Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

R DENGAN MASALAH
KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS DI RUMAH
SAKIT UMUM IMELDA PEKERJA INDONESIA MEDAN
D

OLEH :

ARMAN SALEH POHAN


1714201003

PROGRAM PROFESI NERS

UNIVERSITAS IMELDA MEDAN

TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini, dan
merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas Keperawatan Dasar
Profesi di Akademi keperawatan Imelda medan.
Adapun judul laporan kasus ini adalah“ Asuhan Keperawatan Pada
Tn. E Dengan Masalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Di Rs Imelda
Pekerja Indonesia (Ipi) Medan 2021”
saya menyadari penyusunan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan baik isi, maupun penyusunannya. Oleh sebab itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
Terwujudnya laporan kasus ini tidak terlepas dari bimbingan serta
dorongan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini kami dari saya
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. dr. H. Raja Imran Ritonga, MSc selaku ketua Yayasan Imelda Medan
2. Dr, dr. Imelda Liana Ritonga, S.Kp, MPd, MN selaku Retor Universitas
Imelda Medan
3. Edi Syah Putra, S.kep, Ns, M.Kep selaku Ka.Prodi Ners Imelda Medan
4. Hamonangan Damanik S.Kep, Ns, M.Kep selaku Sekpro Ners
5. Meriani Siahaan,S.KM,S.Kep,M.Biomed selaku pembimbing akademik
Praktik Keperawatan Dasar Profesi.
6. Syahrul Handoko, S.Kep.,Ns selaku preseptor klinik keperawatan dasar
profesi.
Akhir kata kami dari kelompok II mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penulisan laporan kasus ini. Dan
semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, 15 November 2021

( Arman Saleh Pohan )

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang............................................................................. 1
1.2. Tujuan Penulis ............................................................................ 2
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep TB Paru............................................................................. 3
2.1.1. Defenisi Tb Paru ............................................................ 3
2.1.2. Etiologi............................................................................ 3
2.1.3.Manisfertasi...................................................................... 4
2.1.4. Patofiologi....................................................................... 5
2.1.5. Pathways......................................................................... 7
2.1.6. Pemeriksaan Penunjang.................................................. 8
2.1.7. Komplikasi...................................................................... 8
2.2. Teori Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif...................................... 9
2.2.1. Teori Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif....................... 9
2.2.2. Defesnisi Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif................ 9
2.2.3. Etiologi bersihan jalan napas tidak efektif...................... 9
2.2.4. Patofisiologi.................................................................... 9
2.2.5. Tanda Dan Gejala............................................................ 10
2.3. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan.............................................. 11
2.3.1. Pengkajian Keperawatan................................................. 11
2.3.2. Diagnosa Keperawatan.................................................... 14
2.3.3. Rencana Keperawatan..................................................... 15
BAB III : METODE PENELITIAN
3.1. Resume...................................................................................... 25
3.2. Genogram.................................................................................. 26
3.3. Pemeriksaan Penunjang............................................................ 26
3.4. Analisa Data.............................................................................. 27
3.5. Diagnose Keperawatan.............................................................. 28
3.6. Intervensi................................................................................... 29
3.7. Implementasi dan Evaluasi ...................................................... 30
BAB VI: PENUTUP
4.1. Kesimpulan............................................................................... 33
4.2. Saran.......................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manajemen penyakit menular berbasis wilayah pada dasarnya merupakan


upaya tata laksana pengendalian penyakit menular dengan cara mengintegrasikan
upaya pencarian kasus secara proaktif, tata laksana penderita secara tepat dan
tuntas, yang dilakukan secara bersama dengan upaya pengendalian beberapa
factor risiko penyakit tersebut, serta keduanya di laksanakan secara simultan,
paripurna, terencana, dan terintegrasi pada sebuah wilayah tertentu (Achmadi,
2014).
Indonesia sebagai “negara tropis” merupakan kawasan endemik berbagai
penyakit menular, seperti TB Paru. Oleh karena itu, strategi pemberantasan
penyakit menular berbasis wilayah memiliki pengertian bahwa di setiap wilayah
administrasi pembangunan (kabupaten/kota) pemberantasan penyakit
menggunakan “paket” pendekatan strategic, contohnya melakukan pencarian dan
pengobatan secara intensif terhadap penderita. Untuk beberapa penyakit menular
yang memerlukan pengobatan jangka panjang seperti halnya TBC, harus ada
jaminan ketersediaan obat dan jaminan menelan obat. Keluarga terdekat atau
tokoh masyarakat setempat dapat meminta bantuan Pengawas Menelan Obat
(Achmadi, 2014).
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan
oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis
dapat menyebar dari satu orang ke orang lain melalui transmisi udara (droplet
dahak pasien tuberkulosis). Pasien yang terinfeksi Tuberkulosis akan
memproduksi droplet yang mengandung sejumlah basil kuman TB ketika mereka
batuk, bersin, atau berbicara. Orang yang menghirup basil kuman TB tersebut
dapat menjadi terinfeksi Tuberkulosis.
Di Indonesia jumlah kasus baru TB Paru sebanyak 420.994 kasus pada
tahun 2017 (data per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru
TBC tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih besar dibandingkan pada perempuan.
Berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis prevalensi pada lakilaki 3 kali lebih

