Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

INFAQ DAN SEDEKAH SEBAGAI INSTRUMEN


IVESTASI PUBLIK

Nama Dosen Pengampu : Hendro Lisa, SE. MM

DISUSUN OLEH
Della Aprita
Muthia Nabeila
Yuni

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH (ESy)


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
AULIAURRASYIDIN-TEMBILAHAN
T.A. 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang mana
berkat rahmat dan hidayahnya penyusun dapat menyelasaikan tugas makalah yang
berjudul “Hadits Tentang Zakat, Infaq dan Sedekah” yang diajukan pada mata
kuliah Ulumul Hadits dan Hadits Ekonomi.
Makalah ini kami susun berat kerja sama dan bantuan dari pihak-pihak yang
terkait dan mengambil rujukan dari beberapa sumber, maka dari itu kami
mengucapkan banyak terima kasih pada semua pihak yang ikut berperan aktif
dalam terselesaikannya makalah ini. Terima kasih juga kami sampaikan kepada
Bapak Muhammad Yani., S.Ag.M.Pd selaku dosen mata kuliah yang telah
membimbing dan memberikan materi kepada kami.
Dalam penyusunan satiap makalah tidak ada yang namanya sempurna yang
lepas dari yang namanya kekurangan karena kesempurnaan hanyalah milik Allah.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
untuk tugas makalah ini. Dan penulis berharap semoga makalah ini dapat
memberikan ilmu dan bermanfaat bagi pembaca.

Tembilahan, 31 Maret 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar.......................................................................................................i
Daftar isi...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................1
C. Tujuan.......................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................2
A. Infaq..........................................................................................................4
1. Pengartian Infaq..................................................................................4
2. Hikmah Infaq......................................................................................4
3. Macam-Macam Infaq..........................................................................5
B. Sedekah.....................................................................................................5
1. Pengertian Sedekah.............................................................................5
2. Hikmah Sedekah.................................................................................6
3. Macam-Macam Sedekah.....................................................................6
BAB III PENUTUP.............................................................................................7
A. Kesimpulan...............................................................................................7
B. Saran.........................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................8

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istilah zakat, infaq dan sedekah menunjuk kepada suatu pengertian yaitu
sesuatu yang dikeluarkan. zakat, infaq dan sedekah memiliki persamaan dalam
peranan memberikan kontribusi yang signifikan dalam pengentasan kemiskinan.
Adapun perbedaannya yaitu zakat hukumnya wajin sedangkan infaq dan
sedekah itu hukumnya sunnah, atau zakat yang dimaksud adalah sesuatu yang
wajib dikeluarkan dan sementara infaq dan sedekah adalah istilah yang digunakan
untuk sesuatu yang tidak wajib dikeluarkan, Jadi pengeluarannya yang sifatnya
sukarela itu yang disebut infaq dan sedekah.
Zakat ditentukan nisabnya sedangkan infaq dan sedekah tidak memiliki batas,
zakat ditentukan siapa saja yang berhak menerimanya sedangkan infaq dan
sedekah boleh diberikan kepada siapa aja.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi pembahasan permasalahan
dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian dariinfaq dan sedekah?
2. Apa perbedaan dari zakat, infaq dan sedekah?
3. Infaq dan shadaqah dalam konteks ekonomi?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Infaq
1. Pengartian Infaq
Secara lughawi (etimologis) infaq berasal dari akar kata n-f-q ‫ نفض‬yang berarti
membelanjankan harta. Dalam istilah fiqih infaq (infak) adalah mengeluarkan atau
membelanjakan harta yang baik untuk perkara ibadah (mendapat pahala) atau
perkara yang dibolehkan.
Anjuran berinfaq kepada yang menjadi tanggungannya
‫هُ َعلَى‬Eُ‫ا ٌر يُ ْنفِق‬EEَ‫ ُل ِدين‬E‫َار يُ ْنفِقُهُ ال َّر ُج‬ َ ‫م أَ ْف‬Eَ َّ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسل‬
ٍ ‫ض ُل ِدين‬ َ ِ ‫ع َْن ثَوْ بَانَ قَا َل قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬
َ Eَ‫يل هَّللا ِ َو ِدينَا ٌر يُ ْنفِقُهُ َعلَى أَصْ َحابِ ِه فِي َسبِي ِل هَّللا ِ ق‬
‫ال‬E ِ ِ‫ِعيَالِ ِه َو ِدينَا ٌر يُ ْنفِقُهُ ال َّر ُج ُل َعلَى دَابَّتِ ِه فِي َسب‬
‫َار‬
ٍ ‫صغ‬ِ ‫ال‬ ُ ِ‫أَبُو قِاَل بَةَ َوبَدَأَ بِ ْال ِعيَا ِل ثُ َّم قَا َل أَبُو قِاَل بَةَ َوأَيُّ َر ُج ٍل أَ ْعظَ ُم أَجْ رًا ِم ْن َرج ٍُل يُ ْنف‬
ٍ َ‫ق َعلَى ِعي‬
‫ي ُِعفُّهُ ْم أَوْ يَ ْنفَ ُعهُ ْم هَّللا ُ بِ ِه َويُ ْغنِي ِه ْم‬

