PDF Translator 1634635629446
PDF Translator 1634635629446
PENGANGGARAN PUBLIK, AKUNTANSI & MANAJEMEN KEUANGAN, 29 (1), 104-137 SPRING 2017
REFORMASI
REFORMASI AKUNTANSI
AKUNTANSI DAN
DAN PENGANGGARAN
PENGANGGARAN SEKTOR
SEKTOR PUBLIK
PUBLIK DI
DI
INDONESIA
INDONESIA (2003-2015):
(2003-2015): KEBINGUNGAN
KEBINGUNGAN DALAM
DALAM PELAKSANAAN
PELAKSANAAN
Tri Jatmiko Wahyu Prabowo, Philomena Leung, dan James Guthrie*
PENGANTAR
PENGANTAR
New Public Management (NPM) muncul sebagai reformasi sektor publik
gerakan di tahun 1980-an (Jones & Kettl, 2003; Kettl, 2000; Sahlin-
Anderson, 2000; Olson, Guthrie, & Humphrey, 1998a, 1998b; Tudung,
1995; Gray & Jenkins, 1995) dan reformasi sektor publik di beberapa
negara telah dimotivasi oleh prinsip-prinsip NPM. Jones dan Kettl
(2003) berpendapat bahwa reformasi di negara-negara barat (seperti Selandia Baru,
--------------------------------------------------
* Tri Jatmiko Wahyu Prabowo, Ph.D., dosen senior Akuntansi
Jurusan, Universitas Diponegoro, Indonesia. Minat penelitiannya ada di
penganggaran publik, akuntansi, dan audit. Philomena Leung, Ph.D., dan
James Guthrie, Ph.D., adalah Profesor Akuntansi dan Perusahaan
Departemen Tata Kelola, Universitas Macquarie, Australia. Profesor Leung
kepentingan penelitian dalam tata kelola perusahaan, audit dan etika.
Minat penelitian Profesor Guthrie adalah di bidang akuntansi sektor publik,
audit, akuntabilitas dan manajemen, sosial dan lingkungan
pelaporan.
METODE
METODE PENELITIAN
PENELITIAN
Penelitian ini mengidentifikasi bahan arsip yang tersedia untuk umum terkait
hingga tahap dan peristiwa kritis dalam reformasi publik Indonesia
akuntansi sektor, dan yang menjelaskan motivasi, pemikiran,
TINJAUAN
TINJAUAN REFORMASI
REFORMASI SEKTOR
SEKTOR PUBLIK
PUBLIK DI
DI INDONESIA
INDONESIA
Pemerintah Indonesia memulai reformasi sektor publik setelah
krisis mata uang Asia pada tahun 1998. Reformasi ini ditujukan untuk
mengembangkan kerangka hukum, yang sebelum krisis mata uang adalah
tidak efektif dalam mengatur sistem administrasi keuangan di
sektor publik di Indonesia. Sistem ini diwarisi dari Belanda
peraturan kolonial: (1) Indische Comptabiliteitswet (ICW) Stbl. 1925
448; (2) Indische Bedrijvenwet (IBW) Stbl. 1927 No. 419 jo. Stbl.
1936 Nomor 445; (3) Reglement voor het Administratief Beheer (RAB)
Stbl. 1933 No. 381. Meskipun Indonesia memperoleh kemerdekaan dari
Belanda pada tahun 1945, beberapa peraturan Belanda diadopsi oleh Indonesia
Pemerintah pada pergantian abad tetap ada.
Penyelenggaraan pemerintahan Indonesia berdasarkan hukum
peraturan. Peraturan-peraturan tersebut (dalam urutan menurun) adalah: (1) the
Konstitusi; (2) hukum; (3) peraturan pemerintah; (4) presiden
peraturan; (5) peraturan pemerintah daerah (GOI, 2004a). NS
Konstitusi hanya dapat diamandemen dengan ratifikasi Parlemen dan
Dewan Perwakilan Daerah (majelis tinggi). Hukum,
yang biasanya diprakarsai oleh Pemerintah Indonesia, dapat
disahkan hanya setelah mendapat ratifikasi dari DPR.
Peraturan pemerintah dan peraturan presiden disusun oleh
pemerintah pusat, dan tidak memerlukan konsensus dari
Parlemen. Akhirnya, peraturan pemerintah daerah disusun oleh kepala daerah
pemerintah, dan perlu disetujui oleh pemerintah daerah
parlemen.
Tabel 1 menguraikan isi undang-undang dan peraturan lainnya di
kaitannya dengan lima aspek NPM: (1) manajemen berorientasi pasar;
(2) penganggaran; (3) manajemen kinerja; (4) keuangan pemerintah
pelaporan; (5) audit sektor publik.
