Anda di halaman 1dari 134

Sulaiman Ibrahim

PENDIDIKAN & TAFSIR


Kiprah Mahmud Yunus dalam
Pembaruan Islam

Lembaga Kajian Agama & Sosial Kemasyarakatan


Jakarta 2015

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


Katalog dalam Terbitan (KDT)
Perpustakaan Nasional RI.

PENDIDIKAN & TAFSIR:


Kiprah Mahmud Yunus dalam Pembaruan Islam (edisi revisi)
Sulaiman Ibrahim
LeKAS Publishing, Cet. I, Juli 2015

ix + 125 halaman; 14 x 21 cm
1. Tafsir, 2. Pendidikan,
3. Mahmud Yunus

ISBN: 978-602-8412-09-4
Editor: M. Yusuf Ibrahim, S.Pd.
Desain Cover: Tim Kreatif LeKAS
Copyright Sulaiman Ibrahim, 2011/1432
Hak cipta dilindungi undang-undang
All rights reserved

Diterbitkan oleh:
LeKAS Publishing Jakarta
(Lembaga Kajian Agama dan Sosial-Kemasyarakatan)
Jl. Legoso Raya, No. 41A Pisangan 15419
Ciputat. Hp: 087771943430
Email: tafsirhadits@ymail.com

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


KATA PENGANTAR

Islam sejak awal kemunculannya telah


memperlihatkan pentingnya pendidikan bagi kehidupan
manusia. Ayat pertama yang diterima Nabi Muhammad
adalah Iqra’ yang mengandung pesan tentang perintah
memberdayakan potensi akal yang dimiliki manusia, dan
itu merupakan inti pendidikan dalam Islam. Namun,
perlu diakui bahwa pendidikan Islam ketika itu belum
mempunyai bentuk yang formal dan sistematis, karena
peranan pendidikan pada awal perkembangan Islam
masih sebatas upaya-upaya penyebaran dakwah Islam
berupa penanaman ketauhidan dan praktek-praktek
ritual keagamaan.
Pendidikan zaman dulu seharusnya menjadi
cerminan untuk pendidikan masa yang akan datang.
Yang baik dari zaman dulu dan sisi buruknya
ditinggalkan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan solusi
menghadapi globalisasi dan perkembangan zaman yang
jauh berbeda dengan zaman dahulu. Filsafat pendidikan
dan pemikiran pendidikan Islam, dalam hal ini harus
turut memberi respon bagi semua perubahan dan
perkembangan itu. Karena filsafat dan pemikiran Islam
itu selalu merupakan akibat dari dua hal—yaitu ideologi
Islam seperti digambarkan dalam al-Qur’an dan al-Hadis
serta suasana baru yang muncul dalam dunia Islam
(pendidikan) itu sendiri—sehingga perlu dibentuk
konsep pendidikan Islam yang ideal yang dapat
menyesuaikan terhadap perkembangan zaman dengan

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


tanpa melupakan nilai-nilai keagamaan Islam dalam
dunia pendidikan.
Kalau kita lihat dan amati para ulama terdahulu,
seperti Imam Hazahib, Imam Gazali, Ibnu Sina, Ibnu
Khaldun, dan sebagainya, semuanya mempunyai
wawasan tentang pendidikan dan tafsir. Konsep
pendidikan mereka dapat memberikan wacana pada
saat ini sehingga perlu pemikiran lebih dalam sehingga
tercipta pola pendidikan yang lebih nyata.
Mahmud Yunus sebagai salah seorang
cendekiawan muslim mengacu dan mempedomani al-
Qur’an dan al-Sunnah sebagai dasar acuan dalam
mengembangkan pendidikan. Hal ini dibuktikan dengan
hadirnya beberapa buku pelajaran dan tafsir al-Qur’an
yang beliau tulis.
Melalui buku ini, setidaknya kita diajari untuk
melihat secara riil rangkaian sepak terjang Mahmud
Yunus dalam pengembangan pendidikan dan tafsir di
Indonesia. Semoga bermanfaat. []

Ciputat, Juni 2015

Penulis

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


DAFTAR ISI

Kata Pengantar --- iii


Daftar Isi --- v

BAGIAN PERTAMA
KIPRAH DI DUNIA PENDIDIKAN --- 1
I. Pendahuluan --- 1
II. Biografi Mahmud Yunus dan Aktivitasnya
dalam Dunia Pendidikan --- 5
A. Aktivis Pendidikan Islam --- 8
B. Di Timur Tengah --- 19
C. Aktivitas Utama --- 31
D. Karya Tulis Mahmud Yunus --- 42
III. Mahmud Yunus dalam Dunia Pendidikan
Islam --- 46
A. Pendidikan Pra Kemerdekaan --- 46
B. Pendidikan Pasca Kemerdekaan --- 69
C. Pendidikan Modern --- 76

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


BAGIAN KEDUA
KIPRAH MENAFSIRKAN AL-QUR’AN --- 80
A. Tafsir di Nusantara --- 80
B. Eksistensi Tafsîr Qur’ân Karîm --- 83
C. Karakteristik --- 87
D. Metodologi --- 105
E. Membangun Peran Sosial dan
Intelektual --- 111

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


Persoalan pendidikan memang masalah yang sangat
penting dan aktual sepanjang masa, karena hanya
dengan pendidikan manusia akan memperoleh
pengetahuan dan keterampilan dalam kapabelitas
mengelolah alam yang dikaruniakan Allah kepada
manusia. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa
pendidikan sangat besar konstribusinya, baik dalam
pembinaan, pensejahteraan dan bahkan membawa
kemajuan suatu umat. Dalam mengukur kemajuan
suatu umat atau bangsa dapat dilihat seberapa jauh
tingkat pendidikannya. Hal ini terbukti dalam
perjalanan sejarah yang dikenal sebagai periode
kemajuan umat Islam di Indonesia. Periode ini di
tandai dengan munculnya Mahmud Yunus seorang
cendekiawan muslim dari berbagai disiplin ilmu,
termasuk bidang tafsir.

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


Bagian Pertama

KIPRAH DALAM DUNIA PENDIDIKAN

Pendahuluan
Kegiatan pendidikan Islam di Indonesia lahir
dan berkembang bersamaan dengan masuk dan
berkembangnya Islam di Indonesia. Sungguh
merupakan pengalaman dan pengetahuan yang
penting bagi kelangsungan perkembangan Islam dan
umat Islam, baik secara kuantitas maupun kualitas.
Pendidikan Islam itu bahkan menjadi tolok ukur,
bagaimana Islam dengan umatnya telah memainkan
peranannya dalam berbagai aspek sosial, budaya,
ekonomi dan politik. Hal ini sekaligus
membuktikan, bahwa kegiatan kependidikan Islam
di Indonesia tidak hanya mendasarkan pada makna
pendidikan dalam arti sempit, melainkan dalam arti
yang sangat luas, yaitu pendidikan yang sarat
dengan nilai-nilai pembangunan umat dan bangsa
Indonesia dalam berbagai tata kehidupan.
Dalam melacak sejarah pendidikan di
Indonesia baik dalam segi pemikiran, isi maupun
pertumbuhan organisasi dan kelembagaannya, tidak

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


mungkin dilepaskan dari fase-fase yang dilaluinya,
dan fase-fase ini menurut data Lembaga Pembinaan
PTAI Depag Jakarta, secara periodisasi dapat dibagi
menjadi:
1. Periode masuknya Islam di Indonesia
2. Periode kekuasaan kerjaan-kerajaan Islam
3. Periode penjajahan Belanda
4. Periode penjajahan Jepang
5. Periode kemerdekaan
Perjalanan yang ditempuh dari periode ke
periode berikutnya, baik dalam bentuk informal
maupun non formal, tampaknya adanya kesamaan
dengan alur pertumbuhan dan perkembangan yang
dialami atau ditempuh pada masa Nabi, Khulafa’ al-
Rasyidun. Hal ini dapat dipahami, karena Islam
masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang dari
Timur Tengah. Bahkan dapat dikatakan bahwa
pendidikan di Indonesia hingga kini masih berkiblat
pada pola pendidikan Islam di Timur Tengah, baik
ditinjau dari segi sistem, organisasi maupun
kelembagaan. Mengenai perubahan dan
perkembangan pola dan gaya pendidikan negara-
negara Barat pun tampak tidak terlepas dari konsepsi
yang dikembangkan oleh negara-negara Timur
Tengah, seperti Mesir dan Mekah. Hal ini
disebabkan oleh karena pada umumnya ahli-ahli dan
tokoh-tokoh pendidik Islam di Indonesia terdiri dari
mereka yang pernah bermukim dan memperoleh
pendidikan di Timur Tengah (terutama dari Mekah,
sebelum tahun 1900).

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


Tidak bisa dipungkiri, bahwa kelompok yang
memegang peranan penting dalam pembaharuan
pendidikan Islam di Indonesia adalah alumni Timur
Tengah. Paling tidak sejak awal abad ke 20 sampai
dekade 1970-an, mereka merupakan kelompok
strategis yang memperlicin adopsi pengetahuan dan
institusi modern dalam lembaga-lembaga pendidikan
Islam di Indonesia. Ini tentu tidak mengabaikan
adanya pengaruh alumni sekolah Barat -khususnya
Belanda- atas perkembangan lembaga pendidikan
Islam. Namun alumni Barat sulit memainkan
peranan sentral di lingkungan golongan Islam karena
mereka tidak memiliki legitimasi (ijazah) dari pusat-
pusat Islam, baik yang berada di Haramayn maupun
di Mesir. Selain itu, sejak awal lembaga pendidikan
barat sendiri oleh golongan Islam cenderung tidak
dijadikan model. Ini dapat dipahami karena
golongan Islam dan Barat (kolonial) di Indonesia
mempunyai pengalaman panjang pertentangan
teologis, historis dan sosiologis. Akibat pertentangan
ini, golongan Islam sulit untuk mengakui dan
bersedia belajar dari lembaga pendidikan modern.
Mereka hanya mau mengadopsi pengetahuan atau
institusi modern jika telah mendapatkan acuan dari
Timur Tengah. Dalam situasi psikologis semacam
itu, kaum modernis terpelajar Timur Tengah
memberikan sumbangan yang sangat berharga dalam
mempercepat integrasi umat Islam dalam dunia
modern di Indonesia. Mereka berusaha meyakinkan
umat Islam untuk tidak menolak atau melarikan diri

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


dari kemajuan dunia modern. Umat Islam justeru
harus mampu memanfaatkannya. Dalam beberapa
kasus, para pembaharu dari Timur Tengah, bahkan
mendirikan sekolah sendiri, walaupun sering
mendapat tantangan.
Namun demikian tidak berarti, bahwa
pendidikan Islam di Indonesia dalam arti
keseluruhan sama dengan yang ada di Timur
Tengah, lebih-lebih setelah merdeka, maka sistem
dan pola pendidikan Islam di Indonesia telah banyak
mengalami perubahan dan perkembangan yang
sejalan dengan sistem dan pola pendidikan nasional.
Dengan perkataan lain bahwa sesudah Indonesia
merdeka, pendidikan Islam telah mengikuti alur
kebijakan pendidikan nasional.
Mahmud Yunus (1899-1982) adalah salah
seorang pembaharu pendidikan Islam yang sejak
dekade 30-an hingga wafat mengabdikan diri pada
usaha pembaharuan lembaga pendidikan Islam.
Tema utama putra sungayang batu Sangkar ini tidak
pada usaha purifikasi Islam dari praktek bid’ah,
khurafât dan takhâyul, melainkan dalam usaha
mendorong umat Islam Indonesia untuk mempelajari
dan memanfaatkan kemajuan dunia modern. Dari
sinilah awal untuk melihat bagaimana sepak terjang
Mahmud Yunus dalam dunia pendidikan.

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


II. Biografi Mahmud Yunus dan Aktivitasnya di
Dunia Pendidikan
Mahmud Yunus lahir pada hari Sabtu 30
Ramadhan 1316 H. bertepatan 10 Pebruari 1899 di
Desa Sungayang, Batu Sangkar Sumatera Barat.
Keluarga Mahmud Yunus termasuk tokoh agama
yang terpandang di lingkungannya. Ayahnya
bernama Yunus bin Incek, adalah lulusan surau
(semacam pesantren) dan mengajar di surau sendiri.
Oleh adat dalam negeri, ia diangkat sebagai imam
dan terkenal sebagai orang yang sangat jujur dan
lurus. Sedangkan ibunya, Hafsah bin Imam Sami’un,
adalah anak Engku Gadang M. Tahir bin Ali, pendiri
dan pengasuh surau di lingkungannya. Sejak kedua
orang tuanya bercerai, Mahmud Yunus kecil berada
di bawah asuhan ibunya dan boleh dikatakan hanya
sewaktu-waktu ia bertemu dengan ayahnya.
Mahmud Yunus kecil berkembang dalam
lingkungan ibu dari kalangan pemimpin agama dan
bukan kalangan “sekuler”. Bisa dipahami, jika ia
tidak masuk sekolah Belanda seperti HIS, MULO,
AMS atau tidak melanjutkan sekolah tinggi di
Amsterdam Belanda.
Sebagai anak yang hidup dalam keluarga
yang beragama, pada usia tujuh tahun (1906),
Mahmud Yunus sudah mulai belajar membaca al-
Qur’an di surau kakeknya. Engku Gadang Tahir bin
Ali. Ini dilakukannya setiap pagi dan malam hari. Di
surau inilah, ia tahu bagaimana cara shalat, puasa
dan membaca al-Qur’an dengan benar. Inilah

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


pendidikan dasar Islam yang menjadi modal
perjalanan karir dan pengabdian berikutnya. Sejak
kecil Mahmud Yunus juga dikenal dengan anak
yang cerdas. Ia selalu lebih menonjol dibanding
dengan teman-temannya yang lain. Bila di malam
hari diceritakan lagu hikayat atau cerita, yang
menjadi salah satu kesenangannya, siangnya ia
sudah bisa menceritakan kembali dengan sempurna.
Selain pendidikan dasar agama, Mahmud
Yunus juga sempat masuk Sekolah Dasar Rakyat.
Pada saat itu, pemerintah kolonial Belanda memang
sedang menggalakkan pendidikan dasar. Pada tahun
1908, penduduk Sungayang mendirikan sekolah
Desa di dekat sekolah Mesjid, suatu bentuk
pendidikan dasar yang disediakan untuk masyarakat
pedesaan. Melihat banyaknya anak yang belajar di
sekolah itu, Mahmud Yunus minta kepada ibunya
agar diperbolehkan mengikuti sekolah. Sejak itu ia
mulai bersekolah dan duduk di kelas satu. Dalam
tempo empat bulan, bersama empat orang temannya
ia dinaikkan ke kelas dua, di kelas tiga, Mahmud
Yunus menjadi siswa yang terbaik dan otomatis naik
ke kelas empat. Namun di kelas empat ini, ia mulai
merasa bosan karena pelajaran kelas sebelumnya
sering diulangi. Pada saat bosan inilah terdengar
kabar bahwa H. M. Thaib Umar membuka madrasah
(sekolah agama) di surau Tanjung Pauh, dengan
nama Madras School. Tentu saja, Mahmud Yunus
sangat tertarik untuk mengikutinya. Setelah
mendapat persetujuan ibu dan gurunya di sekolah

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


Desa, pada 1910 Mahmud Yunus -dengan diantar
ayahnya- mendaftar Madras School. Di sekolah ini,
di hanya belajar ilmu-ilmu keislaman seperti nahwu,
sharf (morfologi), berhitung dan bahasa Arab.
Meskipun demikian, H. M. Thaib Umar selain
menjadi guru yang paling dihormati, juga
mempengaruhi perjalanan Mahmud Yunus di
kemudian hari.
Meskipun sekolah di Madras School,
malamnya Mahmud Yunus tetap mengajar al-Qur’an
di surau kakeknya, Engku Gadang Tahir bin Ali.
Namun tak tahan melihat teman-tamannya bermalam
di surau Tanjung Pauh, lokasi Madras School, pada
bulan Mei 1911, tanpa seizin kakeknya, ia
bergabung di sana, sejak saat itu Mahmud Yunus
bisa mempergunakan waktu sepenuhnya untuk
belajar ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab di surau
Tanjung Pauh. Ibunya sebagai ahli penenun dengan
benang emas selalu memberikan dukungan,
khususnya secara ekonomi. Sehabis dzuhur hingga
malam hari, Mahmud Yunus dengan tekun
mempelajari fiqhi Fath al-Qarîb. Dari H. M. Thaib
Umar, ia mempelajari Iqna’, Fath al-Wahhâb, Fath
al-Mu’în; nahwu/sharf Alfiah Ibn Aqîl, Asymuni dan
Taftazâni; tentang tauhid Kitab Umm al-Barahîn;
balaghah kitab al-Jawhar al-maknûn, Talkhish;
Ushul Fiqhi Kitab jam’ al-jawâmi’; tasawuf kitab
Ihyâ’ Ulûm al-Dîn dan Manhaj al-Âbidîn. Karena
wataknya yang tekun dan rajin, pada tahun 1925 –
dalam usia 16 tahun- Mahmud Yunus sudah dapat

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


mengajarkan al-mahalli, Alfiyah Ibn Aqîl dan jam’u
al-jawâmi, meskipun aktivitas mengajar ini
dilakukannya sambil belajar.

A. Aktivis Pendidikan Islam


Pembaharuan pendidikan Islam yang banyak
mengundang reaksi dari kalangan luar, bukanlah
dimulai dari kota besar Padang, melainkan dari
beberapa tempat yang lebih kecil di Padang daratan.
Dorongan yang terpenting berasal dari tokoh unik,
tetapi mempunyai kepribadian yang kuat, Zainuddin
Labai el Yunusi (1890-1924). Ia adalah salah satu
murid H. Abdul Karim Amrullah yang mendirikan
Madrasah Diniyah, yang merupakan dirasah sore
untuk pendidikan agama yang diorganisasikan
berdasarkan sistem klasikal dan tidak mengikuti
sistem pengajian tradisional yang individual. Begitu
pula dengan susunan pelajarannya berbeda dengan
yang lain, yaitu dimulai dengan pengetahuan dasar
bahasa Arab sebelum memulai membaca al-Qur’an.
Di samping pendidikan agama, juga diberika
pendidikan umum terutama sejarah dan ilmu bumi.
Dalam kelas tertinggi mata pelajaran tersebut
menggunakan buku-buku berbahasa Arab.
Pada tahun 1917, tepat pada usia 19 tahun,
Mahmud Yunus mulai mengajar di Madras School
karena gurunya H. M. Thaib Umar sakit dan
berhenti mengajar. Sejak 1918-1923, tugas mengajar
itu bahkan sepenuhnya diambil alih Mahmud Yunus.
Dalam mengajar, ia tidak hanya mengajarkan kitab-

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


kitab yang dipelajari dari gurunya, melainkan juga
kitab-kitab baru yang diterima dari Mesir seperti
Bidâyat al-Mujtahid, Hushul al-Makmûl, dan Irsyâd
al-Fuhûl. Pada 1917, ia sendiri memang sudah
membaca tafsir al-Qur’an melalui majalah al-
Manâr. Selanjutnya pada 4 oktober 1918, Mahmud
Yunus melaksanakan sistem klasikal di Madras
School. Meskipun demikian, ia masih meneruskan
sistem halaqah untuk pelajar-pelajar dewasa.
Dalam pengajaran malam, Mahmud Yunus
mengembangkan pengaktifan murid. Ia sendiri
bertindak sebagai fasilitator. Murid-murid
dikumpulkan dalam kelas besar, kemudian mereka
ditanya, siapa yang akan membaca teks bahasa Arab
pelajaran baru? Selanjutnya, murid-murid yang lain
diminta untuk menyimak. Setelah itu, ia meminta
murid lain untuk menerjemahkannya. Ia juga
meminta murid lain menjelaskannya. Kalau
penjelasannya dirasa kurang, barulah ia sendiri
menambahkannya. Melalui cara ini, murid-murid
tidak pasif. Selain itu murid-murid yang belajar
selama kurang 5-6 tahun akan mampu menggantikan
gurunya. Berbeda dengan pesantren-pesantren di
Jawa, Mahmud Yunus tidak berusaha mengambil
jarak dengan muridnya.
Pengalaman mengajar di Madras School
tersebut memungkinkan dan mendorong Mahmud
Yunus untuk aktif berinteraksi dengan gerakan
pembaharuan Islam di Minangkabau. Kalau tadinya
ia benar-benar produk Islam Sungayang-

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


Batusangkar melalui Madras School dan H. M.
Thaib Umar, pada tahap kemudian Mahmud Yunus
merupakan bagian dari pergolakan Islam
Minangkabau secara keseluruhan. Pintu dan
wawasan terbuka telah ia mendapat kesempatan
mewakili gurunya, H. M. Thaib Umar yang juga
ekponem pembaharuan Islam.
Pada saat Mahmud Yunus berada di Madras
School Sungayang Barusangkar (1917-1923) atau
pada perempat pertama abad ke 20, di Minangkabau
memang sedang tumbuh gerakan pembaharuan
Islam yang di bawah oleh alumni Timur Tengah, di
antaranya melalui pembentukan lembaga-lembaga
pendidikan Islam yang berorientasi pembaruan. Saat
itu, tak sedikit alumni Mekah yang pulang ke
Minangkabau. Selama di Timur Tengah mereka
bertemu dengan berbagai penjuru dunia yang sama-
sama mengalami penjajahan. Mereka menyadari
bahwa kaum muslim dalam kondisi lemah dan di
bawah kendaraan kaum penjajah Barat yang kafir.
Selain hasrat memajukan kaumnya, mereka juga
mau membebaskannya dari penjajahan. Secara
intelektual, mereka berkenalan dengan pemikiran-
pemikiran Ibn Taimiyyah (1263-1328), Muhammad
Ibn ‘Abd al-Wahhab (1703-1787), bahkan dengan
pemikiran pembaharu Islam paling terkemuka,
Muhammad ‘Abduh (1848-1905). Pemikiran yang
dikemukakan para tokoh pemikir Islam tersebut
benar-benar sangat relevan dengan ketertinggalan
dan keterbelakangan umat Islam. Bahkan memberi

10

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


inspirasi mengenai jalan dan cara-cara mengalihkan
kejayaan umat Islam yang pernah diraih pada masa
silam.
Kalau pembaharuan Islam umumnya
diwujudkan dalam dua bentuk, yaitu purifikasi dan
modernisasi, maka yang menonjol dilakukan oleh
para alumni Timur Tengah di Minangkabau pada
awal abad ke 20 adalah gerakan purifikasi yang
bertujuan mengembalikan Islam ke zaman awal
yakni zaman Nabi saw., sahabat, dan tabi’in dan
menyingkirkan segala tambahan yang datang dari
zaman setelahnya. Itu dilaksanakan melalui tabligh,
pidato, debat dan lain-lain seperti yang dilakukan
Syekh Jamil Jambek (1860) dari Bukittinggi yang
bermukim di Mekah antara tahun 1896-1905.
Mereka yang berusaha meluruskan penyimpangan-
penyimpangan tersebut kemudian dikenal dengan
kaum muda. Sedang mereka yang mempertahankan
tradisi, populer dengan sebutan kaum tua. Namun
perlu dicatat, dialektika kaum muda di Minangkabau
tidak hanya dengan kaum tua. Seperti umumya
dengan gerakan pembaharuan Islam, mereka juga
berhadapan dengan golongan sekuler. Yang terakhir
ini adalah para alumni sekolah modern yang
didirikan pemerintah kolonial Belanda. Meskipun
tidak seluruhnya, antara mereka terdapat perbedaan
yang tak jarang mengarah kepada konflik tajam.
Sementara bahas dan kiblat kultural sekolah-sekolah
Belanda adalah Eropa, surau dan madrasah golongan
Islam berbahasa Arab dan secara intelektual dan

11

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


kultural berkiblat ke Timur Tengah. Dalam situasi
yang dualistis ini, para alumni Timur Tengah
mengambil posisi mempertahankan Islam yang
diyakini “murni” dan “benar” yang mereka anut.
Tetapi pada sisi lain mereka berusaha menguasai
pengetahuan umum dan bahasa modern, walaupun
penguasaan pengetahuan umum dan bahasa modern
ini dilakukan melalui lembaga pendidikan di Timur
Tengah pula.
Oleh karena itu, sikap pembaharuan yang
dikakukan oleh alumni Timur Tengah tidak hanya
purifikasi atau pemurnian, melainkan juga
modernisasi pada tingkat pemikiran. Mereka
mencerca sikap taqlîd sekaligus memuji ijtihâd serta
memberi tempat tinggi pada akal. Mereka
menekankan penguasaan bahasa Arab dari pada
fikih. Selain itu, ditekankan juga pentingnya
penguasaan pengetahuan modern Barat dan bahasa
Eropa. Medium yang digunakan lebih beragam,
tidak hanya tablig personal secara tradisional,
melainkan pada periode ini telah mulai
menggunakan medium modern seperti sekolah,
majalah dan organisasi. Sumatera Tawalib adalah
salah satu contoh gerakan pembaharuan yang
menggunakan tiga medium sekaligus.
Di pelbagai belahan wilayah Minangkabau
lahir para pembaharu Islam. Di antara mereka –
dalam pada perempat pertama abad ke 20- adalah
Syaikh Thaher Djalaluddin, yang mendirikan
sekolah al-Iqbal al-Islamiyah pada 1908 dan

12

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


menerbitkan majalah al-Iman. Abdullah Ahmad
(1878-1933) yang mendirikan sekolah Adabiyah di
Padang pada 1909. Sekolah ini berkembang pesat
dan pada tahun 1916 diakui setingkat dengan HIS.
Ini artinya ia merupakan HIS pertama dari kalangan
Islam yang diakui pemerintah Belanda. Selain itu
Abdullah Ahmad juga menerbitkan majalah yaitu al-
Munîr.
Selain Syaikh Taher Djalaluddin dan
Abdullah Ahmad, terdapat juga Abdul Karim
Amrullah (1879-1945) dari Maninjau. Abdul Karim
Amrullah selain dikenal sebagai ulama yang
diperkenalkan Muhammadiyah di Minangkabau
pada tahun 1925, juga dikenal sangat keras terhadap
bid’ah. Pada tahun 1904, bersama Abdullah Ahmad,
Abdul Karim Amrullah mengajar di sekolah
Thawalib. Di sana ia mengubah tekanan pengajaran
dari fiqhi ke penguasaan bahasa Arab. Menurutnya,
penguasaan bahasa Arab lebih penting karena
merupakan alat utama untuk memahami dua sumber
ajaran Islam, yaitu al-Qur’an dan Hadis. Dalam
pendidikan ia menjadi Penasehat Persatuan Guru-
guru Agama Islam (PGAI) yang pada tahun 1920
merupakan corong pembaharuan kaum muda. Selain
itu ia juga memberikan bantuannya pada usaha
mendirikan Sekolah Normal Islam di Padang pada
tahun 1913.
Masih banyak tokoh pembaharuan Islam di
Minangkabau yang bisa disebut. Di antaranya
Syaikh Ibrahim Musa (lahir 1890) dan Zainuddin