Dari Tsauban ia berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaiki wasallam bersabda :


“sebaik-baik dinar (uang atau harta) yang dinafkahkan seseorang, ialah yang
dinafkahkan untuk keluarganya,untuk ternak yang dipeliharanya, untuk
kepentingan membela agama Allah dan nafkah untuk para sahabatnya yang
berpegang dijalan Allah”. Abu Qilabah berkata : Beliau memulainya dengan
keluarga. “ Kemudian Abu Qilabah berkata : dan laki-laki manakah yang lebih
besar pahalanya dari seorang laki-laki yang berinfak kepada keluarga kecil,
memuliakan mereka yang dengannya Allah memberikan manfaat dan memberikan
kecukupan bagi mereka”. (Muslim: 1660)

2. Hikmah Infaq
a. Untuk mengangakat kehidupan orang yang fakir untuk hidup yang layak.
b. Supaya tidak nampak perbedaan yang terlalu mencolok antara si kaya
dan si miskin.
c. Kehidupan dalam masyarakat tanpa ada yang berinfaq yang kaya boros
yang miskin akan ada revolusi kelaparan yaitu orang-orang yang miskin

1
akan berontak, harta bukan hanya keliling kepada orang-orang yang kaya
saja.

3. Macam-Macam Infaq
Infaq secara hukum terbagi menjadi empat macam, diantaranya adalah sebagai
berikut :
a. Infaq adalah Mubah merupakan sebuah tindakan mengeluarkan harta
untuk perkara mubah, seperti : berdagang dan bercocok tanam.
b. Infaq adalah Wajib merupakan pengeluaran harta untuk perkara yang
wajib, seperti : membayar mahar (maskawin), menafkahi istri dan
menafkahi istri yang ditalak dan masih dalam keadaan iddah.
c. Infaq adalah Haram merupakan sebuah tindakan mengeluarkan harta
dengan tujuan yang diharamkan, seperti : infaqnya orang kafir untuk
menghalangi syiar Islam dan infaqnya orang Islam kepada fakir miskin
tapi tidak karena Allah.
d. Infaq adalah Sunnah yaitu mengeluarkan harta dengan niat shadaqah,
jenis ini terbagi kedalam dua kategori, seperti : infaq untuk jihad dan
infaq kepada yang membutuhkan.

B. Sedekah
1. Pengertian Sedekah
Sedangkan  “Sedekah“  secara bahasa berasal dari akar kata (shodaqa) yang
terdiri dari tiga huruf : Shod- dal- qaf, berarti sesuatu yang benar atau jujur.
Kemudian orang Indonesia merubahnya menjadi Sedekah.
Sedekah bisa diartikan mengeluarkan harta di jalan Allah, sebagai bukti
kejujuran atau kebenaran iman seseorang. Maka Rasulullah menyebut sedekah
sebagai burhan (bukti), sebagaimana sabdanya :
‫ال رسو ُل هللا‬ َ َ‫ ق‬:‫ قَال‬، - ‫ رضي هللا عنه‬- ‫ي‬ ِّ ‫مالك الحارث بن عاصم األشعر‬ ٍ ‫وعن أبي‬
َ‫ َو ُسب َْحان‬، َ‫والحم ُد هلل تَ ْمألُ الميزَ ان‬
َ ، ‫اإليمان‬ ْ ‫الطهُو ُر َش‬
ِ ‫ط ُر‬ ُّ : - ‫ صلى هللا عليه وسلم‬-
ُ
ُ‫ والصَّالة‬،‫ض‬ ِ ْ‫ َما بَينَ السَّماوات َواألَر‬- ‫ أَوْ تَ ْمأل‬- ‫والحم ُد هلل تَمآلن‬
َ ‫هللا‬
ِ َّ‫ ُكلُّ الن‬. َ‫ والقُرْ آنُ حُجةٌ لَكَ أَوْ َعلَ ْيك‬، ‫ضيا ٌء‬
‫اس‬ َّ ‫ وال‬،  ٌ‫صدقةُ بُرهَان‬
ِ ‫ر‬Eُ ‫ص ْب‬ َّ ‫وال‬ ، ‫نُو ٌر‬
‫ رواه مسلم‬ ‫يَ ْغدُو فَبَائ ٌع نَف َسهُ فَ ُم ْعتِقُهَا أَوْ ُموبِقُها‬