Reformasi sistem yang pertama adalah pengembangan yang berorientasi pasar
sistem manajemen. Pemerintah Indonesia mengadopsi sistem ini
dengan memperkenalkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Keuangan
untuk Penyelenggara Jasa Umum No. 23/2005. Peraturan tersebut merinci
ketentuan dalam Undang-Undang Perbendaharaan Negara Nomor 1 Tahun 2004, yang menyatakan bahwa:
Badan Layanan Umum (BLU) adalah
instansi pemerintah yang menyediakan barang atau jasa berdasarkan
produktivitas dan efisiensi, dan tidak mencari keuntungan (GOI, 2004c).
Menurut peraturan, Penyedia Layanan Umum (GSP) harus
TABEL
TABEL 11
Peraturan
Peraturan Indonesia
Indonesia dalam
dalam Perspektif
Perspektif NPFM
NPFM
NPFM
NPFM Cakupan
Cakupan
Konversi-
Konversi- aku
aku
jendral
jendral Peraturan AAA
Peraturan TA
RR
Taku
A
aku Aturan
Aturan dan
dan Regulasi
Regulasi yang
yang Disorot
Disorot
NPM
NPM nnCA
C
Elemen
Elemen
eC
CeLL
Hai
Hai
Presiden Menyatakan bahwa Penyelenggara Jasa Umum (Badan
Peraturan Layanan Umum/BLU) adalah instansi pemerintah,
Pasar- Keuangan yang menyediakan barang atau jasa berdasarkan
berorientasi Pengelolaan produktivitas dan efisiensi, bukan untuk keuntungan.
XX
XX
pengelolaan untuk Umum Menurut peraturan, Layanan Umum
sistem Melayani Penyedia (GSP) harus diberikan fleksibilitas untuk
Nomor Penyedia menerapkan praktik bisnis ke dalam pemerintahan
23/2005. agensi
Menyatakan bahwa kekuasaan tertinggi bagi negara
administrasi keuangan dipegang oleh presiden.
Lingkungan setempat Menyatakan bahwa kewenangan tersebut dilimpahkan kepada
Pemerintahan kepala pemerintahan daerah, termasuk kepala daerah
penganggaranUUUU 32/2004
32/2004 XX aset pemerintah dan pemerintah daerah
sistem administrasi keuangan yang terdiri dari keuangan
sistem pelaporan dan penganggaran.
Negara Memperkenalkan penganggaran kinerja dan
Hukum Keuangan XX
XX kerangka pengeluaran jangka menengah (MTEF) sebagai
17/2003 dasar dalam sistem penganggaran.
Memperkenalkan pengembangan kinerja
sistem pengukuran. Undang-undang juga menyatakan bahwa
Negara
sistem penganggaran kinerja tidak dapat
Hukum Keuangan
terpisah dari sistem pelaporan kinerja
17/2003
yang mengamanatkan lembaga pemerintah untuk mengevaluasi
dan mempublikasikan pencapaian tahun mereka saat ini ke
Pertunjukan publik
pengelolaan
sistem
Presiden
Peraturan
Pemerintah
Menyatakan bahwa instansi pemerintah harus
Akuntansi
XX
XX menginformasikan kepada publik tentang upaya dan hasil dalam
Standar
kaitannya dengan laporan yang sistematis dan terstruktur.
berdasarkan Penuh
Akrual No.
71/2010
Pemerintah Negara Mengatur bahwa presiden dan kepala daerah
pemerintah menyiapkan keuangan pemerintah
keuangan Hukum Keuangan laporan yang terdiri dari Laporan Anggaran
XX
XX
pelaporan 17/2003 Realisasi, Neraca, Laporan Arus Kas,
sistem dan Catatan Terkait yang terlampir
laporan keuangan perusahaan milik negara.
REFORMASI AKUNTANSI DAN PENGANGGARAN BIDANG PUBLIK DI INDONESIA 109
TABEL 1 (Lanjutan)
NPFM
NPFM Cakupan
Cakupan
Konversi-
Konversi- aku
aku
jendral
jendral Peraturan
Peraturan AA
A
RA aku
aku Aturan
Aturan dan
dan Regulasi
Regulasi yang
yang Disorot
Disorot
TR
T A
NPM
NPM nn
ee CA
C
Elemen
Elemen
CC L
Hai
LHai
Mengatur bahwa bentuk dan isi
laporan keuangan pemerintah harus di
sesuai dengan Akuntansi Pemerintah
Standar (GAS).
Mengatur bahwa GAS harus disiapkan oleh a
komite penyusun standar, dan harus
diundangkan dengan Peraturan Pemerintah
setelah mendapat nasehat dari Yang Mahatinggi
Lembaga Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
(Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK).
Presiden Memperkenalkan sistem akuntansi akrual penuh di
Peraturan penyusunan laporan keuangan pemerintah.
Pemerintah
Akuntansi
Standar
berdasarkan Penuh
Akrual No.