1
tinggi dibandingkan pada perempuan. Begitu juga yang terjadi di negara-negara
lain. Hal ini terjadi kemungkinan karena laki-laki lebih terpapar pada faktor risiko
TBC misalnya merokok dan kurangnya ketidakpatuhan minum obat (Kementerian
Kesehatan RI, 2015).
Masalah keperawatan yang muncul pada pasien TB Paru adalah
ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkospasme,
gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru, hipertensi pulmonal,
penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah
jantung, hipertermia berhubungan dengan inflamasi, ketidakseimbangan nutrisi
berhubungan dengan ketidakadekuatan intake nutrisi, dan resiko infeksi
berhubungan dengan organisme purulent (NANDA, 2016).
Upaya untuk mengatasi masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan
jalan nafas pada pasien TB Paru yaitu dengan cara batuk efektif, Gangguan
pertukaran gas dengan memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi,
hipertermia dengan memonitor suhu sesering mungkin, memonitor warna dan
suhu kulit, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan
memonitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori, dan resiko infeksi dengan
memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal (NANDA, 2016).

1.2. Tujuan Penulis


1. Mengetahui keperawatan dasar pada TB Paru.
2. Memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien Tb Paru

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep TB Paru
2.1.1 Defenisi TB Paru
Menurut Tabrani (2010) Tuberkulosis Paru adalah penyakit yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat
hidup terutama di paru atau diberbagai organ tubuh yang lainnya yang
mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Kuman ini juga mempunyai
kandungan lemak yang tinggi pada membran selnya sehingga menyebabkan
bakteri ini menjadi tahan terhadap asam dan pertumbuhan dari kumannya
berlangsung dengan lambat. Bakteri ini tidak tahan terhadap ultraviolet, karena itu
penularannya terutama terjadi pada malam hari. Tuberkulosis Paru atau TB adalah
penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman Mycobacterium
Tuberculosis. Tuberkulosis Paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan
oleh basil mikrobacterium tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru melalui
airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus
primer dari ghon. (Andra S.F & Yessie M.P, 2013).
Penularan tuberkulosis yaitu pasien TB BTA (bakteri tahan asam) positif
melalui percik renik dahak yang dikeluarkan nya. TB dengan BTA negatif juga
masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB meskipun dengan tingkat
penularan yang kecil (kemenkes RI,2015).

2.1.2 Etiologi
Menurut Wim de Jong et al 2005 (Nurarif & Hardhi Kusuma, 2015),
Penyebab Tuberculosis adalah Mycobacterium Tuberculosis. Basil ini tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar
ultraviolet. Ada dua macam mikobakteria tuberculosis yaitu tipe human dan tipe
bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis
tuberculosis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah (droplet) di udara
yang berasal dari penderita TBC terbuka dan orang yang rentan terinfeksi TBC ini
bila menghirup bercak ini. Perjalanan TBC setelah infeksi melalui udara.

3
2.1.3 Manifestasi
Menurut Zulkifli Amin & Asril Bahar (2009), keluhan yang dirasakan
pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah banyak ditemukan pasien
TB Paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang
terbanyak adalah :
1. Demam
Biasanya subfebris menyerupai demam influenza, tetapi kadangkadang
panas badan dapat mencapai 40-41oC. serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang
timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari
serangan demam influenza. keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh
pasien dan berat ringannya infeksi tuberkulosis yang masuk.
2. Batuk/batuk berdahak
Batuk ini terjadi karena ada iritasi pada bronkus. batuk ini diperlukan
untuk membuang produk-produk radang keluar, karena terlibatnya bronkus pada
setiap penyakit tidak sama. Mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit
berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-
bulan peradangan bermula. Sifat batuk ini dimulai dari batuk kering (non-
produktif) kemudian setelah timbulnya peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum). keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena
terdapat pembuluh darah yang pecah. kebanyakan batuk darah tuberkulosis pada
kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. Sesak Napas
Pada penyakit ringan (baru kambuh) belum dirasaka sesak napas. Sesak
napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut yang infiltrasinya sudah
meliputi sebagian paru-paru
4. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua
pleura sewaktu pasien menarik melepaskan napasnya.

4
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise
sering ditemukan berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan makin kurus
(berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keluar keringat malam, dll.
Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak
teratur.