2
Dari Abu Malik Al harits Bin Ashim Al as'ariy ra. Ia berkata: Rasulullah saw
bersabda: "Suci adalah sebagian dari iman, membaca alhamdulillah dapat
memenuhi timbangan, Subhanallah dan Alhamdulillah dapat memenuhi semua
yang ada diantara langit dan bumi, salat adalah cahaya, sedekah itu adalah bukti
iman, sabar adalah pelita dan AlQuran untuk berhujjah terhadap yang kamu sukai
ataupun terhadap yang tidak kamu sukai. Semua orang pada waktu pagi menjual
dirinya, kemudian ada yang membebaskan dirinya dan ada pula yang
membinasakan dirinya” (HR. Muslim).

2. Hikmah Sedekah
a. Memperkuat iman
b. Meningkatkan empati sosial
c. Menghindari sikap kikir
d. Menyembuhkan penyakit
e. Meringankan sakaratul maut
f. Mengabulkan hajat
g. Menjauhkan bencana
h. Memperbanyak rezeki
i. Menghapus dosa
j. Memperoleh naungan hari kiamat
k. Pemisah diei dari neraka
l. Memperpanjang umur

3. Macam-Macam Sedekah
a. Sedekah materi, yakni seseorang yang dapat mendermakan barang-
barang miliknya kepada orang lain.
b. Sedekah non materi, yakni seseorang dapat sedekah dengan tanpa
mengeluarkan materi, tetapi dengan tenaga.
c. Sedekah jariyah, yakni sedekah yang terus mengalir pahalanya msekipun
orang yang bersedekah telah meninggal dunia karen barang yang
disedekahkan masih terus bermanfaat.

3
C. Perbedaan Zakat Infaq dan Shadaqah
Saat ini kita sudah memasuki bulan Sya'ban, sebagai moment untuk
pemanasan dan persiapan menyambut datangnya bulan Ramadhan.
Banyak anjuran dari para ulama, untuk fastabiqul khairat, dikarenakan
pada bulan ini ada momentum penting yakni dilaporkannya semua catatan
harian amalan seseorang.
“Menempatkan sesuatu pada tempatnya”. Ungkapan tersebut
menjadi sangat penting untuk dipahami dan dilakukan oleh setiap orang
dalam setiap hal, karena ungkapan tersebut tidak bisa lepas dari hukum
sebab – akibat. Ketidaktepatan ketika menempatkan suatu istilah dapat
berakibat pada kesalahan atau pelanggaran, dan fatalnya bisa berakibat
hukum yang tidak diinginkan. Tidak terkecuali dalam hal kewajiban ber-
Zakat. Jangan sampai ketika kita beranggapan bahwa kita sudah
melaksanakan kewajiban mengeluarkan zakat, akan tetapi ternyata hanya
bernilai infak atau sedekah, sehingga kewajiban kita membayar zakat
belum tertunaikan. Dengan demikian menjadi sangat penting pula bagi
setiap muslim untuk bisa menguasai ilmu tentang Zakat, sehingga dapat
membedakan antara Zakat, Infak dan Sedekah (Shadaqah).
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengajak bersama menelaah
(meskipun ringkas) terkait perbedaan antara Zakat, Infak dan Sedekah.
Bagi umat Islam istilah zakat, infak dan sedekah (ZIS) sudah tidak
asing lagi, apalagi Zakat termasuk salah satu kewajiban yang termaktub
dalam Rukun Islam. Secara umum, ketiganya sudah dimengerti : "sebagai
perbuatan pemberian atau dukungan dalam bentuk uang kepada pihak lain
dengan menyisihkan sebagian rizkinya ". Kebanyakan dari kita tidak
begitu paham, bahwa sesungguhnya ada perbedaan makna yang signifikan
dari ketiga istilah tersebut.
Di dalam Al-Qur'an memang tidak ada perbedaan istilah antara
zakat, infak dan sedekah. Karena al-Qur'an seringkali menggunakan kata
"shodaqoh" yang sebenarnya dimaksudkan adalah "zakat" sebagaimana
tercantum Surat Attaubah ayat 103:

1
‫هّٰللا‬
َ َ‫ ٰلوتَك‬U‫ص‬
ُ ‫ َكنٌ لَّ ُه ۗ ْم َو‬U‫س‬ َ َّ‫ ِّل َعلَ ْي ِه ۗ ْم اِن‬U‫ص‬ َ ‫ َوالِ ِه ْم‬U‫ُخ ْذ ِمنْ اَ ْم‬
َ ‫ا َو‬UU‫زَ ِّك ْي ِه ْم بِ َه‬UUُ‫ َدقَةً تُطَ ِّه ُر ُه ْم َوت‬U‫ص‬
‫س ِم ْي ٌع َعلِ ْي ٌم‬
َ
“ Ambillah *zakat dari harta mereka (guna) menyucikan dan
membersihkan mereka, dan doakanlah mereka karena sesungguhnya
doamu adalah ketenteraman bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui.” (Terjemah Kemenag 2019, QS. 9:103).
* Zakat membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang
berlebihan terhadap harta.
Demikian pula penyebutan "infak" terhadap perintah "zakat" seperti
tertulis dalam surat Al Baqarah ayat 267 :

‫وا‬UU‫ض ۗ َواَل تَيَ َّم ُم‬ ِ ‫ا لَ ُك ْم ِّمنَ ااْل َ ْر‬UUَ‫ ْبتُ ْم َو ِم َّمٓا اَ ْخ َر ْجن‬U‫س‬ َ ‫ا َك‬UU‫ت َم‬ِ ‫وا ِمنْ طَيِّ ٰب‬U ْٓ Uُ‫ا الَّ ِذيْنَ ٰا َمن‬UU‫ٰيٓاَيُّ َه‬
ْ Uُ‫وا اَ ْنفِق‬U
‫ض ْوا فِ ْي ِه ۗ َوا ْعلَ ُم ْٓوا اَنَّ هّٰللا َ َغنِ ٌّي َح ِم ْي ٌد‬
ُ ‫ستُ ْم بِ ٰا ِخ ِذ ْي ِه آِاَّل اَنْ تُ ْغ ِم‬
ْ َ‫ا ْل َخبِ ْي َث ِم ْنهُ تُ ْنفِقُ ْونَ َول‬

“ Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari hasil


usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari
bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu
infakkan, padahal kamu tidak mau mengambilnya, kecuali dengan
memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Ketahuilah bahwa Allah
Mahakaya lagi Maha Terpuji.” (Terjemah Kemenag 2019, QS. 2:267).
Namun demikian dalam banyak hadits ternyata ada makna yang
menjelaskan perbedaan dari ketiga istilah tersebut (zakat, infak dan
sedekah). Kemudian, apa sebenarnya perbedaan dari ketiganya ?
Berikut adalah penjelasan sekilas mengenai perbedaan antara zakat,
infak dan sedekah :

ZAKAT
Menurut bahasa, zakat bisa ditilik dari bahasa Arab, kata zakā, yang
berarti suci, tumbuh dan berkembang. Dengan makna bahasa tersebut
(yakni "suci, tumbuh dan berkembang"), menurut Ibnu Hajar Al 'Asqalani
sesuai tinjauan syariat, maka itulah yang akan menyebabkan pertumbuhan
dan perkembangan pada harta (termasuk pula dalam perdagangan -

2
pertanian) dan pahala yakni membersihkan atau mensucikan. Sedangkan
menurut terminologi syariah, zakat berarti sebagian harta yang wajib
diserahkan kepada orang-orang tertentu (fakir, miskin, mualaf, orang yang
terlilit hutang, sabilillah, memerdekakan budak, orang dalam perjalanan,
dan amil zakat) dalam waktu tertentu.
Definisi zakat juga tertuang dalam Undang-undang No 23 Tahun
2011 tentang Pengelolaan Zakat. Disebutkan pada Pasal 1, zakat adalah
harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk
diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariah Islam.
Adapun secara istilah, makna zakat dalam syariat Islam ialah arti
seukuran tertentu beberapa jenis harta, yang wajib diberikan kepada
golongan-golongan tertentu, dengan syarat-syarat yang tertentu pula.
Wajib dikeluarkan bagi seorang Muslim yang berakal, baligh, dan
merdeka. Zakat adalah kewajiban rutin tahunan yang harus dikeluarkan
atas dasar standar tertentu dalam batas waktu yang ditentukan. Penyaluran
zakat hanya untuk pihak penerima (mustahik) dengan kriteria yang
terbatas yakni 8 golongan (ashnaf), merujuk pada firman Allah dalam al
Quran Surat Attaubah ayat 60 :