71/2010
Negara Memperkenalkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia (Badan Pemeriksa
Hukum Audit
XX
XX Keuangan atau BPK) adalah satu-satunya organisasi dengan
15/2004
kewenangan untuk melakukan audit keuangan di
Sektor publik pemerintah.
audit
sistem Negara Memperkenalkan audit kinerja (audit untuk 'Nilai'
Untuk Uang”), selain audit keuangan dan
Hukum Audit
pemeriksaan untuk tujuan khusus. Penampilan
15/2004
audit mengukur ekonomi, efisiensi dan
efektifitas penyelenggaraan pemerintahan.
juga diberikan fleksibilitas dalam menerapkan praktik bisnis ke dalam
instansi pemerintah (GOI, 2005a). Peraturan tersebut dimaksudkan untuk memberikan
peluang untuk bersaing di antara penyedia layanan, baik swasta maupun
organisasi publik.
Pada tahun 1999, pemerintah Indonesia memberlakukan Undang-Undang tentang Daerah
Pemerintahan Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Perimbangan Keuangan Nomor 25 Tahun 1999.
Undang-undang mendefinisikan kembali arti otonomi daerah, untuk mengubah hukum
kerangka otoritas lokal, untuk merevisi aturan yang digunakan oleh para pemimpin lokal
(yaitu, gubernur provinsi dan walikota kabupaten) dipilih
PENYELENGGARAAN
PENYELENGGARAAN ANTARA
ANTARA
REFORMASI
REFORMASI DAN
DAN NPM
NPM SEKTOR
SEKTOR PUBLIK
PUBLIK INDONESIA
INDONESIA
Lima subbagian berikut membahas adopsi setiap aspek:
reformasi sektor publik Indonesia dan bagaimana hal itu sejalan dengan NPM
filsafat.
Sistem
Sistem berorientasi
berorientasi pasar
pasar
Sistem berorientasi pasar dibangun berdasarkan doktrin
bahwa mekanisme pasar akan memaksa organisasi layanan publik untuk
fokus pada efisiensi, efektivitas, dan kualitas layanan. Sistem
memandang organisasi sektor publik sebagai penjual, dan warga negara sebagai pelanggan.
Dalam sistem pasar, untuk memperoleh pelayanan tertentu, warga negara harus
mengucurkan uang. Di sisi lain, penyedia layanan publik harus mengatur
harga dan kualitas yang tepat untuk layanan yang mereka berikan.
Pelanggan harus diberikan berbagai layanan alternatif
menawarkan kualitas yang berbeda dan biaya yang berbeda, sehingga memberikan pelanggan
dengan pilihan dalam memilih layanan yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka. Di bawah
sistem pasar, lembaga pelayanan publik didorong untuk bersaing
satu sama lain untuk memberikan layanan terbaik kepada pelanggan.
Sektor pelayanan publik tidak diperlakukan sebagai penyedia monopoli
karena monopoli mengekang persaingan dan inovasi, dan mengekang
pelanggan dalam memperoleh pelayanan terbaik dengan harga terendah. Karena
pelanggan memiliki kebebasan untuk memilih layanan yang mereka sukai,
transaksi antara penyedia layanan publik dan konsumen berada di
panjang lengan. Penyedia layanan publik tidak hanya harus bersaing dengan yang lain
penyedia layanan publik tetapi juga menganggap bisnis swasta sebagai
saingan. Persaingan mendorong entitas sektor swasta dan publik untuk
memberikan standar kinerja yang sama, seperti standar untuk
kualitas pelayanan.
Sementara literatur mengakui bahwa persaingan tidak akan menyelesaikan
semua masalah di sektor publik, ada pandangan yang mungkin memberikan
beberapa keuntungan bagi organisasi sektor publik (Osborne & Gaebler,
1992), dalam hal (i) menciptakan efisiensi, (ii) memberantas monopoli
pelayanan publik, (iii) memaksa penyedia layanan publik untuk menanggapi
kebutuhan pelanggan, (iv) mendorong inovasi, dan (v) meningkatkan publik
etos kerja pelayan. Inggris dkk. (2005) berpendapat bahwa persaingan dan
pendekatan kuasi-pasar diperlukan di sektor publik untuk
menerapkan NPM. Osborne dan Gaebler (1992) menjelaskan empat jenis
kompetisi yang diterapkan di seluruh AS: (1) kompetisi antara
sektor publik dan perusahaan swasta dalam penyediaan layanan; (2)
persaingan antar perusahaan swasta dalam menjual barang dan jasa kepada
pemerintah dan sektor publik lainnya; (3) persaingan antar masyarakat
lembaga pelayanan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat; dan (4)
persaingan antara penyedia lembaga pemerintah dalam
pemerintah dalam menyediakan barang dan jasa bagi pemerintah lainnya
lembaga.