13

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


Labai al-Yunusi (lahir 1890). Hal penting yang perlu
diketahui adalah dalam iklim pembaharuan itulah
Mahmud Yunus tumbuh berkembang. Seperti yang
telah disebutkan, H. M Thaib Umar gurunya di
Madras School, termasuk eksponem pembaruan
Islam di Minangkabau. Ia bersama Abdullah Ahmad
dan Abdul Karim Amrullah mengasuh majalah al-
Munir (1911), sebuah majalah yang berpungsi
sebagai corong kaum pembaharu. Sebagai bagian
dari gerakan pembaharuan pada waktu itu, H. M.
Thaib Umar selalu terlibat dalam berbagai gerakan
pembaharuan. Pada rapat besar ulama Minangkabau
tahun 1919, misalnya, H. M. Thaib Umar juga
termasuk tokoh yang diharapkan kehadirannya,
tetapi karena sakit ia mengutus Mahmud Yunus.
Rapat besar alim ulama seluruh Minangkabau di
Padang Panjang itu memutuskan mendirikan
Persatuan Guru Agama Islam (PGAI) yang berpusat
di Padang dengan Abdullah Ahmad dipilih sebagai
ketuanya dan Abdullah Karim Amrullah sebagai
penasehatnya.
Rapat akbar yang dihadari oleh para tokoh
Islam pro pembaharuan ini –secara langsung atau
tidak- berpengaruh terhadap pola pemikiran
pembaharuan Mahmud Yunus. Pada tahun yang
sama (1919) misalnya, Mahmud Yunus bersama
Guru-guru yang lain, mendirikan perkumpulan
pelajar-pelajar Islam di Sungayang Batu Sangkar
dengan nama Sumatera Thawalib yang merupakan
organ kaum pembaharuan di Minangkabau yang

14

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


didirikan oleh para pelajar Surau Jambatan Besi
setelah menerima inspirasi dari Rasyad yang
mengadakan perjalanan ke Eropa tentang pentingnya
berorganisasi. Di antara kegiatan Sumatera Thawalib
adalah bergerak di bidang pendidikan/pengajaran
dengan menggunakan sistem modern. Dalam bidang
pengajaran telah diperkenalkan kitab-kitab yang
berorientasi pembaruan, seperti Tafsîr al-Manâr
karya Muhammad Abduh, kitab Ibnu Taimiyyah dan
Ibnu Qayyim. Selain itu juga menerbitkan majalah
al-Basyîr, di mana Mahmud Yunus menjadi
pemimpin redaksi. Gerakan pembaruan Islam
melalui penerbitan memang sangat giat dilancarkan
oleh Sumatera Thawalib di berbagai tempat.
Sebelum al-Basyîr, pada tanggal 5 September 1919
di Parabek Bukittinggi telah diterbitkan al-Bayân
yang dipimpin oleh Syaikh Ibrahim Musa. Dua
bulan setelah itu (November 1919), di Padang
Panjang, Sumatera Thawalib menerbitkan lagi
majalah al-Imam (sama dengan majalah yang diasuh
oleh Syaikh Tahir Djalaluddin) yang dipimpin
Syaikh Abbas Abdullah. Tidak beberapa lama,
Sumatera Thawalib di Maninjau menerbitkan al-
Ittiqân dengan H. Rasyid Maninjau sebagai
pemimpin redaksi. Sehingga pada tahun 1920, telah
tersebar lima majalah Islam di Minangkabau yang
diusahakan Sumatera Thawalib. Dengan demikian
tersebarlah lima majalah Islam di Minagkabau yang
diusahakan oleh Sumatera Thawalib. Kelima
majalah tersebut hampir sama haluannya, yaitu

15

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


membahas persoalan-persoalan agama dengan dalil-
dalil dari al-Qur’an dan al-Sunnah. Tetapi sayang,
kelima majalah tersebut tidak bertahan lama. Salah
satu yang menyebabkan tidak terbitnya majalah-
majalah tersebut yaitu karena para tenaga Sumatera
Thawalib telah terpisah-pisah untuk mendirikan
perguruan lain.
Mahmud Yunus Muda pada tahun 20-an
sudah termasuk di antara aktivis Sumatera Thawalib.
Sekalipun Madras School, tempat ia mengajar saat
itu, hanyalah sekolah agama yang mengajarkan
ilmu-ilmu Islam tradisional, keikutsertaannya dalam
rapat akbar alim ulama Minangkabau telah
membuka jalan masa depan yang lebih luas. Apalagi
ia aktif di Sumatera Thawalib yang lebih
berorientasi sebagai organisasi pembaruan Islam.
Interaksi dalam pembaruan inilah yang semakin
mendorongnya untuk memperluas pengetahuan
maupun wawasan ke pusatnya, yaitu Mesir. Bagi
kalangan pembaharu, setidak-tidaknya pada tahun
1920-an, kiblat mereka bukan lagi Mekah atau
Haramain, melainkan Mesir. Ini dapat dipahami
karena alumni Mekah di Indonesia sendiri telah
mempu memproduksi lulusan setingkat dengan
lulusan Mekah. Sementara, Mesir saat itu sedang di
bawah kendali kaum pembaharu semacam
Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Atas dasar
itulah, Mahmud Yunus meminta berhenti sebagai
pemimpin redaksi al-Basyîr karena hendak
berangkat ke Mesir. Posisi itu kemudian diganti oleh

16

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


Mahmud Yunus Aziz. Tujuan Mahmud Yunus
belajar di Mesir adalah untuk menambah ilmu
pengetahuan, terutama pengetahuan umum yang
biasa diajarkan di sekolah-sekolah umum. H. M.
Thaib Umar Gurunya, selalu menekankan bahwa,
para pelajar selain mempelajari ilmu agama
hendaklah mempelajari pengetahuan umum. Apalagi
salah seorang paman Mahmud Yunus mengatakan:
“Akhir orang-orang dahulu adalah awal orang
kemudian.” Mahmud Yunus berpikir kalau ilmu-
ilmu orang yang kemudian sama saja dengan ilmu-
ilmu orang dahulu berarti tidak ada kemajuan. Sebab
itu orang-orang kemudian harus lebih tinggi ilmunya
dari orang-orang dahulu. Karena semangat ingin
majulah, katanya, orang-orang Barat maju.
Sementara itu, Sumatera Thawalib
menyebarkan diri ke beberapa surau di
Minangkabau dan mempunyai sejarah yang sangat
menghebohkan. Banyak pemimpin Sumatera
Thawalib lebih tertarik pada cita-cita nasionalisme
dari pada cita-cita pembaharuan agama. Pada tahun
1930 organisasi ini sudah berubah menjadi gerakan
yang bersifat politik atas dasar Islam yaitu:
Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI).
Sistem pendidikan diperbaharui dan juga
nama Sumatara Thawalib tetap dipertahankan di
beberapa surau yang dipengaruhi oleh organisasi ini.
Akan tetapi jumlah surau yang mengikuti Sumatera
Thawalib sudah mulai berkurang, dan hubungan

17

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


antar surau sudah mulai mundur, seperti halnya
hubungan antara sekolah-sekolah diniyah.
Setelah bersiap-siap dan mengadakan pesta
besar-besaran, Mahmud Yunus mengurus Paspor
untuk berangkat ke Mesir. Paspor didapat dengan
mudah dari pemerintah Belanda, tetapi visa tidak
didapat dari konsul Inggris sebagai pihak yang kuasa
di Mesir. Sekian lama ia bersama Pamannya Datok
Sinaro Sati mengurus visa itu di Padang, tetapi tidak
juga berhasil. Sehingga gagallah Mahmud Yunus
berangkat ke Mesir. Akhirnya ia kembali mengajar
di Madras School. Sejak itu, ia memulai menulis
buku-buku sederhana yang sangat dibutuhkan oleh
masyarakat.
Mahmud Yunus termasuk seorang tokoh
yang aktif dan produktif dalam menulis tidak kurang
dari 49 karyanya dalam bahasa Indonesia dan 26
dalam bahasa Arab, diantaranya pokok-pokok
pendidikan atau pengajaran (diktat umum), metodik
khusus pendidikan agama, sejarah pendidikan Islam
Indonesia, tafsir al-Qur’an (30 Juz), Kamus Arab-
Indonesia, al-Adyan, al-Masâ’il al-Fiqhiyah ‘Alâ al-
Madzâhib al-Arba’ah, at-Tarbiyah Wa at-Ta’lîm
dan Ilmu an-Nafs. Sementara yang dicetak dalam
huruf Arab Melayu antara lain Kitab Shalat (1921),
Terjemahan al-Qur'an I (1922), Jalan Selamat
(1922), Buku pertamanya, (1921) ialah Kitab Shalat,
yang dikarang untuk ibu-ibu yang mengaji di Mesjid
kemudian Jalan Selamat (1922), Terjemahan al-
Qur’an ke I (1922), Hikayat Nabi Muhammad

18

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


(1922) Terjemahan al-Qur’an II dan satu lagi berupa
naskah yang belum dicetak tentang ilmu tajwid.
Sebagian buku itu ditulis dalam huruf Arab melayu.

B. Di Timur Tengah
Seperti dikemukakan, pada perempat
pertama abad ke 20 Minangkabau ditandai oleh
semaraknya gerakan pembaruan di bidang
pendidikan. Salah satunya ialah madrasah yang
dipimpin oleh Syekh Tahir Djalaluddin di pulau
Penang Malaya. Sebagai seorang guru yang aktif di
dunia pendidikan, pada bulan Maret 1923 Mahmud
Yunus bermaksud mengadakan perjalanan ke
Malaya untuk mengetahui keadaan madrasah
tersebut. Ketika sampai di Padang, saudagar-
saudagar di Padang memberi bantuan dan
sumbangan untuk naik haji ke Mekah kepada dua
orang, yaitu Mahmud Yunus dan Ishak. Mereka
pergi ke Mekah melalui pulau Penang sehingga
kesempatan meninjau madrasah Syekh M. Taher
Djalaluddin yang diketahui menggunakan sistem
madrasah Mesir.
Pada tahun 1923, saat Mahmud Yunus
berada di Mekah, pemikiran Islam sedang bergejolak
karena pertentangan paham Syafi‘i dengan Wahabi.
Namun pada tahun 1924, kaum Wahabi
menaklukkan kota Mekah dan sekitarnya sampai
sekarang. Setibanya di Mekah pada tahun itu (1923)
banyak orang Indonesia yang bermukim di Mekah
untuk mempelajari agama. Tetapi Mahmud Yunus

19

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


sendiri tidak berminat karena menurut gurunya mutu
pendidikan agama di sana sama dengan di Indonesia.
Pada masa itu (1923) orang Indonesia
banyak tinggal bermukim di Mekah untuk belajar
ilmu agama atau berusaha dengan bermacam-macam
usaha. Tapi Mahmud Yunus tidak ingin tinggal
bermukim di Mekah, karena kata gurunya dahulu,
bahwa mutu pelajaran agama di Indonesia sama
dengan mutu pelajaran di Mekah. Bahkan kitab-
kitab yang dipelajari sama saja, sama seperti di
Mesjid Haram. Ke Mekah kita perlu mengerjakan
Haji. Demikian kata gurunya.
Karena itu Mahmud Yunus pulang ke
Indonesia. Sejak itulah Mahmud Yunus berpisah
dengan Ishak. Setelah kurang lebih sebulan, ia
mendapat kabar bahwa Ishak berada di Mesir.
Rupanya dari Mekah Ishak berusaha pergi ke Mesir
dan berhasil.

1. Di Al-Azhar (1924-1925)
Setelah mendapat informasi, Mahmud Yunus
mengikuti cara yang ditempuh Ishak. Ia bersama
rombongan jamaah Haji berikutnya pergi ke Jeddah.
Kemudian dari Jeddah melalui pasport Yarussalem
pergi ke Mesir. Di stasiun Kairo, Ishak dan teman-
temannya menunggu dan langsung menuju ke al-
Azhar. Setelah tiba di Ruwak Jawa (Indonesia) dan
duduk bersama mereka, Mahmud Yunus
mengucapkan Alhamdulillah karena ia telah bercita-

20

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


cita ke al-Azhar sejak tahun 1920, baru tercapai pada
tahun 1924.
Mahmud Yunus sampai di Mesir pada akhir
bukan Sya’ban. Waktu itu al-Azhar telah tutup dan
dibuka kembali setelah puasa. Dalam bulan itu boleh
dikatakan Mahmud Yunus beristirahat saja. Yang
dilakukan pada saat itu hanya berusaha mengetahui
sistem pengajaran di al-Azhar. Menurut keterangan
yang diperoleh, ada dua macam sistem (nizhâm)
lama dan baru. Menurut sistem lama, tingkat
Ibtidaiyyah 4 tahun, Tsanawiyah 4 tahun dan Aliyah
juga 4 tahun. Pelajar yang lulus Aliyah mendapat
Syahadah Alimiyah. Dengan demikian pelajar yang
mendapat Syahadah Alimiyah sekurang-kurangnya
telah belajar selama 12 tahun. Namun, pelajar-
pelajar dari luar negeri Mesir boleh langsung
mengikuti ujian Syahadah Alamiyah, bila mereka
sanggup. Ilmu-ilmu yang diuji untuk mendapatkan
Syahadah Alamiyah terdiri dari 12 ilmu: ilmu
nahwu, sharf, fiqhi, tafsîr, tawhîd, hadîts,
musthalahah hadîts, mantiq, ma’âni, bayân, badi’,
dan ushul fiqhi. Sistem kedua ialah sistem baru.
Sistem baru terdiri dari tiga tingkat juga. Pelajaran
selain ilmu agama dan bahasa Arab tersebut
ditambah pengetahuan umum ala kadarnya.
Mengetahui itu, Mahmud Yunus berpikir
dalam hatinya, kalau 12 ilmu itu saja yang diujikan,
ia sanggup mengikuti ujian itu, karena ia telah
mempelajarinya di Indonesia, bahkan pernah
mengajarkannya beberapa tahun lamanya (1915-

21

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


1923). Masalahnya, tinggal bagaimana
mengemukakan ilmu-ilmu itu dalam bahasa Arab.
Kemudian Mahmud Yunus bertekad untuk
mengukuti ujian Aliyah tahun depan. Ia secara rinci
menanyakan hal-hal teknis dari mulai pendaftaran
sampai ujian kepada Janam Thaib, seorang
mahasiswa Indonesia yang pada tahun 1924 menjadi
mahasiswa yang pertama dari Indonesia memperoleh
Syahadah Alimiyah dari al-Azhar. Setelah
mendengar penjelasan Janam Thaib, Mahmud
Yunus bertambah keras hatinya untuk mengikuti
ujian tahun depan. Maka saat bulan puasa selesai
dan dibuka pendaftaran, ia segera melaksanakan
saran-saran Janam Thaib. Kemudian Mahmud
Yunus mulai mengikuti kuliah Ilmu Ushûl Fiqhi
dengan kitab Jam’ al-Jawâmi, Ilmu Tafsîr dan Fiqhi
Hanafi.
Mahmud Yunus kemudian mulai
memasukkan permohonan untuk menempuh ujian.
Tidak lama keluar ta’yin ujian, menerangkan pasal-
pasal yang akan diujikan. Ia diberi waktu 10 hari
untuk persiapan ujian dalam 12 bidang ilmu.
Mahmud Yunus dinyatakan lulus. Itu berarti, ia
merupakan orang Indonesia kedua yang mendapat
Syahadah Alimiyah dari al-Azhar yang ditempuh
hanya setahun belajar di lembaga pendidikan Islam
tertua itu.

22

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


2. Dar al-‘Ulum (1925-1929)
Setelah Mahmud Yunus berhasil
mendapatkan Syahâdah Alimiyah dari al-Azhar, ia
bercita-cita supaya dapat mempelajari ilmu
pengetahuan umum. Ilmu yang diperolehnya di al-
Azhar hanya ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab
yang telah dipelajari di Indonesia. Dengan demikian,
ia sebenarnya belum menambah ilmu baru. Untuk
itu ia berkeinginan untuk memasuki pendidikan
yang mengajarkan ilmu-ilmu umum, seperti yang
dipesankan pamannya.
Atas saran Syekh ‘Id yang memimpin ujian
Syahadah Alimiyah di al-Azhar, Mahmud Yunus
berketetapan untuk masuk ke Madrasah Ulya’ Dar
al-‘Ulum. Saat bertemu dengan Direktur madrasah
itu, Mahmud Yunus diragukan kemampuannya
karena yang akan dipelajari adalah pengetahuan
umum. Tapi Mahmud Yunus tidak patah hati dan
terus meyakinkan direktur bahwa dirinya mampu
mengikuti pelajaran umum di Dar al-‘Ulum.
Direktur kemudian menerima Mahmud Yunus
sebagai pendengar dengan kewajiban membayar 15
paund Mesir (satu paund Mesir sama dengan Rp.
15,- pada saat itu). Karena tidak punya uang
sebanyak itu, Mahmud Yunus meminta kiriman
kepada orang tuanya di kampung. Pada saat yang
sama, Syahadah Alimiyah pada al-Azhar pun
diterima. Dengan diterimanya kiriman uang dan
diterimanya ijazah, segera ia menghubungi Direktur
yang kemudian memasukkan Mahmud Yunus

23

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


sebagai mahasiswa di kelas bagian malam (qiyâm
layli) tanpa bayar, karena bagian pagi pelajarannya
telah berlangsung lama. Direktur menjelaskan
bahwa tingkatan malam sama dengan pagi.
Pengajarnya juga orang yang sama. Maka mulai satu
minggu berikutnya, ia sudah mulai kuliah dari pukul
4 sore sampai pukul 8 malam. Semua mahasiswa
berkebangsaan Mesir, kecuali Mahmud Yunus.
Maka Mahmud Yunus adalah orang yang pertama
dari bangsa Indonesia memasuki Dar al-‘Ulum
Mesir.
Mahmud Yunus sangat bahagia sekali,
karena usaha yang telah dilakukan beberapa bulan
lamanya kini membuahkan hasil. Bahkan bukan
sebagai mahasiswa pendengar, melainkan
mahasiswa biasa dengan tanpa bayar uang kuliah. Di
Dar al-‘Ulum, Mahmud Yunus sebagian besar
mempelajari ilmu-ilmu baru berupa pengetahuan
umum. Sedangkan ilmu agama diajarkan sedikit saja
karena mahasiswanya berasal dari al-Azhar yang
telah banyak belajar ilmu-ilmu agama. Pengetahuan
umum yang dipelajari di Dar al-‘Ulum ialah ilmu
hayat, ilmu kesehatan, sejarah politik (Islam dan
dunia), ilmu-ilmu politik, ilmu bumi/falak alam,
berhitung, al-jabar, Ilmu ukur, ekonomi, ilmu alam
(fisika), ilmu kimia, ilmu pendidikan jiwa, praktek
mengajar, khat (tulisan Indah), menggambar, bahasa
asing (Inggris), gerak badan.
Mula-mula Mahmud Yunus merasa asing
mendengar kuliah dengan bahasa Arab Ammiyyah.

24

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


Syukur waktu itu diktatnya disampaikan dalam
bahasa Arab standar. Sehingga bila Mahmud Yunus
tidak memahami kuliah dapat langsung membuka
bahan perkuliahan itu. Pada tingkat I, perkuliahan
berlangsung dengan cepat. Setelah kuliah selama 4
bulan di tingkat I, kepada semua mahasiswa yang
mengikuti ujian kenaikan tingkat. Mahmud Yunus
dinyatakan lulus dan berhak mengikuti perkuliahan
tingkat II. Kemudian selama 4 bulan (Mei-Agustus),
kuliah libur musim panas. Pada masa inilah,
Mahmud Yunus memanfaatkan untuk mengarang
buku pelajaran bahasa Arab untuk orang Indonesia
dengan nama Durûs al-Lughah al-‘Arabiyah.
Durûs al-Lughah al-‘Arabiyah ditulis
berdasarkan teori metode langsung (direct method,
al-Thariqah al-Mubâsyarah). Metode ini
menekankan penggunaan bahasa secara langsung.
Kalau membaca, para murid langsung dilatih
membaca. Bercakap-cakap langsung bercakap-
cakap. Demikian pula menulis Mahmud Yunus,
tidak sependapat dengan umumnya surau atau
pesantren yang mendahulukan nahwu, sharf dalam
bahasa Arab, karena itu dalam Durûs al-Lughah al-
Arabiyah, tidak ada tata bahasa Arab. Para murid
diharapkan mengenali nahwu dan sharf melalui
pola-pola kalimat yang digunakannya. Kesadaran
tata bahasa adalah hasil pengenalan bahasa.
Pada tingkat ke II, kuliah Mahmud Yunus
berlangsung dengan mulus. Jadwalnya pada tingkat
II bukan lagi sore melainkan pagi. Sejak tingkat II

25

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


Mahmud Yunus juga dibebaskan dari uang kuliah
setelah permohonan pembebasan uang kuliah yang
diusahakannya ke Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan dikabulkan. Dan sejak itu, orang-orang
Indonesia yang belajar ke Mesir dibebaskan dari
uang kuliah. Pada tingkat III sampai tingkat terakhir,
yakni tingkat IV, kuliah Mahmud Yunus berakhir
dengan mulus. Pada tahun 1929, Mahmud Yunus
menjadi alumni Dar al-‘Ulum pertama dari
Indonesia. Ia memperoleh ijazah diploma guru
dengan spesialisasi bidang ilmu pendidikan.

3. Kembali ke Indonesia (1930)


Pada bulan Oktober tahun 1930, Mahmud
Yunus kembali ke tanah air melalui Singapura. Di
Singapura Mahmud Yunus disambut seorang ulama
termasyhur yang bernama Syeikh Muhammad Tahir
Djalaluddin tokoh pembaru yang mendirikan
madrasah dan pemimpin majalah al-Iman dan H.M.
Kasim Bakri. Sekolah di bawah asuhan H. M. Kasim
Bakri sendiri merayakan pesta perayaan khusus atas
keberhasilan Mahmud Yunus dalam belajar di
Mesir. Di mana-mana orang merayakan atas
keberhasilannya. Setelah bermalam beberapa hari, ia
pulang ke kampung halamannya, Sungayang
Batusangkar melalui Riau. Di kampung halaman
Mahmud Yunus menjadi pusat perhatian orang-
orang. Kalau berjalan, ia selalu diikuti orang karena
kagum kepadanya. Mahmud Yunus selalu

26

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


berpakaian rapi dan berdasi menambah perhatian
orang.
Setelah dari Mesir, beliau kembali ke
Indonesia untuk memperbarui madrasah yang pernah
dipimpinnya di Sungayang dengan nama al-
Jam’iyah al-Islamiyah, kemudian beliau mendirikan
sebuah sekolah yang mendahulukan ilmu
pengetahuan agama dan umum yakni normal Islam.
madrasah inilah yang pertama kali memiliki
laboratorium untuk fisika dan kimia di Sumatra
Barat. Disamping kegiatan bidang pendidikan,
Mahmud juga berkecimpung di dunia jurnalistik,
yakni mempelopori berdirinya berbagai majalah di
Sumatra Barat, seperti al-Basyîr, al-Munîr, al-
Manâr di Padang Panjang, al-Bayân di Bukti Tinggi,
dan al-Itqan di Minanjau. B. Aktivitas dan
Jabatannya Seperti disinggung di atas bahwa profesi
sebagai guru dimulai semenjak menjadi pelajar.
Aktivitas Mahmud Yunus banyak sekali, dibidang
politik beliau pernah ikut memperjuangkan dan
mempertahankan kemerdekaan RI.
Pada awal tahun 30-an, saat Mahmud Yunus
tiba, gerakan pendidikan dan politik Islam di
Minangkabau sudah sangat berkembang. Hal ini
terjadi berkat semakin banyaknya kaum terpelajar
baik yang datang dari Timur Tengah maupun yang
tamat dari lembaga pendidikan modern dari kolonial
Belanda. Dalam perkembangan ini, posisi kaum
pembaru Islam semakin kuat. Dalam bidang
pendidikan, telah muncul kesadaran telah

27

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


mendesaknya memperbaiki keadaan pendidikan,
termasuk kurikulumnya. Pada tahun 1927 di
Parabek, misalnya, para tokoh menyelenggarakan
konferensi untuk memperbaiki sistem pendidikan.
Sampai 1930 konferensi tahunan tersebut
diselenggarakan secara berturut-turut di Padang
Panjang, Batusangkar dan Bukittinggi. Sekolah
Diniyyah putri yang didirikan Rahman al-
Yunusiyyah 1 November 1923 pada tahun 30-an
juga sudah populer. Pada tahun 1928, sekolah
Thawalib sudah menjadi 39 buah dengan jumlah
siswa sekitar 17.000 orang yang diperkirakan telah
meluluskan 1000 alumni.
Salah satu ciri gerakan Islam pada tahun 30-
an ialah bahwa ia mulai terintegrasi dengan gerakan
Islam dibelahan lain dari wilayah yang kemudian
bernama Indonesia. Abdul Karim Amrullah,
misalnya, dari hasil perjalanan ke pulau Jawa, pada
tahun 1925, memperkenalkan Muhammadiyah yang
lahir di Yogyakarta 1912 ke Minangkabau. Bahkan
atas permintaan Abdullah Ahmad, tokoh Sarikat
Islam (didirikan di Surakarta 1911), Abdullah Muis,
yang berasal dari Minangkabau dan saat itu tinggal
di pulau Jawa, pada tahun1923 berada di Padang
untuk membela hak-hak rakyat atas tanah.
Pada periode antara tahun 1910-1930
merupakan periode yang agak revolusioner di
Minangkabau. Banyak aspek yang telah dibicarakan
atau disoroti. Pertentangan antara kaum muda dan
kaum tua serta pemberontakan komunis tahun 1926

28

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


cukup banyak mempercepat proses perkembangan
masyarakat. Insiatif Abdullah Ahmad mendirikan
sekolah adabiyah ternyata bukan menjadi pilihan
yang tepat. Insiatif itu menjadi terisolasi untuk
sementara waktu, dan tidak mendapatkan pengikut
dari lingkungannya sendiri.
Dorongan pertama untuk pembaharuan
sistem pendidikan berasal dari para murid tertua
surau Jambatan Besi di Padang Panjang.
Berdasarkan tradisi lama para murid tertua
mendapatkan tugas-tugas penting dalam kehidupan
sehari-hari di surau, dan juga membantu mengajar
murid-murid muda.
Dua tokoh penting yang melatar belakangi
perkembangan ini adalah Abdullah Ahmad dan H.
Abdul Karim Amrullah. Yang pertama adalah
pemilik surau Jambatan Besi, seorang politikus,
pragmatis, dan pengurus sekolah yang tidak diterima
di lingkungan agama yang tradisional. Yang kedua
adalah ketua surau itu, guru agama yang fanatik
memperjuangkan kemurnian agama, tetapi kurang
m,emperhatikan metode pengajaran dan selalu hidup
di luar lingkungan barat. Hal itu mungkin
disebabkan dia berasal dari desa kecil di Maninjau
yang agak jauh dari keramaian kota dan oleh karena
selalu hidup di desa. Kedua tokoh besar tersebut
memeng memberikan bimbingan murid-muridnya,
namun insiatif yang cocok untuk zamannya berasal
dari murud-murid mereka.