َ‫ب َوا ْلغٰ ِر ِميْن‬ ِ ‫ا‬UUَ‫وبُ ُه ْم َوفِى ال ِّرق‬U ْ Uُ‫صد َٰقتُ لِ ْلفُقَ َر ۤا ِء َوا ْل َم ٰس ِك ْي ِن َوا ْل ٰع ِملِيْنَ َعلَ ْي َها َوا ْل ُمؤَ لَّفَ ِة قُل‬
َّ ‫اِنَّ َما ال‬
‫ضةً ِّمنَ هّٰللا ِ ۗ َوهّٰللا ُ َعلِ ْي ٌم َح ِك ْي ٌم‬ َ ‫سبِ ْي ۗ ِل فَ ِر ْي‬
‫هّٰللا‬
َّ ‫سبِ ْي ِل ِ َوا ْب ِن ال‬ َ ‫َوفِ ْي‬

“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-


orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya
(mualaf), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk
(membebaskan) orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk
orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang memerlukan
pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi
Mahabijaksana” (Terjemah Kemenag 2019, QS. 9:60).
Seorang Muslim yang berzakat (muzaki) pun hanya berkewajiban
ketika telah memenuhi kriteria tertentu. Hanya orang beragama Islam
dengan kriteria tertentu yang bisa tergolong sebagai mustahik atau muzaki.

3
Pengelola zakat (amil) memiliki hak sebesar 1/8 dari nilai zakat untuk
keperluan biaya operasional pengelolaan zakat.

Zakat terbagi menjadi dua yaitu Zakat Fitrah dan Zakat Mal.
Zakat Fitrah adalah zakat yang wajib dibayarkan oleh setiap orang
islam (baik laki laki maupun perempuan, tua maupun muda, kaya maupun
miskin, merdeka atau hamba sahaya) sejumlah 1 Sha’ atau senilai 3,5 liter
atau 2,5 kilogram (ukuran tergantung jenis) bahan makanan pokok, pada
bulan suci Ramadan.
Zakat Mal adalah harta yang wajib dikeluarkan seorang muslim dari
rizeki yang diperolehnya, baik melalui profesi, usaha pertanian,
perniagaan, hasil laut, pertambangan, harta temuan, hasil ternak, emas, dan
perak dengan besaran (nisab) yang telah ditentukan dan waktu dimiliki
penuh selama setahun (haul).

INFAK
Dari sisi etimologi, infak berasal dari kata anfaqa yang yang
bermakna mengeluarkan atau membelanjakan harta. Menurut terminologi
syariat, infaq berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau penghasilan
untuk suatu kepentingan yang diperintahkan Islam (seperti : menafkahi
keluarga, membantu dana untuk yatim piatu, fakir - miskin, menyumbang
untuk operasional masjid, atau menolong orang yang terkena musibah).
Sifat hukum dari infak, menurut beberapa pendapat adalah :
Pertama, Fardlu ‘Ain yakni berlaku dalam hal menafkahi anak, isteri dan
orang yang dalam tanggungannya (keluarga); Kedua, Fardlu Kifayah,
yaitu suatu kewajiban bagi sekelompok orang untuk melaksanakan
perintah Allah SWT sesuai ketentuan syariat, namun bila seudah
dilaksanakan oleh seseorang atau beberapa orang maka kewajiban ini
gugur. Misal: mengisi uang ke kotak amal untuk operasional dan
perawatan masjid adalah infak, bukan sedekah. Amalan itu hukumnya
fardlu kifayah. Sebab bila tidak ada yang menyumbang maka kegiatan
masjid tidak jalan, dan hal itu menjadi tanggung jawab masyarakat sekitar

4
masjid, semuanya berdosa; Ketiga, Sunnah yakni pemberian sesuatu
(materi) kepada siapapun tanpa ada ketentuan wajib atau syarat - syarat
khusus yang mengaturnya.
Jika zakat ada nishabnya, infaq tidak mengenal nishab. Allah
memberi kebebasan kepada pemiliknya untuk menentukan waktu dan
besaran harta yang dikeluarkannya sebagai cerminan kadar keimanan
seseorang. Dalam al-Qur'an perintah Infaq ditujukan kepada setiap orang
yang bertaqwa, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia
di saat lapang maupun sempit. Hal ini sebagaimana difirmankan Allah
dalam al Quran Surat Ali Imran ayat 134 :

‫س َوهّٰللا ُ يُ ِح ُّب‬
ِ ۗ ‫َن النَّا‬
ۤ َّ ‫ ۤ َّرا ِء و‬UUU‫الس‬
ِ ‫افِيْنَ ع‬UUU‫ظَ َوا ْل َع‬UUU‫ َّرا ِء َوا ْل ٰك ِظ ِميْنَ ا ْل َغ ْي‬UUU‫الض‬ َ ْ ُ‫الَّ ِذيْنَ يُ ْنفِق‬
َّ ‫ونَ فِى‬UUU
َ‫سنِي ْۚن‬
ِ ‫ا ْل ُم ْح‬

“(yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang


maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan
orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai
orang-orang yang berbuat kebaikan” (Terjemah Kemenag 2019, QS.
3:134).

