Anda di halaman 1dari 8

Terakreditasi Dirjen Dikti SK No.

56/DIKTI/Kep/2005

Mengapa Kita Perlu Regulasi Penyiaran?

M. Rochim

ABSTRACT

The rise of media market in Indonesia has obvious impacts in the world of Indonesian media—
especially television. There are more than 11 national commercial televisions, and hundreds of
local television today—thanks for SK Menteri Penerangan Th. 111/1990 which allowing mass
media business to be operated in Indonesia. But, years after such liberalizations, televisions has
growing rapidly without real regulations. Complaints come from citizens concerning the low
quality of TV programs, the tendency of mono-culturalization, and unhealthy market (and
content) due to monopolistic ownership. These complaints marked the needs of broadcasting
regulation. Based on the assumption frequency as public’s own, therefore, the use of frequencies
must be dedicated to educate and serve public needs.

Kata kunci: penyiaran, regulasi, komisi penyiaran indonesia

1. Pendahuluan Indonesia. Meskipun bisa dibilang tidak murah


tetapi rata-rata hampir semua rumah tangga di In-
Televisi adalah media yang paling luas
donesia mempunyai pesawat televisi. Ini berbeda
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Jenis me-
dengan media cetak yang dikonsumsi hanya oleh
dia ini tidak mensyaratkan pemirsanya dalam
sebagian orang saja.
rangka menikmati tayangannya. Untuk masyarakat
Indonesia yang lebih kuat budaya lisannya, media Televisi sudah menjadi “benda wajib” yang
televisi tidak memiliki jarak yang jauh. Menonton harus hadir di tengah ruang keluarga. Sebuah rumah
televisi berbeda dengan budaya baca tulis. baru dikatakan sempurna jika “benda” ini sudah
Perkembangan televisi bergerak jauh lebih cepat hadir. Pendek kata, televisi telah menjadi bagian
dibanding media cetak. dari keseharian hidup orang Indonesia. Sejak
Ketika lahir pertama kali di Indonesia pada dikeluarkannya SK Menteri Penerangan No 111
Agustus 1962 melalui TVRI, mungkin belum Tahun 1990, industri dan bisnis media televisi
terbayangkan betapa televisi pada akhirnya bakal berubah menjadi marak. Awalnya adalah tahun
menjadi salah satu elemen yang sulit untuk 1987/1988, ketika RCTI diizinkan mengudara
dihindari, untuk tidak mengatakannya sebagai dengana menggunakan decoder, yang kemudian
yang terpenting, dari rutinitas keseharian rakyat diikuti oleh SCTV (1989), TPI (1991), AN Teve (1993)