29

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


Tahun 1943 ia terpilih sebagai penasehat
presiden mewakili majelis Islam tinggi dan pada
tahun yang sama menjadi anggota Chu Sangi Kai.
Sebagai penasehat presiden, Mahmud Yunus
mengusahakan masuknya pendidikan agama di
sekolah-sekolah pemerintah. Sebelum Indonesia
merdeka Mahmud Yunus memegang peranan
penting dalam dua organisasi yaitu Majelis Islam
Tinggi Minangkabau (MIT) dan pemuda-pemuda
bekas Gyugun yang didirikan Jepang. Dan di celah-
celah tugas-tugas ini Mahmud Yunus dapat
menyelesaikan terjemahan al-Qur’an yang dikenal
dengan tafsir al-Qur'an (30 juz).
Sejak tahun 1947 Mahmud Yunus hijrah ke
Petang Siantar untuk memegang dua tugas, yakni
kepala bagian Islam pada jawatan agama Propinsi
Sumatra Utara dan Anggota Komite Nasional
Propinsi Sumatra. Setelah Petang Siantar diserang
dan dikuasai oleh Belanda, ibukota Propinsi Sumatra
dipindahkan ke Bukiut Tinggi, sehingga administrasi
juga turut dipindahkan termasuk Mahmud Yunus.
Pada tanggal 1 Januari 1951 ia dipercayakan
menjadi Kepala Penghubung Pendidikan Agama
pada Departemen Agama di Jakarta oleh KH. Abdul
Wahab Hasyim selaku menteri agama waktu itu.
Dalam jabatan ini Mahmud Yunus di bawah
pimpinan Menteri Agama telah mengeluarkan
ketetapan yang cukup penting menyangkut
pendidikan Islam di Indonesia, yakni: (1)
Mewujudkan peraturan bersama Menteri P dan K

30

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


dan Menteri Agama RI tentang pendidikan agama di
sekolah swasta (2) Mendiriakan PGA (Pendidikan
Guru Agama) pada tahun 1951 di delapan kota:
Jakarta, Tanjung Pinang, Kota Raja, Padang, Banjar
Masin, Tanjung Karang Bandung dan Pamekasan;
(3) Menetapkan rencana Pendidikan Agama Islam di
sekolah-sekolah dasar; (4) Mewujudkan peraturan
bersama Menteri P dan K dan Mentrei Agama
tentang peraturan PTAIN di Yogyakarta.
Setelah berdirinya PTAIN di Yogyakarta,
Mahmud Yunus diminta untuk menjadi salah
seorang dosennya, namun beliau menolak tawaran
itu dengan alasan bahwa perguruan tinggi harus
berada di pusat (Jakarta), dan beliau berusaha untuk
mendirikan PTAIN di Jakarta. Usaha ini ternyata
gagal karena di tolak menteri P dan K mengingat SK
bersama itu menetapkan bahwa PTAIN hanya satu
dan berada di Yogyakarta. Dan akhirnya Mahmud
Yunus beserta kawan-kawan mendirikan Akademi
Dinas Ilmu Agama (AIDA). Mahmud Yunus yang
kemudian menjadi Dekan AIDA menugsulkan
kepada Menteri Agama agar AIDA dapat menjadi
sebuah perguruan tinggi yang dapat meluluskan
sarjana penuh.

C. Aktivitas Utama
1. Dalam Dunia Pendidikan/Pengajaran
Iklim di atas jelas menguntungkan Mahmud
Yunus, seorang pemegang diploma guru dari
perguruan tinggi modern Dar al-‘Ulum di Mesir.

31

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


Apalagi Mahmud Yunus sejak tahun 1917 sudah
aktif dengan gerakan maupun institusi kaum
pembaru seperti PGAI dan Sumatera Thawalib.
Maka pada tahun 1931, Mahmud Yunus mendirikan
al-Jami’ah Islamiyah di Sungayang dan Normal
Islam di Padang yang sekaligus menjadi direkturnya.
Al-Jami’ah al-Islamiyah sebenarnya Madras
School yang didirikan gurunya, H. M. Thaib Umar.
Kemudian sepulangnya dari Mesir, tepatnya 20
Maret 1931, Mahmud Yunus mengembangkannya
dengan nama al-Jami’ah al-Islamiyah yang terdiri
dari Ibtidaiyah 4 tahun, Tsanawiyah 4 tahun dan
Aliyah 4 tahun. Suatu jenjang yang hampir mirip
dengan jenjang di al-Azhar dan Dar al-‘Ulum.
Berbeda dengan tahun 1918, sekolah ini selain
menekankan ilmu agama dan bahasa Arab, juga ilmu
pengetahuan umum. Pengajaran pengetahuan umum
yang diajarkan pada tingkat ibtidaiyah setingkat
dengan sekolah Schakelschool (sekolah sambungan).
Kemudian pada tingkat Tsanawiyah sebanding
dengan pengajaran pengetahuan umum pada tingkat
Normal School. Pada tingkat Aliyah misalnya
diajarkan pengetahuan umum seperti berhitung
dagang, aljabar, ilmu ukur, ilmu alam/kimia, ilmu
hayat, ekonomi, pembukuan, sejarah dunia/Islam,
ilmu bumi/falak, tata negara, bahasa
Inggris/Belanda, di samping ilmu mendidik, ilmu
jiwa dan ilmu kesehatan.
Pada tahun yang sama (tepatnya 1 April
1931), Mahmud Yunus dan kawan-kawannya dari

32

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


PGAI, yang dipimpin Abdulah Ahmad, mendirikan
Normal Islam di Padang. Ia sendiri ditunjuk sebagai
direkturnya. Normal Islam hanya menerima tamatan
madrasah 7 tahun dan dimaksudkan untuk mendidik
calon guru. Seperti umumnya lembaga pendidikan
Islam yang bertujuan membina guru, Normal Islam
mengajarkan ilmu-ilmu agama, bahasa Arab serta
kesusasteraannya, pengetahuan umum, ilmu
mendidik/mengajar, ilmu jiwa dan ilmu kesehatan.
Mahmud Yunus berpendapat, “kalau di HIK
para siswa dapat belajar berbagai macam ilmu
pengatahuan dengan bahasa pengantar (voertaal)
bahasa Belanda, maka di Normal Islam ini para
siswa belajar ilmu-ilmu agama dan pengetahuan
umum dengan pengantar bahasa Arab”. Untuk
mendukung penggunaaan bahasa Arab sebagai
bahasa pengantar di sekolah, Mahmud Yunus
menggunakan buku Durûs al-Lughah al-Arabiyyah
2 jilid yang dikarang ketika ia masih berada di
Mesir. Di sini Mahmud Yunus membuat
pembaharuan metode mengajar bahasa Arab
sehingga para siswa dapat menguasai bahasa Arab
secara aktif. Madrasah ini juga madrasah yang
pertama-tama memiliki laboratorium untuk ilmu
fisika dan kimia.
Keberhasilan Mahmud Yunus mengadakan
perubahan pengajaran di madrasah dan Normal
Islam membuka keinginan Mahmud Yunus untuk
membuka sekolah Islam tinggi. Pada 1 November
1940, Sekolah Islam Tinggi tersebut di buka dan dia

33

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


sendiri sebagai direkturnya. Akan tetapi sayang
sekolah tersebut terpaksa ditutup karena pada
tanggal 1 Maret 1942 tentara Jepang melarang
adanya sekolah tinggi. Pada masa Jepang (1943-
1945), Mahmud Yunus tidak hanya mengasuh
Madrasah al-Jami‘ah Islamiyah dan Normal Islam di
Padang, melainkan juga aktif di Majelis Tinggi
Islam Minangkabau. Dan berkat penunjukan sebagai
penasehat residen pada tahun 1943, mewakili majlis
Islam Tinggi, Mahmud Yunus bisa memberi
sumbangan dalam dunia pendidikan. Pada tahun
1944, Mahmud Yunus mengusulkan kepada kepala
pengajaran Jepang supaya pelajaran agama
dimasukkan ke sekolah-sekolah rakyat. Usul itu
diterima, bahkan Mahmud Yunus sendiri diangkat
menjadi pengawas pendidikan agama. Ia juga aktif
membina pemuda-pemuda bekas Gyugun yang telah
dididik tentara Jepang agar mereka tetap
mempertahankan agama, bangsa dan tanah air.
Setelah Indonesia merdeka, mulai 1 Januari
sampai 31 Desember 1946, Mahmud Yunus menjadi
pengurus Harian Komite Nasional Sumatera Barat
yang mula-mula berkedudukan di Padang, kemudian
di Bukittinggi. Dengan posisi itu, ia pergi ke daerah-
daerah memberi penerangan tentang kemerdekaan
Indonesia, pemilihan umum dan sebagainya. Pada
tahun 1946 Belanda sudah menguasai kembali
Indonesia. Segala kegiatan mulai dipindahkan dari
Padang ke Bukittinggi. Sekolah-sekolah seperti
Normal Islam ditutup. Peralatannya dipindahkan ke

34

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


Bukittinggi dan di sana Mahmud Yunus mendirikan
Sekolah Menengah Islam (SMI). Mahmud Yunus
sebagai bekas pengawas pendidikan agama pada
masa Jepang mengusulkan kepada Sa’adudin
Jambek, kepala Jawatan Sumatera Barat, supaya
pengajaran agama dimasukkan di SD, SMP dan lain-
lain. Usul ini diterima dan Mahmud Yunus
menyusun kurikulum untuk SD serta buku
panduannya.pada tanggal 14 September 1946,
kepala jawatan Pengajaran Agama Sumatera Barat
menerbitkan dan meyiarkan buku tersebut. Inilah
barangkali tangga mendorong Mahmud Yunus mulai
aktif di Kementerian agama pada masa awal
Indonesia merdeka.
Pada tanggal 2-10 Maret 1947 diadakan
konferensi pendidikan dan pengajaran oleh jawatan
PPK propinsi Sumatera di Padang Panjang dan
dihadiri oleh para Inspektur dan pemeriksa-
pemeriksa sekolah seluruh Sumatera, serta undangan
lainnya. Dalam konferensi itu, Mahmud Yunus
memberikan saran supaya pendidikan dan pengajran
agama dimasukkan dalam rencana pengajaran
seklah-sekolah negeri, mulai dari kelas I SR, SMP,
sampai kelas III SMA.
Akhirnya saran itu diterima dengan suara
bulat sehingga ditetapkan, bahwa pendidikan dan
pengajaran agama dimasukkan dalam seklah-sekolah
negeri, mulai dari kelas I-VI SR dan di SMP sampai
ke SMA, yaitu dua jam pad tiap-tiap kelas.

35

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


Dengan demikian, pendidikan Islam telah
masuk dengan resmi dalam rencana pengajaran
sekolah-sekolah negeri di seluruh Sumatera. Untuk
melancarkan rencana pengajaran agama itu, maka
oleh jawatan agama propinsi Sumatera diadakan
kursus guru-guru agama di Pematang Siantar dari
tanggal 1 Juni sampai tanggal 31 Juni 1947 (Selama
satu bulan lamanya). Kursus itu diikuti oleh seorang
guru agama yang terpandai dari tiap-tiap kabupaten
seluruh Sumatera dan dipimpin oleh Mahmud
Yunus. Dalam kursus itu yang terpenting adalah
memberikan pelajaran tentang cara melancarkan dan
melaksanakan rencana pengajaran agama yang telah
ditetapkan, terutama tentang cara mengajarkan mata
pelajaran dari kelas I sampai kelas VI SR, baik teori
maupun prakteknya. Selain itu ditambah juga
dengan ceramah-ceramah tentang ilmu jiwa, ilmu
pendidikan dan sebagainya.
Setelah selesai kursus selama sebulan,
kemudian guru-guru agama kembali kedaerahnya,
dan diberi instruksi supaya tiap-tiap guru agama itu
mengadakan kursus pula di daerahnya masing-
masing untuk guru-guru agama yang memberikan
pendidikan agama pada sekolah-sekolah negeri,
sekurang-kurangnya 15 hari lamanya. Dengan
demikian, semua guru agama yang melancarkan
pendidikan agama di sekolah negeri, telah mendapat
latihan lebih dahulu sebelum mereka diangkat
menjadi guru agama, sehingga pelajaran agama yang
mereka berikan kepada anak-anak, dapat

36

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


memuaskannya. Hal ini diakui oleh pemeriksa-
pemeriksa sekolah PPK.

2. Dalam Kementerian Agama


Pada tahun 1947-1949 adalah masa revolusi.
Saat itu Belanda kembali ke Indonesia dan
menduduki pelbagai wilayah di Indonesia. Mahmud
Yunus pada saat itu masih berusaha aktif dalam
pendidikan agama, tetapi situasi demikian
menyebabkannya berpindah dari satu tempat ke
tempat lain. Pada tahun 1947, Mahmud Yunus
diangkat menjadi kepala bagian Islam pada jawatan
Agama pada Propinsi Sumatera. Ia kemudian pindah
ke Propinsi Sumatera, Pematang Siantar.
Kedudukannya sebagai Direktur SMI digantikan
oleh H. Bustami Abdul Ghani. Namun Pematang
Siantar mulai dikuasai Belanda. Akibatnya, setiap
pegawai pemerintah diminta mengungsikan
perkantorannya ke Bukittinggi. Yang sejak 1 Januari
1947 dijadikan ibukota Propinsi Sumatera. Dalam
keadaan ini, Mahmud Yunus bersama isterinya dan
3 anak pindah kembali ke Bukittinggi. Tugas
Mahmud Yunus selama di Bukittinggi bertambah.
Di samping sebagai kepala bagian Islam pada
Jawatan Agama pada Propinsi Sumatera, Mahmud
Yunus juga ditunjuk sebagai Inspektur Agama pada
Jawatan PPK Propinsi Sumatera dan dosen agama
pada Akademi Pamong Praja dan Administrasi.
Sehingga tugasnya semakin berat. Pada bulan
Januari tahun 1949, Belanda menduduki Bukittinggi.

37

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


Semua pegawai mengunsi ke pedalaman. Mahmud
Yunus sendiri mengungsi ke Sungayang
Batusangkar, tempat kelahirannya. Tetapi kemudian
Belanda pun menduduki Batusangkar. Ia pergi ke
Padang Panjang bertemu dengan Menteri Agama
PDRI (Pemerintah Darurat RI) Mr. Tgk. Hasan,
dengan pertemuan itu, Mahmud Yunus pada tanggal
1 April 1949 diangkat sebagai Sekretaris Menteri
Agama PDRI di Suliki dan Kota Tinggi. Sejak itu, ia
senantiasa menyertai Tgk. M. Hasan sampai
penyerahan kedaulatan RI oleh negeri Belanda.
Pada tanggal 1 Januari 1951, Mahmud Yunus
diangkat sebagai Kepala Penghubung Pendidikan
Agama di Departemen Agama di Jakarta. Selama
Mahmud Yunus menjabat kepala –di bawah Menteri
Wahid Hasyim- kementerian agama berhasil
mengambil sejumlah kebijakan penting, antara lain
mengeluarkan peraturan bersama Menteri P&K
dengan Menteri Agama mengenai pendidikan agama
di sekolah-sekolah negeri dan swasta (1951);
mendirikan SGHA negeri di kota Raja, Bukittinggi
dan Bandung; mendirikan PGA di delapan kota;
mengeluarkan keputusan bersama Menteri P&K
dengan Menteri Agama tentang penghargaan ijazah
madrasah (1951); menetapkan rencana pendidikan
agama Islam di SD dan SMP; mengeluarkan
peraturan bersama Menteri P&K dengan Menteri
Agama tentang PTAIN di Yogyakarta (1951).
Selanjutnya, sejak 1 Oktober 1952 hingga
1956, Mahmud Yunus diangkat sebagai kepala

38

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


lembaga pendidikan agama pada Jawatan
Pendidikan Agama (Japenda) merangkap dosen di
Perguruan Tinggi Darul Hikmah di Bukittinggi.
Meskipun memegang sejumlah jabatan penting, ia
tetap aktif menulis.

3. Dalam Dunia Perguruan Tinggi (1957-1970)


Umat Islam yang merupakan mayoritas dari
penduduk Indonesia, selalu mencari berbagai cara
untuk membangun sistem pendidikan Islam yang
lengkap, mulai dari pesantren yang sederhana
sampai ke tingkat perguruan tinggi.
Menurut Mahmud Yunus, Islamic College
pertama telah didirikan dan dibuka dibawah
pimpinan sendiri pada tanggal 9 Desember 1940 di
Padang Sumatera Barat. Lembaga tersebut terdiri
dari dua fakultas, yaitu syariat/agama dan
pendidikan sera bahasa Arab. Tujuan yang ingin
dicapai lembaga ini adalah untuk mendidik ulama-
ulama.
Pada tanggal 8 Juli 1945 dengan bantuan
pemerintah pendudukan Jepang, disaat
memperingati Isra’ Mi’raj nabi Muhammad Saw.
didirikan sekolah tinggi Islam di Jakarta. Tujuan dari
pendirian lembaga pendidikan tinggi ini pada
mulanya adalah untuk mengeluarkan alim ulama
yang intelek, yaitu mereka yang mempelajari ilmu
pengetahuan agama Islam secara luas dan
mendalam, serta mempunyai pengetahuan umum
yang perlu dalam masyarakat moderen sekarang.

39

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


Studi di lembaga ini berlangsung selama dua
tahun sampai mencapai gelar sarjana muda,
ditambah dua tahun lagi untuk mencapai gelar
sarjana lengkap. Untuk kurikulum yang diajarkan
kebanyakan mengambil atau mencontoh seperti yang
diberlakukan pada universitas al-Azhar Kairo. Untuk
belajar pada pendidikan ini diberikan untuk
persiapan (matrikulasi). Pada tingkat matrikulasi ini
terbuka bagi pemegang ijazah sekolah menengah
Hindia Belanda dahulu, dan juga mereka yang telah
lulus dari suatu madrasah Aliyah. Kedua jenis
lulusan ini pada umumnya memerlukan kursus
pendahuluan selama satu atau dua tahun. Bagi
lulusan sekolah menengah Hindia Belanda,
dimaksudkan untuk menembah pengetahuan bahasa
Arab dab pengetahuan agama, sedangkan bagi
alumnus madrasah aliyah untuk memperoleh mutu
yang lebih tinggi dalam pengetahuan umum.
Ketika PTAIN berdiri di Yogyakarta,
Mahmud Yunus sebenarnya sudah diminta ikut
mengajar. Tetapi ia selalu menolak karena dalam
pandangannya PTAIN harus didirikan di Jakarta. Ia
sendiri bersama Arifin Tamyang memang berusaha
mendirikan PTAIN di Jakarta, namun ditolak oleh
P&K dengan alasan tiadanya dasar legal. Akhirnya
Mahmud Yunus bersama kawan-kawan yang berada
di Jakarta mendirikan Akademi Dinas Ilmu Agama
(ADIA). Di sini Mahmud Yunus menjabat sebagai
dekan. Sejak itulah ada dua perguruan tinggi Islam:
PTAIN di Yogyakarta dan ADIA di Jakarta. Pada

40

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


perkembangannya, Mahmud Yunus mengusulkan
kembali kepada Menteri Agama Wahib Wahab agar
ADIA dijadikan perguruan tinggi tingkat sarjana
penuh. Setelah melihat hasil-hasil yang dicapai
ADIA, Menteri Agama mengusulkan pada Presiden
Soekarno agar PTAIN dan ADIA diintegrasikan
menjadi satu perguruan tinggi. Akhirnya usul itu
terkabul dan berdirilah Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) yang berada di Yogyakarta dan Jakarta.
Fakultas Syariah dan Ushuluddin berada di
Yogyakarta, sedangkan fakultas tarbiyah dan adab
berada di Jakarta.
Keempat fakultas tersebut adalah sebagai berikut:
1. Fakultas Ushuluddin, yang terdiri dari segi-
segi ilmu agama Islam yang bersifat
spekulatif, seperti filsafat, tasawuf,
perbandingan agama dan dakwah.
2. Fakultas Syariah, yang menekankan aspek-
aspek praktis dari agama yurisprudensi,
tafsir, pengetahuan hadis dan sebagainya.
3. Fakultas Tarbiyah, yaitu yang bergerak di
bidang pendidikan dan keguruan, yang
mempersiapkan guru agama.
4. Fakultas Adab atau Ilmu Kemanusiaan,
untuk spesialisasi sejarah Islam serta bahasa
Arab secara khusus.
Setelah itu, IAIN terus berkembang dan
menyebar ke berbagai daerah Indonesia. IAIN-IAIN
tersebut dilengkapi beberapa fakultas di
lingkungannya. Mahmud Yunus sendiri menjabat

41

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


sebagai dekan fakultas tarbiyah. Karena begitu
antusiasnya umat Islam menyambut perguruan tinggi
Islam, di sejumlah propinsi kemudian berdiri
fakultas cabang, baik yang menginduk ke
Yogyakarta maupun Jakarta. Mahmud Yunus sendiri
menjabat Rektor di IAIN Imam Bonjol Sumatera
Barat dari sejak IAIN itu berdiri sampai 1970- ketika
ia pensiun.
Meski Mahmud Yunus sudah berstatus
sebagai pegawai tinggi yang sudah pensiun, namun
beliau masih tetap mengajar. Oleh sebab itu, tidaklah
mengherankan apabila anak didik beliau sangat
banyak dan tersebar luas di pelosok Indonesia dan
bahkan di negara tetangga. Dan tidak sedikit dari
muridnya ini mempunyai kedudukan penting dalam
masyarakat.

D. Karya Tulis Mahmud Yunus


Mahmud Yunus selain seorang pendidik,
juga seorang yang pengarang yang produktif. Pada
ulang tahun beliau ke-70, para bekas anak didik dan
kawan-kawan Mahmud menyusun daftar buku-buku
karangannya yang telah diterbitkan, hal ini karangan
beliau mencapai jumlahnya 70 jilid. Menurut daftar
yang ada: ialah karangan beliau dalam bahasa Arab
27 judul, terdiri dari 37 jilid, dan dalam bahasa
Indonesia 34 judul yang terdiri dari 42 jilid. (belum
termasuk ceramah-ceramah yang beliau adakan).
Sebagian besar dari buku-buku itu dipergunakan
bagi para pelajar dari sekolah dasar (Ibtidaiyah)

42

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


hingga ke perguruan tinggi. Kenyataannya karya-
karya Mahmud Yunus benar-benar memenuhi
kebutuhan masyarakat. Mahmud Yunus sangat
membantu dalam pertumbuhan madrasah, hal ini
bisa dilihat dengan disusunnya buku-buku yang
berbahasa Arab untuk dipergunakan dalam pelajaran
madrasah-madrasah, karena pada waktu itu belum
adanya buku pedoman dalam pelajaran. Yang paling
besar gunanya adalah buku pelajaran bahasa Arab
(Durûs al-Lughat al-Arabiyah) yang disusun
sewaktu ia masih di Kairo.
Hal ini dapat kita lihat, betapa banyaknya
orang Indonesia yang dapat menguasai bahasa Arab
secara aktif, sedangkan sebelumnya hampir tidak
ada. Suatu perobahan yang penguasaan bahasa Arab
secara pasif (dengan mengandalkan menghafal
Alfiyah) ke penguasaan bahasa secara aktif.
Karya Mahmud Yunus yang mempunyai
pengaruh banyak di luar madrasah dan pondok
pesantren adalah Terjemahan al-Qur’an al-Karim
pada waktu mudanya, tepatnya bulan November
1922, Mahmud sudah memberanikan diri untuk
mulai menerjemahkan al-Qur’an. Suatu bukti bahwa
ia telah betul-betul mahir dalam bahasa Arab. Yang
dapat diselesikan dan diedarkan ialah juz pertama,
kedua dan ketiga, sedangkan yang keempat
dikerjakan bersama dengan H. Ilyas Muhammad Ali.
Pekerjaan ini pernah dihentikan dan baru dimulai
lagi setelah mendapat bantuan H.M.K Bakry, pada
bulan Desember tahun 1935 dan selesai pada bulan

43

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


April 1938. kitab tersebut merupak kitab suci
pertama dalam bahasa Indonesia. Usaha Mahmud
Yunus menerjemahkan dan menafsirkan al-Qur’an,
betul-betul merupakan langkah yang cukup berani.
Pada waktu itu menerjemahkan dan menafsirkan al-
Qur’an ke bahasa di luar bahasa Arab belum dapat
diterima oleh semua ulama, bahkan ada yang
menganggap hukumnya haram. Mungkin sekali, ini
menjadikan salah satu sebab mengapa Mahmud
Yunus memakai huruf Arab pada permulaan
tulisannya. Dari sinilah, al-Qur’an mulai
diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, seperti
Bahasa Belanda, Jerman, Inggris dan lain-lain.
Perhatiannya yang besar terhadap pendidikan
dan ilmu pengetahuan, dapat ditelusuri dalam karya
tulis monumentalnya Tafsir al-Qur’an Karim, beliau
mengamati nama-nama surat di dalam al-Qur’an dari
sudut ilmu pengetahuan, hukum halal haram di
dalam kitabullah itu ditinjau dari segi akhlak yang
baik dan akhlak yang buruk.
Satu hal yang perlu dijelaskan, bahwa buku-
buku Mahmud Yunus pada umumnya tidak
mempunyai catatan kaki, selain daftar bacaan yang
menjadi sumber tulisannya di halaman terakhir.
Penulis-penulis seangkatan Mahmud seperti Hamka,
M. Hasbi Ash-Shiddieqy dan Yusuf Syu’ib pada
umumnya tidak mencantumkan catatan kaki di
halaman buku yang mereka tulis. Hal ini mungkin
disebabkan karena penilaian karya ilmiah di zaman

44

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


mereka belum populer sebagaimana penilaian karya
ilmiah pada masa sekarang.
Mahmud Yunus sendiri pernah mendapat
bimbingan bagaimana cara menulis dari salah
seorang dosennya di Mesir, pada waktu sebuah
tulisan Mahmud dibacakan oleh dosen itu dihadapan
mahasiswa, salah seorang diantara mahasiswa
mengkritik tulisan Mahmud, dengan mengatakan
bahwa tulisan Mahmud tersebut adalah kutipan dari
buku ilmu jiwa yang sudah ditulis orang. Pada waktu
itu, dosen yang membacakan tulisan Mahmud
tersebut membelanya, dengan mengatakan bahwa
tulisan itu telah menjadi milik Mahmud Yunus
terlepas dari mana ia mengambilnya/mengutipnya.
Peristiwa ini rupanya sangat terkesan bagi Mahmud
Yunus, dan rupanya ia berkesimpulan bahwa kita
boleh saja mengambil karangan orang lain, tetapi
harus mempunyai jiwa karangan sendiri, kalau tidak
demikian sama saja dengan mencontoh, menciplak
dan menyalin mentah-mentah tulisan orang lain.
Setelah Mahmud Yunus wafat pada tanggal
16 Januari 1982, beliau banyak sekali meninggalkan
karya-karya tulis, baik dalam bahasa Arab maupun
dalam bahasa Indonesia sendiri. Adapun karya-karya
tulis Mahmud Yunus dalam bahasa Indonesia
diantaranya ialah: Puasa dan Zakat, Haji ke Mekah
cara mengerjakan haji, beberapa kisah pendek,
beriman dan berbudi pengerti, yang diperuntukkan
untuk anak-anak di Sekolah Dasar. Pemimpin
Pelajaran Agama sebanyak tiga jilid, yang

45

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


diperuntukkan untuk murid-murid SMP.
Perbandingan Agama, kumpulan doa, moral
pembangunan dalam Islam, akhlak, hukum
perkawinan, yang diperuntukkan untuk madrasah
Aliyah. Serta masih banyak buku-buku lainnya.
Adapun karyanya dalam bahasa Arab
diantaranya: Ta’lîm Hurûf al-Qur’ân, Durûs al-
Lughat al-Arabiyah, al-Muhâdatsat al-Arabiyah,
Durûs al-Tawhîd, Mabadi’ al-Fiqh al-Wâdhih, al-
Masâil al-Fiqhiyah ala al-Madzâhib al-Arba’ah,
Ilmu al-Mushthalah al-Hadîts dan lain-lain.