Untuk mendorong persaingan antar penyedia layanan publik,
lembaga pemerintah perlu diperlakukan sebagai independen
bisnis meskipun mereka masih milik pemerintah. Itu
organisasi disebut semi-otonom 'non-pemerintah'
organisasi' atau 'quango'. Organisasi diperlakukan sebagai biaya
organisasi pusat atau pusat laba. Performa dari
organisasi akan diukur menurut biaya yang dikeluarkan atau keuntungan
dihasilkan serta langkah-langkah lain, seperti kualitas layanan, untuk
Misalnya, waktu tunggu pasien di rumah sakit. Untuk mencapai malam
pemerintah, sekolah dasar dan menengah dan rumah sakit lokal adalah
organisasi yang dapat dianggap sebagai GSP.
Namun, GSP di Indonesia tidak memiliki kualitas yang sama dengan
'quango' di NPM. Pejabat pemerintah GSP tidak diberikan
fleksibilitas untuk mengelola bisnis mereka seperti manajer perusahaan. Untuk
misalnya, pejabat pemerintah harus mematuhi setidaknya 22 peraturan
(yang terdiri dari lima undang-undang, satu peraturan pemerintah, satu
peraturan presiden, 11 peraturan menteri keuangan, dan empat
peraturan direktur jenderal perbendaharaan). Selain itu, mereka harus
mematuhi banyak peraturan dalam pelaporan keuangan pemerintah dan
sistem penganggaran. Ketidakfleksibelan membuat GSP sulit untuk menjadi
kompetitif dengan cara yang sama sebagai entitas bisnis.
GSP tidak sepenuhnya lepas dari birokrasi pemerintah karena
mereka masih bertanggung jawab atas anggaran pemerintah dan jenis pemerintah
laporan keuangan. Anggaran dan laporan tersebut harus dimasukkan ke dalam
anggaran dan laporan kementerian. Selain itu, karyawan GSP adalah
pelayan publik. Selanjutnya, GSP adalah bagian dari kementerian. Mereka
bertanggung jawab kepada publik melalui parlemen. Ini membuat perpisahan
antara kegiatan politik dan penyediaan layanan sulit dicapai.
Reformasi
Reformasi Sistem
Sistem Penganggaran
Penganggaran
UU Keuangan Negara No. 17/2003 mengatur aturan umum
untuk proses penganggaran di Indonesia. Undang-undang mengharuskan
pemerintah (pemerintah daerah dan pusat) tidak hanya mempersiapkan
anggaran tetapi juga mempublikasikannya. Di Indonesia, anggaran perlu disetujui
dan diratifikasi oleh DPR sebelum dapat dilaksanakan dan
dirilis ke publik. Anggaran yang disahkan adalah dokumen hukum.
Akibatnya, eksekutif harus mematuhi anggaran dalam
pengeluaran di tahun berikutnya. Selisih dari anggaran, di
persyaratan akun dan jumlah moneter, setara dengan melanggar
hukum.
Juga, UU menyatakan bahwa pemerintah harus mengadopsi “anggaran”
kinerja berbasis sistem.” Blondal, Hawkesworth, dan Choi (2009)
mengkritisi penerapan sistem penganggaran. Mereka berpendapat bahwa,
pada tataran praktis, sistem penganggaran bersifat kaku, baik dari segi
akun dan prosedur. Kekakuan ini membatasi fleksibilitas uang tunai
pengeluaran di tahun berikutnya. Akun yang ditekankan di
proses penganggaran adalah 'line - budgeting system'. Secara konseptual,
'line - budgeting system' membutuhkan informasi input yang detail, seperti
mengalokasikan sumber daya hanya dengan menambah anggaran sebelumnya dengan tetap
persentase (atau pada margin), reformasi NPM ditujukan untuk memberantas
praktek-praktek itu. Jones dan Pendlebury (1984) berpendapat bahwa item baris
penganggaran tidak boleh diadopsi dalam pemerintahan modern
administrasi, dan digantikan oleh penganggaran berbasis program atau
pendekatan penganggaran baru lainnya. Pemerintah Australia menggantikan
anggaran item baris yang tahan lama dengan sistem penganggaran yang lebih bermanfaat
pada akhir 1980-an (Funnell dan Cooper, 1998).
Ada kontradiksi dalam penerapan 'berbasis sistem anggaran'
pada kinerja' di Indonesia. Sedangkan UU Keuangan Negara
menekankan penerapan sistem penganggaran berbasis kinerja,
peraturan yang lebih rendah (seperti peraturan pemerintah dan presiden
peraturan) memperkuat praktik item baris dan inkremental
penganggaran.