M. Rochim. Mengapa Kita Perlu Regulasi Penyiaran? 227


dan, Indosiar (1994). Yosfiah dan para pemimpin media. Ia menjawab
Kebebasan untuk berekspresi tidaklah pertanyaan, mengapa di AS media cetak
diwariskan dari para pendiri bangsa kepada sepenuhnya bebas sedangkan media elektronik
pengelola media cetak dan penyiaran secara harus diregulasi? Waldron menjawab, “Karena
terpisah. Ini adalah hak yang paling dasar bagi siaran radio dan televisi bisa tiba-tiba masuk ke
masyarakat. Para pembuat rumusan hak asasi ruang keluarga Anda.” Dengan demikian regulasi
manusia percaya bahwa pemerintah tidak akan itu penting, paling tidak untuk melindungi
melarang kebebasan individu untuk bicara dan kepentingan umum, seperti perlindungan anak dan
menulis, bebas dari rasa takut dan sebagainya. norma keluarga. Karena sifat mempengaruhinya
Kebebasan untuk menyampaikan pendapat dan yang dirasa lebih kuat inilah maka regulasi untuk
hak atas informasi ini kemudian dilembagakan media penyiaran jauh lebih ‘ketat’ dibuat
dalam bentuk media cetak dan media penyiaran. pemerintah jika dibandingkan dengan media cetak.
Kedua lembaga tersebut bertugas untuk mencari,
mengolah, dan menyampaikan informasi yang ada 2. Perumusan Masalah
di sekitar masyarakat bagi masyarakat umum secara
luas. Menilik latar belakang tersebut di atas, maka
Dalam usahanya mencari, mengolah, dan muncul pertanyaan, “alasan apa yang membuat
menyampaikan informasi ini maka haruslah kita merasa perlu adanya regulasi bagi media
dibarengi dengan seperangkat aturan yang jelas penyiaran kita?”
yang pada gilirannya bisa secara baik mengatur
hak dan kewajiban dari sebuah lembaga media baik 3. Pembahasan
cetak maupun penyiaran. Maka dibuatlah undang- Ada tiga alasan utama mengapa pemerintah
undang untuk mengaturnya. membuat peraturan langsung bagi industri
Kita mengenal Undang-Undang no 40 tahun telekomunikasi. Pertama, frekuensi udara atau
1999, mengenai Pers, yang isinya secara umum spektrum frekuensi radio selaku ranah publik adalah
mengatur tentang regulasi media cetak. Kitapun komoditas yang terbatas. Spektrum frekuensi ra-
mengenal Undang-Undang No 32 Tahun 2002, dio di udara yang menjadi medium penyiaran
mengenai Penyiaran. Pertanyaannya kemudian bukanlah milik pengusaha/perusahaan media
mengapa peraturan bagi media penyiaran jauh penyiaran, melainkan milik publik seperti halnya
lebih’ketat’ dibanding media cetak. Media cetak kekayaan hayati di laut dan darat (baik hasil hutan
selama ini menikmati keuntungan dengan adanya maupun barang tambang yang terkandung dalam
sedikit proteksi dari pemerintah dibanding dengan bumi). Kekayaan hayati ini milik publik dan tidak
media penyiaran. Ini dimungkinkan karena bersifat tak terbatas sehingga keberadaannya harus
pemerintah dan masyarakat menilai media dilindungi oleh negara sebagai representasi publik.
penyiaran mempunyai kemampuan lebih untuk Ini berbeda halnya dengan media cetak yang tidak
mempengaruhi nilai-nilai sosial yang ada di menggunakan ranah publik (mau cetak berapa pun
masyarakat dibandingkan dengan media cetak. tirasnya, media cetak tidak dibatasi). Karena
Dalam sebuah pemilu, misalnya, media keterbatasannya ini, adalah tidak mungkin semua
penyiaran jauh mempengaruhi khalayak daripada orang memakai secara bersamaan untuk
media cetak. Jika menilik kasus di Indonesia, maka menyiarkan sesuatu kecuali justru hal yang mau
kita bisa melihat pada jatuhnya para korban akibat disiarkannya itu tidak akan tersiarkan.
tayangan acara Smackdown. Atau seperti yang Sebagai contoh (untuk kasus Jakarta) kanal
diungkapkan Gerard J. Waldron, seorang media FM yang disediakan oleh Balai Monitoring adalah
lawyer yang menjadi penasihat Kongres AS, yang 400 Khz, yang berarti hanya ideal bagi 48 channel
dalam satu kesempatan diskusi di tahun 1998, siaran radio. Tetapi kenyataannya, pada saat ini
bersama Menteri Penerangan (waktu itu), Yunus hampir 60 stasiun radio beroperasi di Jakarta. Kita