III. Mahmud Yunus dalam Dunia Pendidikan


Islam
A. Pendidikan Pra Kemerdekaaan
Pada awal perkembangan agama Islam di
Indonesia, pendidikan Islam dilaksanakan secara
informal. Islam datang ke Indonesia dibawa oleh
para pedagang muslim, sambil berdagang mereka
meneyiarkan agama Islam. Setiap ada kesempatan
mereka memberikan pendidikan dan ajaran agama
Islam. Pendidikan dan ajaran Islam yang mereka
berikan dengan perbuatan (Da’wah bi al-Hâl)
berupa suri teladan yang baik. Mereka berprilaku
sopan, ramah-tamah, amanah, ikhlas, jujur dan adil,
yang menyebabkan masyarakat pada waktu itu
tertarik untuk memeluk agama Islam.
Menurut Mahmud Yunus, bahwa faktor-
faktor mengapa agama Islam dapat tersebar dengan

46

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


cepat di seluruh Indonesia pada masa permulaan,
yaitu:
1. Agama Islam tidak sempit dan tidak berat
melakukan aturan-aturannya, bahkan mudah
diturut oleh segala golongan umat manusia,
bahkan untuk masuk Islam cukup dengan
mengucapkan dua kalimat syahadat saja.
2. Sedikit tugas dan kewajiban umat Islam.
3. Penyiaran Islam dilakukan dengan cara beransur-
ansur sedikit demi sedikit.
4. Penyiaran Islam dikakukan dengan
kebijaksanaan dan cara yang sebaik-baiknya.
5. Penyiaran Islam itu dilakukan dengan perkataan
yang mudah dipahami oleh umum, dapat
dimengerti oleh golongan bawah sampai
golongan atas, yang sesuai dengan sabda nabi
Muhammad Saw. yang maksudnya berbicaralah
kamu dengan manusia menurut kadar akal
mereka.
Itulah beberapa faktor yang menyebabkan
mudahnya proses Islamisasi di kepulauan nusantara,
sehingga pada gilirannya nanti menjadi agama
utama dan mayoritas di negeri ini. Tentang proses
pembentukan dan pengembangan masyarakat Islam
yang pertama melalui bermacam-macam kontak,
misalnya kontak jual-beli, perkawinan, dakwah
secara langsung, baik secara individu maupun
kolektif. Dari sinilah proses pendidikan dan
pengajaran Islam, meskipun dalam bentuk yang
sangat sederhana. Materi pengajaran yang pertama

47

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


kali adalah tentang kalimat syahadat. Sebab dengan
mengucapkan syahadat berarti orang telah menjadi
Islam.
Sementara itu hampir di setiap desa yang
ditempati kaum muslimin mereka mendirikan mesjid
untuk tempat mengerjakan shalat Jumat, dan juga
tiap-tiap kampung mereka mendirikan surau atau
langgar untuk mengaji al-Qur’an atau shalat.
Pendidikan agama saat itu masih bersifat elementer,
dimulai dengan mempelajari abjad huruf Arab
(Hijâiyyah) atau kadang-kadang langsung mengikuti
guru dengan menirukan dengan apa yang telah
dibaca dari kitab suci al-Qur’an.
Mesjid, surau atau langgar, adalah
merupakan sarana yang pokok dan mutlak perlunya
bagi pertumbuhan dan perkembangan masyarakat
Islam. Oleh karena itu dapat diduga bahwa sejak
terbentuknya komunitas-komunitas muslim yang
terbesar diberbagai daerah pantai dan pusat-pusat
perdagangan di Indonesia, mesjid-mesjid dan surau
telah didirikan bersamaan dengan terbentuknya
komunitas-komunitas tersebut, sebelum berdirinya
kerajaan Islam.
Sementara itu Fachry Ali dan Bachtiar
Effendy menguraikan setidak-tidaknya terdapat tiga
faktor utama yang mempercepat proses penyebaran
Islam di Indonesia, yaitu:
1. Karena ajaran Islam melaksanakan prinsip
ketauhidan dalam sistem ketuhanannya, suatu
prinsip yang secara tegas menekankan ajaran

48

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


untuk mempercayai Tuhan Yang Maha Tunggal.
Sebagai konsekuensinya, Islam juga
mengajarkan prinsip keadilan dan persamaan
dalam tata hubungan kemasyarakatan. Hal ini
merupakan ajaran baru yang bertentangan,
secara diametral, dengan sistem hubungan
kemasyarakatan pada waktu itu, yaitu sistem
kasta yang berasal dari ajaran Hindu. Dengan
memilih Islam pada dasarnya mereka
menempatkan diri pada suatu kehidupan
keagamaan yang mempunyai asas persamaan,
kebebasan dan keadilan. Karena walaupun
bagaimana menurut Islam semua manusia adalah
sama dalam pandangan Tuhan, yang
membedakan hanyalah ketakwaannya kepada
Allah Swt.
2. Karena daya lentur (fleksibilitas) ajaran Islam,
dalam pengertian bahwa ia merupakan kodifikasi
nilai-nilai universal. Dengan demikian, ajaran
Islam berhadapan dengan berbagai bentuk dan
jenis situasi kemasyarakatan. Karena watak
ajaran yang demikian itu, maka Islam tidak
secara serentak menggantikan seluruh tatanan
nilai yang telah berkembang di kehidupan
masyarakat Indonesia sebelum datangnya Islam.
Bahkan hingga taraf-taraf tertentu, nilai-nilai
kemasyrakatan yang telah ada, seperti rendah
hati, sabar, mementingkan orang lain dan
sebagainya, disubordinasikan kedalam ajaran

49

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


Islam. Sebab, ajaran-ajaran seperti itu juga
dikandung oleh Islam.
Namun demikian, tidak semua nilai lama yang
bersifat peganistik itu, secara keseluruhan
bersesuaian dengan ajaran Islam. Karenanya ada
sebahagian terutama yang secara prinsipil
bertentangan dengan ajaran Islam yang tidak
ditoleransi oleh Islam. Dan karena itu, secara
beransur-ansur dihilangkan. Dengan kata lain
ajaran lama oleh Islam dianggap bertentangan
secara diametral terkena proses Islamisasi.
3. Pada gilirannya nanti, Islam oleh masyarakat
Indonesia dianggap sebagai suatu institusi yang
amat dominan untuk menghadapi dan melawan
ekspansi Barat yang melalui kekuasaan-
kekuasaan Portugis kemudian Belanda,
mengobarkan penjajah dan menyebarkan agama
Kristen.
Keberhasilan Islam menyebar dan menyusup
ke tengah-tengan masyarakat nusantara pada waktu
itu sebenarnya belum didukung dengan adanya
semacam organisasi atau metode dakwah yang
efektif seperti sekarang ini. Organisasi Islam pada
waktu dulu mungkin baru merupakan kumpulan
beberapa orang yang melakukan keinginan bersama
untuk meyebarkan agama Islam. Penyebaran Islam
pada waktu itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi
dari rumah ke rumah agar tidak dicurigai atau
dianggap menentang norma-norma yang sudah kuat

50

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


dipegang oleh penguasa dan diikuti oleh masyarakat
pada umumnya.
Sesuai dengan prinsip ajaran agama Islam,
bahwa tidak ada paksaan untuk memeluk agama (lâ
ikrâha fi al-Dîn), maka proses Islamisasi di daerah
pantai berjalan dengan damai. Dengan pelan tetapi
pasti Islam dipeluk dan diamalkan oleh penduduk
pantai, mulai dari rakyat kecil sampai pada para
penguasa daerah seperti bupati. Untuk daerah
pedalaman sebelah selatan, proses Islamisasi
berjalan dengan lamban dan memerlukan waktu
yang lebih lama lagi. Orang-orang di pedalaman
masih memegang agama dan adatnya yang lama.
Meskipun demikian prinsip hidup damai, hidup
bertetangga antar orang pantai yang sudah Islam
dengan orang-orang pedalaman yang masih kuat
memegang agama Hindu atau Budha masih tetap
dipertahankan masyarakat pada waktu itu.
Begitulah gambaran keadaan kegiatan
penyiaran sekaligus pelaksanaan kegiatan
pendidikan Islam yang berjalan secara sangat
sederhana dan tidak menemui kendala yang cukup
berarti, sampai datangnya imperialis Eropa Barat,
dimana misi datangnya tidak hanya dalam rangka
berdagang plus mengusai daerah yang ia datangi,
tetapi juga membawa misi lainnya yaitu kristenisasi.
Sehingga wajar bila kedatangan bangsa barat itu
menimbulkan reaksi dan pertentangan di mana-mana
di kepulauan Nusantara ini, karena apa yang mereka
lakukan di samping merugikan penduduk pribumi,

51

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


juhga merusak tatanan sosial budaya masyarakat
yang sudah ada.
Sementara itu, pertumbuhan dan
perkembangan tempat-tempat ibadah semakin
meluas, karena disebabkan makin berkembangnya
umat Islam. Kesadaran beragama pada zamannya
merupakan faktor yang terpenting bagi pertumbuhan
dan berkembangnya tempat-tempat ibadah.
Pertumbuhan dan perkembangan mesjid, surau atau
langgar, pada zaman kerajaan-kerajaan Islam
didukung oleh dua kekuatan secara serentak, yaitu:
(1) Kekuatan yang berasal dari dinamika umat Islam
yang sedang tumbuh dan berkembang, dan (2)
Kekuatan yang bersifat memberikan dorongan dan
kesempatan yang seluas-luasnya dari pihak
pemerintah, dan bahkan bagian tugas pemerintah
pada waktu itu.
Memang diakui bahwa Belanda cukup
banyak mewarnai perjalanan sejarah Islam di
Indonesia. Cukup banyak peristiwa dan pengalaman
yang dicatat Belanda sejak awal kedatangannya di
Indonesia, baik sebagai pedagang perorangan,
kemudian diorganisasikan dalam bentuk kongsi
dagang yang bernama VOC, maupun sebagai aparat
pemerintah yang berkuasa dan menjajah, oleh sebab
itu wajar bila kehadiran mereka selalu mendapat
tantangan dan perlawanan dari penduduk pribumi,
raja-raja dan tokoh-tokoh agama setempat. Mereka
menyadari bahwa untuk dapat mempertahankan
kekuasaannya di Indonesia, mereka harus berusaha

52

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


memahami dan mengerti tentang seluk beluk
penduduk pribumi yang dikuasainya. Merekapun
tahu bahwa agama penduduk yang dijajahnya itu
mayoritas agama Islam.
Kedatangan bangsa barat di satu pihak
memang telah membawa kemajuan teknologi, tetapi
kemajuan teknologi tersebut bukan dinikmati
penduduk pribumi, tujuannya adalah untuk
meningkatkan hasil jajahannya. Begitu pula halnya
dengan pendidikan, mereka telah memperkenalkan
sistem dan metodologi baru, dan tentu saja lebih
efektif, namun semua itu dilakukan sekedar untuk
menghasilkan tenaga-tenaga yang dapat membantu
segala kepentingan penjajah dengan imbalan yang
murah sekali dibandingkan dengan jika mereka
harus mendatangkan tenaga dari Barat. Dan
kenyataannya Belanda sebagai penjajah benar-benar
mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya,
dengan memeras tenaga, sumber alam dan
sebagainya, sementara di lain pihak juga diadakan
semacam pembodohan terhadap penduduk pribumi.
Karena itu Belanda sebagai penjajah berbeda sekali
dengan penjajah lain, seperti Inggris misalnya.
Belanda memang benar-benar tidak gentlement.
Kalau Inggris, meskipun mereka sebagai penjajah
tetapi tidak menyempingkan kemajuan pribumi
terutama di bidang pendidikannya. Hal ini bisa
dilihat beberapa bekas negara jajahan Inggris, seperti
Malaysia, Singapura, Hongkong dan sebagainya.

53

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


Sekarang semua negara tersebut masuk dalam
ketegori negara maju.
Apa yang mereka sebut pembaharuan
pendidikan, itu adalah westernisasi dan kristenisasi
yaitu kepentingan Barat dan Nasrani. Dua motif
inilah yang mewarnai penjajahan Belanda di
Indonesia yang berlangsung selama 3,5 abad.
Dengan demikian, jelas terlihat, meskipun
Belanda mendirikan lembaga pendidikan untuk
kalangan pribumi, tetapi semua demi kepentingan
mereka semata. Jiwa dari surat edaran yang dibuat
Van Den Capellan ketika menjabat gubernur
jenderal pada waktu itu, yang ditujukan kepada para
bupati, yang isinya adalah: “Dianggap penting untuk
secepatnya mengadakan peraturan pemerintah yang
menjamin meratanya kemampuan membaca dan
menulis bagi penduduk pribumi agar mereka lebih
mudah untuk dapat menaati undang-undang dan
hukum negara yang diterapkan oleh Belanda”. Hal
tersebut menggambarkan tujuan dari didirikannya
Sekolah Dasar pada zaman itu. Pendidikan agama
Islam yang telah ada di pondok pesantren, mesjid
dan mushalla atau yang lainnya dianggap membantu
pemerintah Belanda. Para santri pondok masih
dianggap buta huruf latin, yang secara resmi menjadi
acuan pada waktu itu.

1. Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia


Pada masa awal tahun 1900 lembaga-
lembaga pendidikan Islam masih relatif sedikit dan

54

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


berlangsung secara sederhana. Dalam periode ini
banyak berdiri tempat pendidikan Islam terkenal di
Sumatera, seperti surau Parabek Bukittinggi (1908)
yang didirikan oleh Syekh H. Ibrahim Parabek dan
di pulau Jawa seperti pesantren Tebuireng, namun
sistem madrasah belum dikenal.
Periode ini boleh dikatakan dipelopori oleh
Syekh Khatib Minangkabau dan kawan-kawannya
yang begitu banyak mendidik dan mengajar pemuda
di Mekah, terutama pemuda-pemuda yang berasal
dari Indonesia dan Malaya. Murid-murid beliau
seperti H. Abdul Karim Amrullah (ayah Buya
Hamka) yang mengajar di surau Jambatan Besi
Padang Panjang, K. H. Ahmad Dahlan di
Yogyakarta dan K.H. Adnan di Solo. Juga termasuk
K.H. Hasyim Asy’ari pendiri pesanteren Tebuireng.
Dengan demikian, sudah berang tentu murid-murid
mereka yang kembali dari Mekah ikut andil dalam
pembaharuan pendidikan Islam di Indonesia
sekembalinya di tanah air. Dalam hal ini, tentu wajar
bila dikatakan bahwa syekh Ahmad Khatib
Minangkabau dan kawan-kawan merupakan
reformer pendidikan Islam khususnya di Sumatera
dan di Indonesia pada umumnya.
Pembaharuan Islam di Indonesia tidak saja
diilhami oleh para ulama kita yang menajadi
pendidik di Mekah, tetapi pengaruh yang datang dari
Mesir juga tidak kalah pentingnya. Syekh Tahir
Jalaluddin dianggap salah seorang pembaharu di
Indonesia karena banyak memperkenalkan paham

55

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


Muhammad Abduh di Indonesia melalui majalah al-
Iman yang diterbitkan di Singapura sekitar tahun
1906. majalah inilah yang memuat artikel tentang
pengetahuan populer, komentar tentang kejadian-
kejadian penting di dunia, terutama di dunia Islam
dan juga mengenai masalah-masalah agama.
Pendidikan Islam termasuk masalah sosial,
sehingga dalam kelembaannya tidak terlepas dari
lembaga-lembaga sosial yang ada. Lembaga disebut
juga institusi atau pranata, sedangkan lembaga sosial
adalah suatu bentuk organisasi yang tersusun relatif
tetap atas pola-pola tingkah laku, peranan-peranan
dan relasi-relasi yang terarah dalam mengikat
individu yang mempunyai otoritas formal dan sanksi
hukum, guna tercapainya kebutuhan-kebutuhan
sosial dasar. Sedangkan yang dimaksud dengan
lembaga pendidikan Islam adalah wadah atau tempat
berlangsungnya proses pendidikan Islam yang
bersamaan dengan proses kebudayaan. Dan proses
tersebut dimulai dari lingkungan keluarga.

2. Mesjid dan Surau


Secara harfiah mesjid diartikan sebagai
tempat sujud, duduk atau setiap tempat yang
dipergunakan untuk beribadah. Mesjid juga berarti
tempat shalat berjamaah atau shalat untuk umum.
Surau atau langgar dalah semacam mesjid dalam
skala lebih kecil dengan fungsi yang terbatas. Ia
merupakan tempat shalat, tempat mengaji bagi anak-
anak. Surau atau langgar, pada mulanya milik

56

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


keluarga yang mendirikannya, diwakafkan untuk
kepentingan masyarakat di sekitarnya. Sering kali
terjadi surau atau langgar itu berkembang menjadi
mesjid.
Surau sebagai lembaga pendidikan Islam
pada dasarnya sama dengan pesantren di Jawa.
Dalam konteks ini, surau lebih dari sekedar langgar
atau mushalla. Tentu saja, sejak masa awal
penyebaran Islam di Minangkabau terdapat surau
yang merupakan sekedar tempat belajar mengaji dan
pengetahuan dasar tentang Islam. Surau seperti ini
sekaligus menjadi tempat sosialisasi adat istiadat,
belajar silat dan lain-lain. Tetapi penting
dikemukakan, secara historis surau sebagai lembaga
pendidikan Islam yang lengkap merupakan komplek
bangunan yang terdiri dari mesjid, bangunan-
bangunan untuk tempat belajar, sekaligus menjadi
pemondokan murid-murid belajar di surau.
Mesjid, surau atau langgar, adalah
merupakan sarana yang pokok dan mutlak perlunya
bagi pertumbuhan dan perkembangan masyarakat
Islam. Oleh karena itu dapat diduga bahwa semenjak
terbentuknya komunitas-komunitas muslim yang
tersebar di daerah pantai dan pusat-pusat
perdagangan di Indonesia, mesjid-mesjid dan surau-
surau didirikan bersamaan dengan terbentuknya
komunitas-komunitas tersebut, sebelum berdirinya
kerajaan-kerajaan Islam.
Setelah tumbuhnya kerajaan-kerajaan Islam,
maka pada setiap pusat pemerintahan atau

57

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


kesultanan didirikan mesjid besar atau mesjid agung
yang diurus oleh Raja atau Sultan. Mesjid besar
dijadikan sebagai pusat kegiatan dakwah dan
penyebaran Islam secara lebih intensif dan menjadi
salah satu dari perangkat pemerintahan yang harus
ada pada setiap kerajaan atau kesultanan pada masa
lampau. Dalam perkembangan- nya mesjid atau
surau merupakan yang mutlak perlu bagi kelompok-
kelompok masyarakat Islam yang telah berkembang
luas.
Sementara itu pertumbuhan dan
perkembang-an tempat-tempat ibadah semakin
meluas, karena semakin berkembangnya umat Islam.
Kesadaran beragama pada zamannya merupakan
faktor yang penting bagi pertumbuhan dan
berkembangnnya tempat-tempat ibadah (baik mesjid
maupun surau) baru dan munculnya para pendakwah
(penganjur Islam) yang setia untuk menyebarluaskan
ajaran-ajaran Islam pada masyarakat yang belum
mengenal Islam.
Memang mesjid atau surau merupakan
institusi pendidikan yang pertama dibentuk dalam
lingkungan masyarakat muslim. Pada dasarnya
mesjid atau langgar mempunyai fungsi yang tidak
terlepas dari kehidupan keluarga. Sebagai lembaga
pendidikan, berfungsi sebagai penyempurna
pendidikan dalam keluarga, agar selanjutnya anak
mampu melaksanakan tugas-tugas hidup dalam
masyarakat dan lingkungannya. Pada mulanya
pendidikan di langgar atau mesjid, dalam arti

58

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


sederhana dapat dikatakan sebagai lembaga
pendidikan formal dan selakigus lembaga
pendidikan sosial.
Pada tahap-tahap awal ini, sebenarnya
penyelenggaraan pendidikan antara langgar atau
surau dibedakan dengan mesjid, di mana pendidikan
di surau atau langgar adalah pendidikan tingkat
dasar yang biasa disebut sebagai pengajian al-
Qur’an. Kemudian pendidikan pengajaran di tingkat
lanjutan disebut pengajian kitab, dan
diselenggarakan di mesjid. Sementara itu pada
sebagian daerah surau atau langgar berfungsi
sebagai pesantren sekaligus pengajian kitab-kitab
tradisional klasik. Dalam pengajian kitab tradisional,
santri harus menyediakan waktu untuk studi bahasa
Arab dan sesudah itu mulai mempelajari isi kitab-
kitab agama yang merupakan unsur paling penting.
Dengan demikian, di surau atau langgar dan
mesjid pada masa lalu (sebelum timbul dan
berkembangnya madrasah), telah diselenggarakan
dua macam strata pendidikan, yaitu pendidikan dasar
yang disebut dengan pengajian al-Qur’an,
pendidikan ini berada dibawah bimbingan guru
mengaji al-Qur’an. Dan yang kedua adalah
pendidikan tingkat lanjutan yang disebut guru kitab.
Adapun cara yang dipergunakan dalam
belajar dan mengajar di surau dan di mesjid dapat
ditentukan sebagai berikut: anak-anak belajar secara
duduk dalam keadaan bersila tanpa mempergunakan
bangku dan meja. Demikian pula halnya dengan

59

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


guru, mereka belajar dengan guru seorang demi
seorang (sorogan) dan belum berkelas seperti
sekolah-sekolah yang ada sekarang.
Secara garis besar fungsi surau dan mesjid
tersebut dapat dibedakan sebagai temapat ibadah,
dan sebagai tempat pendidikan serta kebudayaan,dan
tempat berbagai penyelenggaraan urusan umat.
Namun demikian, bentuk dan sifat fungsi mesjid dan
surau tersebut sangat beragam dan berfariasi serta
mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.
Dalam sejarahnya, fungsi mesjid sebagai
tempat atau pusat kegiatan dalam menyelenggarakan
urusan umat, mulai tampak setelah timbulnya
kerajaan-kerajaan Islam dan dibangunnya mesjid-
mesjid jami’ oleh penguasa di berbagai wilayah
dengan tujuan tersebut. Pada zaman Sultan Agung
Mataram misalnya, fungsi tersebut lebih tampak
secara teratur dengan diangkatnya pejabat-pejabat
khusus yang bertugas untuk menyelnggrakan
kepentingan umat. Penghulu adalah kepala urusan
Penyelenggarara Agama Islam dalam seluruh daerah
kabupaten, baik dalam aspek ibadah, muamalat
maupun dalam urusan munakahat. Dalam bidang
jinayat (pidana) penghulu adalah bertindak sebagai
hakim (qadhi). Tugas-tugas penyelenggaraan urusan
kehidupan umat tersebut, semuanya diselenggarakan
di mesjid jami’.
Setelah Indonesia merdeka, tampaknya
terdapat kecenderungan penciutan fungsi pendidikan
dan pembudayaan serta penyelenggaraan urusan

60

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


umat pada mesjid-mesjid. Hal ini disebabkan karena
semakin berkembangnya pendidikan dan masalah-
masalah yang berhubungan dengan kepentingan
umat. Meskipun demikian surau dan mesjid tetap
mempunyai peranan dan fungsi yang sangat penting,
tidak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi sekarang
berbagai kegiatan lain dalam rangka memfungsikan
mesjid sebagai “Islamic Centre” telah diupayakan
dan dilaksanakan.