Reformasi
Reformasi Sistem
Sistem Manajemen
Manajemen Kinerja
Kinerja
UU Keuangan Negara 17/2003 menyatakan bahwa 'sistem anggaran'
berdasarkan kinerja' tidak dapat dipisahkan dari kinerja
sistem pelaporan yang mengharuskan instansi pemerintah untuk mengevaluasi dan
mempublikasikan prestasi mereka selama satu tahun kepada publik (GOI, 2003). NS
kinerja harus dicocokkan dengan hasil yang diharapkan yang ditunjukkan dalam
dokumen anggaran setahun sebelumnya. Dari perspektif NPFM, ini adalah
sejalan dengan pelaksanaan reformasi sistem ketiga. A
sistem manajemen kinerja terdiri dari integrasi non-
indikator kinerja keuangan dengan sistem anggaran. Sistem
membutuhkan penggabungan akuntansi keuangan dan manajemen
sistem serta informasi ekonomi lainnya menjadi satu kesatuan yang integratif
sistem (Olson, Guthrie, & Humphrey, 1998b).
Peraturan yang mengatur sistem pelaporan kinerja adalah
Peraturan Presiden tentang: Kinerja dan Pelaporan Keuangan untuk
Instansi Pemerintah No. 8/2006. Menurut peraturan tersebut,
laporan kinerja pemerintah harus dirilis untuk
mematuhi akuntabilitas publik atau untuk memenuhi kewajiban pemerintah untuk
bertanggung jawab kepada publik (GOI, 2006a).
Dua istilah sering digunakan secara bergantian: 'kinerja'
pengukuran' dan 'manajemen kinerja'. Pertunjukan
pengukuran dapat didefinisikan secara sederhana sebagai proses pengukuran
kinerja, sedangkan 'manajemen kinerja' tidak hanya terdiri dari
'pengukuran kinerja' , tetapi juga tahapan yang digunakan untuk
Reformasi
Reformasi Sistem
Sistem Pelaporan
Pelaporan Keuangan
Keuangan
Indonesia telah berkomitmen untuk mengadopsi akuntansi akrual penuh
sistem (GOI, 2010), sebagaimana dinyatakan oleh Peraturan Pemerintah
Akuntansi Pemerintahan (GAS) No. 71/2010. Namun, pemerintah
(lokal dan pusat) masih dapat memanfaatkan 'cash menuju akrual'
sistem penyusunan laporan keuangan pemerintah sampai dengan tahun 2015.
penerapan sistem akuntansi akrual penuh adalah wajib untuk
laporan keuangan pemerintah yang berakhir 31 Desember 2015
(Simanjuntak, 2010). GAS mengatur bahwa pendapatan, beban, aset,
kewajiban, dan ekuitas harus diakui pada 'basis akrual' (lihat Pemerintah Indonesia,
2010).
dana yang dicairkan selama setahun, dan membandingkan pengeluaran tersebut dengan
anggaran. Laporan ini diberi judul Laporan Perhitungan Anggaran
(Laporan Perhitungan Anggaran) dan catatan terkait. Tambahan,
tidak ada laporan lain, seperti neraca, laporan arus kas,
dan laporan ekuitas. Pada periode sebelum tahun 2005, tidak ada
persyaratan laporan untuk diaudit oleh pihak independen eksternal
auditor. Prosedur audit, yang biasanya dilakukan pada saat itu
waktu, adalah audit kepatuhan, yang memeriksa bagaimana pemerintah
praktek sesuai dengan peraturan pemerintah.
Dari perspektif NPM, Groot dan Budding (2008) mencatat bahwa
menggantikan akuntansi kas tradisional dengan akuntansi akrual adalah
penting untuk meningkatkan proses pelaporan keuangan, karena dapat
dasar bagi manajemen pelayanan publik untuk mengambil keputusan dan untuk
akuntabilitas (Hyndman & Connolly, 2011; Christiaens & Rommel,
2008). Hyndman dan Connolly (2011) menegaskan bahwa informasi
dihasilkan oleh sistem berbasis kas bias, sedangkan informasi
disediakan melalui sistem berbasis akrual mengarah pada informasi
keputusan karena adalah mungkin untuk menghitung biaya peluang dari
modal. Informasi yang dihasilkan oleh sistem berbasis kas dapat
salah menggambarkan biaya pemerintah yang sebenarnya (Hyndman dan Connolly,
2011). Informasi akuntansi akrual harus berguna dalam mengevaluasi
kinerja pemerintah dalam hal efisiensi, biaya pelayanan,
dan kinerja (der Hoek, 2005) dan memberikan informasi untuk
pengambilan keputusan (Hyndman & Connolly, 2011; Lapsley, Mussari, &
Paulson, 2009; pirang, 2003; Lapsley, 1999).