2.1.4 Patofiologi
Seorang penderita tuberkulosis ketika bersin atau batuk menyebarkan
kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Bakteri kemudian
menyebar melalui jalan nafas ke alveoli, di mana pada daerah tersebut bakteri
bertumpuk dan berkembang biak. Penyebaran basil ini dapat juga melalui sistem
limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang, korteks serebri) dan
area lain dari paru-paru (Soemantri, 2009). Pada saat kuman tuberkulosis berhasil
berkembang biak dengan cara membelah diri di paru, terjadilah infeksi yang
mengakibatkan peradangan pada paru, dan ini disebut kompleks primer. Waktu
antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6
minggu. Setelah terjadi peradangan pada paru, mengakibatkan terjadinya
penurunan jaringan efektif paru, peningkatan jumlah secret, dan menurunnya
suplai oksigen (Yulianti & dkk, 2014).
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel T)
adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal,
melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan
limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat).
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan
seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami
nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang erdiri dari sel epiteloid
dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih
fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul
yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan
gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan

5
kompleks Gohn respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah
pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas.
Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam
percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang kembali ke bagian
lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau
usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga
bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui
saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi
mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini dapat menimbulkan
gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan
menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah
dalam jumlah kecil dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis
penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya
sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang
biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik
merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem
vaskular dan tersebar ke organ-organ tubuh (Soemantri, 2014).

6
2.1.5 Pathways
Mycrobacterium Tuberculosis

Menempel pada bronchiole dan


alveolus

Poliferasi sel epitel disekeliling basil


dan membentuk dinding antara basil
dan organ yang terinfeksi(tubel)

Basil menyebar melalui kelenjar melelui


kelenjar regional

Lesi primer menyebabkan kerusakan


jaringan dan menjadi inflamasi /infeksi

Perubahan Kerusakan Produksi secret Raksi


cairan memberan alveolar meningkat, sistematis
intrapleura kapiler merusak pecahnya pembulu
pleura, atelaktasis darah

Sesak nafas Sesak nafas Batuk produtif, batuk


siaknosis ekspansi toraks darah
gangguan otot
bantu nafas

Gangguan Ketidakefektifan
pertukaran bersihan jalan nafas
Ketidakefektifan
gas
pola nafas

Ketidak seimbangan Anoreksia,


nutrisi kurang dari mual,BB menurun
kebutuhan tubuh

Intoleransi aktivitas lemah

7
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

a. Kultur sputum adalah mycobacterium Tuberkulosis Positif pada penyakit.


b. Tes Tuberkalin adalah Mantolix tes reaksi positif ( area indurasi 10-15 mm
terjadi 48-72 jam).
c. Bronchografi adalah untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan Paru
d. Darah adalah peningkatan leukosit dan laju endap darah (LED)
e. Spirometri adalah penurunan fungsi paru dengankapasitas vital sign
menurun.
f. Photo Thorax adalah untuk melihat infiltrasi lesi awal pada paru atas.

2.1.7 Komplikasi

Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005):


a. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas.
b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
c. Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
d. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan
sebagainya.
f. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)
g. Pembesaran kelenjar servikalis yang superficial
h. Pleuritis tuberculosa
i. Efusi pleura
j. Tuberkulosa milier
k. Meningitis tuberkulosa

8
2.2. Teori Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
2.2.1 Defesnisi Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
Bersihan jalan napas tidak efektif adalah ketidakmampuan membersihkan
sekret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Menurut Nurarif & Kusuma (2015),
ketidakefektifan bersihan jalan napas merupakan ketidakmampuan untuk
membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernapasan untuk
mempertahankan kebersihan jalan napas.

2.2.2 Etiologi bersihan jalan napas tidak efektif

Bersihan jalan napas tidak efektif secara fisiologis disebabkan oleh spasme
jalan napas, hipersekresi jalan napas, disfungsi neuromuskuler, benda asing dalam
jalan napas, adanya jalan napas buatan, sekresi yang tertahan, hiperplasia dinding
jalan napas, proses infeksi, respon alergi, dan efek agen farmakologi (mis.
anastesi). Sedangkan penyebab secara situasional diantaranya merokok aktif,
merokok pasif, dan terpajan polutan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).

Penyebab bersihan jalan napas tidak efektif pada tuberkulosis paru adalah
hipersekresi pada percabangan trakeobronkial yang terakumulasi dan mengental
sehingga menyumbat jalan napas (Smeltzer & Bare, 2013). Sekresi trakeobronkial
ini berasal dari pencairan nekrosis kaseosa (pengkijuan) (Price & Wilson, 2006).

2.2.3 Patofisiologi

Terjadinya bersihan jalan napas tidak efektif pada pasien TB paru diawali
dengan penularan penyakit yang terjadi ketika penderita dengan BTA positif
bersin atau batuk tanpa menutup hidung atau mulutnya sehingga kuman akan
menyebar ke udara dalam bentuk percikan dahak atau droplet (Widyanto &
Triwibowo, 2013). Penularan bakteri melalui udara disebut dengan istilah air-
bone infection. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu
berpotensi terkena infeksi (Muttaqin, 2008). Gumpalan basil yang berukuran
besar cenderung tertahan di saluran hidung, trakea, atau bronkus dan akan segera
dikeluarkan oleh gerakan silia selaput lendir dalam saluran pernapasan
(Danusantoso, 2013). Basil yang berhasil melewati saluran napas dan mencapai

9
permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu
sampai tiga basil (Price & Wilson, 2006). Bakteri akan menyebar melalui jalan
napas menuju ke alveoli, tempat bakteri bertumbuh dan berkembang biak
(Smeltzer & Bare, 2013).

Sistem kekebalan tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi.