3. Pesantren
Pesantren adalah tempat belajarnya para
santri. Pesantren ini didirikan karena adanya
tuntutan dan kebutuhan zaman, hal ini bisa dilihat
dari perjalanan sejarah, di mana bila dirunut
kembali, sesungguhnya pesantern dilahirkan atas
kesadaran dan kewajiban dakwah Islamiyah, yaitu
menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam,
sekaligus mencetak kader-kader ulama dan da’i.
Pembangunan suatu pesantren didorong oleh
kebutuhan masyarakat akan adanya lembaga
pendidikan lanjutan. Namun demikian, faktor guru
yang memenuhi pensyaratan keilmuan yang
diperlukan akan sangat menentukan bagi tumbuhnya
suatu pesantren.pada umumnya berdirinya suatu
pesantren diawali dari pengakuan masyarakat akan
keunggulan dan ketinggian ilmu seorang guru atau
kiai. Karena keinginan menuntut dan memperoleh
ilmu dari guru tersebut, maka masyarakat sekitar,
bahkan dari luar daerah datang kepadanya untuk

61

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


belajar. Mereka lalu membengun tempat tinggal
yang sederhana di sekitar tempat tinggal guru
tersebut. Semakin tinggi ilmu seorang guru, semakin
banyak pula orang luar daerah yang datang untuk
menuntut ilmu kepadanya dan berarti semakin besar
pula pondok pesantrennya.
Kelangsungan hidup suatu pesantren amat
tergantung kepada daya tarik tokoh sentral (kiai atau
guru) yang memimpin, meneruskan atau
mewarisinya. Jika pewaris menguasai sepenuhnya
baik pengetahuan keagamaan, wibawa, keterampilan
mengajar dan kekayaan lainnya yang diperlukan,
maka umur pesantren akan bertahan lama.
Sebaliknya pesantren akan menajadi mundur dan
mungkin hilang, jika pewaris atau keturunan kiai
yang mewarisinya tidak memenuhi pensyaratan. Jadi
seorang figur pesantren memang sangat menentukan
dan benar-benar diperlukan.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan dan
lembaga sosial keagamaan yang mengasuhnya juga
merupakan pemimpin umat dalam memberikan
legitimasi terhadap tindakan warganya sudah tentu
mempunyai dasar pijakan yang bersifat keagamaan
dalam tindakannya, terutama jika hal itu dianggap
baru oleh masyarakat. Kiai-ulama dalam posisi ini
bertindak ganda: sebagai pemimpin, pengasuh
pesantren, dan sekaligus sebagai ulama.
Pesantren di Indonesia memang tumbuh dan
berkembang sangat pesat. Dalam mekanisme
kerjanya, sistem yang ditampilkan pondok pesantren

62

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


mempunyai keunikan dibandingkan dengan sistem
yang diterapkan dalam pendidikan pada umumnya,
yaitu:
 Memakai sistem tradisional yang mempunyai
kebebasan penuh dibanding dengan sekolah
modern, sehingga terjadi hubungan dua arah
antara santri dengan kiai.
 Kehidupan di pesantren menampakkan semangat
demokrasi karena mereka praktis kerjasama
mengatasi problema nonkurikuler mereka.
 Para santri tidak mengidap penyakit simbolis,
yaitu perolehan gelar dan ijazah, sedangkan
santri dengan ketulusan hatinya masuk ke
pesantren tanpa adanya ijazah tersebut. Hal ini
karena tujuan utama mereka hanya ingin mencari
keridhaan Allah Swt. semata.
 Sistem pondok pesantren mengutamakan
kesederhanaan, idealisme, persaudaraan,
persamaan, rasa percaya diri dan keberanian
hidup.
 Alumni pondok pesantren tidak ingin menduduki
jabatan pemerintahan, sehingga mereka hampir
tidak dapat dikuasai oleh pemerintah.
Perkembangan berikutnya, di samping tetap
mempertahankan sistem ketradisionalannya,
pesantren juga mengembangkan dan mengelola
sistem pendidikan madrasah. Begitu pula untuk
mencapai tujuan bahwa nantinya para santri mampu
hidup mandiri, kebanyakan sekarang ini pesantren

63

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


juga memasukkan pelajaran keterampilan dan
pengetahuan umum.
Secara garis besar, pesantren sekarang ini
dapat dibedakan kepada dua macam, yaitu:
 Pesantren Tradisional;
yaitu pesantren yang masih mempertahankan
sistem pengajaran tradisonal, dengan meteri
pelajaran kitab-kitab klasik yang sering disebut
kitab kuning. Di antara pesantren ini ada yang
mengelola madrasah, bahkan juga sekolah-
sekolah umum mulai tingkat dasar atau
menengah, dan ada pula pesantren-pesantren
besar yang sampai ke perguruan tinggi. Murid-
murid dan mahasiswa diperbolehkan tinggal di
pondok atau di luar, tetapi mereka diwajibkan
mengikuti kitab-kitab dengan cara sorogan
maupun bandungan, sesuai dengan tingkatan
masing-masing. Guru-guru pada madrasah atau
sekolah pada umumnya mengikuti pengajian
kitab-kitab pada pergurun tinggi.
 Pesantren Modern
merupakan pesantren yang berusaha
mengintegrasikan secara penuh sistem klasikal
dan sekolah ke dalam pondok pesantren. Semua
santri yang masuk pondok terbagi dalam
tingkatan kelas. Pengajian kitab-kitab klasik
tidak lagi menonjol, bahkan ada yang Cuma
sebagai pelengkap, tetapi berubah menjadi mata
pelajaran atau bidang studi. Begitu juga dengan
sistem yang diterapkan, seperti cara sorogan dan

64

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


bandungan mulai menjadi individual dalam hal
belajar dan kuliah secara umum, atau stadium
general.
Di antara kelebihan pesantren terletak pada
kemampuan dalam menciptakan sebuah sikap hidup
universal yang merata, yang diikuti oleh semua
santri, sehingga lebih bersikap hidup mandiri dengan
tidak menggantungkan diri kepada siapa dan
lembaga masyarakat apapun. Sementara itu visi
kekurangannya adalah tidak adanya planning yang
terperinci dan rasional atas jalannya pendidikan dan
pengajaran yang dilaksanakan, tidak adanya
keharusan membuat kurikulum dalam susunan yang
lebih mudah dicerna dan dikuasai oleh santri. Di
samping itu, sistem pemberian materi masih
tradisional, dan visi lain, hampir tidak ada prioritas
antara materi yang satu dengan materi lainnya, serta
kegiatan yang satu dengan kegiatan lainnya. Bahkan
pedoman yang digunakannya pun tidak mempunyai
nilai-nilai edukatif, sehingga lembaga tersebut tidak
memiliki landasan filsafat pendidikan yang utuh.
Pergeseran-pergeseran nilai yang terjadi
menuntut pesantren untuk melakukan reorientasi tata
nilai bentuk baru yang relevan dengan tantangan
zamannya, tanpa kehilangan identitasnya sebagai
lembaga pendidikan Islam.

4. Madrasah
Kata madrasah berasal dari kata kerja darasa
yang berarti membaca, belajar, dan sebagainya.

65

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


Dengan demikian madrasah adalah tempat belajar
membaca atau belajar, mempunyai metode dan
pelajaran yang lebih teratur di banding dengan
pelajaran di mesjid. Madrasah merupakan kelanjutan
dari pendidikan yang ada dalam mesjid, yang
terbuka untuk semua orang, tidak terbatas pada
mazhab tertentu.
Sekitar pertengahan abad ke 19 pemerintah
kolonial Belanda mulai memperkenalkan sekolah-
sekolah modern menurut sistem persekolahan yang
berkembang di dunia Barat, sehingga sedikit banyak
memperngaruhi sistem pendidikan yang telah
berkembang di Indonesia, termasuk pendidikan
madrasah yang telah berkembang di dunia Islam.
Madrasah yang pertama kali didirikan di
Indonesia, adalah madrasah Adabiyah di Padang
(Sumatera Barat), yang didirikan oleh Syekh
Abdullah Ahmad pada tahun 1909. nama resminya
pada masa itu adalah Adabiyah School. Pada masa
itu memang pengertian madrasah dan sekolah sama
saja, tetapi penggunaan istilah madrasah tampaknya
belum dikenal secara umum. Madrasah Adabiyah
pada mulanya bercorak agama semata-mata, tetapi
kemudian pada tahun 1915 berubah corak menjadi
HIS (Holand Inland School) Adabiyah. HIS
Adabiyah merupakan sekolah pertama yang
memasukkan pelajaran agama ke dalamnya.
Kemudian pada tahun 1910 didirikan Madrasah
School (Sekolah Agama) yang dalam
perkembangannya berubah menjadi Diniyah School

66

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


(Madrasah Diniyah). Dan nama inilah yang
kemudian berkembang dan terkenal.
Jika anak-anak Indonesia bersekolah
menurut sistem madrasah, semenjak ibtidaiyah
sampai perguruan tinggi atau IAIN, dengan meta
pelajaran yang ada selalu terbagi menjadi tiga jenis,
yaitu: mata pelajaran bahasa Arab, agama dan mata
pelajaran umum. Mata pelajaran umum dan bahasa
Arab dibahas secara terpisah. Hal pertama yang
menonjol adalah bahwa isi pendidikan agama
sebenarnya tidak begitu berubah. Fiqh dan tafsir al-
Qur’an tetap memainkan peranan yang penting,
meskipun tetap diberikan perhatian yang lebih
banyak terhadap ilmu agama lainnya. Kalau hal ini
hendak dicatat megenai perubahan dalam Islam
moderen, maka harus dicari perubahan-perubahan
tersebut di luar mata pelajaran khusus agama.
Perubahan yang menonjol dalam hal ini justeru
berhubungan dengan bagian lain, yaitu pelajaran
bahasa Arab dan mata pelajaran umum. Tekanan
yang diberikan pada mata pelajaran bahasa Arab
tersebut ada hubungannya dengan semboyang kaum
reformis, “kembali kepada al-Qur’an dan Hadis”.
Satu hal yang tidak bisa dipungkiri pada
waktu itu adalah bahwa sistem pendidikan dan
pengajaran Islam, masih bersifat tradisional, yang
masih terdapat banyak kelemahan, terutama
menyangkut sistem yang terdapat di dalamnya. Di
dalam pesantren ada semacam perkataan “bebas”,
yang maksudnya adalah bebas dalam memilih apa

67

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


yang ingin dipelajari, juga bebas untuk tidak belajar
masa sekali. Sehingga adanya kebebasan inilah,
yang menyebabkan banyaknya santri yang sekian
tahun di pesantren, namun tidak mendapatkan
pengetahuan apa-apa.
Setelah itu madrasah berkembang di hampir
seluruh pelosok Indonesia. Dengan demikian, pada
permulaan abad ke-20, merupakan masa
pertumbuhan dan perkembangan madrasah hampir
di seluruh Indonesia, dengan nama dan tingkatan
yang bervariasi. Namun madrasah-madrasah
tersebut, pada awal perkembangannya, masih
bersifat diniyah semata-mata. Baru sekitar tahun
1930, sedikit demi sedikit dilakukan pembaharuan
terhadap madrasah dalam rangka memantapkan
keberadaannya, khususnya dengan penambahan
pengetahuan umum.
Meskipun begitu dalam penyelenggaraan
pendidikan dan pengajarannya masih belum punya
keseragaman antara daerah yang satu dengan yang
lain, terutama sekali menyangkut kurikulum dan
rencana pelajaran. Memang pembaharuan yang
dilakukan sebelum masa kemerdekaan belum
mengarah kepada penyeragaman bentuk, sistem dan
rencana pelajaran. Usaha kearah penyatuan dan
penyeragaman sistem tersebut, baru dirintis sekitar
tahun 1950 setelah Indonesia merdeka. Dan pada
perkembangannya madrasah terbagi dalam jenjang-
jenjang pendidikan; Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah
Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah.

68

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


B. Pendidikan Pasca Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka, penyelenggaraan
pendidikan agama mendapat perhatian serius dari
pemerintah, baik di sekolah negeri maupun swasta.
Usaha untuk itu dimulai dengan memberikan
bantuan terhadap lembaga tersebut sebagaimana
yang dianjurkan oleh Badan Pekerja Komite
Nasional Pusat (BPKNP) tanggal 27 Desember
1945, yang disebutkan bahwa:
“Madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya
adalah salah satu alat dari sumber pendidikan
dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat
berakar dalam masyarakat Indonesia umumnya,
hendaklah pula mendapatkan perhatian dan
bantuan nyata berupa tuntunan dan bantuan
material dari pemerintah”.
Kenyataan yang demikian timbul karena kesadaran
umat Islam yang mendalam, setelah sekian lama
mereka terpuruk di bawah kekuasaan penjajah.
Karena pada Zaman Belanda pendidikan modern
kurang mendapat perhatian. hal ini disebabkan
karena:
 Sikap dan kebijakan pemerintah kolonial yang
amat diskriminatif terhadap kaum muslimin.
 Politik nonkooperatif para ulama terhadap
Belanda yang menfatwakan bahwa ikut serta
dalam budaya Belanda, termasuk pendidikan
modernnya, adalah suatu bentuk penyelewengan
agama. Mereka berpegang kepada salah satu
hadis Nabi Muhammad Saw yang berbunyi:

69

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


“Barang siapa yang menyerupai suatu golongan,
maka ia termasuk ke golongan itu”. Hadis ini
melandasi sikap ulama pada waktu itu.
Itulah di antara faktor yang menyebabkan
kenapa kaum muslimin Indonesia amat ketinggalan
dalam bidang pendidikan dibanding dengan
golongan lain.
Oleh karena itu, perubahan-perubahan di
berbagai aspek telah terjadi, tidak hanya terjadi
dalam bidang pemerintahan, tetapi juga dalam
bidang pendidikan. Perubahan yang terjadi dalam
bidang pendidikan, merupakan perubahan yang
bersifat mendasar, yaitu perubahan yang
menyangkut penyesuaian kebijakan pendidikan
dengan dasar dan cita-cita bangsa Indonesia.
Sementara itu, bila membicarakan organisasi
Islam dan kegiatan di bidang pendidikan, sudah
tentu tidak bisa terlepas dari membicarakan bentuk,
sistem dan cita-cita bangsa Indonesia yang baru
merdeka. Kemerdekaan Indonesia merupakan hasil
perjuangan yang sekian lama, terutama melalui
berbagai organisasi pergerakan, baik sosial, agama
maupun politik. Oleh karena itu, wujud
kemerdekaan adalah cerminan dari cita-cita
perjuangan bersama dari bangsa Indonesia.
Untuk mengadakan penyesuaian dengan cita-
cita tersebut, maka bidang pendidikan mengalami
perubahan terutama dalam landasan idealnya, tujuan
pendidikan, sistem persekolahan dan kesempatan
belajar yang diberikan kepada rakyat Indonesia.

70

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


Tindakan pertama yang diambil oleh
pemerintah Indonesia ialah menyesuaikan
pendidikan dengan tuntutan dengan aspirasi rakyat,
sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 pasal 31:
1. Tiap-tiap warga negara berhak mendapat
pengajaran
2. Pemerintah mengusahakan suatu sistem
pengajaran nasional yang diatur dalam
undang-undang.
Oleh sebab itu, pembatasan pemberian
pendidikan disebabkan perbedaan agama, sosial,
ekonomi dan golongan yang ada di masyarakat tidak
dikenal lagi. Maka setiap anak Indonesia dapat
memilih kemana dia akan belajar, sesuai dengan
bakat, kemampuan dan minatnya.
Dalam hal ini, Mahmud Yunus sangat
menekankan perlunya disusun satu kurikulum yang
dapat membantu dalam penyelenggaraan
pendidikan. Disusunnya kurikulum bidang studi
agama Islam untuk memberikan informasi secara
teratur tentang agamanya kepada anak didik.
Informasi mengenai Islam sebagai ajaran yang
menyeluruh tentu saja mempunyai lapangan yang
sangat luas. Di samping kritikan-kritikan terhadap
batang tubuh kurikulum, alokasi waktu yang tersedia
untuk pelaksanaan kurikulum tersebut di sekolah
sangat terbatas. Menambah alokasi waktu untuk
pelajaran agama di sekolah-sekolah umum belum
tentu merupakan pemecahan, karena hal itu akan
membawa kepada pengurangan jam bidang studi

71

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


yang lain. Dari sini dirasakan kebutuhan kepada
cara-cara baru dalam melaksanakan pendidikan
agama di sekolah.
Antara pendidikan Islam dan pendidikan
Nasional Indonesia tidak dapat dipisahkan satu
dengan yang lain. Hal ini dapat ditelusuri dari dua
segi, pertama, konsep penyusunan sistem
pendidikan nasional Indonesia itu sendiri, kedua,
hakikat pendidikan Islam dalam kehidupan
beragama kaum muslimin di Indonesia.
Mahmud Yunus sangat mengantisipasi
tentang hal penyusunan suatu sistem pendidikan
nasional harus mementingkan masalah-masalah
eksistensi umat manusia pada umumnya dan
eksistensi bangsa Indonesia pada khususnya dalam
hubungannya dengan masa lampau, masa kini dan
kemungkinan-kemungkinan perkembangan masa
depan.
Dilihat dari segi hakikat pendidikan agama
Islam, ternyata kegiatan mendidik memang
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
kehidupan agama Islam baik dalam keluarga,
masyarakat, lebih-lebih di pusat-pusat peribadatan,
seperti langgar, surau atau mesjid yang dikelolah
oleh seorang petugas sekaligus menjadi guru agama.
Lembaga-lembaga pendidikan, khususnya
lembaga-lembaga pendidikan Islam merupakan
modal dasar dalam menyusun pendidikan nasional
Indonesia. Bangsa Indonesia yang mayoritas
penduduknya beragama Islam, maka pendidikan

72

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


yang dilaksanakan oleh umat Islam di Indonesia
berarti pula menjadi milik bangsa Indonesia. Dan
dengan demikian, pendidikan Islam di Indonesia
adalah merupakan pendidikan nasional, paling tidak
harus merupakan satu kesatuan dalam kerangka
pendidikan nasional. Apa yang dikemukakan di atas,
telah dengan tegas dinyatakan oleh Komisi
Pembaharuan Pendidikan Nasional, bahwa
“pendidikan agama dilaksanakan dalam sistem
pendidikan nasional.
Kaitan antara pendidikan Islam dengan
pendidikan nasional akan semakin nampak dalam
rumusan pendidikan nasional, hasil rumusan komisi
pembaharuan pendidikan nasional, ialah:
“pendidikan nasional ialah usaha dasar untuk
membangun manusia Indonesia seutuhnya, yaitu
manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, dengan mengusahakan perkembangan
kehidupan beragama, kehidupan yang
berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
nilai budaya, pengetahuan, keterampilan, daya
estetik, dan jasmaninya, sehingga dia dapat
mengembangkan dirinya dan bersama-sama dengan
sesama manusia membangun masyarakatnya serta
membudayakan alam sekitarnya.”
Rumusan pendidikan nasional seperti
tersebut di atas dikukuhkan oleh Tap. MPR No.
II/1983 tentang GBHN yang menyatakan bahwa:
pendidikan nasional berdasarkan pancasila,
bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan terhadap

73

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


Tuhan Ynag Maha Esa, kecerdasn dan keterampilan,
mempertinggi budi pekerti, memperkuat kpribadian,
dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta
tanah air agar dapat menumbuhkan manusia-
manusia pembangunan yang dapat membangun
dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung
jawab atas pembangunan bangsa.
Dari rumusan pendidikan nasional di atas
menunjukkan bahwa agama menempati kedudukan
yang sangat penting dan tak dapat dipisahkan dalam
membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini
dapat dimengerti, bahwa bangsa Indonesia sebagai
bangsa yang beragama, agama tidak dapat
dipisahkan dari kehidupannya. Agama bagi bangsa
Indonesia merupakan modal dasar yang menjadi
tenaga penggerak yang tak ternilai harganya bagi
pengisian aspirasi bangsa. Agama merupakan unsur
mutlak dalam pembangunan bangsa dan watak
bangsa. Agama memberi motivasi hidup dan
kehidupan serta merupakan alat pengembangan dan
pengendalian diri yang amat penting. Agama
mengatur hubungan manusia dengan Tuhan yang
Maha Esa, hubungan manusia dengan manusia,
hubungan manusia dengan alam dan hubungan
manusia dengan dirinya yang dapat menjamin
keselarasan, keseimbangan dan keserasian dalam
hidup manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai
anggota masyarakat dalam mencapai kemajuan
lahiriah dan kebahagiaan rohaniah. Oleh karena itu,
agama perlu diketahui, dipahami, diyakini dan

74

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


diamalkan oleh manusia Indonesia agar dapat
menjadi dasar kepribadian, sehingga ia dapat
menjadi manusia yang utuh.
Keberadaan pendidikan agama sebagai
komponem pendidikan nasional juga telah
dituangkan dalam undang-undang pokok pendidikan
dan pengajaran No. 4 tahun 1950, yang sampai
sekarang ini masih berlaku, di mana dinyatakan
bahwa belajar di sekolah-sekolah agama yang telah
mendapat pengakuan dari menteri Agama dianggap
telah memenuhi kewajiban belajar.
Pengembangan dan pembinaan pendidikan
agama di lembaga-lembaga pendidikan agama
seperti madrasah dan pondok pesantren juga
mendapat perhatian serius dari pemerintah.
Khususnya untuk madrasah telah dikeluarkan surat
keputusan bersama tiga menteri, antara Menteri
Agama, Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Pendidikan dan kebudayaan (1976), mengenai
peningkatan mutu madrasah. Dalam SKB tiga
Menteri tersebut dinyatakan bahwa madrasah
disamakan dengan ijazah sekolah umum yang
sederajat. Demikian kaitan antara pendidikan Islam
dan pendidikan nasional yang ternyata tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lain. Pendidikan
Islam merupakan bagian integral dari sistem
pendidikan nasional.

75

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


C. Pendidikan Modern
Melihat perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang semakin pesat, Maka pendidikan
Islam dituntut untuk bergerak dan mengadakan
inovasi-inovasi dalam pendidikan. Mulai dari
paradigma, sistem pendidikan dan metode yang
digunakan. Ini dimaksudkan agar perkembangan
pendidikan Islam tidak tersendat-sendat. Sebab
kalau pendidikan Islam masih berpegang kepada
tradisi lama yang tidak dapat menyesuaikan diri
dengan perkembangan iptek, maka pendidikan Islam
akan buntu.
Menurut Rahmat Ismail (dalam Khozin,
2006) bahwa ada beberapa hal yang perlu dibangun
dan diperbaiki kembali dalam pendidikan Islam
supaya dapat berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman, yaitu:
(1) Rekontruksi paradigma, dengan mengganti
paradigma yang lama dengan paradigma baru,
bahwa konsep pendidikan yang benar harus selalu
sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan
perkembangan zaman. Rekontruksi ini diharapkan
dapat menyelesaikan masalah-masalah yang sedang
dihadapi pendidikan Islam, yakni keluar dari
belenggu dikotomi ilmu pengetahuan, keluar dari
sistem pendidikan yang doktrinir dan otoriter,
terlepas dari penyimpangan profesionalitas pendidik.
(2) Memperkuat landasan moral. Kita melihat
pengaruh dari globalisasi yang telah menimpa
Indonesia, moral Barat dengan mudahnya masuk ke

76

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


dalam negari ini dan dapat mempengaruhi
masyarakat Indonesia, Maka sangat urgen sekali
kalau moral para praktisi pendidikan Islam dibangun
dan dibentuk dengan kokoh, supaya tidak
terpengaruh dengan budaya Barat tersebut.
(3) Menguasai lebih dari dua bahasa.
(4) Menguasai komputer dan berbagai program
dasarnya.
(5) Pengembangan kompetensi kepemimpinan.
Adapun menurut hemat penulis agar
pendidikan Islam terus berkembang dan selalu
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, Maka perlu adanya integrasi antara
pendidikan Islam Tradisional (pesantren) yang
sepanjang sejarahnya dikembangkan oleh NU dan
pendidikan Islam modern yang dikembangkan oleh
Muhammadiyah. Pendidikan Pesantren diharapkan
untuk tetap dapat menjaga originilitas ulama’.
Sedangkan pendidikan Islam modern diharapkan
dapat menyesuaikan dengan perkembangan iptek.
Dalam kaedah usul dikatakan “al-muhafadhah ‘alal
qodimis shalih wal akhdu biljadidil ashlah (menjaga
tradisi lama yang baik, dan mengambil tradisi baru
yang lebih baik)”
Selain itu juga perlu adanya rekontruksi
metode atau model pembelajaran yang digunakan di
dalam pendidikan Islam. Dalam hal ini pendidikan
Islam dapat menggunakan metode pembelajaran
CTL (Contextual Teaching and Learning). Ini
diharapkan dapat mengukuti tuntutan anak modern

77

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


yang selalu kritis dan lebih berpikiran maju dari
anak zaman dahulu yang cenderung manut dan
tunduk terhadap apa yang disampaikan guru.
Pendidikan Islam ke depan harus lebih
memprioritaskan kepada ilmu terapan yang sifatnya
aplikatif, bukan saja dalam ilmu-ilmu agama akan
tetapi juga dalam bidang teknologi. Sebab selama ini
Pendidikan Islam terlalu terkonsentrasikan pada
pendalaman dikotomi halal haram dan sah batal,
namun terlalu mengabaikan kemajuan iptek yang
menjadi sarana untuk mencapai kemajuan di era
modern ini.
Kalau kita kembali kepada sejarah
pendidikan Islam di Indonesia, maka kita akan
temukan bahwa pada awal munculnya pendidikan
Islam tidak terlepas dari peran para pembawa Islam
ke Indonesia sendiri. Jadi sebelum pendidikan Islam
ada, terlebih dahulu Indonesia dimasuki oleh para
penyebar Islam, walaupun menurut kajian sejarah
bahwa para ahli berbeda pendapat tentang waktu dan
pembawanya masuknya Islam ke Indonesia. Ada
yang mengatakan pada abad ke-7 seperti yang
dikatakan Hamka dalam Seminar Sejarah Masuknya
Agama Islam di Indonesia (1963). Ada lagi yang
mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada
abad ke-13. Teori ini dicetuskan oleh seorang
orintalis Snouck Hurgronje, yang belajar agama
puluhan tahun di mekkah dengan tujuan untuk
menghancurkan Islam dari dalam.

78

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


Terlepas dari perbedaan tersebut, pendidikan
Islam di Indonesia telah ada semenjak Islam masuk
ke Indonesia. Yaitu, melalui dakwah mereka dalam
menyebarkan Islam, walaupun bentuknya tidak
formal seperti sekolah-sekolah yang ada sekarang.
Seperti, sambil berdagang mereka mendakwahkan
Islam. Seiring perjalanan sejarah, pendidikan Islam
semakin tahun semakin mengalami perkembangan.
Apalagi setelah muncul dua organisasi besar
Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama’ (NU).
Kedua organisasi ini bergerak dalam bidang dakwah
melalui pendidikan, ada yang dengan sistem klasik
dan ada yang modern.

79

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


Bagian Kedua

KIPRAH DALAM MENAFSIRKAN


AL-QUR’AN

A. Tafsir di Nusantara
Perkembangan penafsiran al-Qur’an agak
berbeda dengan perkembangan yang terjadi di dunia
Arab yang merupakan tempat turunnya al-Qur’an
dan sekaligus tempat kelahiran tafsir al-Qur’an.
Perbedaan tersebut terutama disebabkan oleh
perbedaan latar belakang budaya dan bahasa. Karena
bahasa Arab adalah bahasa mereka, maka mereka
tidak mengalami kesulitan berarti untuk memahami
bahasa al-Qur’an sehingga proses penafsiran juga
lumayan cepat dan pesat. Hal ini berbeda dengan
bangsa Indonesia yang bahasa ibunya bukan bahasa
Arab. Karena itu proses pemahaman al-Qur’an
terlebih dahulu dimulai dengan penerjemahan al-
Qur’an ke dalam bahasa Indonesia baru kemudian
dilanjutkan dengan pemberian penafsiran yang lebih
luas dan rinci. Oleh karena itu pula, maka dapat
dipahami jika penafsiran al-Qur’an di Indonesia

80

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


melalui proses yang lebih lama jika dibandingkan
dengan yang berlaku di tempat asalnya.
Howard M. Federspiel dalam karyanya
Popular Indonesian Literature of the Qur'an menulis,
bahwa perkembangan cara penerjemahan dan
penafsiran al-Qur’an ke dalam bahasa Indonesia
dapat dikategorisasi kedalam tiga generasi, yaitu:
generasi pertama, dimulai kira-kira pada awal abad
ke-20 hingga awal tahun 1960-an; generasi kedua,
dimulai sejak pertengahan tahun 1960-an hingga
menjelang tahun 1970-an; dan generasi ketiga,
terhitung setelah tahun 70-an hingga sekarang. 1
Generasi pertama dalarn kategorisasi di atas
ditandai dengan cara penerjemahan dan penafsiran
al-Qur’an yang masih terpisah-pisah, tidak utuh,
hanya sebatas pada beberapa pilihan surat atau juz
tertentu. Sedangkan generasi kedua, penerjemahan
dan penafsiran al-Qur’an tersebut sudah dilakukan
secara utuh, sejak surat atau juz pertama hingga
surat atau juz terakhir, disertai dengan tafsiran-
tafsiran penting yang cukup singkat. Kemudian pada
generasi ketiga, terjemahan dan penafsiran itu sudah
semakin disempurnakan sesuai dengan
perkembangan bahasa dan disiplin keilmuan
modern.2
Sesuai dengan ketegorisasi Federspiel di atas,
maka salah satu karya terjemah dan tafsir di
Indonesia yang tergolong dalam generasi kedua
adalah Tafsîr Qurân Karîm karya Mahmud Yunus,
seorang ulama kelahiran Sumatera bagian Barat.