228 M EDIATOR, Vol. 8 No.2 Desember 2007


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

bisa bayangkan bagaimana semrawutnya udara di Dengan tingkat penetrasi yang hampir 90% untuk
atas Jakarta dan bagi kita yang kebetulan hanya televisi dan 39% untuk radio, bisa dibayangkan
punya radio dengan teknologi yang pas-pasan, dampak yang timbul bagi khalayak media
siap-siap saja untuk menerima suara yang jauh dari penyiaran ini. Tentu saja dampak bisa baik dan
jernih dan terkadang berdenging. bisa juga buruk. Namun, jika dihadapi tidak dengan
Dari kasus itu saja kita bisa bayangkan kalau kekritisan, maka dampak buruk jauh lebih besar
tidak ada regulasi yang mengaturnya, siapa pun mungkin terjadi daripada sebaliknya. Dan
bisa mengudara hingga mengacaukan suara sayangnya, masyarakat Indonesia dengan tingkat
pemancar lain yang menggunakan frekuensi yang keterdidikan yang rendah, sangat rentan
sama atau berdekatan. Padahal, spektrum frekuensi terpengaruh.
radio tidak hanya diperuntukkan bagi stasion ra- Sedikit uraian mengenai pengaruh televisi
dio semata tetapi juga untuk hal lain seperti kepada anak-anak, remaja, dan kaum ibu di bawah
transportasi, telepon seluler, dan lain sebagainya. ini bisa menggambarkan mengenai dampak televisi.
Kedua, spektrum frekuensi radio dimiliki oleh Anak-anak adalah korban pertama. Banyak
publik. Ini berarti pengusaha atau perusahaan kalangan menjadikan televisi sebagai baby sitter
media penyiaran sebenarnya meminjam frekuensi bagi anak-anak mereka. Tampaknya memang tidak
kepada publik yang direpresentasikan oleh negara bermasalah karena si anak cenderung untuk diam
dan karenanya tidak bisa diperjualbelikan dan dan asyik memelototi sang gambar bergerak.
diwariskan kepada anak cucunya. Hal yang terjadi Namun, berbagai penelitian dan berbagai fakta
sekarang adalah kepemilikan media penyiaran menyebutkan “meletakkan” anak-anak, apalagi
dengan gampang bisa dialihtangankan. Sebagai usia dini, sangat berbahaya baik perkembangan
contoh, kelompok usaha Bimantara Citra dengan fisik dan psikis. Anak usia di bawah dua tahun,
MNC-nya mengambil alih kepemilikan di RCTI, seperti yang dijelaskan Rahmita P. Soendjono,
Global TV, dan TPI. Atau sebuah stasion radio di seorang psikolog anak, yang dibiarkan oleh orang
Bandung, yang karena pemiliknya bercerai, menjual tuanya menonton akan menyerap pengaruh yang
radio-nya sebagai bagian dari harta gono-gini. merugikan. Ini terutama, pada perkembangan otak,
emosi, sosial, dan kemampuan kognitif anak.
Dan alasan ketiga, media penyiaran haruslah
Sementara, pada kasus remaja, lain lagi halnya.
bertanggung jawab kepada masyarakat selaku
Remaja, meski jauh lebih baik dalam menangkap
pemilik frekuensi radio dengan memberikan kerja
tayangan televisi dibanding anak-anak, namun
dan tayangan terbaik. Sejatinya, media penyiaran
mereka berada dalam fase psikologis yang labil.
berfungsi sebagai media komunikasi, informasi,
Mereka sedang dalam proses pencarian jati diri.
dan tentunya media pendidikan selain juga
Proses ini ditandai dengan melakukan identifikasi
sebagai media hiburan. Pada tataran ini tidak ada
pada sesuatu yang dianggap hebat. Hal inilah yang
hal yang kontroversial dengan fungsi dari sebuah
kemudian dimanfaatkan oleh televisi. Proses
media penyiaran. Persoalan baru muncul manakala
identifikasi yang memenuhi seluruh gerak dan
media bersentuhan dengan sisi bisnis. Karena di
impuls remaja justru dimanfaatkan dan dijinakkan
sini muncul, persepsi, perspektif, dan kepentingan
oleh media televisi untuk menciptakan
yang berbeda-beda.
ketergantungan. Hal yang terjadi selanjutnya
Dalam bisnis, meraih keuntungan yang
adalah mereka dipaksa untuk tidak menjadi dirinya
sebesar-besarnya dengan biaya yang serendah-
sendiri, melainkan menjadi menurut kehendak
rendahnya adalah sah. Jika dikaitkan dengan me-
kepentingan.
dia penyiaran, tentunya ini terkait dengan biaya
produksi yang minim tetapi memperoleh kue iklan Berbagai agenda kepentingan yang
yang besar. Atas nama bisnis, terjadilah eksploitasi disodorkan oleh media adalah dalam kerangka
berlebihan di mana perasaan publik terabaikan. menciptakan ketergantungan. Hal ini menjadikan