Namun, sistem pelaporan keuangan pemerintah di Indonesia
tidak dimaksudkan untuk memberikan informasi untuk pengambilan keputusan internal. NS
tujuan dari proses pelaporan keuangan pemerintah, seperti yang tertulis dalam
GAS (2010, hal. 8) adalah:
Pelaporan keuangan pemerintah harus menyajikan informasi
yang berguna bagi pengguna dalam mengevaluasi akuntabilitas; dan
pengambilan keputusan ekonomi, sosial, dan politik melalui: (i)
memberikan informasi tentang sumber daya, alokasi, dan pemanfaatan
sumber daya keuangan; (ii) memberikan informasi mengenai
kecukupan pendapatan saat ini untuk penyaluran pembiayaan; (aku aku aku)
memberikan informasi tidak hanya tentang seberapa ekonomis
sumber daya yang telah digunakan tetapi juga kinerja yang
telah tercapai; (iv) memberikan informasi terkait dengan
cara memperoleh dana untuk membiayai kegiatan pemerintah, dan
berapa banyak uang tunai yang dibutuhkan; (v) memberikan informasi tentang
posisi keuangan dan sumber pendapatan jangka panjang dan pendek,
seperti dari penerimaan pajak dan pinjaman; (vi) memberikan informasi
mengenai posisi keuangan entitas pelapor, apakah
ada kenaikan atau penurunan, sebagai akibat dari pemerintah
operasi dan aktivitas selama periode pelaporan.
Hal ini menunjukkan bahwa pelaporan keuangan pemerintah di Indonesia adalah
tidak dimaksudkan untuk memberikan informasi yang akan digunakan oleh manajemen untuk
mengambil keputusan. Selanjutnya, kerangka konseptual GAS
menyatakan bahwa sistem akuntansi pemerintah harus menekankan
penyediaan informasi tujuan umum untuk pengguna eksternal dari
pemerintah, seperti publik, parlemen, pemerintah, dan
organisasi yang menyediakan dana, dalam bentuk donasi, investasi,
dan pinjaman (lihat, Pemerintah Indonesia, 2010). Standar akuntansi tidak menyebutkan
bahwa manajemen internal adalah pengguna laporan keuangan pemerintah untuk
menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan laporan keuangan.
Dari sudut pandang Guthrie (1998), sistem akuntansi akrual
di Indonesia dapat dikategorikan sebagai Accrual Financial Reporting (AFR)
dan Whole of Government Reporting (WGR). AFR mengacu pada sistem
yang menekankan pada penyusunan laporan keuangan tahunan pemerintah
laporan berdasarkan sistem akrual. Sistem akuntansi di
departemen dan lembaga negara yang lebih tinggi lainnya menggunakan sistem AFR untuk
menghasilkan laporan keuangan yang tidak harus dikonsolidasikan untuk
laporan keuangan konsolidasi komprehensif. orang indonesia
sistem akuntansi akrual juga dapat dilihat sebagai WGR karena
penekanan pada pembuatan laporan keuangan pemerintah yang komprehensif.
Namun, sistem akuntansi Indonesia tidak dapat dikaitkan dengan
sistem manajemen akrual karena tujuannya adalah untuk menyediakan
informasi bagi manajemen internal pemerintah. Juga, itu tidak bisa
diidentifikasi sebagai penganggaran akrual karena penganggaran Indonesia
sistem masih menggunakan cash basis.
Sulit bagi sistem akuntansi di Indonesia untuk menghasilkan
informasi yang berguna secara internal untuk pengambilan keputusan manajemen
karena sistem akuntansi pemerintahan dibangun di atas rule-based
sistem. Secara teoritis, sistem berbasis aturan mengharuskan entitas
harus mengikuti banyak aturan akuntansi terperinci untuk mematuhi
GAAP. Seorang pembuat standar akuntansi mengumumkan
aturan akuntansi untuk setiap entitas tertentu dan untuk setiap kasus khusus. NS
entitas harus memahami dan mengikuti semua aturan akuntansi rinci.
REFORMASI AKUNTANSI DAN PENGANGGARAN BIDANG PUBLIK DI INDONESIA 121
Reformasi
Reformasi Sistem
Sistem Audit
Audit
Sistem reformasi kelima adalah pengembangan internal dan
sistem audit pelayanan publik eksternal. Untuk melakukan reformasi ini,
Pemerintah Indonesia mencanangkan Undang-Undang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Nomor 15 Tahun 2004
dan UU Lembaga Pemeriksa Keuangan No. 15/2006, yang
memperkenalkan Lembaga Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
(Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK) sebagai satu-satunya organisasi dengan
kewenangan untuk melakukan audit di pemerintah (daerah dan pusat)
pemerintah) dan lembaga tinggi negara lainnya, seperti
DPR dan Mahkamah Agung. Hukum juga mengidentifikasi tiga jenis:
pemeriksaan yang dapat dilakukan oleh Lembaga Pemeriksa Keuangan:
audit keuangan; audit kinerja; dan audit untuk tujuan khusus. NS
Undang-undang juga mengharuskan laporan audit diserahkan ke parlemen, dan harus
tersedia untuk umum (GOI, 2004b, 2006b).