Neutropil dan makrofag memfagositosis (menelan) bakteri. Limfosit yang spesifik
terhadap tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal
(Somantri, 2012). Jika bakteri ditangkap oleh makrofag yang lemah, maka bakteri
akan berkembang biak dalam tubuh makrofag dan menghancurkannya. Infeksi
awal terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajanan (Smeltzer & Bare, 2013).
Massa jaringan baru, yang disebut dengan granulomas merupakan gumpalan basil
yang masih hidup dan yang sudah mati, kemudian dikelilingi oleh makrofag yang
membentuk dinding protektif. Granulomas diubah menjadi massa jaringan fibrosa.
Bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut dengan tuberkel Ghon. Bahan
(bakteri dan makrofag) akan menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju
(nekrosis kaseosa) (Smeltzer & Bare, 2013).

Infeksi aktif ini mengakibatkan tuberkel Ghon memecah dan mengalami


pencairan yaitu lepasnya bahan tuberkular dan masuk ke dalam bronkus yang
berhubungan dan menimbulkan kavitas (Smeltzer & Bare, 2013). Bahan turberkel
yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan
trakeobronkial (Price & Wilson, 2006). Bahan pengkijuan dapat mengental dan
tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga menyebabkan
penyumbatan akibat hipersekresi di jalan napas (Price & Wilson, 2006).
Ketidakmampuan batuk atau kemampuan batuk yang buruk akibat sekret yang
bersifat mukoporulen mengakibatkan spuntum terakumulasi serta tertahan di jalan
napas dan sulit untuk dikeluarkan sehingga menyebabkan bersihan jalan napas
tidak efektif (Muttaqin, 2008).

2.2.4 Tanda Dan Gejala Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif

Tanda dan gejala klinis bersihan jalan napas tidak efektif dikelompokkan
menjadi tanda dan gejala mayor dan minor. Mayor adalah tanda/gejala yang

10
ditemukan sekitar 80%-100% untuk validasi diagnosis. Sedangkan minor
merupakan tanda/gejala yang tidak harus ditemukan, namun jika ditemukan dapat
mendukung penegakan diagnosis (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).

Tabel 1 Tanda dan Gejala Mayor & Minor pada Pasien Tuberkulosis Paru
dengan Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif

Gejala dan tanda mayor


Subjektif Objektif
Tidak tersedia 1. Batuk tidak efektif
2. Tidak mampu batuk
3. Sputum berlebih
4. Mengi, wheezing dan/atau
ronkhi kering

Gejala dan Tanda


Minor Subjektif Objektif
1. Dispnea 1. Gelisah
2. Sulit bicara 2. Sianosis
3. Ortopnea 3. Bunyi napas menurun
4. Frekuensi napas berubah
5. Pola napas berubah
Sumber: Tim Pokja SDKI DPP PPNI, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia,
2016

2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


Menurut Wherdhani, (2015) dasar data pengkajian pasien tergantung pada
tahap penyakit dan derajat yang terkena. Pada pasien dengan tuberkulosis paru
pengkajian pasien meliputi:
2.3.1 Pengkajian Keperawatan
Konsep keperawatan Tuberkulosis Paru meliputi :
1. Pengkajian
a. Anamnesis
 Identitas Diri Pasien

11
Yang terdiri dari nama pasien, umur, jenis kelamin, agama dan
lain-lain
 Keluhan Utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB Paru
meminta pertolongan pada tenaga medis dibagi menjadi 4 keluhan,
yaitu :
a) Batuk Keluhan batuk timbul paling awal dan paling sering
dikeluhkan, apakah betuk bersifat produktif/nonproduktif,
sputum bercampur darah.
b) Batuk Berdahak Seberapa banyak darah yang keluar atau
hanya blood streak, berupa garis atau bercak-bercak darah.
c) Sesak Nafas Keluhan ini ditemukan bila kerusakan
parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal menyertai
seperti efusi pleura, pneumotoraks, anemia, dll.
d) Nyeri Dada Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di
pleural terkena TB
 Keluhan Sistematis
a) Demam keluhan ini sering dijumpai yang biasanya timbul
pada sore hari atau pada malam hari mirip dengan influenza
b) Keluhan Sistematis Lain keluhan yang timbul antara lain :
keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan dan
malaise.
b. Riwayat Kesehatan
 Riwayat Kesehatan Sekarang :
a) Keadaan pernapasan (napas pendek)
b) Nyeri dada
c) Batuk, dan
d) Sputum
 Kesehatan Dahulu : Jenis gangguan kesehatan yang baru saja
dialami, cedera dan pembedahan
 Kesehatan Keluarga Adakah anggota keluarga yang menderita
empisema, asma, alergi dan TB.