SEDEKAH
Sedekah secara bahasa, berasal dari kata "shidqoh" (bahasa Arab)
yang artinya "benar". Menurut tafsiran para ulama, orang yang suka
bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Jadi, sedekah
adalah perwujudan sekaligus cermin keimanan. Pengertian dari sisi
terminologi, sedekah berarti pemberian sukarela kepada orang lain
(terutama kepada orang-orang miskin) yang tidak ditentukan jenis, jumlah
maupun waktunya. Sedekah tidak terbatas pada pemberian yang bersifat
material saja tetapi juga dapat berupa jasa yang bermanfaat bagi orang

5
lain. Bahkan senyum yang dilakukan dengan ikhlas untuk menyenangkan
orang lain termasuk kategori sedekah.
Adapun sifat hukum dari sedekah adalah sunah, yaitu suatu suatu
amalan yang apabila diamalkan (dikerjakan) akan mendapatkan pahala dan
apabila tidak diamalkan (ditinggalkan) tidak akan mendapatkan dosa.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa, berbeda dengan Zakat
yang ditentukan nisabnya, Infak dan sedekah tidak memiliki batas. Zakat
ditentukan siapa saja yang berhak menerimanya sedangkan Infak dan
sedekah boleh diberikan kepada siapa saja yang membutuhkannya.
Sedangkan dalam hal teknis pemberiannya, zakat, infak maupun sedekah
itu boleh dinampakan ataupun disembunyikan. Allah berfirman :

ِ ‫صد َٰق‬
ْ‫ ٌر لَّ ُك ْم ۗ َويُ َكفِّ ُر َع ْن ُك ْم ِّمن‬U‫ َو َخ ْي‬U‫ت فَنِ ِع َّما ِه ۚ َي َواِنْ ت ُْخفُ ْوهَا َوتُؤْ ت ُْوهَا ا ْلفُقَ َر ۤا َء فَ ُه‬ َّ ‫اِنْ تُ ْبدُوا ال‬
‫سيِّ ٰاتِ ُك ْم ۗ َوهّٰللا ُ بِ َما تَ ْع َملُ ْونَ َخبِ ْي ٌر‬
َ

“Jika kamu menampakkan sedekahmu, itu baik. (akan tetapi,) jika


kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang
fakir, itu lebih baik bagimu. Allah akan menghapus sebagian kesalahanmu.
Allah Maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan” (Terjemah Kemenag
2019, QS. 2:271).

D. Infaq dan Shadaqah dalam Konteks Ekonomi


Dalam lingkaran perekonomian (economic circle) seperti yang
terjadi sekarang ini, kaum muslimin nyaris hanya menjadi konsumen
belaka, baik di tingkat lokal mupun internasional. Ishlah (1994)
menyebutkan bahwa secara kuantitatif dapat dikatakan bahwa 40% dari
hasil kekayaan negeri ini (APBN 1994/1995 saja bernilai ± Rp. 54
Trilyun) hanya dinikmati oleh 20% saja dari seluruh penduduk, dan
sebagian besar dari mereka adalah non muslim. Dengan kata lain,
merekalah yang menikmati nilai tambah terbesar, dengan mengeduk setiap
rupiah yang ada di kantong-kantong ummat Islam.

6
Apabila dihubungkan dengan pertanyaan, kemana arah dana zakat,
infaq, dan shodaqoh yang merupakan dasar/landasan ekonomi Islam?
Maka salah satu jawabannya adalah karena pendistribusian zakat, infaq,
dan shodaqoh selama ini bersifat tidak mendidik ummat. Dikatakan tidak
mendidik ummat karena dana zakat, infaq, dan shodaqoh yang diberikan
pada kaum dhuafa berwujud uang atau benda-benda konsumsi yang akan
habis dalam sesaat.
Dalam rangka mengentaskan kemiskinan dan mengangkat taraf
hidup kaum dhuafa, maka sistem pendistribusian zakat, infaq, dan
shodaqoh harus diubah, yaitu dengan cara memberikan kail pada mereka,
bukan ikan, dengan harapan bahwa melalui kail tersebut mereka akan
mampu mencari ikan sendiri. Bentuk-bentuk kail ini bias bermacam-
macam, sebagaimana yang telah dilakukan oleh LAGZIS (suatu lembaga
yang menangani dana zakat, infaq, dan shodaqoh). Dana zakat, infaq, dan
shodaqoh yang telah dikelola dengan baik, diberikan dalam beberapa
bentuk, antara lain:
1. Skill (ketrampilan)
Dalam hal ini LAGZIS merekrut orang-orang yang memiliki ketrampilan
agar mengajarkan ketrampilan yang mereka miliki pada kaum dhuafa.
Adapun ketrampilan-ketrampilan yang diberikan adalah yang bersifat
wirausaha, yaitu: menjahit, membuat kue, membatik, menyulam, kerajinan
tangan (membuat keramik, hiasan-hiasan dinding, taplak meja, sulak, keset,
kaligrafi, buket-buket bunga), pertukangan, mengelas, menyablon, menjilid,
foto copy, membuat bakso, dan sebagainya.
2. Alat-alat Wiraswasta
Misalnya mesin jahit, perangkat pertukangan, bengkel, las, sablon, mesin
penjilidan dan foto copy, gerobak bakso, perangkat pembuat kue, alat-alat
untuk membatik, dan sebagainya.
3. Modal
LAGZIS menyediakan modal pada kaum dhuafa yang berminat untuk
berwirausaha. Dalam hal ini LAGZIS bekerja sama dengan BMI (Baitul
Mal wat Tamwil), yaitu bank yang berdiri di atas landasan syariah, dimana