UU tersebut menggantikan UU Lembaga Pemeriksa Keuangan No.
5/1973. Nasution, selaku ketua BPK,
menyatakan bahwa UU yang lama tidak memberikan independensi yang memadai bagi
Lembaga untuk melakukan prosedur audit, dan pedoman yang jelas untuk
Institusi yang harus dipertanggungjawabkan kepada publik (Nasution, 2008). Di dalam
Sebaliknya, UU baru menempatkan Lembaga pada tingkat yang sama
kewenangan dengan legislatif (Parlemen) dan eksekutif (the
Presiden).
Sebagai bagian integral dari reformasi sistem audit, Audit Tertinggi
Institusi mengajukan dua peraturan. Audit keuangan negara
standar (Peraturan Lembaga Pemeriksa Keuangan No. 1/2007)
dan kode etik auditor pemerintah (Peraturan
Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan No. 2/2011). Berdasarkan
standar auditing, audit keuangan dimaksudkan untuk memberikan
keyakinan memadai bahwa laporan keuangan telah disajikan
memadai sesuai dengan GAAP.
Selanjutnya, peraturan tersebut juga mensyaratkan bahwa audit harus
dirancang untuk mendeteksi pelanggaran ringan, penipuan, dan penyalahgunaan (SAI, 2007).
Karena korupsi adalah jenis pelanggaran ringan, audit dimaksudkan untuk
mendeteksi praktik korupsi dan kolusi di sektor publik. Untuk itu
Sebab, laporan audit memuat catatan yang mengindikasikan korupsi oleh publik
pelayan. Nasution menyatakan bahwa BPK memiliki
peran utama tertentu: (1) kerjasama dengan instansi pemerintah lainnya
dalam memerangi korupsi, kolusi dan nepotisme; (2) meningkatkan
KEBINGUNGAN
KEBINGUNGAN DALAM
DALAM REFORMASI
REFORMASI SEKTOR
SEKTOR PUBLIK
PUBLIK INDONESIA
INDONESIA
Berdasarkan pembahasan di atas masing-masing dari kelima aspek tersebut
reformasi, makalah ini menemukan bahwa ada perbedaan antara
adopsi reformasi sektor publik Indonesia dan gagasan utama
mendasari NPM. Kami memberi label perbedaan ini 'kebingungan'. NS
Konsep 'kebingungan' digunakan oleh Bowerman (1998) untuk merujuk pada kekurangan
kejelasan atau antisipasi sebelum melakukan program reformasi
(Bowerman, 1998). Kebingungan terjadi ketika ada
inkonsistensi dalam konsep yang harus jelas untuk mengembangkan a
kerangka kerja praktis yang mendukung implementasi. Dalam beberapa kasus,
ada juga kontradiksi antara peraturan formal (adopsi)
dan teknik (bagaimana peraturan tersebut diimplementasikan). Kebingungan
mungkin ada dalam terminologi konsep, ruang lingkup, dan efek dari reformasi.
Kebingungan menyebabkan reformasi menjadi terfragmentasi atau tidak terselesaikan dan menjadi
memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan. Misalnya, audit dalam bahasa Indonesia
sektor publik menekankan audit kepatuhan untuk mendeteksi korupsi dan
pelanggaran ringan lainnya di entitas sektor publik. Amalan-amalan itu adalah
berbeda dari praktik audit di banyak negara maju, yang
menekankan pemantauan penyediaan layanan dan meninjau efisiensi
dan efektivitas organisasi pelayanan publik.
Bowerman (1998), dalam membahas kontradiksi NPM
konsep, mengidentifikasi dua istilah — 'paradoks' dan 'ketegangan' — terkait dengan
kegagalan reformasi, yaitu kondisi yang dijanjikan tidak tercipta. Pertama,
konsep 'paradoks' menyiratkan kontradiksi antara yang diharapkan
Pendekatan ini ditujukan untuk mencegah korupsi, bukan untuk meningkatkan efisiensi
dan efektivitas.
Peraturan akuntansi, oleh karena itu, adalah sistem berbasis aturan. Di dalam
mengandalkan sistem berbasis aturan, tidak fleksibel bagi pejabat pemerintah dalam
mengelola instansi pemerintah sudah berurat berakar. Berbasis aturan
sistem adalah praktik yang bertentangan dengan filosofi NPM. Tujuan dari
reformasi sistem pelaporan keuangan tidak konsisten dengan
prinsip-prinsip NPM, yang ditujukan untuk mempromosikan kegunaan keputusan
untuk manajer. Agar dapat menghasilkan informasi untuk pengambilan keputusan,
pembuatannya, sistem akuntansi harus fleksibel, memungkinkan untuk
manajer untuk memiliki keleluasaan dalam mengambil keputusan.