12
c. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum dan tanda – tanda vital
Hasil pemeriksaan tanda – tanda vital klien biasanya didapatkan
peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas
meningkat disertai sesak napas, denyut nadi meningkat seirama
dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan dan
tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit penyulit
seperti hipertensi.
 Breathing
Inspeksi :
a) Bentuk dada dan gerakan pernapasan klien dengan TB Paru
biasanya terlihat kurus sehingga pada bentuk dada terlihat
adanya penurunan proporsi anterior-posterior bading
proporsi diameter lateral
b) Batuk dan sputum Batuk produktif disertai adanya
peningkatan produksi sekret dan sekresi sputum yang
purulen
 Palpasi : Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. TB
Paru tanpa komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada
biasanya normal dan seimbang bagian kiri dan kanan. Adanya
penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan pada
klien TB Paru dengan kerusakan parenkim paru yang luas.
 Perkusi : Pada klien TB Paru tanpa komplikasi biasanya ditemukan
resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. pada klien dengan
komplikasi efusi pleura didapatkan bunyi redup sampai pekak pada
sisi yang sakit sesuai dengan akumulasi cairan
 Aukultasi : Pada klien TB Paru bunyi napas tambahan ronki pada
sisi yang sakit.
 Brain: Kesadaran biasanya komposmentis, ditemukan adanya
sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat.
Pengkajian objektif, klien tampak wajah meringis, menangis,
merintih. Pada saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya

13
didapatkan konjungtiva anemis pada TB Paru yang hemaptu, dan
ikterik pada pasien TB Paru dengan gangguan fungsi hati.
 Bledder: Pengukuran volume output urin berhubungan dengan
intake cairan. Memonitor adanya oliguria karena hal tersebut
merupakan tanda awal syok.
 Bowel: Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu
makan dan penurunan berat badan
 Bone: Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien TB Paru.
gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia,
pola hidup menetap.
d. Pemeriksaan Fisik Head To Toe
 Kepala: Kaji keadaan Kulit kepala bersih/tidak, ada benjolan/tidak,
simetris/tidak
 Rambut: Kaji pertumbuhan rata/tidak, rontok, warna rambut
 Wajah: Kaji warna kulit, struktur wajah simetris/tidak
 Sistem Penglihatan: Kaji kesimetrisan mata, conjungtiva
anemia/tidak, sclera ikterik/tidak )
 Wicara: Kaji fungsi wicara, perubahan suara,afasia, dysfonia) 2
 THT:
- Inspeksi hidung: kaji adanya obtruksi/tidak,
simetris/tidak,ada secret/tidak.
- Telinga : Kaji Telinga Luar bersih/tidak, membran tympani,
ada secret/tidak
- Palpasi : Kaji THT ada/tidak nyeri tekan lokasi dan
penjalaran.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Kebersihan Jalan Napas Tidak Efektif
2. Pola Nafas Tidak Efektif
3. Gangguan Pertukaran Gas

14
2.3.3 Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi

1 SDKI SLKI SIKI


Bersihan nafas tidak efektif Jalan Nafas 1. Menejemen Jalan Nafas
Definisi: ketidakmampuan Definisi: kemampuan membersihkan Definisi : mengidentfikasi dan mengelola
membersihkan sekret atau obstruksi jalan sekret atau obstruksi jalan nafas untuk kepatenan jalan nafas Tindakan :
nafas untuk mempertahankan jalan nafas mepertahankan jalan nafas paten Setelah Observasi :
tetap paten. dilakukan tindakan keprawatan - Monitor pola nafas ( frekuensi,
Penyebab: diharapkan masalah pada jalan nafas kedalaman, usaha napas )
Fisiologis dapat teratasi dengan kriteria hasil: - Monitor bunyi nafas tambahan
1. Spasme jalan nafas 1. Jalan nafas paten ( mis, gurgling, mengi, wheezing,
2. Benda asing dalam jalan nafas 2. Sekret berkurang ronkhi kering )
3. Sekresi yang tertahan 3. Frekuensi nafas dalam batas - Monitor sputum ( jumlah, warna,
4. Proses infeksi normal aroma )
5. Respon alergi 4. Kilen mampu melakuan Batuk Teraupeutik :
Situasional efektif dengan benar - Pertahankan kapatenan jalan napas
1. Merokok aktif dengan head-tilt dan chin- lift
2. Merokok pasif ( jaw-thrust jika curiga trauma
3. Terpajan polutan Servikal )

15
Gejala tanda mayor - Posisikan semi-fowler atau fowler
Subjektif :- - Berikan minum hangat
Obektif : - Lakukan fisiotrapi dada, jika perlu
1. Batuk tidak efektif - Lakukan penghisapan lender
2. Tidak mampu batuk kurang dari 15 detik
3. Sputum berlebih - Berikan oksigen , jika perlu
4. Mengi,wheezing dan/atau ronkhi Edukasi :
kering - Anjurkan asupan cairan 2000
5. Mekonium di jalan nafas (pada ml/hari,jika tidak kontraindikasi
neonatus) - Ajarkan teknik batuk efektif
Gejala tanda minor Kolaborasi :
Subjektif : - Kolaborasi pemberian
1. Dispnea bronkodilator, ekspetoran,
2. Sulit bicara mukolitik, jika perlu
3. Ortopnea 2. Latihan Batuk Efektif
Objektif : Definisi : melatih pasien yang tidak
1. Gelisah memiliki kemampuan batuk efektif
2. Sianosis secara efetif untuk membersihkan laring,
3. Bunyi nafas menurun trakeadan brounklolus dari sekret atau