7
dalam setiap operasinya tidak mengandung riba. Berbeda dengan bank-bank
komersial yang cenderung mencari keuntungan, LAGZIS, BMI, maupun
BMT merupakan produk baru ummat Islam yang didirikan ummat Islam,
beroperasi dengan syariah Islam, dan bertujuan untuk mengangkat taraf
hidup ummat Islam.
Dengan demikian kaum dhuafa tidak hanya bisa menerima dana
zakat, infaq, dan shodaqoh saja, namun lebih dari itu, mereka mampu
mengembangkannya menjadi wirausaha yang mandiri sebagai sumber
mata pencaharian.
Selanjutnya dengan perencanaan yang matang, strategi dan
penanganan yang profesional, serta pengembangan yang aktif, maka Insya
Allah bentuk-bentuk wirausaha tersebut dapat membidik pasar eksternal
(tidak hanya internal di kalangan kaum muslimin), hingga pada akhirnya
wirausahawan muslim akan mampu menguasai rantai produksi ekonomi
sepanjang mungkin. Ini tidak hanya menjamin stabilitas usaha, tapi juga
membuat posisi tawar (bargaining position) yang lebih kuat terhadap para
pesaing pasar bebas yang saat ini didominasi oleh orang-orang non
muslim.
Tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi ekonomi ummat Islam saat ini
sangat dipengaruhi oleh sistem ekonomi Barat (kapitalis) yang memegang
azas liberal (kebebasan). Semua bidang-bidang ekonomi berada di bawah
pengaruhnya, dengan prinsipnya yang terkenal, yaitu siapa yang kuat,
dialah yang menang.

Berapapun dana zakat, infaq, dan shodaqoh yang terakumulasi dan


tersalurkan kepada rakyat kecil sarta kaum dhuafa, muaranya akan tetap
sama, yaitu disedot oleh praktek monopoli, selama pemerintah tidak
membenahi sistem ekonomi. Dijelaskan oleh Sudewo dalam Ishlah (1995),
bahwa berapapun banyaknya dana yang terkumpul dari para Muzakki,
berapapun tingginya tingkat profesionalitas dan kejujuran para amilin di
dalam pengelolaan zakat tersebut, dan berapapun lancarnya penyaluran
dana tersebut kepada kaum dhuafa, selama sistem yang berlaku belum

8
Islami maka tetap tidak akan dapat memperbaiki kondisi kaum dhuafa.
Kaum dhuafa akan tetap hidup dalam alam yang penuh marginalitas.
Mereka akan tetap berada di dalam lilitan kemelaratan yang tiada habis-
habisnya, akan tetap tinggal di dalam kubangan air mata kesedihan, sebab
semua modal yang didapat dari dana zakat, infaq, dan shodaqoh, tetap saja
tersedot masuk ke dalam pusaran sistem pasar yang menganut prinsip
Survival The Fittest, siapa yang kuat maka dialah yang meraih
kemenangan. Konsekuensinya, siapa yang bermodal setengah-setengah
atau pas-pasan, dapat dipastikan mereka akan gulung tikar.
Ditambahkan oleh Cecep dalam Ishlah (1995), bahwa sesungguhnya
pengelolaan zakat di dalam suatu negara harus didukung oleh empat hal,
yaitu:
1) Power (kekuatan), yaitu dukungan tokoh politik.
2) Public Relation (hubungan masyarakat), yaitu dukungan dari tokoh
masyarakat.
3) Politics (lembaga-lembaga politis) seperti DPR atau parlemen.
4) Promotion (pemberitahuan kepada khalayak) seperti lewat media massa, dan
lain-lain.
Bila keempat hal ini telah dipenuhi, maka Insya Allah pengelolaan
zakat dapat mencapai hasil yang diinginkan bersama.
Salah satu kendala dari ketidakberdayaan zakat, infaq, dan shodaqoh
adalah apabila harus dihadapkan pada tembok tebal sistem kapitalisme
yang saat ini semakin gencar. Padahal zakat merupakan instrumen utama
ummat di dalam meningkatkan taraf hidupnya. Jika sholat merupakan
tiang agama, boleh dibilang zakat merupakan tiang ekonomi ummat.
Meninggalkan sholat artinya meruntuhkan agama, lalai zakat berarti telah
meruntuhkan ekonomi ummat. Jadi, ingkarnya muzakki, andilnya telah
turut dalam proses pemiskinan ummatnya sendiri.
Sebagai tambahan, Sudewo dalam Ishlah (1995) menunjukkan bukti
betapa proses pembangunan nasional yang kini telah masuk PJP II ini,
sesungguhnya bukanlah mengentaskan kemiskinan, tetapi menetaskan
kemiskinan, dan pembangunan real estate serta jalan layang itu lebih