M. Rochim. Mengapa Kita Perlu Regulasi Penyiaran? 229


para remaja kita tidak mempunyai pengalaman yang di Indonesia kita kenal sebagai Komisi
empirik untuk melakukan empati sosial dan Penyiaran Indonesia (KPI). Kedua, publik berhak
pengaruh yang terbesar adalah akan terciptanya mengajukan keberatan terhadap isi siaran. Selama
para remaja dengan kepribadian yang pasif, yang ini hampir tidak pernah ada kontrol terhadap isi
tidak punya kemauan untuk berekspresi, karena siaran. Membiarkan media televisi Indonesia
memang televisi telah memenuhi seluruh ruang melenggang tanpa pengawasan, tanpa kontrol
kebutuhannya secara virtual. Berbagai tayangan adalah sikap yang berbahaya sekaligus bodoh.
sinetron, tanpa perlu menyebut judul, bisa kita Berbagai bentuk materi siaran, apalagi yang
dapati. Dengan tema remaja, mereka hanya berjenis hiburan seperti sinetron, kuis,
mengeksploitasi kehidupan remaja dalam satu sisi infotainment, atau reality show seringkali lepas
untuk kemudian mereduksinya menjadi sebuah dari norma-norma kepatutan sebuah karya kreatif,
fantasi. Fantasi yang tercipta bukanlah dalam yang mestinya juga harus bertanggung jawab pada
pengertian yang sebenarnya, tetapi lebih dalam tumbuhnya eksplorasi masyarakatnya. Dr. Meuthia
kemudahan mendapatkan sesuatu, sebagaimana Hatta, Menteri Negara Pemberdayaan Wanita,
yang sering ditampilkan di layar kaca. pada 24 Juli yang lalu mengeluarkan pernyataan
seperti yang dikutip oleh Tribun Jabar, “sinetron
Hal yang sama pun terjadi pada kaum ibu.
Indonesia tak berkualitas! Artisnya cantik-cantik,
Bahkan, kelompok perempuan dewasa ini menjadi
ganteng-ganteng, tapi jalan ceritanya amburadul.”
sasaran paling strategis bagi media. Lihat saja,
Munculnya berbagai kritik dan keluhan sebagian
misalnya, acara-acara pada jam ibu rumah tangga
masyarakat atas kualitas tayangan program televisi
ada di rumah. Mulai dari talk show, infotainment,
Indonesia, seperti halnya pernyataan Meuthia
hingga sinetronnya dijejali dengan berbagai
Hatta, menunjukkan hal itu dengan jelas. Banyak
produk iklan yang ditujukan bagi kaum ibu. Dalam
kita jumpai sinetron yang bukan saja rendah
struktur rumah tangga di Indonesia, ibu adalah
kualitas teknik dan penyampaiannya, tetapi juga
manager keuangan yang berfungsi menjalankan
rendah dalam kualitas tematik, setting sosial, serta
roda ekonomi keluarga. Maka bisa dibayangkan
miskin pendalaman materi. Apalagi, rendahnya
efek domino yang terjadi. Jika manajernya terbujuk
kreativitas produser itu bergabung dengan
maka mudahlah yang lainnya. Masyarakat
rendahnya sensibilitas pihak pengelola televisi.
konsumsi pun lalu bisa tercipta.
Kedua hal tersebut menjadi faktor yang paling
Jika menyimak pengaruh seperti tersebut di
berpengaruh terhadap rendahnya kreativitas
atas sudah seyogianya pengelola media penyiaran
pekerja kreatif. Untuk itulah maka diperlukan
hendaknya mengerti dan paham betul mengapa
kontrol publik. Bentuk kontrol yang bisa dilakukan
mereka harus memberikan acara terbaik bagi
oleh publik bukan dengan berdemo lantas merusak
masyarakatnya.
gedung di mana media itu berada, seperti dulu yang
Jika pengelola dihadapkan pada persoalan
pernah terjadi pada Jawa Pos, tetapi menyalurkan
bahwa mereka harus mengerti dan paham dalam
keberatannya melalui lembaga atau institusi yang
memperlakukan khalayaknya, maka kita selaku
ditunjuk dalam hal ini KPI. Ketiga, publik berhak
khalayak pun dituntut untuk secara arif
menolak kehadiran sebuah lembaga penyiaran
memperlakukan media. Lantas apa yang bisa
maupun isi siaran. Tentu penolakannya ini didasari
dilakukan oleh publik? Jawabnya banyak. Jika
oleh alasan logis yang masuk akal. Inilah yang
berkaca pada UU No 32 Tahun 2002, mengenai
kemudian terjadi dan menimpa kasus majalah Play-
Penyiaran, maka publik punya peran yang lebih
boy Indonesia.
besar. Pertama, publik berhak menentukan
perijinan. Tentu tidak semua orang berhak Amerika adalah sebuah negara yang seringkali
mengeluarkan izin. Dalam kasus penyiaran, maka dijadikan rujukan ketika kita berbicara tentang
publik di sini direpresentasikan dalam sebuah demokrasi, terlepas setuju atau tidak setuju. Namun,
lembaga yang dikenal sebagai regulator body untuk negara se-liberal AS pun, regulasi masih