16
4. Frekuensi nafas berubah benda asing di jalan nafas.
5. Pola nafas berubah Tindakan :
Observasi
- Identifikasi kemampuan batuk
- Monitor adanya retensi sputum
- Monitor tanda dan gejala infeksi
saluran nafas
- Monitor input dan output cairan
(mis. Jumlah dan karakteristik)
Terapeutik
- Atur posisi semi fowler atau fowler
- Pasang perlak dan bengkok di
pangkuan pasien
- Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk
efektif
- Anjurkan tarik nafas dalam melalui
hidung selama 4 detik ,ditahan

17
selama 2 detik, kemudian
keluarkan dari mulut dengan bibir
mencucu ( dibulatkan) 8 detik.
- Anjurkan mengulangi tarik napas
dalam hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik napas
dalam yang ke - 3
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu
3 Pemantauan Respirasi
Definisi : mengupulkan dan menganalisis
data untuk memastikan kepatenan jalan
nafas dan ke efektifan pertukaran gas.
Tindakan :
Observasi :
- Monitor frekuensi,irama,
kedalaman dan upaya nafas

18
- Monitor pola napas seperti ( seperti
bradipnea taipnea,hiperventilasi)
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan
nafas
- Palpasi kesmetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik :
- Atur interval pemantauan resprasi
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan perusedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan ,

19
jika perlu
2 SDKI SLKI SIKI
Pola Napas Tidak Efektif Pola napas Manajemen jalan napas
Definisi : Inspirasi dan/atau ekspirasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observai
yang tidak memberikan ventilasi adekuat selama 1x3 jam diharapkan inspirasi dan 1. Monitor pola napas
Penyebab : atau ekspirasi yang memberikan ventilasi 2. Monitor
1. Depresi pusat pernapasan adekuat membaik dengan kriteria hasil : 3. bunyi napas
2. Hambatan upaya napas (mis. Nyeri 1. Disspnea menurun 4. Monito
saat bernapas, kelemahan otot 2. Penggunaan otot bantu napas Terapeutik
pernapasan) menurun 1. Pertahankan kepatenan jalan napas
3. Deformitas dinding dada. 3. Pemanjangan fase ekspirasi 2. Posisikan semi-fowler
4. Deformitas tulang dada. menurun 3. Berikan minum hangat
5. Gangguan neuromuskular. 4. Ortopnea menurun 4. Lakukan fisioterafi dada
6. Gangguan neurologis (mis 5. Pernapasanpursed-lip menurun 5. Lakukan penghisapan lender
elektroensefalogram [EEG]
6. Pernapasan cuping hidung 6. Lakukan hiperoksigenasi
positif, cedera kepala ganguan
kejang). menurun 7. Keluarkan sumbatan benda padat
7. Maturitas neurologis.
7. Ventilasi semenit meningkat dengan forsep
8. Penurunan energi.
9. Obesitas. 8. Kapasitas vital meningkat 8. Berikan oksigen jika perlu
10. Posisi tubuh yang menghambat
9. Diameter thorax anterior posterior Edukasi
ekspansi paru.

20
11. Sindrom hipoventilasi. meningkat 1. Anjurkan asupan cairan 2000
12. Kerusakan inervasi diafragma
10. Tekanan ekspirasi meningkat ml/hari
(kerusakan saraf CS ke atas).
13. Cedera pada medula spinalis. 11. Tekanan inspirasi meningkat 2. Ajarkan Teknik batuk efektif
14. Efek agen farmakologis.
12. Frekuensinapas membaik Kolaborasi
15. Kecemasan.
Gejalan dan Tanda Mayor : 13. Kedalaman napas membaik 1. Kolaborasi pemberian
Subjektif : 14. Ekskursi dada membaik bronkodilator
1. Dispnea
Objektif:
1. Penggunaan otot bantu pernapasan.
2. Fase ekspirasi memanjang.
3. Pola napas abnormal (mis.
takipnea. bradipnea,
hiperventilasi kussmaul cheyne-
stokes).
Gejala dan Tanda Minor :
Subjektif :
1. Ortopnea
Objektif :
1. Pernapasan pursed-lip.

21
2. Pernapasan cuping hidung.
3. Diameter thoraks anterior-
posterior  meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun\
8. Ekskursi dada berubah
3 SDKI SLKI SIKI
Gangguan Pertukaran Gas Pertukaran Gas Pemantauan Respirasi
Definisi : Kelebihan atau kekurangan Definisi: oksigenasi dan eliminasi Definisi: mengumpulkan dan
oksigenasi dan eliminasi karbondioksida karbondioksida pada membran alveolus- menganalisis data untuk memastikan
pada membran alveolus-kaviler kaviler dalam batas normal Setelah kepatenan jalan napas dan keefektifan
Penyebab: dilakukan tindakan keperawatan pertukaran gas.
1. Ketidakseimbangan ventilasi- diharapkan gangguan pertukaran gas Observasi
perfusi batas normal dengan kriteria hasil : 1. Monitor frekuensi, irama,
2. Perubahan membran alveolus- 1. Dipnea menurun kedalaman dan upaya napas.
kapiler 2. Bunyi napas menurun 2. Monitor pola napas
gejala dan tanda mayor 3. PCO2 membaik 3. Monitor kemampuan batuk efektif