9
memiskinkan ummat dari pada membuat mereka makmur. Dengan kondisi
yang terus menerus seperti ini, atau mungkin lebih parah lagi, eksistensi
zakat di dalam mengentaskan kemiskinan hanyalah harapan yang semu
semata. Pengentasan kemiskinan di dalam Islam harus didukung
sepenuhnya oleh dua instrumen, yaitu: pertama, pengarahan dan
bimbingan agama. Kedua, kepastian hukum negara. Disini diperlukan
seperangkat hukum dan lembaga yang memiliki landasan yang kuat untuk
memaksa ummat muslim yang mampu untuk membayarkan zakatnya.
Untuk poin pertama, mungkin perlu kerja keras. Sistem telah
membuat hati sebagian besar ummat membatu, bahkan tidak peka lagi
terhadap kemiskinan sesamanya. Poin yang kedua masih bisa diupayakan,
namun memerlukan persiapan yang benar-benar matang dan lama. Ini mau
tidak mau, akan mempengaruhi sistem yang kini sedang jaya-jayanya.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Zakat sifatnya wajib dan adanya ketentuannya atau batasannya jumlah harta
yang harus zakat dan siapa yang boleh menerima, Infaq sumbangan sukarela atau
seikhlasnya (materi) dan Sedekah lebih luas dari nfaq, karena yang disedekahkan
tidak terbatas pada materi saja.
Zakat adalah memberikan harta yang telah mencapai nisab dan haul kepada
orang yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu. Nisab adalah
ukuran tertentu dari harta yang dimiliki yang mewajibkan dikeluarkannya zakat,
sedangkan haul adalah berjalan genap satu tahun.
Infak adalah mengeluarkan atau membelanjakan harta yang baik untuk perkara
ibadah (mendapat pahala) atau perkara yang dibolehkan seta Sedekah berarti
sesuatu yang benar atau jujur

B. Saran
Dalam makalah ini masih banyak hal yang harus diperbaiki dan dikoreksi,
materi-materi yang disajikan pun masih belum lengkap. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kontribusi positif untuk kemajuan kita bersama, karena kami tidak
menunggu sempurna untuk melakukan sesuatu tetapi kami melakukan sesuatu
untuk menuju kesempurnaan.

1
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan terjemahnya, Departemen Agama Republik Indonesia


Bunasor dan Sulaiman T.A.M. dalam Al Muslimun No. 287/Tahun XXIV (40),
1994, Bangil, hal. 94-96.
Hidayat, Sudewo, Cecep, dan Al Jufri dalam Ishlah No. 37/Tahun III, 1995,
Jakarta, hal. 19-21.
Ishlah No. 16/Tahun II, 1994, Jakarta, hal. 8
Mubiyarto, Pedoman Zakat, Proyek Pembinaan Zakat dan Wakaf, 1982, Jakarta.
Nuryufa dalam Ishlah No. 44/Tahun III, 1995, Jakarta.
Sabiq, S., Fikih Sunnah, Diterjemahkan oleh Mahyudin Masyhur, 1990, Kalam
Mulia, Jakarta.
Saktiawan, R. dalam Al Muslimun No. 302/Tahun XXVI (42) Mei 1995, Bangil,
Zakiah Daradjat,dkk. Ilmu Fiqh. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf. 1995
http://anakciremai.wordpress.com/2008/06/21/makalah-fiqih-tentang-infaq-
shadaqoh-hibah-dan-hadiah

Anda mungkin juga menyukai