Tulisan ini tidak menyimpulkan bahwa reformasi Indonesia telah
gagal karena kebingungan ini. Penelitian diperlukan untuk memahami
motivasi yang mendasari reformasi sektor publik di Indonesia.
Penelitian tersebut berguna sebagai titik awal untuk penelitian selanjutnya tentang
reformasi sektor publik di Indonesia. Sebuah jalan untuk penelitian masa depan adalah
paradoks dan ketegangan dalam reformasi sektor publik di Indonesia, yaitu
tidak dieksplorasi dalam makalah ini. Penelitian dengan menggunakan metode observasi dapat
memberikan pemahaman tentang implementasi dan praktik yang sebenarnya
reformasi sektor publik, dan juga dampak reformasi pada publik
perilaku dan kualitas pelayanan pelayan.
REFERENSI
REFERENSI
Blondal, JR (2003). “ Akuntansi dan Penganggaran Akrual: Isu Utama
dan Perkembangan Terakhir. ” Jurnal Penganggaran OECD , 3: 43 –
131.
Blondal, JR, Hawkesworth, I., & Choi, HD (2009). “Penganggaran dalam
Indonesia. ” Jurnal Penganggaran OECD, 2 : 1 – 31.
Bowerman, M. (1998). “Pengelolaan Keuangan Sektor Publik
Reformasi: Kebingungan, Ketegangan dan Paradoks. Dalam O. Olson, J.
Guthrie, J. & C. Humphrey (Eds.), Peringatan Global! Debat
Perkembangan Internasional dalam Keuangan Publik Baru. (hal. 400 – 414).
Oslo, Norwegia: Cappelen Akademisk Forlag.
Broadbent, J. & Guthrie, J. (1992). “ Perubahan di Sektor Publik: A
Review Riset Akuntansi 'Alternatif' Terbaru. ” Akuntansi,
Jurnal Audit dan Akuntabilitas, 5 : 3 – 31.
Dunleavy, P., Margetts, H., Bastow, S., & Tinkler, J. (2006). “Publik Baru
Manajemen Sudah Mati — Hidup Tata Kelola Era Digital. " Jurnal
Penelitian dan Teori Administrasi Publik, 16 : 467 – 494.
Ellwood, S., & Newberry, S. (2007). “ Akuntansi Akrual Sektor Publik:
Melembagakan Prinsip Neo-Liberal? ”Akuntansi, Audit dan
Jurnal Akuntabilitas, 20 : 549 – 573.
Inggris, LM, Guthrie, J. & Parker, LD (2005). “ Sektor Publik Terbaru
Perubahan Manajemen Keuangan di Australia. Dalam J. Guthrie, C.
Humphrey, LR Jones, & O. Olson (Eds.), Publik Internasional
Reformasi Manajemen Keuangan: Kemajuan, Kontradiksi, dan
Tantangan. (hal. 23 – 54). Greenwich, CT: Era Informasi
Penerbitan.
Corong, W. & Cooper, K. (1998). Akuntansi Sektor Publik dan
Akuntabilitas di Australia. Sydney, Australia, Universitas Baru
South Wales Press Ltd.
GOI (Pemerintah Indonesia) (2003). Undang-Undang [Hukum]:
Keuangan Negara [Keuangan Negara]. Nomor 17 Tahun 2003. Jakarta,
Indonesia: Pengarang.
GOI (Pemerintah Indonesia) (2004a ). Undang-Undang [Hukum]:
Peraturan Perundang-Undangan [Tata Cara .]
Kembangkan Peraturan Hukum Pemerintah]. 10/2004. Jakarta,
Indonesia: Pengarang.
GOI (Pemerintah Indonesia) (2004b ). Undang-Undang [Hukum]:
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
[Hukum Pemeriksaan Manajemen dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara Nomor 15 Tahun 2004]. Nomor 15 Tahun 2004.
Jakarta, Indonesia: Penulis.
GOI (Pemerintah Indonesia) (2004c). Undang-Undang [Hukum]:
Perbendaharaan Negara [Perbendaharaan Negara]. Nomor 1 Tahun 2004 . Jakarta,
Indonesia: Pengarang.
GOI (Pemerintah Indonesia) (2005a). Peraturan Pemerintah
Peraturan Pemerintah]: Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum [Manajemen Keuangan untuk Layanan Umum
Pemberi]. Nomor 23/2005. Jakarta, Indonesia: Penulis.
GOI (Pemerintah Indonesia) (2005b ). Peraturan Pemerintah
Peraturan Pemerintah]: Standar Akuntansi Pemerintahan -
REFORMASI AKUNTANSI DAN PENGANGGARAN BIDANG PUBLIK DI INDONESIA 131