22
subjectif :- 4. PO2 membaik 4. Monitor adanya sumbatan jalan
objektif : 5. Takikardi membaik napas
1. PCO2 meningkat dan menurun 6. pH arteri membaik 5. Monitor saturasi oksigen
2. PO2 menurun Terapeutik
3. pH arteri meningkat/menurun 1. Atur intervensi pemantauan
4. Bunyi naps tambahan respirasi sesuai kondisi pasien
5. Takikardi 2. Dokumentasikan hasil pemantauan
gejala dan tanda minor Edukasi
subjectif : 1. Jelaskan tujuan prosedur
1. Pusing pemantauan
2. Penglihatan Kabur
objectif :
1. Sianosis
2. Gelisah
3. Pola napas abnormal
(Cepat/lambat, reguler/ireguler,
dalam/dangkal)
4. Warna kulit abnormal ( mis. Pucat,
kebiruan)

23
24
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Resume
Tn R, berusia 41 tahun, agama Kristen, suku batak, pendidikan terakhir
SMA, pekerjaan supir, status pernikahan sudah menikah, alamat jl sehati gg buntu
no 50 kab tegal rejo, pasien masuk dari IGD IPI Medan pada tanggal 03
November 2021 dengan diagnose susp TB Paru relap. Pasien mengatakan pernah
mengalami tb paru 10 tahun yang lalu dan obat yang dikonsumsi tidak tuntas.
Pasien mengalami batuk berdarah selama 2 hari sebelum dibawa ke rs dan batuk ±
10 hari. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan, TD: 130/80 mmHg, RR:
24x/menit, Hr: 80x/menit, T : 36C, TB: 165cm, BB: 85. Yang bertanggung
jawab Tn E yaitu Ny N, pekerjaan ibu rumah tangga hubungan dengan keluarga
yaitu istri klien.
Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 15 November 2021 klien
mengatakan sesak masih ada, nyeri dada (-), batuk (+) kadang-kadang, sakit
kepala, klien mengeluh susah tidur terutama pada malam hari ± 4 jam, siang hari
± 1 jam, gelisah, nafsu makan bertambah, kondisi badan mulai. Berdasarkan
pemeriksaan yang dilakukan, TD: 120/80 mmHg, HR: 80x/i, RR: 24x/i, Temp:
360C. Klien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit terdahulu selain tb paru,
klien alergi pada makanan laut. Keluhan masuk kerumah sakit sesak nafas, batuk
disertai dengan sputum dan darah.

25
3.2 Genogram

Keterangan :

= laki-laki

= perempuan

= klien

= meninggal

3.3 Pemeriksaan Penunjang

Jenis Hasil Unit/Satuan Angka Normal Metode


Pemeriksaan
Hemoglobin 14.2 g/dl P:13-18 canggih
W:12-16
Leukosit 11.2 10*3/uL 4-11
Jumlah 197.00 /mm3 140.000-450.000
trombosit
Hematocrit 39.3 % P=42-56
W=36-47
Eritrosit 4.40 Juta/mm3 P=4.50-4.60
W=4.10-5.10

IMUNO
SEROLOGI
Covid-19 Non Reactive Non Reactive ICT
Anti covid Ig G
HASIL PEMERIKSAAN RADIOLOGI

26
FOTO THORAX: tampak bercak infiltrate pada lapangan atas paru kiri dan
parahiler disertai kalsifikasi( TB Paru Lama)

Pemeriksaan sputum : BTA ( + )

3.4 ANALISA DATA

No Analisa Data Etiologi Masalah

1 DS :- Klien mengatakan Mycobacterium tuberculosis Ketidakefektifan


↓ bersihan jalan
sesak nafas
Menempel pada bronchiole nafas
DO :- Klien tampak dan alveolus

pucat, gelisah dan
Polifer sel epitel dikeliling
lemas basil dan membentuk
dinding antara basil dan
- Irama
organ yang terinfeksi
pernafasan klien ↓
Basil menyebar melalui
tidak teratur
kelenjar getah bening
dengan menuju kelenjar ragional

frekuensi
Lesi primer menyebabkan
pernafasan yang kerusakan jaringan dan
menyebabkan
cepat RR :
inflamasi/infeksi
24x/i, ↓
Produksi secret meningkat,
Nadi : 80x/i
pecahnya pembuluh darah
- Produksi secret ↓
Batuk produktif,batuk darah
meningkat dan

batuk darah Ketidakefektifan bersihan
jalan nafas
- Adanya Suara
tambahan
Rhonkhi

3.5 Diagnose Keperawatan

27
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan produksi secret
meningkat dan batuk darah , RR 24x/i, nadi 80x/i.