230 M EDIATOR, Vol. 8 No.2 Desember 2007


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

diberlakukan. Ada beberapa alasan yang kemudian bagi masyarakat dan praktek bisnis yang tidak
menunjukkan kepada kita bahwa ternyata regulasi adil tidak diizinkan karena akan mengurangi kadar
penting dan harus diberlakukan. Alasan tersebut, kompetisi. Yang dimaksud dalam pernyataan
antara lain: tersebut adalah kompetisi pada gilirannya
Pertama, masalah ekonomi. AS adalah sebuah diharapkan menghasilkan suatu produk yang baik
negara yang mendasarkan sistem dan murah yang bisa dijangkau masyarakat. Secara
perekonomiannya pada ekonomi pasar (kapitalis). teoretis, perusahaan yang menghasilkan produk
Ekonomi pasar mempunyai dua asumsi, yaitu: yang baik dengan harga yang murahlah yang akan
kompetisi akan menghasilkan sesuatu yang baik bertahan dalam persaingan. Meskipun begitu,

Tabel 1: Kepemilikan Silang Media Elektronik

Nama kelompok usaha Nama media Jenis usaha keterangan


Bimantara Citra RCTI Televisi
Global tv Televisi
TPI Televisi
Trijaya FM Jakarta Radio
Prapanca FM Medan Radio
SCFM Surabaya Radio
ARHFM Jakarta Radio
Kompas gramedia group TV 7 Televisi Kompas Gramedia Group
Sonora FM Jakarta Radio bergerak di bidang penerbitan
Salvatore FM Radio buku, radio, perusahaan
Surabaya Radio perjalanan wisata, hotel,
Bikima FM supermarket, asuransi, bank,
Yogyakarta industri periklanan, tambak
udang, mebel rotan, perusahaan
perfilman, dll. Data SPS hingga
tahun 1997 menunjukkan
kelompok ini memiliki 9
suratkabar, 5 tabloid, dan 14
majalah.
Indosiar Visual Mandiri Indosiar Televisi
Elshinta FM Jakarta Radio
Kelompok Media Metro TV Televisi Menerbitkan Media Indonesia
Indonesia dan Lampung Post
Jawa Pos Group JTV Surabaya Televisi Hingga tahun 1997, ekspansi
RTV Pekan Baru Televisi jawa pos group menghasilkan
Batam TV Televisi kepemilikan 20 surat kabar, 5
Dan 6 tv local Televisi tabloid mingguan, dan 4
lainnya majalah. Ini di luar 11
percetakan, 1 pabrik kertas, dan
9 perusahaan non penerbitan yg
bergerak di wilayah perbankan,
hotel, internet service provider,
dan real estate.
Sumber : Sudibyo, 2004:44