81

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


Karya ini semula berbentuk terjemahan al-Qur’an
ke dalam bahasa Arab-Melayu, digagas selama dua
tahun sejak 1922 dan berhasil diselesaikan
sebanyak tiga juz. Terjemahan ini kemudian
direvisi dan dilengkapi dengan penafsiran-
penafsiran ayat penting setelah kurang lebih enam
tahun terhenti ketika penulisnya harus melanjutkan
studi di Al-Azhar dan Darul Ulum Ulya, Mesir.
Secara konsisten, penulisnya berhasil menggarap
berjuz-juz al-Qur’an pada setiap bulannya, hingga
pada April 1938 keseluruhan juz al-Qur’an ini
berhasil diselesaikan dengan utuh. Pada awal 1960-
an karya ini kemudian diterbitkan dengan nama
Tafsîr Qur’ân Karîm.
Karya ini disuguhkan untuk kalangan
pelajar dan mahasiswa sebagai bahan praktis
mempelajari bahasa al-Qur’an dan juga untuk
masyarakat umum yang ingin mendalami isi kitab
sucinya. Di samping itu, karya ini -menurut
penulisnya- bertujuan untuk memberikan
keterangan dan penjelasan mengenai petunjuk-
petunjuk yang tertera dalam al-Qur’an agar dapat
dimengerti dengan mudah dan cepat oleh semua
orang, serta semaksimal mungkin dapat
dipraktekkan secara nyata dalam kehidupan sehari-
hari.3
Dengan sasaran dan tujuan di atas, maka
gaya penerjemahan dan penafsiran yang terlihat
dalam karya yang dilakukan penulisnya kiranya
menjadi objek penting untuk diteliti. Demikian pula

82

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


visi dan orientasi yang melandasi karyanya,
sehingga kehadiran Tafsîr Qur’ân Karîm ini dapat
dijadikan sebagai langkah berharga dalam upaya
merambah jalan untuk memahami dan menghayati
kitab suci al-Qur’an.
Tulisan ini akan mengungkap secara lebih
mendalam bagaimana penulisnya membuktikan
ayat-ayat al-Qur’an sebagai penjelas dan petunjuk
bagi para pembaca, berkenaan dengan eksistensi,
karakteristik penerjemahan dan penafsiran, serta
peran sosial dan intelektual karyanya dalam sejarah
perkembangan tafsir di Nusantara.

B. Eksistensi Tafsîr Qur’ân Karîm


Berbicara mengenai al-Qur’an tidak akan ada
habisnya, kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad Swt. ribuan tahun yang lalu, kini
semakin menunjukkan kemukjizatannya, meskipun
rentan waktu yang dilalui mencapai ratusan abad,
tetapi al-Qur’an masih tetap dalam keasliannya.
Bahasa al-Qur’an yang menggunakan bahasa Arab,
mempunyai keistimewaan tersendiri, selain bahasa
Arab yang merupakan bahasa berfikir, artinya selalu
menggunakan kaidah-kaidah yang benar untuk
melafalkannya, juga bahasa yang kaya akan makna.
Oleh sebab itu pantas ketika para Ulama bahkan
Sahabat sendiri pun ingin mengetahui rahasia dibalik
setiap ayat-ayat al-Qur’an. Karena rasa
keingintahuan yang kuat dari para umat Islam itulah,
bermunculan para sahabat, tabi’in, ulama bahkan

83

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


ulama Indonesia untuk menggali (menafsirkan) lebih
dalam tentang isi kandungan ayat al-Qur’an tersebut
Banyak para penafsir al-Qur’an di Indonesia yang
sampai menafsirkan satu surah, satu juz bahkan
sampai 30 juz yang dikemas dalam sebuah kitab,
yang di awali abad sekitar tahun 1960 an sampai
sekarang seperti Mahmud Yunus, Omar Bakri, A
Hasan, Hamka, Hasby ash-Shiddieqiy, M. Quraish
Shihab dan lain sebagainya.
Tafsîr Qur’ân Karîm, menurut istilah
penulisnya, merupakan hasil “penyelidikan” selama
kurang lebih limapuluh tiga tahun, yaitu sejak
penulisnya berusia 20 tahun hingga 73 tahun. 4
Dalam rentang waktu yang cukup lama ini, reaksi
keras dan protes pun terus bermunculan, baik dari
kalangan umat Islam secara umum maupun dari
kalangan ulama terkemuka sekalipun. Pasalnya, apa
yang dilakukan Mahmud Yunus dengan usahanya
untuk menerjemahkan al-Qur’an ke dalam bahasa
Indonesia dipandang, pada waktu itu, sebagai
perbuatan "langka" yang diharamkan.
Dua ulama besar dari Yogyakarta dan
Jatinegara pernah melakukan protes tertulis agar
apa yang diupayakan Mahmud Yunus itu
dihentikan,5 Protes itu disampaikan kepada Menteri
Agama RI (Wahid Hasyim rahimahullah) dan
Presiden RI (almarhum Soekarno). Namun
demikian, protes tersebut tetap tidak mematahkan
keteguhan pendirian Mahmud Yunus untuk terus
melakukan usaha mulianya itu. Lebih-lebih setelah

84

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


ia melakukan konfirmasi mengenai kebolehan
menerjemahkan al-Qur’an dengan para Syekh Al-
Azhar dan Darul Ulum Ulya Mesir, orang yang
tentu banyak memberikan motivasi dan
pengetahuan selama ia menjadi muridnya. “Di
Darul `Ulum itulah”, kata Mahmud Yunus, “saya
menerima pelajaran dari Syekh, bahwa
menterjemahkan al-Qur’an itu hukumnya mubah
(boleh), bahkan dianjurkan atau termasuk fardu
kifayah”.6 Dengan sangat meyakinkan ia kemudian
mengungkapkan perasaannya itu: “Alangkah
besarnya hati saya menerima pelajaran itu, karena
sesuai dengan usaha saya menerjemahkan al-
Qur’an”.7
Keteguhan Mahmud Yunus dalam
melakukan usaha penerjemahan dan penafsiran al-
Qur’an ini dilandasi pula oleh semangat moralnya
yang tinggi untuk menyampaikan dakwah Islam,
terutama kepada mereka yang tidak mengerti
bahasa Arab. Karena betapapun, mempelajari Islam
adalah mempelajari kitab sucinya, dan suatu
keniscayaan apabila kitab sucinya itu
diterjemahkan kedalam bahasa yang dapat
dipahami oleh pengikutnya.
Karya tafsir Mahmud Yunus ini, seperti
diakuinya, memiliki orientasi yang sangat mulia,
yaitu untuk: "menerangkan dan menjelaskan
petunjuk-petunjuk yang termaktub dalam al-Qur’an
untuk diamalkan oleh kaum Muslimin khususnya
dan umat manusia umumnya, sebagai petunjuk

85

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


universal."8 Hal ini tampaknya terilhami oleh ayat
pertama Surat a1-Baqarah yang ia kutip sendiri9:
Zâlika al-Kitâbu Iâ Rayba fîhi Hudan Lilmuttaqîn:
“Kitab itu (al-Qur’an) tidak ada keraguan di
dalamnya, jadi petunjuk bagi orang-orang yang
takwa.”
Orientasi tersebut kemudian dipertegas dengan
pernyataan lain yang tertera pada halaman depan karya
penulisnya, bahwa: “Tafsir ini dikarangkan dengan
secara ringkas, tetapi terang dan jelas, serta ditambah
dengan Kesimpulan Isi al-Qur’an, supaya memuaskan
hajat orang-orang zaman sekarang, yang suka lekas
dan kencang.”10 Pernyataan ini setidaknya
menyiratkan, bahwa penulisnya ingin menjadikan
karyanya sebagai karya tafsir yang benar-benar
bersahaja, praktis, dan dapat dipelajari oleh semua
orang.
Dengan karya setebal 924 ini, penulis juga
bermaksud untuk memberikan penegasan-penegasan
penting berkenaan dengan peristiwa sejarah
kemanusiaan, maju mundurnya suatu bangsa,
kebangkitan dan kejayaannya sampai pada kelemahan
dan kehancurannya. Hal ini dimaksudkan agar para
pembaca dapat mengambil pelajaran berharga dalam
menata kehidupan di masa-masa yang akan datang,
“karena sejarah itu tetap mengulang jejaknya,”11
katanya.
Hal di atas, kiranya memberikan dorongan
penting bagi penulisnya dalam menyelesaikan usaha
besar penerjemahan dan penafsiran yang

86

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


dilakukannya, baik pada dataran bahasa yang
digunakan, ketepatan arti kata maupun pada uraian
simpelnya yang logis.

C. Karakteristik
Ada beberapa karakteristik yang setidaknya
dapat memberikan gambaran utuh mengenai karya
tafsir Mahmud Yunus ini, yaitu: Sistematika
penerjemahan dan penafsiran yang ia gunakan, teknik
penerjemahan dan keterangan (catatan kaki), analisa
istilah dan konsep-konsep, serta kandungan
kesimpulan isi al-Qur’an.
1. Sistematika Penerjemahan/Penafsiran
Karya Tafsir Quran Karim Mahmud Yunus
ini memiliki komposisi yang cukup sederhana. Ia
memulainya dengan kata pendahuluan yang hanya
menghabiskan lima halaman singkat berisi latar
belakang dan sedikit informasi revisi di beberapa
tempat. Bagian ini tidak seperti kebanyakan karya
Tafsir al-Qur’an yang lain,12 yang menyertakan
pendahuluannya dengan, misalnya, sejarah turunnya
al-Qur’an, sejarah pengumpulan dan kodifikasi, cara
bacanya (qirâ'at, dan keutamaannya).
Format penerjemahan kemudian dilakukan
setelah mengetengahkan teks al-Qur’an di bagian
kanan, dan terjemahnya di bagian kiri. Dengan
format seperti ini dimungkinkan setiap orang
mengetahui arti kata dari masing-masing ayat yang
diterjemahkan. Bersamaan dengan itu, ia juga
menyertakan uraian kata yang dianggap sulit dan

87

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


perlu untuk dijelaskan lebih jauh dalam bentuk
catatan kaki.
Kutipan ayat 96 Surat al-Baqarah berikut
memberikan gambaran memadai bagaimana Mahmud
Yunus melakukan karya terjemahnya:

Sesungguhnya engkau dapati ‫ﱠﺎس‬


ِ ‫َﺘَﺠَﺪﻧـُْﱠﻬﻢ أََْﺣﺮَص اﻟﻨ‬ ِ ‫َ وﻟ‬
mereka se-loba2 manusia ‫َﻛﻮا‬‫اﻟﱠﺬَﻳﻦ أ َْﺷُﺮ‬
ِ ‫ﻋَ ﻠَﻰ َﺣﻴ َ ﺎةٍ َ ِوَﻣﻦ‬
atas hidup (di dunia), ‫ْﻒ‬ َ ‫ُﻫﻢ ﻟَْﻮ ﻳـ ُ ﻌ َ ُﻤﱠﺮ أَﻟ‬
ْ‫ﻳـ َ ﻮدﱡ أََﺣُﺪ‬
sehinga dari orang2 ... ‫َﺳ ٍﻨَﺔ‬
Musyrik; salah seorang
mereka menghendaki supaya
berumur seribu tahun
lamanya …

Kutipan di atas menunjukkan, bahwa kata


perkata ayat al-Qur’an telah diterjemahkan satu
persatu, sehingga masing-masing kata dapat dengan
mudah diketahui terjemahnya.. Perkataan ‫ﱠﺎس‬ ِ ‫َص اﻟﻨ‬
َ‫أَْﺣﺮ‬
misalnya, diterjemahkan dengan "se-loba2 manusia"
dan perkataan: ‫َﻛُﻮا‬
‫اﻟﱠﺬَﻳﻦ أ َْﺷﺮ‬
ِ ‫ َ ِوَﻣﻦ‬diterjemahkan dengan
“sehingga dari orang2 yang musyrik”. Frase َ‫وَ ﻣِﻦ‬
dalam kalimat ini diterjemahkan dengan “sehingga”
sebagai kata penghubung antara dua kalimat yang ada
sebelum dan sesudahnya, sehingga dimaksudkan
bahwa tidak hanya orang-orang yang loba saja yang
berkeinginan hidup panjang di dunia ini, tetapi
“bahkan” orang-orang musyrik. Terjemahan ini tentu
menggambarkan suatu terjemahan yang sepadan
dengan struktur kata aslinya (‫َص‬ َ‫ = أَْﺣﺮ‬seloba2 dan ‫اﻟﻨ ﱠﺎس‬

88

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


= manusia: ‫ = َ ِوﻣﻦ‬sehingga dari, dan ‫َﻛﻮا‬
‫اﻟﱠﺬَﻳﻦ أ َْﺷُﺮ‬
ِ = orang2
yang musyrik), sesuai dengan makna harfiah bahasa
Arab itu sendiri.
Kata “musyrik” dalam terjemah diatas
kemudian dijelaskan artinya dengan menyertakan
keterangan di bawah garis pemisah teks al-Qur’an
dan terjemahanya berbunyi: "Musyrik = orang
musyrik = orang mempersekutukan Allah dengan
berhala dsb. Berhala itu mereka jadikan sekutu Allah.
Umumnya penduduk tanah Arab waktu turun al-
Qur’an, orang-orang Musyrik. Jadi mereka bukan
Yahudi dan bukan pula Nasrani. Kedua golongan ini
dinamakan Ahli Kitab".13 Keterangan ini diberikan
karena kata musyrik mengandung suatu konsep yang
untuk kebanyakan orang (Muslim awam) masih
belum dipahami dengan baik artinya.
Pada sisi lain, karya ini juga tidak hanya
memuat sekadar terjemahan dan keterangan singkat
mengenai kata al-Qur’an, namun juga berisi uraian
panjang mengenai suatu objek tertentu, sesuai dengan
tema ayat yang sedang diterjemahkan. Contah yang
cukup mewakili hal ini terlihat pada beberapa
halaman penuh ketika penerjemahnya menjelaskan
makna persatuan (integrasi) umat pada kalimat:
wa'tasimû bihablillâhi jamî'an walâ tafarraqû
(Qs. Ali 'Imran/3: 143},14 demikian pula
penjelasan mengenai perpecahan (disintegrasi)
umat dalam ayat 159 Surat al-An'am yang
berbunyi: "Innalladzîna farraqû dînahum wakânu
syiya’an lasta minhum fi syai’in.”15

89

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


Namun yang terpenting dari kedua
penjelasan ayat di atas adalah, bahwa penulisnya
berusaha menyisipkan suatu pesan moral kepada
pembaca agar dalam kehidupan bermasyarakat
senantiasa menjaga nilai-nilai kebersamaan dan rasa
persatuan, dan sedapat mungkin menghindari
berbagai bentuk konflik yang justru membawa pada
perpecahan yang berakibat fatal bagi integritas
bangsa. Inilah yang dapat dibaca dalam
penjelasannya.
Ayat ini melarang kaum Muslimin
berpecah-belah dan bermusuh-musuhan sesamanya,
seperti telah terjadi pada bangsa Yahudi dan
Nasrani... Oleh sebab itu wajiblah kaum Muslimin
berpegang teguh kepada al-Qur’an dan sunnah Nabi
serta bersatu padu menjalankan agama Islam, yaitu
dengan mengerjakan yang wajib dan meninggalkan
yang haram yang telah ijma' (sepakat) ulama Islam
tentang hukumnya. Adapun dalam masalah
khilafiah, maka tiap-tiap orang Islam merdeka
mengamalkan menurut yang kuat pada sisinya
dengan tidak memaksakan pendapatnya kepada
orang lain. Maka dalam masalah khilafiah itu kita
maaf-memaafkan saudara kita. Dengan jalan begitu
dapat terpelihara persatuan kaum Muslimin seluruh
dunia.16
Penterjemahan teks al-Qur’an dengan gaya
serupa, berikut beberapa keterangan dalam bentuk
catatan kaki pada masing-masing ayat tersebut telah
menyita 924 halaman. Selebihnya, 27 halaman

90

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


tambahan (halaman i-xxvii) digunakan sebagai
lampiran yang berisi: "Daftar Surat dan Isi Tafsir,
Daftar Isi Surat Berdasarkan Alfabet, dan Daftar
Juz-juz Quran", suatu terobosan yang tentu sangat
membantu pihak pembaca dalam mencari ayat,
surat, dan juz al-Qur’an.
Pada bagian paling akhir, penulis
menyertakan karyanya ini dengan 32 halaman
khusus berisikan kesimpulan isi al-Qur’an,17
menyangkut: hukum-hukum, etika (akhlak), ilmu
pengetahuan, ekonomi, sejarah, dan lain-lain.
2. Teknik Penerjemahan dan Keterangan (Catatan
Kaki)
Berdasarkan sistematika tersebut, maka
hampir 60 persen karya Mahmud Yunus berisi
terjemahan dari teks al-Qur’an, dan 40 persen berisi
keterangan dalam bentuk catatan kaki atas beberapa
istilah dan konsep-konsep agama.
Terjemahan teks al-Qur’an yang berada di
sebelah kiri, sebagaimana telah disinggung, berada
setara dan bergandengan dengan teks al-Qur’an yang
berada di sebelah kanan. Kata demi kata
diterjernahkan sesuai dengan struktur literalnya
(harfiyyah).18 Sehingga terjemah kata al-Qur’an
tersebut dapat dibaca secara praktis oleh mereka
yang belum mengerti bahasa Arab dengan baik.
Contoh yang cukup mewakili hal ini terlihat -
terutama- pada klausa-klausa yang mengandung
unsur pengulangan (resitasi) kata dalam bentuk

91

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


maf'ul muthlaq,l9 di antaranya Surat al-Isra ayat 26:
‫ْﺬﻳﺮا‬
ً ِ ‫َوﻻ ﺗـُﺒ َ ْﺬﱢرﺗـَﺒ‬yang
َ diterjemahkan dengan :"...dan jangan
engkau mubazir (pemboros) dengan semubazir--
mubazirnya”,20 demikian juga pada klausa ayat 16
pada surat yang sama: ‫ﺗَﺪﻣﲑ ً ا‬ ِْ ‫ﻧَﺎﻫﺎ‬
َ ‫ﻓَﺪْﻣﱠﺮ‬
َyang diterjemahkan
dengan: "...lalu Kami hancurkan negeri mereka
sehancur-hancurnya."21 Terjemahan yang lebih kental
lagi terlihat pada ayat 164 Surat al-Nisa' dalam
klausa: ‫اﻟﻠﱠ ُ ﻣَﻮﺳﻰ ﺗَﻜْﻠِ ًﻴﻤﺎ‬ ُ‫َﻛ َﻠﱠﻢ ﻪ‬
‫ َو‬dengan terjemahan berbunyi:
"Allah bercakap-cakap dengan Musa sebenar
bercakap-cakap."22
Kata ‫ ﺑﺬﱠر‬- ‫ دﻣﱠﺮ‬dan ‫ ﻛﻠ ﱠﻢ‬pada contoh kalimat di
atas mengalami pengulangan dalam bentuk maf’ûl
muthlaq yang berfungsi sebagai penegas (ta’kîd).
Oleh Mahmud Yunus, pengulangan kata ini tetap
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia secara
berulang pula sesuai dengan struktur ayat al-Qur’an
itu sendiri, meski terjemahan dengan cara
pengulangan kata yang sama ini terkadang tidak
mencerminkan struktur bahasa Indonesia yang baik
dan benar. 23
Namun demikian, terjemahan-terjemahan
literal (harfiyyah) seperti ini tampaknya menjadi gaya
hampir keseluruhan isi al-Qur’an, tak lebih dari gaya
terjemahan yang juga dilakukan Penerbit Firma
Sumatera dalam aI-Quran 30 Juz: Transliterali Latin
diterjemahkan secara lafzhiyyah, atau dalam Tafsir AI-
Quran 30 Juz: Diterjemahkan secara lafzhiyyah (Tulisan
Melayu).24

92

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


Di samping terjemahan literal (harfiyyah)
di atas, karya ini juga menyertakan terjernahan
maknawi,25 di antara dua tanda kurung, dan
keterangan-keterangan lanjut dalam bentuk catatan
kaki. Hal ini terlihat terutama pada ayat-ayat al-
Qur’an yang menggunakan lafal konotatif dan
bernuansa eupemistis.
Sebagai contoh, ayat 29 Surat al-Isra: ‫َ َوﻻ ﲡَْﻌ َْﻞ‬
‫إِﱃ ﻋُ ِﻨُﻘ َﻚ‬ َ ً‫ ََﺪَك َ ﻣﻐْﻠُﻮﻟَﺔ‬oleh
‫ﻳ‬ penulisnya diterjemahkan
dengan kalimat: “Jangan engkau jadikan tangan
engkau terbelenggu ke kuduk engkau (jangan
bakhil)”.26 Di sini terlihat, bahwa kalimat “Jangan
engkau jadikan tangan engkau terbelenggu ke
kuduk engkau” merupakan terjemahan literal dari
masing-masing kata dalam ayat tersebut.
Sedangkan kalimat “jangan bakhil” yang
ditambahkan di antara dua tanda kurung di atas
merupakan terjemahan maknawi ayat tersebut.
Dengan terjemahan ini dimungkinkan, bahwa
larangan untuk membelenggu (mengikat) tangan
kekuduk pada kalimat di atas tidak dipahami
sebagaimana arti literalnya, tapi dalam arti
konotatif sesuai dengan terjemahan tambahan
yang terletak di antara dua tanda kurung (baca:
“jangan bakhil”). Oleh karena itu, yang menjadi
larangan dalarn ayat tersebut adalah larangan
untuk berbuat bakhil, sebagai pengertian maknawi.
Hal yang sama diterapkan penulisnya
ketika menerjemahkan ayat 35 Surat al-Nur: ‫ﻧُﻮر‬ ُ ُ ‫اﻟﻠﱠﻪ‬
‫ض‬ِ ‫ات َ و ْاﻷَْر‬
ِ ‫اﻟﺴَﻤﻮ‬
َ‫ﱠ‬ Kata ‫ ﻧﻮر‬dalam frase ini tidak berarti

93

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


"cahaya" sebagai wujud suatu benda material,
tetapi dalam arti "pemberi cahaya” sebagai sumber
kekuatan dan kehidupan. Pengertian ini terlihat
dalam terjemah lengkapnya: "Allah (memberi) nur
(cahaya) langit dan bumi."27 Kata yang terletak di
antara tanda dua kurung ini merupakan terjemahan
maknawi yang diberikan untuk menghindari
adanya persepsi yang salah tentang Tuhan, karena
jika kata ‫ ﻧﻮر‬diartikan dengan "cahaya" sesuai
dengan arti literalnya, maka Allah berarti berwujud
material, padahal la bukanlah wujud yang bisa
dipersamakan dengan wujud material lainnya.
Di samping itu, pada ayat 4 Suratal-
ZaIzalah (99): ‫ﱢث ْأَﺧﺒ َ ََﺎرﻫﺎ‬
ُ ‫َْﻮﻣ َ ﺌِﺬٍ ُﲢَ ﺪ‬oleh
‫ﻳـ‬ penulisnya
diterjemahkan secara literal dengan: "Pada hari itu
bumi memberikan perkabarannya".28 Namun
terjemahan literal ini tampaknya tidak dapat
dipahami dalam arti apa adanya, karena bumi
menurut penerjemahnya tidaklah seperti manusia
yang punya mulut bisa memberikan kabar berita.
Pengertian ini tentu bukanlah yang dimaksudkan,
dan karenanya, bersamaan dengan terjemah literal
itu ia memberikan kata keterangan dalam bentuk
catatan kaki dengan menulis: Adapun arti "Pada
hari itu bumi memberikan perkabarannya",
bukanlah bumi itu pandai bercakap-cakap seperti
manusia, melainkan ialah dengan keadaannya saja.
Artinya hal keadaannya ialah menunjukkan
demikian itu. Umpamanya dalam bahasa Indonesia:
Daun-daun kayu yang mersik itu telah meminta

94

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


hujan yang lebat. Bukan artinya, bahwa daun itu
pandai bercakap-cakap seperti manusia, melainkan
keadaannya yang begitu rupa, telah menunjukkan
demikian itu.29
Demikian pula ketika menerjemahkan ayat
10 Surat al-Fath: ‫ﻳﻬﻢ‬ِْ ‫اﻟﻠﱠﻪ ْﻓـَﻮَق أَﻳ ِْﺪ‬
ِ ‫ ﻳ َ ُﺪ‬meski tidak disertai
terjemah maknawiyah di antara dua tanda kurung,
namun penulisnya dalam karya ini tidak merasa
cukup puas hanya dengan menyuguhkan terjemahan:
"Tangan Allah di atas tangan mereka",30 tetapi
bersamaan dengan itu, juga memberikan keterangan
dalam bentuk catatan kaki yang cukup panjang atas
terjemah ayat tersebut dengan:
“Orang-orang yang bersetia teguh dengan Nabi
Muhammad (yaitu bahwa mereka akan menolongnya
clan mempertahankan agama yang di bawanya dengan
harta dan jiwa), maka sebenarnya mereka bersetia
dengan Allah, karena Nabi Muhammad itu semata-
mata utusannya. Mereka berjabat tangan dengan Nabi
Muhammad, sebagai menguatkan setia itu, maka
seolah-olah tangan Nabi Muhammad yang di atas
tangan mereka itu, ialah tangan Allah (Allah Maha
Suci dari tangan seperti manusia). Sebab itu adalah
maksudnya, bahwa bersetia dengan Nabi Muhammad
itu ialah seperti bersetia dengan Allah. Oleh sebab itu
wajiblah mereka menepati setia itu dengan sepenuh
penuhnya.”31
Untuk lebih meyakinkan keterangan di atas,
penulisnya kemudian berargumentasi, bahwa Tuhan,
dalam batas apapun, tetap adalah Yang Maha Tinggi

95

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


dan tak satupun yang dapat menyerupai-Nya. Oleh
karena itu sangatlah mustahil apabila Tuhan itu
bertangan seperti manusia,32 Dengan logika simpelnya,
penulis kemudian memberikan analogi dengan
mengatakan:
“Dalam bahasa Indonesia ada juga yang seimbang
dengan ini seperti kata seorang raja: "Negeri ini
semuanya terpegang di tangan saya". Maka
tiadalah diterima akal, bahwa negeri yang begitu
luas akan dipegangnya dengan tangannya yang
kecil itu. Oleh sebab itu adalah artinya: Negeri ini
semuanya di bawah kekuasaan dan kuasa saya”.33
Contoh-contoh di atas setidaknya
menunjukkan, bahwa terjemah literal (harfiyyah)
semata-mata sangatlah tidak rnemadai untuk
memberikan pengertian yang sebenarnya tentang suatu
ayat, tanpa dibarengi dengan terjemah maknawi dan
bahkan keterangan-keterangan lanjutan, apalagi jika
terjemahan itu berkaitan dengan konsep-konsep
ketuhahan yang antropomorfis."34 Oleh karena itu,
terjemahan literal (harfiyyah) yang terkadang
disertai dengan terjemahan maknawi serta
keterangan-keterangan dalarn bentuk catatan kaki
yang diberikan Mahmud Yunus, merupakan pilihan
yang tepat untuk menghindari munculnya
pengertian yang salah tentang ayat. Hal ini tidak
terlepas dari tujuan dan orientasi yang melandasi
karyanya: menerangkan dan menjelaskan petunjuk-
petunjuk al-Qur’an agar dipahami dengan mudah

96

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


oleh setiap orang, tak terkecuali bagi mereka yang
pandai dan mengerti bahasa Arab sekalipun.

