila kehamilan tidak diakhiri, ( NST dan penilaian
kantunh amnion, bila keduanya normal kehamilan dibiarkan berlanjut dan
penilaian janin dilanjutkan seminggu 2 kali.
b. Keperawatan
1) Monitor ttv
2) Kaji tingkat nyeri
3) Terapi relxsasi: Nafas dalam atur posisi
4) Edukasi penanganan nyeri
C. DEFINISI
1. MOW
MOW adalah biasanya disebut dengan tubektomi merupakan kontrasepsi yang
bertujuan mehentikan kesuburan dengan tindakan berupa penutupan tuba uterine/
tuba falopi
DAFTAR PUSTAKA

Achadiat, 2009, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta :
EGC.
Bobak, Irene M. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta: EGC.
Harry Oxorn & William R.Forte. 2010. Ilmu Kebidanan : Kebidanan : Patologi dan Patologi
dan Fisiologi Fisiologi Persalinan. Jakarta : Andi Publisher.
Israr YA, Irwan M, Lestari, dkk. 2016. Arrest of Decent-Cephalopelvic Disproportion (CPD).
Jakarta : EGC
Manuaba. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.
Nurarif, A.H dan Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan KeperawatnBerdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA Jilid 1. Jogjakarta: MediactionPersatuan Perawat Nasional
Indonesia (PPNI). 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi (SDKI)
dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Prawirohardjo,S., 2017. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Jakarta: EGC
Varney, Helen. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Ed. 4, Vol. 1. Jakarta : EGC. 2009.
Yulaikhah, 2009. Panduan Lengkap Kebidanan. Yogyakarta : Pallmall.

Anda mungkin juga menyukai