M. Rochim. Mengapa Kita Perlu Regulasi Penyiaran? 231


praktek bisnis yang tidak adil seperti monopoli, individu yang lebih besar daripada manfaatnya
dilarang. Monopoli bisa terjadi jika perusahaan secara keseluruhan bagi masyarakat. Hak atas
pesaing tidak ada dan lemah daya saingnya, informasi tercantum dalam First Amandment. Or-
sementara produsenlah yang menentukan harga ang berhak atas informasi yang ada di sekitarnya
di pasar. Ini tidak sesuai dengan ekonomi pasar dan media bertugas untuk menyampaikannya
yang berdasar pada hukum permintaan dan sesuai dengan fungsinya sebagai pengawas
penawaran. Untuk itulah kemudian pemerintah lingkungan. Namun, dalam usahanya
USA membuat Telecommunication Act untuk menyampaikan informasi, cara bagaimana media
melindungi usaha telekomunikasi dari praktek- mendapatkan informasi tersebut haruslah sesuai
praktek monopoli. dengan peraturan yang ada. Para jurnalis
hendaknya mengikuti kaidah serta etika jurnalistik
Hal serupa juga berlaku di Indonesia yang
yang berlaku, seperti menghindari penggunaan
membuat UU telekomunikasi No 36 Tahun 1999
kamera tersembunyi dan mikrofon secara tidak sah
dan Undang-undang No 5 Tahun 1999, mengenai
dalam mengejar informasi dari narasumber. Privasi
praktek monopoli, meskipun pemerintah RI tidak
narasumber tetaplah harus dijaga. Atau juga
sepenuhnya mendasarkan sistem ekonominya
menghindari adanya ‘penjulukan’ yang tidak etis
pada ekonomi pasar. Khusus mengenai lembaga
atas diri seseorang oleh media. Untuk kasus Indo-
penyiaran, seperti yang tercantum dalam UU
nesia, hal ini diakomodasi dalam UU Pers No 40
penyiaran No 32 Tahun 2002, secara tegas
Tahun 1999, dan UU Penyiaran No 32 Tahun 2002,
dinyatakan dalam Pasal 5, Ayat g, mengenai
di mana salah satu pasalnya mengatur tentang hak
larangan monopoli kepemilikan dan dukungan
privasi dari narasumber.
terhadap persaingan yang sehat di bidang
penyiaran. Meskipun ternyata dalam prakteknya Keempat, bagi pemberlakuan regulasi oleh
masih kita dapati usaha-usaha para pemilik modal pemerintah AS adalah peraturan mengenai arus
untuk melakukan konglomerasi media, seperti informasi selama terjadinya perang. Ketika terjadi
pada tabel 1. peperangan, maka pemerintah berhak untuk
melakukan upaya sensor dan membatasi ruang
Kedua, regulasi diperuntukkan bagi usaha- gerak media jika dirasa itu membahayakan para
usah a yang memang secar a nota bene tentara AS yang terlibat dalam peperangan. Adalah
menghasilkan dampak negatif yang luas di wajar jika selama perang, media lebih didominasi
masyarakat. Contoh yang pas untuk ini adalah oleh pemberitaan yang sifatnya propaganda. Ini
peraturan mengenai tembakau atau rokok. dimaksudkan agar moral para tentara tetap terjaga
Tembakau nyata-nyata, berdasarkan riset, dan masyarakat mau mendukung pemerintah
mempunyai dampak buruk bagi kesehatan, tetapi memenangkan perang tersebut. Jika hal yang
masih juga diperdagangkan. Untuk itu maka sebenarnya terjadi dalam sebuah peperangan
pemerintah perlu membuat regulasi agar dijelaskan oleh media secara gamblang, tentunya
masyarakat lain yang memang tidak suka dengan tidak akan pernah ada pihak-pihak yang mau
tembakau bisa terjaga haknya untuk hidup secara berperang. Untuk itulah mengapa selama
sehat. Hal serupa juga menimpa Indonesia. Adalah terjadinya Perang Vietnam dan perang Irak para
suatu dilema tersendiri ketika akan melarang jurnalis yang ikut berperang dibatasi ruang
produk rokok dengan alasan karena cukai yang geraknya.
dihasilkan bagi pemasukan anggaran negara
men capai trili unan rupia h pert ahunn ya. Kelima, yang membuat pemerintah AS untuk
Sementara pemerintah pun sadar bahwa merokok memberlakukan regulasi adalah alasan keamanan
adalah sesuatu yang tidak baik bagi kesehatan. dalam negerinya. Media dibatasi untuk meliput dan
mengungkap sebuah kasus jika itu dirasa
Ketiga, regulasi dibuat jika produk atau mengancam stabilitas dan keamanan dalam negeri
perusahaan menghasilkan dampak negatif bagi AS.