3. Analisis Istilah dan Konsep


Ada kecenderungan, bahwa ketika
menerjemah-kan suatu kata (istilah), penulisnya
lebih menekankan pada pengertian leksikal dan
semantis kata tersebut sesuai dengan perkembangan
bahasa yang terpakai menurut turunnya ayat al-
Qur’an. Kecenderungan ini terlihat, umpamanya;
pada penerjemahan kata ‫ ﻣﺘﻮﻓﻰ‬dalam klausa ayat 55
Surat Ali ‘Imran: ‫إِﱄ‬ ‫ﱢﻴﻚ ََوراﻓُِﻌَﻚ َﱠ‬
َ ‫إِﱐ ُ َﻣﺘـﻮﻓ‬
‫ﻗَﺎل اﻟﻠﱠﻪُ ﻳ َ ِﺎﻋَﻴﺴﻰ ﱢ‬
َ ‫إِذ‬ْ
(Ingatlah ketika Allah berkata: Ya `Isa,
sesungguhnya Aku mewafatkan engkau dan
meninggikan derajat engkau kepadaKu...).
Kata ‫ﱢﻴﻚ‬َ ‫ ُ َﻣﺘـﻮﻓ‬dalam frase ini diterjemahkan
secara leksikal dengan "mewafatkan" (mematikan),
karena pengertian ini menurut penerjemahnya,
adalah pengertian yang biasa terpakai dalam bahasa
Arab, dan tidak ada indikasi lain yang dapat
memutar (menta'wîl) pengertian ini kepada
pengertian lain.35
Penerjemahnya menyatakan, bahwa:
"Qur'an itu diturunkan Allah dengan bahasa
Arab yang terang, sebab itu haruslah kita artikan
kata-kata yang di dalamnya dengan makna yang
biasa terpakai dalam bahasa itu, kecuali jika ada
satu sebab yang mentakwilkannya (memutar
artinya), seperti firman Allah "Yatawaffakum
fillaill' (mewafatkan kamu pada malam hari),

97

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


maka artinya di sini menidurkan, bukan
mematikan.36
Berdasarkan pernyataan itu, maka
penerjemahan kata ‫ ُ َﻣﺘـﻮﻓﱢﻴﻚ‬dengan "mewafatkan
(mematikan)" setidaknya memberikan pemahaman
dan bahkan keyakinan, bahwa Nabi `Isa benar-benar
telah wafat (mati) dan telah berada dalam derajat
yang tinggi di sisi Allah. Pemahaman ini tentu
mengundang diskusi, karena suatu hadis yang
diriwayatkan al-Tirmidziy melansir, bahwa "Nabi
Isa masih hidup dan akan turun ke bumi kelak pada
akhir masa dalam tugasnya membunuh para dajal"
(HR. al-Tirmidziy).
Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai
kewafatan Nabi Isa, Mahmud Yunus dengan tegas
tetap mengatakan, bahwa kata ‫ ُ َﻣﺘـﻮﻓﱢﻴﻚ‬dalam ayat
tersebut memang berarti "mewafatkan" (matikan)
sesuai dengan pengertian leksikal bahasa Arab
ketika ayat al-Qur’an itu diturunkan, dan memang
tidak ada indikasi yang dapat memutar (menta'wîl)
pengertian ini kepada pengertian lain.37
Di samping penerjemahan leksikal di atas,
karya ini juga menerapkan terjemahan kontekstual
(nasabiy) ayat sesuai dengan semantik kata yang
terpakai dalam kalimat al-Qur’an. Kata ‫ آﯾﺔ‬pada ayat
61 Surat al-Baqarah: ‫ﺎت اﷲ‬ ِ َ ‫ون ﺑِﺂﻳ‬
َ ‫َﻛﺎﻧُﻮا ﻳ َ ﻜُْﻔُﺮ‬misalnya,
diterjemahkan secara umum dengan "... demikian itu
karena mereka itu menyangkal ayat-ayat Allah",
sebagai dalil, keterangan, atau bukti-bukti. Tapi
kemudian ‫ آﯾﺔ‬ini diterjemahkan secara spesifik lagi

98

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


dengan "ayat Al-Qur’an" (yang berakhir dengan
tanda titik) seperti terlihat pada frase ayat 145 Surat
al-Baqarah: ٍ‫ﺘَﺎب ﺑِﻜﱢُﻞ ء َ اﻳ َ ﺔ‬َ ِ‫اﻟﱠﺬَﻳﻦ أُوﺗُﻮا اﻟْﻜ‬
ِ ‫ْﺖ‬ َ ‫أَﺗـَﻴ‬Atau
‫َﺌِﻦ‬
ْ ‫ َ وﻟ‬dalam
klausa ayat 37 Surat al-An’am ً ‫ﻗَﺎدر ﻋَ ﻠَﻰ أ َْن ﻳـ ُﻨـَﺰَﱢل ءَاﯾ َﺔ‬ ٌِ َ ‫ْﻗُﻞ إِ ﱠن اﻟﻠﱠﻪ‬
yang diterjemahkan dengan "mukjizat" sebagai bukti
kenabian. Sedangkan pada frase ayat 128 Surat al
Syu'ara: ‫ﺜُﻮن‬َ َ ‫ﻨُﻮن ﺑِﻜﱢُﻞ رِﻳ ٍﻊ ء َ اﻳ َ ﺔً ْﺗـَﻌﺒ‬
َ kata
‫ آﯾﺔ أَﺗـَْ ﺒـ‬di sini
diterjemahkan sebagai "bangunan yang tinggi."38
Terjemahan ini sejalan dengan terjemahan
kontekstual yang diberikan al-Asfahaniy dalam
karyanya Mu’jam Mufradât Alfâzh al-Qur’ân.
Menurut Asfahaniy, kata ‫ آﯾﺔ‬merupakan turunan
(derivasi) dari kata ‫ آي‬yang semula berarti
"menetapkan dan menegakkan sesuatu" (al-tasabbut
wa al-iqâmat `ala al-syai’). Atas dasar ini, maka
kata ‫ آﯾﺔ‬dapat dipergunakan untuk menunjuk arti
“bangunan tinggi”, karena setiap bangunan adalah
sesuatu yang ditegakkan sehingga dapat berdiri
kokoh. Demikian pula setiap kalimat al-Qur’an yang
tersebar dalam beberapa surah disebut ‫ آﯾﺔ‬karena
mengandung ketetapan-ketetapan hukum.39
Terjemahan kontekstual seperti pada kata ‫آﯾﺔ‬
di atas juga ditemukan pada terjemahan semantik kata
lain, seperti: ‫ ﺗﻘﺪﻳﺮ‬yang oleh penerjemahnya, selain
diterjemahan dengan: “ketentuan atau kemuliaan”
(‫ )ﻟﻴﻠﺔ اﻟﻘﺪر‬juga diterjemahkan secara kontekstual
dengan “kesempitan” (‫ )ﻗُﺪر ﻋﻠﻴﻪ رزﻗﻪ‬dan “pengetahuan”
(‫)ﻗﺪرو اﷲ ﺣﻖ ﻗﺪرﻩ‬.40
Contoh lain yang cukup menarik terlihat
pada terjemahan istilah “hari” (yawm, ayyâm) dan

99

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


istilah-istilah yang menggunakan “angka-angka”
(sittah, alfu sanah, khamsun alfa sanah). Dalam
karya ini, istilah “hari” (yawm) tidak diartikan
secara leksikal dengan pengertian “hari”
sebagairnana yang dipahami sekarang (1X24 jam),
tapi lebih diartikan secara kontekstual dengan
“masa” sebagai simbol waktu. Demikian pula
istilah yang menggunakan angka-angka, tidak
selalu menunjukkan pada pengertian jumlah
nominal yang sebenarnya, tapi lebih menunjukkan
pada suatu aktivitas yang berproses secara
berkesinambungan.41
Dalam kerangka ini, maka semantik kata ‫اﯾﺎم‬
pada frase ‫ ﺳﺘﺔ اﯾﺎم‬dalam ayat 54 Surat al-A'raf yang
menyatakan: ‫َﻳﱠﺎم‬
ٍ ‫ات َ و ْاﻷَْر َض ِﰲ ِﺳﺘِﱠﺔ أ‬
ِ ‫اﻟﺴَﻤﻮ‬
َ‫اﻟﱠﺬي َﺧ َﻠَﻖ ﱠ‬
ِ ُ‫ اﻟﻠﱠﻪ‬tidak
berarti bahwa Allah menciptakan langit dan bumi
dalam "enam hari" sebagaimana hari yang
dipahami sekarang (1x24 jam-penulis), tetapi dalam
arti “enam masa”,42 suatu proses yang cukup lama
dan yang masing-masingnya tidak bisa terhitung
oleh angka nominal buatan manusia.
Terjemahan kata ‫ اﯾﺎم‬dengan “masa” dalam
karya ini disertai dengan dukungan sejumlah ayat
Tuhan yang memberikan pernyataan perumpamaan,
bahwa satu hari (yawm) pada sisi Allah itu sama
halnya dengan seribu tahun lamanya (Qs. Al-Hijr:
47), dan satu hari pada Hari Kiamat itu sama
dengan limapuluh ribu tahun masanya (Qs. Al-
Ma'arij: 4). Kelipatan angka ini pun bukanlah
angka nominal yang sebenarnya, namun hanya

100

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


sekadar gambaran betapa “hari” (yawm) di sisi
Allah itu tak terhitung oleh manusia.
Setelah rnerujuk kepada beberapa ayat, yang
memperkuat argumentasi pernyataan di atas, karya
ini kemudian memberikan rincian mengenai “enam
masa” dimaksud dengan:
1. Masa ketika bumi dan langit satu benda, ayat 10
Surat As-Sajadah
2. Ketika tercerai (terpisah) bumi ini dari langit
(matahari), ayat 21 Surat al-Anbiya'
3. Waktu bumi dipenuhi oleh air, sehingga ia
berangsur-angsur menjadi dingin
4. Ketika terjadi di atas bumi daratan dan lautan,
gunung2 dan lembah, tanah tinggi dan tanah
rendah
5. Ketika terjadi di atas bumi tumbuh-tumbuhan,
binatang-binatang dalam air
6. Ketika terjadi binatang daratan dan bangsa
manusia.43
Kecenderungan-kecenderungan
penerjemahan, baik leksikal maupun kontekstual,
seperti di atas kiranya membuktikan pernyataan
penulisnya ketika memulai karyanya ini, bahwa
“ayat-ayat al-Qur’an itu tafsir-menafsirkan dan
jelas menjelaskan antara satu dengan yang lain”.44
Kemampuan untuk menafsirkan ayat dengan ayat
ini, tentu tidak bisa pula dipisahkan dari kenyataan
lain, bahwa penulis karya ini adalah seorang yang
dikenal sangat mengerti dengan bahasa kitab suci
al-Qur’an, bahasa Arab, dan yang senantiasa

101

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


bergelut di bidang filologi kebahasaan,45 di
samping juga tentunya, sebagai "Maha Guru"
(Syekh=Professor) yang pernah mengabdi untuk
beberapa lembaga pendidikan (madrasah), seperti
Kulliyah Mu'allimîn Islâmiyah dan Al-Jâmi'ah
Islamiyah (Perguruan Tinggi Islam).
Satu bentuk karakeristik lain dari karya yang
sedang ditelaah ini adalah, uraiannya yang secara
khusus memuat “Kesimpulan Isi al-Quran”,
diletakkan pada bagian akhir sebanyak kurang lebih
32 halaman. Sagian ini memuat berbagai persoalan
umum meliputi: hukum-hukum, etika (akhlak), ilmu
pengetahuan, ekonomi, sejarah, dan lain-lain.
“Kesimpulan isi al-Qur’an” ini disertakan bertujuan
untuk membantu para pembaca yang ingin menggali
lebih jauh hukum-hukum dan pesan-pesan penting
al-Qur’an. Karena menurut penulisnya, membaca
kesimpulan isi al-Qur’an ini setidaknya juga berarti
membaca kitab sucinya secara umum.
Dalam suatu kalimat singkat, pengantar ke
arah kesimpulan isi al-Qur’an, penulisnya
memberikan ilustrasi indah dengan mengatakan:
“Sesungguhnya mengeluarkan hukum-hukum atau
`ilmu pengetahuan dan yang lain-lain dari dalam al-
Qur’an, tak ubahnya seperti mengeluarkan mutiara
dari dalam lautan. Jika orang yang mengeluarkan
mutiara itu, hanya memakai perkakas lama dan
serba kurang, tentu ia dapat mengeluarkan sedikit
saja. Tetapi jika ia mempunyai alat perkakas
modern serta sempurna, tentu ia menghasilkan

102

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


mutiara yang amat banyak. Tetapi meskipun begitu,
mutiara yang dalam lautan itu tidak juga akan
habis-habisnya. Maka begitu pulalah mengeluarkan
hukum-hukum dan ilmu pengetahuan dari dalam al-
Qur’an itu.”46
Ilustrai di atas menun. jukkan, bahwa
kalaulah hukum-hukum al-Qur’an itu dianggap
sebagai "mutiara" di dasar lautan yang dalam, maka
"Kesimpulan Isi al-Qur’an ini" -dengan meminjam
istilah penulisnya- setidaknya merupakan "alat
perkakas modern" untuk menggalinya sebanyak
mungkin, meski tidak berarti bahwa mutiara yang
terpendam itu telah habis, bahkan oleh penulisnya
dianggap masih banyak yang tersembunyi.
"Kesimpulan Isi al-Qur’an" yang dianggap
penulisnya sebagai "alat perkakas modern" ini
bergaya tematis, sehingga hukum-hukum al-Qur’an -
sebagai mutiara yang terpendam- disajikan berdasar
tema-tema penting, baik yang digali langsung dari
keseluruhan ayat yang bersangkutan maupun dari
sebagian ayat yang dipandang mewakili tema
dirnaksud, berikut halaman dimana ayat tersebut
dikutip.
Salah satu contoh yang cukup menarik
mengenai hal ini adalah kesimpulan isi al-Qur’an
tentang keimanan. Dalam kesimpulan ini disebutkan
secara umum bahwa: "Beriman kepada Allah, ialah
mengi'tikadkan (meyakinkan), bahwa Allah itu satu
tidak beranak, tidak berbapa, dan tidak ada yang
serupa dengan dia satu juapun. Asy-Syu'ara 11 hal.

103

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


714, al-Ikhlas 1-4 ha1. 923."47 Berangkat dari
kesimpulan umum inilah karya ini kemudian
melanjutkan kesimpulannya dengan secara lebih
terperinci bahwa:
“Ia yang mula-mula sekali (tidak berawal) dan
paling akhir sekali (tidak berakhir, tidak mati)
Al-Hadid 3 hal. 805. la berkuasa menjadikan
langit, bumi, matahari, bulan, bintang-bintang
dan tiap-tiap sesuatu yang lain, al-An’am 101
hal. 194 al-A'raf 54 hal. 218. la hidup bukan
mati al-Furqan 58 hal. 532. la mendengar lagi
melihat (tetapi bukan dengan telinga dan mata
seperti manusia). Al-Haj 61 hal. 492.
Pendeknya Allah itu bersifat dengan segala sifat
Kesempurnaan dan Mahasuci dari segala sifat
kekurangan. Al-Hijr 98, hal. 378.48
Lebih menarik lagi adalah kesimpulannya
yang berkenaan dengan ilmu pengetahuan, dengan
kesimpulan umum yang mendahuluinya: "Apa-apa
yang dalam bumi dijadikan Allah untuk kamu (Qs.
al-Baqarah 29 hal. 7), penulis karya ini bermaksud
mengajarkan kepada pembaca bagaimana teori al-
Qur’an tentang hujan, dengan kesimpulan-
kesimpulan:
1. Air hujan itu turun dari awan yang ditiup
angin, Ar-Rum, 48 hal. 600.
2. Angin itu membawa awan yang berat
(berisi uap air), lalu turun air hujan
daripadanya untuk menumbuhkan tanam-
tanaman, a1-A'raf, 57 hal. 219.

104

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


3. Awan itu dihalau Allah, kemudian ia
berkumpul-kumpul dan bertumpuk-
tumpuk, lalu turun air hujan daripadanya,
An-Nur, 43 hal. 519.
Model kesimpulan al-Qur’an yang dianggap
penulisnya sebagai "alat perkakas modern" ini
cukup memberikan nilai praktis dalam upaya
mencari dan menggali konsep-konsep tematis al-
Qur’an, dan langkah ini tentu merupakan
terobosan awal dalam proses indeksasi al-Qur’an
ala Indonesia sebagaimana yang kini tengah marak
dilakukan oleh kalangan ulama dan cendekiawan.

D. Metodologi
1. Metode Penulisan
Dari segi cara penafsiran, ayat demi ayat dan
surat demi surat, sesuai dengan urutan dalam
mushaf, dan dilakukan secara singkat dan global,
tanpa urutan yang panjang lebar, maka penafsiran
yang dilakukan Mahmud Yunus adalah tergolong
tafsir Ijmâli, yang dimaksud dengan tafsîr Ijmâli
adalah penafsiran al-Qur’an berdasarkan urutan-
urutan ayat dengan suatu uraian yang di ringkas tapi
jelas dan dengan bahasa yang sederhana sehingga
dapat di konsumsi baik oleh masyarakat awam
maupun intelektual.
Penafsiran yang dilakukan Mahmud Yunus
terkesan sederhana dan ringkas, hanya pada ayat-
ayat yang penting saja yang ditafsirkan, sebagai
contoh ketika ia menafsirkan surat at-Tin ayat 1-8,

105

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


Mahmud Yunus memberi penjelasan ‫ اﻟﺘﯿﻦ‬dan ‫اﻟﺰﯾﺘﻮن‬
dengan buah-buahan yang banyak manfaatnya, dan
‫ طﻮرﺷﯿﻨﯿﻦ‬dengan tempat Nabi Musa menerima
wahyu, serta kata ‫ ھﺬا اﻟﺒﻠﺪ‬dengan Mekah, tanpa
menjelaskan keterkaitan antara sumpah yang satu
dengan yang lain dan tidak adanya ulasan relevansi
sumpah-sumpah itu dengan ayat-ayat selanjutnya.
Di tempat lain, Mahmud Yunus menafsirkan
al-Qur’an dengan menggunakan bantuan dan
rujukan dari hadis-hadis Nabi (meskipun jarang
menyebut perawi dan status hadis), peristiwa
sejarah, sabab nuzul (hanya pada beberapa ayat),
kaidah-kaidah bahasa dan pendapat-pendapat ulama.
Hal ini yang terakhir ini Mahmud Yunus melakukan
misalnya dalam mengomentari ayat 60 surat al-
Maidah. Ayat tersebut membicarakan tentang
kemurkaan dan kutukan Allah terhadap orang-orang
terdahulu yang fasik, sebagai berikut:
“Allah menjadikan di antara mereka, jadi kera dan
babi dan orang yang menyembah thaghut. Menurut
kata kebanyakan ahli tafsir, bahwa artinya Allah
merubah muka mereka dan badannya, menjadi kera
dan babi kemudian mereka itu hapus (musnah) dari
muka bumi, tetapi dalam kitab tafsir Durr al-
mantsûr ada di terangkan: “Bukanlah muka dan
badan mereka yang diubah menjadi kera dan babi,
melainkan hati dan budi pekerti mereka, seperti
kelakuan kera dan babi”. Begitu juga menurut tafsir
mujahid, seorang ahli tafsir yang mashur, maka
menurut tafsir ini, ayat tersebut adalah kata kiasan

106

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


(sendirian). Dalam bahwa Arab, bahkan dalam
bahasa Indonesia banyak diperoleh kata kiasan itu.
Cara perbandingan yang dilakukan Mahmud Yunus
tersebut, hanya di jumpai pada beberapa tempat saja
yang dianggap perlu, dan dilakukan dengan singkat
tanpa sampai kepada analisa tentang apa gerangan
yang melatar belakangi seorang penafsiran menuju
arah dan memiliki kecenderungan tertentu.

2. Teknik Penafsiran
Teknik penafsiran yang digunakan Mahmud
Yunus sebagian besar masih bersifat sederhana. Hal
ini terlihat dalam penyajian tafsirnya, penafsiran
dilakukan pertama kali dengan memberi arti dari
ayat-ayat al-Qur’an, kemudian langsung
memberikan penafsiran global, tanpa mengawali
dengan penjelasan arti kata padahal, memberi
penjelasan terlebih dahulu tentang arti kata amat
bermanfaat bagi pemahaman al-Qur’an sebab satu
kata pada suatu ayat, sering pula di jumpai pada
ayat-ayat lain. Sebagai contoh kata ‫ اﻟﺪﯾﻦ‬umpamanya,
yang terdapat dalam ayat ‫ اﻟﺪﻳﻦ ﻣﻠﻚ ﻳﻮم‬mengandung arti
yang mempunyai hari pembalasan; maka kata ‫اﻟﺪﯾﻦ‬
berarti pembalasan. Padahal arti kata ‫ اﻟﺪﯾﻦ‬tidak
hanya satu tergantung konteks pemakaiannya.
Selanjutnya penafsirannya dilakukan dengan
mencantumkan catatan kaki pada ayat-ayat yang
dianggap penting untuk dijelaskan. Yang
keterangannya (penjelasannya) terletak di bagian
bawah halaman. Penjelasan catatan kaki tersebut

107

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


tidak mesti di jumpai pada halaman yang sama,
bahkan banyak yang terpaut berpuluh-puluh
halaman dari ayat yang ditafsirkan. Di samping
tersebut di atas, Mahmud Yunus dalam kitab
tafsirnya itu juga menyajikan daftar kesimpulan isi
al-Qur’an, isi surat-surat al-Qur’an yang beliau
susun secara alfabetis dengan merujuk ke halaman
tertentu, yang merupakan bagian penting dari tujuan
penulisan tafsir, dan daftar isi juz al-Qur’an yang
kesemuanya itu diletakkan dibagian akhir penulisan.
Daftar kesimpulan isi al-Qur’an meliputi topik-topik
keimanan, hukum-hukum, petunjuk atau pengajaran,
akhlak, ekonomi dan ilmu pengetahuan. Adapun
tujuan Mahmud Yunus membuat indeks kesimpulan
isi-isi al-Qur’an itu adalah untuk memberikan
gambaran global tentang maksud al-Qur’an itu,
terutama bagi kaum muslimin yang tidak sampai
mengkaji kitab mulia itu. Karena menurut Yunus
sangat ironis kalau seandainya ada kaum muslimin
yang tidak tahu sama sekali ini al-Qur’an sebagai
pedoman hidupnya, padahal sebagai muslimin wajib
untuk memuliakan dan menjunjungnya.

3. Metode Pemikiran Tafsir


Dari penjelasan di atas, metode pemikiran
penafsiran Mahmud Yunus cenderung ke arah
penafsiran bil riwayah, yakni metode penafsiran
yang menggunakan riwayah-riwayah para sahabat
dan para tabi’in sebagai dasar pijakan. Metode ini

108

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


kurang memberikan porsi yang besar terhadap akal
dan lebih banyak berpegang pada arti harfiahnya.
Untuk dapat mengetahui kecenderungan
metode pemikiran penafsiran Mahmud Yunus yang
dapat di kategorikan bercorak bil riwayah, dapat
dilihat dari bagaimana Mahmud Yunus menyingkap
ayat-ayat al-Qur’an dalam tafsirnya. Seperti ketika
menafsirkan surat al-Fath ayat 10 ‫ ﻳﺪ اﷲ ﻓﻮق أﻳﺪﻳﻬﻢ‬dan
surat Ali-Imran ayat 26 dan 73 yang masing-masing
ada kata ‫ اﳋﲑ ﺑﻴﺪك‬dan ‫ ﺑﻴﺪ اﷲ‬yang ayat tersebut dapat
membawa pemahaman antropomorfisme. Mahmud
Yunus mengartikan kata ‫ ﯾﺪ‬dengan tangan, maka dari
sisi ini mahmud yunus memaknai teks al-Qur’an
secara harfiah. Penafsiran ini didasarkan pada
riwayah yang mengatakan bahwa ayat ini turun
ketika orang-orang yang bersetia teguh kepada
Muhammad, berjabat tangan dengan nabi
Muhammad dan mengumpamakan tangan nabi
Muhammad sebagai tangan Allah, seperti di ungkap
Mahmud Yunus dalam tafsir al-Qur’an al-Karim.
Jadi penafsiran yang diperlihatkan beliau ini
menunjukkan metode tafsir bil riwayah. Dari uraian
di atas dapat dipahami bahwa Mahmud Yunus dalam
metode pemikiran penafsirannya sebagian besar
bercorak bil riwayah, meskipun pada ayat-ayat yang
lain beliau melakukan penakwilan arti kata, tetapi
hanya sebatas arti kata untuk menjelaskan supaya
tidak terjadi kesalahpahaman tentang maksud ayat
yang dikehendaki.