28
3.6 Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi

1 Bersihan jalan nafas tidak efektif SLKI SIKI


berhubungan dengan produksi secret Bersihan jalan nafas Manajemen jalan nafas
meningkat dan batuk RR 24x/i, nadi Definisi: Ketidakmampuan Definisi : mengidentifikasi dan mengelola
80x/i. membersihkan sekresi atau obstruksi kepatenan jalan nafas.
dari saluran nafas untuk Observasi :
mempertahankan bersihan jalan nafas. 1. Monitor pola nafas
Kriteria Hasil : 2. Monitor bunyi nafas tambahan
1. Batuk yang tidak efekti 3. Monitor sputum
2. Dyspnea Terapeutik
3. Gelisah 1. Pertahankan kepatenan jalan nafas
4. Kesulitan verbalisasi 2. Posisikan semi fowler
5. Penurunan bunyi nafas 3. Berikan minuman hangat
6. Perubahan frekuensi nafas Edukasi
1. Ajarkan teknik batuk efektif
2. Ajarkan teknik pursed lips breathing
Kolaborasi :

29
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspetoran,mukolitik, jika perlu

3.7 Implementasi dan Evaluasi


Tanggal Implementasi Evaluasi
4 Novemver 2021 1. Memonitor status respirasi: ventilasi S: Klien mengatakan batuk berdahak
2. Mengajurkan pasien minum air hangat - Klien mengatakan nafas masih sesak
3. Mengatur Posisi Semi Fowler O: Klien terdengar batuk berdahak
4. Mengajarkan tehnik batuk efektif - Klien tampak sesak
5. Memberikan terapi Oksigenasi nasal kanul 3 - TD: 120/60 mmHg
liter/menit - N: 80 x/i
- S: 36C
- P: 24 x/i
A: Masalah bersihan jalan nafas belum teratasi
P: Manajemen jalan napas intervensi dilanjutkan no :
1. Memonitor frekuensi nafas dengan cara
melakukan perhitungan pernapasan selama 1
menit penuh dengan menggunakan stopwach.
2. Memonitor bunyi nafas tambahan dengan cara
menggunakan stetoskop
3. Mempertahankan kepatenan jalan nafas dengan
melonggarkan bagian baju dileher pasien

30
4. Memberikan Posisi semi fowler dan melakukan
pengukuran saturasi oksigen
5. Berikan minuman hangat
6. Mengajarkan teknik batuk efektif
7. Memonitor sputum

05 November 2021 1. Memonitor kembali status respirasi: ventilasi S: Klien mengatakan batuk sudah berkurang
2. Menganjurkan pasien munum air hangat - Klien mengatakan masih sesak nafas sudah sedikit
3. Mengatur Posisi Semi Fowler berkurang
4. Mengajarkan kembali tehnik batuk efektif O: Klien masih terdengar batuk berdahak
5. Memberikan terapi Oksigenasi nasal kanul 3 - Kl sesak
liter/menit - TD: 120/60 mmHg
- N: 80 x/i
- S: 36 C
- P: 23 x/i
A: Masalah bersihan jalan nafas teratasi sebagian
P:Intervensi dilanjutkan
06 Novermber 1. Memonitor kembali status respirasi: ventilasi S: Klien mengatakan hanya batuk sekali-sekali
2021 menganjurkan pasien minum air hangat - Klien mengatakan sesak nafas sudah berkurang
2. Mengatur Posisi Semi Fowler O: Klien sudah jarang terdengar batuk berdahak
3. Mengajarkan kembali tehnik batuk efektif - Klien tampak sudah tidak sesak

31
4. Memberikan terapi Oksigenasi nasal kanul 3 - TD: 120/80 mmHg
liter/menit - N: 80 x/i
- S: 36 C
- P: 20 x/i
A: Masalah bersihan jalan nafas teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan oleh perawat ruangan

32
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Tuberkulosis Paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau
diberbagai organ tubuh yang lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen
yang tinggi. Kuman ini juga mempunyai kandungan lemak yang tinggi pada
membran selnya sehingga menyebabkan bakteri ini menjadi tahan terhadap asam
dan pertumbuhan dari kumannya berlangsung dengan lambat. Bakteri ini tidak
tahan terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terutama terjadi pada malam
hari. Tuberkulosis Paru atau TB adalah penyakit radang parenkim paru karena
infeksi kuman Mycobacterium Tuberculosis.

4.2 Saran
Diharapkan kepada mahasiswa/mahasiswi keperawatan yang akan menjadi
perawat untuk melakukan asuhan keperawatan pada pasien tb paru dengan
prioritas masalah Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

33
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Zulkifli, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV.
Jakarta: FKUI.
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10.
Dialih bahasakan oleh Yasmin Asih. Jakarta : EGC.
Depkes RI. 2011. TBC Masalah Kesehatan Dunia. www.bppsdmk.depkes.go.id.
Tanggal diakses : 20 Maret 2011.
Doenges, Marilynn E, et al. 2005. Nursing diagnosis manual: Planning,
individualizing, and documenting client care.
Philadelphia : F.A. Davis Company. NANDA International. 2002. Diagnosa
keperawatan definisi dan klasifikasi 2009-2011. Dialih bahasakan oleh
Made Sumarwati, dkk. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia Anderson dan Lorraine McCarty Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit. Dialih bahasakan oleh Brahm U Pendit, dkk.
Jakarta : EGC.

34

Anda mungkin juga menyukai