232 M EDIATOR, Vol. 8 No.2 Desember 2007


Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

4. Kesimpulan Daftar Pustaka


Bagaimana seharusnya kita mengkritisi, A. Buku
menilai, dan memaklumi televisi Indonesia adalah
Budiman, Kris. 2002. Di Depan Kotak Ajaib:
menjadi tugas kita bersama. Pemaparan berbagai
Menonton Televisi sebagai Praktik
persoalan di atas hendaknya menyadarkan kita
Konsumsi. Galang Press. Yogyakarta.
bahwa sesungguhnya produk tayangan yang
muncul lebih didasari oleh selera mereka yang Gazali, Effendi, et al. 2003. Konstruksi Sosial
membuat dan menayangkannya, bukan karena Industri Penyiaran. Penerbit Departemen
selera masyarakat atau permintaan pasar seperti Ilmu Komunikasi FISIP UI. Jakarta.
yang selama ini kita kenal. Hanim, Masayu S, et al. 2006. Dampak Tayangan
Sudah sepantasnya masyarakat mengetahui Pornografi, Kekerasan dan Mistik di
latar belakang permasalahannya. Dengan Televisi: di Palembang dan Semarang. LIPI.
demikian, masyarakat mampu menempatkan Jakarta.
posisi untuk menuntut hak-haknya secara
memadai. Memang menonton televisi adalah Sudibyo, Agus. 2004. Ekonomi Politik Media
gratis, namun tidak berarti stasiun televisi boleh Penyiaran. LKIS. Yogyakarta.
melakukan kesewenang-wenangan. Karena ada Razak, Abdul dan Gunawan Subagio. 2000. “Debat
harga yang harus dibayar oleh masyarakat Besar Pornografi. “ Penerbit HU Pikiran
penontonnya, yaitu karakter, kepribadian, dan Rakyat Bandung. Bandung.
kemandirian.
Wirodono, Sunardian. 2006. Matikan TV-Mu !
Kita mungkin bisa berharap, dengan adanya
Resist Book. Yogyakarta.
regulasi yang jelas dan diberlakukan secara tegas,
peranan ideal media sebagai sarana pembelajaran B. Sumber Lain
dan pendidikan agar masyarakat kian memiliki
sikap kritis dan mampu berpikir serta bertindak Undang – undang Penyiaran No 32 Tahun 2002
mandiri dapat dicapai. Semoga. Harian Umum Tribun Jabar, 24 Juli 2007.

M. Rochim. Mengapa Kita Perlu Regulasi Penyiaran? 233


234 M EDIATOR, Vol. 8 No.2 Desember 2007

Anda mungkin juga menyukai