109

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


Adapun tafsir ini mempunyai ciri sebagai
berikut:
1. teks Arab di tulis di sebelah kanan halaman
2. terjemahan bahasa Indonesia ada di sebelah kiri
3. tulisan dalam dua bahasa sangat jelas
4. catatan kaki berbahasa Indonesia
5. permulaan dan akhir teks memiliki referensi.
Dalam menafsirkan al-Qur’an, Mahmud
Yunus punya cara tersendiri sebagaimana yang
dipraktekan dalam tafsirnya sebagai berikut:
1. Mengenai definisi istilah-istilah yang terdapat
dalam al-Qur’an dan masalah-masalah yang
ditemukan dalam penerjemahan, memberikan
penjelasan kepada para pembaca mengenai
teknik penerjemahan dan beberapa asumsinya
2. Definisi tentang konsep-konsep Islam,
memberikan informasi konsep-konsep dasar
tentang keyakinan dan praktek-praktek yang
ditemukan dalam al-Qur’an dengan cara
menggunakan bagian tersebut untuk membuat
indeks-indeks mengenai konsep-konsep yang
dijelaskan dan dengan menunjuk secara langsung
di mana konsep-konsep tersebut terdapat dalam
al-Qur’an
3. Garis-garis besar kandungan al-Qur’an mampu
menjelaskan poin-poin inti yang terdapat dalam
setiap surat yang terdapat dalam al-Qur’an
sebagai suatu petunjuk bagi para pembaca
4. Catatan kaki ditemukan dalam tafsir ini. Sekitar
60% catatan kaki tersebut digunakan untuk

110

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


menjelaskan kata-kata atau kalimat-kalimat
tertentu dan untuk mengungkapkan kembali teks
agar lebih memperjelas maksudnya. Catatan kaki
tersebut berupa memperjelas teks,
membandingkan penafsiran mufasir terdahulu,
mengutip suatu contoh dari dunia kontemporer.
5. Sejarah al-Qur’an menceritakan tentang proses
diturunkannya al-Qur’an, pengumpulannya, dan
pemeliharaannya.
6. Indeks dan daftar kata. Di samping
penerjemahan ke dalam bahasa Indonesia, tafsir
ini juga yang disusun secara alfabetis.
7. Sistematika Pembahasan Dalam menyusun
tafsirnya, Mahmud Yunus memulai dengan bab
1 pendahuluan yang berisi tekhnik
penerjemahan, catatan tentang turunnya al-
Qur’an dst, kemudian bab yang kedua tentang
indeks istilah-istilah dalam al-Qur’an, bab ke 3
nama dan lokasi surah-surah dan juz, bab ke 4
teks, terjemahan, dan catatan-catatan dan bab 5
garis besar kandungan setiap surat.

E. Membangun Peran Sosial dan Intelektual


1. Peran Sosial
Sejak digagas untuk pertama kalinya pada
1922 dan 1950-an, karya ini berhasil dicetak
sebanyak 200.000 eksemplar, 49 hingga pada 1983
karya ini telah mengalami cetak ulang sebanyak
23 kali. 50 Jumlah ini terbilang cukup besar dan
tidak terlepas dari keinginan semula penulisnya

111

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


yang ingin menjadikan karyanya sebagai sarana
"untuk menyampaikan dakwah islamiyah",51 dan
menjadikan ajaran-ajaran dasar al-Qur’an sebagai
"petunjuk universal"52 yang dapat diterapkan dalam
kehidupan sosial sehari-hari.
Dengan karya yang telah dicetak dalam
jumlah besar seperti itu, penulisnya juga bermaksud
memberikan seruan-seruan persuasifnya, terutama
pada persoalan-persoalan kependidikan dan
pengajaran. Hal ini terlihat, misalnya, ketika ia
menerjemahkan Surat al-`Alaq ayat 1-5, ia
memberikan kata uraian di bawah terjemahan ayat
ini dengan mengungkapkan:
"Ayat ini menganjurkan kepada kita, supaya
tiap-tiap orang, baik putera ataupun puteri, mesti
pandai membaca dan menulis dengan pena
(kalam)... Di Indonesia yang kebanyakan
penduduknya kaum Muslim, cuma kira-kira 7%
orang yang pandai tulis baca. Jadi jumlah orang
yang buta huruf 93%. Apa tidakkah ini suatu
keaiban bagi kaum Muslimin, padahal Qur’annya
menganjurkan, supaya tiap-tiap orang pandai tulis
baca? Oleh sebab itu kita serukan, supaya pada
tiap-tiap negeri diadakan sekolah "menyesal" bagi
orang-orang dewasa, sedang tiap-tiap ibu
hendakalah memasukkan anak-anaknya ke
53
sekolah...".
Terjemahan-terjemahan dan keterangan-
keterangan yang diberikan penulisnya dalam karya
ini setidaknya menjadi konsumsi baik bagi

112

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


masyarakat terdidik di lembaga-lembaga pendidikan
maupun pemerintahan, dan menjadi bahan
“santapan” masyarakat awarn yang ingin
mengetahui lebih jauh pesan-pesan penting al-
Qur’an yang terkandung di dalamnya.
Di samping itu, karya ini telah menjadi
rujukan Departemen Agama RI ketika menyusun
Al-Quran dan Terjemahnya, s4 demikian pula
Othman Ali, ketika menulis karya tafsirnya
berjudul Bacaan. Dengan rasa berhutang budi pada
karya Mahmud Yunus, Othman Ali pernah
mengungkapan, bahwa karya tafsirnya ini "disusun
untuk memudahkan kajian yang dalam
pelaksanaannya banyak diilhami oleh tafsir
Mahmud Yunus."55
Dua karya yang disebutkan di atas, secara
umum memang memiliki beberapa persamaan
dengan karya Mahmud Yunus, baik dari segi
penerjemahannya maupun keterangan-keterangan
dalam bentuk catatan kaki.56 Hal ini setidaknya
menjadi "benang merah", bahwa karya Mahmud
Yunus ini telah menjadi model bagi terjemahan dan
penafsiran al-Qur’an Nusantara yang tumbuh pada
generasi-generasi berikutnya.

2. Peran Intelektual
Karya ini, seperti yang telah diakui
penulisnya, lahir dari hasil penyelidikan mendalam
selama bertahun-tahun. Karya ini hadir di tengah-
tengah masyarakat yang belum banyak mengerti

113

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


akan bahasa kitab sucinya, al-Qur’an. Lebih dari itu,
karya ini juga digagas di tengah-tengah protes keras
para ulama tentang pengharaman penerjemahan al-
Qur’an.
Kenyataan ini menunjukkan, bahwa karya
yang berhasil diselesaikan selama kurang lebih dua
puluh delapan tahun ini menjadi karya yang sangat
berharga dan memiliki peran penting dalam upaya
mensosialisasikan pemahaman-pemahaman al-
Qur’an. Di samping itu, juga menjadi sarana
penting dalam usaha turut mewujudkan masyarakat
yang cinta quran, yang mengerti akan bahasa kitab
sucinya, serta memiliki keterbukaan dalam memaharni
esensi esensi al-Qur’an sebagai "Kitab petunjuk"
(hudan) dan penjelas (tibyanan).
Menurut penulisnya, "ayat-ayat al-Qur’an itu
tafsir-menafsirkan dan jelas menjelaskan antara satu
dengan yang lain",57 dan karenanya setiap kata al-
Qur’an dapat dipahami dengan baik berdasarkan
bantuan ayat-ayat lainnya, tanpa memerlukan
intervensi lebih jauh dari manusia.
Contoh yang cukup mewakili terlihat ketika
penulisnya melakukan penerjemahan kata ‫ ﻟﻤﺲ‬yang
terdapat dalam ayat 6 Surat al-Ma'idah dan kata ‫ﻗﺮوء‬
pada ayat 228 Surat al-Baqarah. Pada ayat 6 Surat a1-
Maidah, kata ‫ ﻟﻤﺲ‬yang terletak dalam rangkaian ‫ْأَو‬
‫َﻠَﻢ َﲡِ ُﺪوا َ ﻣﺎء ً َﻓـﺘـﻴُ َﻤﻮاﱠﻤ َﺻﻌِ ًﻴﺪا ﻃَﻴﱢﺒ ً ﺎ‬
ْ ‫َﻻ ْﻣﺴ ُﺘُﻢ اﻟﻨَﱢﺴﺎء َ ﻓـ‬tidaklah
َ diartikan
"bersetubuh" seperti yang menjadi kecenderungan
sebagian penerjemah,58 tetapi diartikan dengan
"menyentuh",59 sebagai rnakna asli. Pengertian ini

114

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


didukung dengan pengertian kata ‫ ﻟﻤﺲ‬yang terdapat
pada ayat 7 Surat Al-An"am ‫( ﻓﻠﻤﺴﻮﻩ ﺑﺎﻳﺪﻳﻬﻢ‬... lalu mereka
"menyentuhnya" dengan tangan mereka). Dalam ayat
ini, kata ‫ ﻟﻤﺲ‬berhubungan dengan kata ‫ ﯾﺪ‬yang berarti
"tangan". Maka kata ‫ ﻟﻤﺲ‬yang dimaksud dalam frase
ayat 6 Surat al-Baqarah di atas tiada lain adalah
"menyentuh" dengan tangan, bukan dalam arti
"bersetubuh".
Demikian juga contoh kasus kata ‫ ﻗﺮوء‬dalam frase
‫ُﺮوء‬
ٍ‫ِﻦ َﺛَﻼﺛَﺔَ ُﻗـ‬
‫ﺑﱠﺼﻦ ﺑِﺄَﻧـْﻔُِﺴﻬﱠ‬
َْ ‫ﺎت ﻳـ ََﺘـﺮ‬
ُ ‫ﻄَﻠﱠﻘ‬
َ ‫ َ واﻟُْﻤ‬Di sini, kata ‫ ﻗﺮوء‬tidak
diartikan dalam satu makna tertentu sebagai "tiga kali
suci" atau "tiga kali haid", tapi diartikan secara
bersama dalam arti kedua-duanya, yaitu: "tiga kali
suci (haid)".60 Pengertian ini juga diberikan sesuai
dengan makna dasar bahasa yang terkandung dalam
pengertian kata itu sendiri.61 Masing-masing contah
kasus ini sekaligus membawa implikasi hukum.
Menerjemahan kata ‫ ﻟﻤﺲ‬pada frase ‫ اوﳌﺴﺘﻢ اﻟﻨﺴﺎء‬dalam
Surat al-Maidah ayat 6 di atas dengan
"menyentuh", misalnya, mengandung arti bahwa
setiap orang yang sudah berwudu, kemudian ia
menyentuh wanita, maka wudunya dianggap
“batal” dan diharuskan untuk berwudhu kembali
atau bertayammum. Dengan demikian, persoalan
“menyentuh” wanita dianggap sebagai salah satu
penyebab yang membatalkan wudu, lebih-lebih
“bersetubuh”.
Sedangkan pada contoh kasus kedua, frase
‫ ﺛﻼﺛﺔ ﻗﺮوء‬di ayat 228 Surat al-Baqarah diartikan
dengan “tiga kali suci (haid)”, mengandung arti

115

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


bahwa bagi wanita-wanita yang dicerai oleh
suaminya, masa tunggu (iddah)-nya adalah tiga kali
suci atau tiga kali haid. Sehingga, seorang wanita
diperbolehkan kawin lagi manakala masa sucinya
itu telah tiba atau masa haidnya telah berlalu.
Dengan demikian, yang menjadi patokan ‘iddah
adalah kesucian dan atau haidnya wanita.
Terjemahan yang diberikan pada dua contoh
di atas menunjukkan, bahwa penulisnya telah
memperlakukan ayat-ayat al-Qur’an "berbicara"
menurut keaslian arti yang dikandungnya, tanpa
terpengaruh secara subyektif pada interpretasi-
interpretasi suatu mazhab tertentu.
Dengan cara ini, penulisnya sekaligus
mengajarkan kepada pembaca, agar al-Qur’an
sedapat mungkin diterjemahkan dan dipahami secara
obyektif, sesuai dengan arti-arti yang telah diberikan
al-Qur’an pada ayat-ayatnya yang lain, sehingga
perbedaan pendapat mengenai suatu ayat dapat
dieliminir sedemikian rupa.
Berdasarkan telaahan-telaahan di atas, maka
Tafsir Quran 30 Juz ini merupakan karya terjemah
yang terbilang utuh pada masanya. Keutuhan ini
dikarenakan dua hal: Pertama terjemahan yang
dilakukan tidak lagi merupakan bagian-bagian
terpisah dari ayat-ayat atau surat-surat tertentu,
sebagaimana corak penafsiran pada generasi
pertama; dan kedua, adanya keterangan-keterangan
dalam bentuk catatan kaki sebagai pelengkap untuk
memberikan pemahaman atas arti ayat-ayat tertentu.

116

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


Jika dilihat dari paparannya, karya ini belum
sepenuhnya tergolong sebagai karya tafsir. Hal ini
didasarkan pada kenyataan, bahwa keterangan--
keterangan yang diberikan penulisnya hanyalah
sebatas keterangan atas kata-kata sulit yang telah
diterjemahkan. Padahal, menurut al-Zarkasyi, karya
tafsir tidak hanya sekadar mengungkap pengertian
kata-kata sulit (musykil), tetapi lebih jauh dari itu,
yaitu mengungkap maksud ayat-ayat al-Qur’an,
baik yang tersurat maupun tersirat.62
Meski agak sedikit dini untuk
mengatakannya sebagai karya tafsir, namun karena
kata uraian yang menyertai karya ini cukup
memberi kejelasan dalam memahami arti ayat-ayat
tertentu al-Qur’an, maka paling tidak karya ini
dapat disebut sebagai karya tarjamah tafsiriyah.
Di samping itu, obyektifitas terjemahan dan
sikap netralitas yang tercermin dalam sebagian besar
karyanya ini kiranya menjadi langkah awal bagi
terwujudnya suatu penafsiran modern, yang bebas
dari tendensi-tendensi tertentu, dan tidak berpretensi
untuk mencari pembenaran kecuali hanya sekadar
menjaga orisinalitas al-Qur’an serta menjunjung
tinggi universalitas ajaran-ajaran mulianya.
Perkembangan tafsir al-Qur’an di Indonesia
cukup mengembirakan meskipun tidak semarak di
Timur Tengah. Sejak dari pertumbuhannya pada
abad ke-17 yang dipelopori oleh Abd Rauf as-
Sinkily dengan kitab Tarjuman al-Mustafid-nya
sampai penghujung abad ke-20 ini, telah dihasilkan

117

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


sekitar lebih 30-an kitab tafsir hasil karya
intelektual-intelektual muslim Indonesia dengan
berbagai corak, bentuk dan ragam penafsiran. Di
antara sekian kitab tafsir itu, yang bisa dijadikan
barometer bagi perkembangan tafsir di Indonesia
adalah tafsir al-Qur’an al-Karim bahasa Indonesia
karya Mahmud Yunus
Kitab al-Qur'an al-Karim Mahmud Yunus,
corak ulasan (teknik penafsiran) masih bersifat
sederhana, corak penulisan (Metode penafsiran)
menggunakan metode ijmali, sedangkan corak
pemikiran (aliran) lebih condong ke pemikiran
tradisional.[ ]

Catatan Akhir
1
Lihat Howard M. Federspiel, Popular Indonesian
Literature of the Quran, terjemahan Tajul Arifin, Kajian
AI-Quran di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1996), h. 129.
2
Ibid.
3
Lihat H. Mahmud Yunus, Tafsir Quran Karim 30 Juz,
(Djakarta: PT. Hidakarya Agung, 1983), h. v.
4
Ibid.
s
Penulis kesulitan untuk melacak nama ulama besar yang
disebut Mahmud Yunus sebagai “beliau itu tidak berkutik
lagi, hanya diam saja”, setelah protesnya itu dibantah
dengan argumentasi yang cukup panjang. Lihat ibid., h.
iv.
6
Ibid. h. iii.
7
Ibid.
8
Ibid. h. v.

118

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


9
Ibid.
10
Ibid. hal. iii.
11
Ibid. hal. v.
12
Lihat misalnya Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan
Terjemahnya, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Sub Al-
Qur'an Dept. Agama RI, 1983/1984}, h. 16-132; H.
Zainuddin Hamidi dan Fachruddin HS, Tafsir Qur’an, C:et.
IV, (Malaysia: Klang Books Centre, 1991), h. XXVII-
XLV.
13
H. Mahmud Yunus, op. cit., h. 20.
14
lbid., h. 84
15
Ibid., h. 206.
16
Ibid.
17
Maksud pengarang menyertakan "Kesimpulan lsi Al-
Qur’an" ini dapat dibaca pada bagian pengantar
singkatnya di bawah judul seruan "Saudara-Saudara
Pembaca Yang Terhormat". Ibid., h. ii. Lebih jauh, lihat
sub bahasan keempat makalah ini (Kandungan
Kesimpulan Isi Al-Qur’an).
18
Dengan merujuk kepada definisi yang diberikan al-
Qaththan, terjemah literal (tarjamah harfiyyah) di sini
dimaksudkan adalah pengalihan lafaz dari satu bahasa ke
dalam lafaz-lafaz dengan bahasa lain dengan
menggunakan struktur dan susunan kalimat yang sama.
Lihat al-Qaththan, Cet. III, Mabâhits fi ‘Ulûm al-
Qur’ân, (T.tp.: T.p., t.th.), h. 313.
19
Maul Muthlaq adalah kata keterangan (Masdar) yang
sama bentuknya dengan kata kerja yang rnendahuluinya,
baik sebagai keterangan penegas (ta'kîd), keterangan
jumlah (al`adad), maupun keterangan atas bagian-bagian
tertentu (al-nau’). Lihat Mushtafa Ghulayainiy, Jami'
Durûs al-Arabiyyah, Juz III (Beirut: al-Maktabat al-
`Asriyyah, 1415 H./1994 M.), h. 32.
20
Ibid. h. 405.
21
Ibid. h. 403.

119

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


22
Ibid. h. 141.
23
Kalimat “jangan engkau mubazir (pemboros) dengan
semubazir-mubazimya” pada terjemah ayat 26 Surat al-
Isa di atas sebenarnya lebih baik dan benar jika diartikan
dengan “jangan engkau terlalu mubazir (pemboros)”,
karena kalimat "terlalu mubazir (pemboros)" lebih efektif
dalam memberikan penegasan (ta’kîd) dibanding dengan
kalimat "semubazir-mubazirnya".
24
Dua karya ini benar-benar dilakukan dengan gaya
terjemahan yang sangat literal (lafziyyah), yang satu
menempatkan terjemahan latinnya persis di bawah teks
transliterasi ayat, sedangkan yang satunya lagi
menempatkan terjemahannya -dalam bentuk hurup Arab
Melayu- secara bergantung persis pada masing-masing
kata dari teks-teks Al-Qur’an yang bersangkutan. Dua
karya ini terbit di Bandung, tanpa keterangan tahun dan
pengarangnya.
25
Yaitu terjemahan yang berusaha untuk menjelaskan
makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat
dengan struktur kata bahasa asal atau memperhatikan
struktur kalimatnya. al-Qaththan, loc. cit.
26
H. Mahmud Yunus, ibid., h. 465
27
Ibid. h. 517.
28
Ibid. h. 914.
29
Ibid.
30
Ibid. h. 758.
31
Ibid.
32
Ibid. h. 68.
33
Ibid.
34
Dalam kaitan ini, al-Qaththan menegaskan, bahwa
terjemah literal (harfiyyah) Al-Qur’an ke dalam bahasa
lain hukumnya haram, karena hasil terjemahan literal ini
terkadang tidak mencerminkan pengertian yang sempuma
sebagaimana pengertian yang dikandung oleh bahasa Al-
Qur’an itu sendiri. Lebih dari itu, menerjemahkan Al-

120

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


Qur’an secara literal ke dalam bahasa lain justru
menghilangkan nilai kemukjizatan al-Qur’an, baik dari
segi bahasanya sendiri, susunan hurufnya maupun gaya
bahasa (uslub-nya). Lihat al-Qattan, Op. cit., h. 313-314.
35
H. Mahmud Yunus, op. cit., h. 76-77. Pendapat
Mahmud Yunus di sini sesuai dengan pendapat al-Raziy
yang mengatakan, bahwa kata ‫ ﺗﻮﻓﻰ‬secara bahasa berarti
mematikan. Pengertian ini biasa digunakan dalam istilah
Arab: ‫( ﺗﻮﻓﺎه ﷲ اي ﻗﺒﺾ روﺣﮫ‬Allah mematikannya, yaitu
mencabut ruhnya) rnaka kata ‫ ﺗﻮف‬dalam istilah
ini benar-benar berarti telah mematikan. Lihat
Muhammad bin Abi Bakr bin `Abd al-Qadir al-Raziy,
Mukhtar al-Shihah (Beirut: Dar al-Kutub al`Ilmiyyah,
1415 H.l1994 M.), h. 373.
36
H. Mahmud Yunus, loc cit.
37
Ibid.
38
Ibid. h. 13.
39
al-Raghib al-Ashahaniy, Mu’jam Mufradat Alfâzh al-
Qur’ân (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), h. 28.
40
H. Mahmud Yunus, op. cit. h. 912.
41
Ibid., h. 218.
42
Ibid.
43
Ibid.
44
Ibid., h. vi.
45
Salah satu karya kebahasaannya yang cukup laris dan
hingga kini masih menjadi bahan rujukan adalah Kamus
Arab-Indonesia, terbitan PT. Hidakarya Agung Jakarta,
dan telah mengalami cetak ulang kesekian kali.
46
Ibid., h. ii (lampiran Kesimpulan Isi Al-Qur’an)
47
Ibid., h. iii
48
Ibid.
49
Lihat pengakuan penulisnya pada bagian pendahuluan,
ibid., h. iv.
50
Informasi mengenai jumlah naik cetak ini didasarkan
pada apa yang tertulis di bagian depan karyanya yang

121

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


terbit pada tahun 1983. Namun, pada karya ini penulisnya
tidak rnenyebutkan secara berurutan mengenai tahun
penerbitan, sehingga sangat sulit melacak urutan tahun
pada masing-masing terbitannya.
51
Ibid. (halaman pendahuluan), h. iii.
52
Ibid., h. v
53
Ibid., h. 911
54
Lihat Departemen Agama RI, (Al-Qur’an dan
Terjermahnya) pada halaman terakhir bagian pendahuluan.
55
Othman, Bacaan, (Sinagpura: Omar Brother
Publication, Ltd_, 1995), h. ii.
56
Terjemahan dua karya di atas terkadang bersifat
literal (harfiyah) dan terkadang maknawiy. Sedangkan
keterangan berupa catatan kaki diberikan pada istilah-
isfilah tertentu yang mengartdung pengertian kanotatif,
seperti ayat-ayat antropomorfis (mujassimah) yang
terdapat pada ayat 10 Surat al-Fath.
57
H. Mahmud Yunus, op, cit., h.
58
Lihat Misalnnya M. Said, Tarjamah Al-Quran al-Karim,
(Bandung: PT. Al-Ma'arif, 1987), h. 99.
59
H. Mahmud Yunus, op. cit., h. 146.
60
H. Mahmud Yunus, op. cit., h. 146.
61
Dalam Al-Qur’an, kata ‫ ﻗﺮوء‬hanya ditemukan satu kali,
yaitu ayat 228 Surat al-Baqarah diatas. Namun demikian,
secara bahasa kata ini merniliki dua arti sekaigus, yaitu
suci (‫ )اﻟﻄﮭﻮر‬dan haid (‫)اﻟﺤﯿﺾ‬. Lihat Ibn Faris, Mu’jam
al-Maqayis fi al-Lughah, Cet. II, (Beirut: Dar al-Fikr,
1418 H.h. 998 M.), h. 884.
62
Lihat Badr al-Din Muhanunad bin `Abdullah al-
Zarkasyi, al-Burhân fi `Ulûm al-Qur’ân, Juz 11 (Beirut:
Dar al-Kutub al-`Ilmiyyah, 1408 H./1988 M.), h. 163-164.

122

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


DAFTAR PUSTAKA

al-Asfahiniy, al-Raghib. Mu’jam Mufradât al Alfâz al-


Qur’ân, Beirut: Dar al-Fikr, t.th.
Azra, Azyumardi, Surau; Pendidikan Islam Tradisional
dalam Transisi dan Modernisasi, Ciputat: Logos
Wacana Ilmu, 2003, cet. I
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,
Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-
Qur'an Dept. Agama RI, 198311984.
Federspiel, Howard M. Popular Indonesian Literature
of the Quran, diterjemahkan oleh Tajul Arifin
dengan judul Kajian Al-Quran di Indonesia.
Bandung: Mizan, 1996.
Ghulayainiy, Mustafa. Jâmi' Durûs al- Arabiyyah, Juz
III, Beirut: al-Maktabat al`Asriyyah, 1415
H./1994 M.
Hamidi, H. Zainuddin dan Fachruddin HS, Tafsir
Quran, Cet. IV, Malaysia: Klang Books Centre,
1991.
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,
Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan, Jakarta: RajaGrafindo Persada,
1999, cet. III

123

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


Ibn Faris, Mu’jam al-Maqayis fi al-Lughah, Cet. II,
Beirut: Dar al-Fikr, 1418 H./1998 M.
Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam,
Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1999, cet. II
Mochtar, Affandi, Membedah Diskursus Pendidikan
Islam, Ciputat: Penerbit Kalimah, 2001, cet. I
“Mahmud Yunus: Pembaru Pendidikan Islam di
Indonesia”, dalam Jurnal Kominikasi Dunia
Perguruan “MADRASAH”, vol. 1, no. 2, 1996,
h. 30-38
Noer, Deliar, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1990-
1942, Jakarta: Pustaka LP3ES, 1996, cet. VIII
Othman, Bacaan, Singapura: Omar Brother Publication,
Ltd., 1995.
al-Qaththan. Mabâhis fi `Ulûm al-Qur’ân, Cet. III,
T.tp.: T.p., t.th.
Rifyal Ka’bah dkk., Pendidikan Islam di Indonesia dan
Mesir I, Kairo: Kedutaan Besar RI Bidang
Pendidikan dan Kebudayaan, 1983
a1-Raziy, Muhammad bin Abi Bakr bin `Abd al-Qadir.
Mukhtar al-Sihah, Beirut: Dar a1-Kutub al-
`Ilmiyyah, 1415 H.11994 M.
Said, M. Tarjamah Al-Qur’ân Al-Karîm, Bandung: PT.
Al-Ma'arif, 1987.
Steenbrink, Karel A, Pesantren Madrasah Sekolah,
Pendidikan Islam dalam Kurun Moderen (terj),
Jakarta: Pustaka LP3ES, 1994, cet. II
Yunus, H. Mahmud. Tafsir Quran Karim 30 Juz,
Djakarta: PT. Hidakarya Agung, 1983.

124

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)


---------, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia, Jakarta: Hidakarya Agung, 1996.
--------, Pengembangan Pendidikan Islam di Indonesia,
(pidato pada penerimaan gelar Doktor Honoris
Causa, dari IAIN Syarif Hidayatullah 15 Oktober
1977), Jakarta: Hidakarya Agung.
al-Zarkasyi, Badr al-Din Muhammad bin `Abdullah. al-
Burhân fi`Ulûm al-Qur'ân, Juz II, Beirut: Dar
al-Kutub al-`Ilmiyyah, 1408 H.11988 M.
Zuhaimi dkk. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,
Jakarta: Departemen Agama RI, 1986

125

Print to PDF without this message by purchasing novaPDF (http://www.novapdf.com/)

Anda mungkin juga menyukai