56/DIKTI/Kep/2005
M. Rochim
ABSTRACT
The rise of media market in Indonesia has obvious impacts in the world of Indonesian media—
especially television. There are more than 11 national commercial televisions, and hundreds of
local television today—thanks for SK Menteri Penerangan Th. 111/1990 which allowing mass
media business to be operated in Indonesia. But, years after such liberalizations, televisions has
growing rapidly without real regulations. Complaints come from citizens concerning the low
quality of TV programs, the tendency of mono-culturalization, and unhealthy market (and
content) due to monopolistic ownership. These complaints marked the needs of broadcasting
regulation. Based on the assumption frequency as public’s own, therefore, the use of frequencies
must be dedicated to educate and serve public needs.
bisa bayangkan bagaimana semrawutnya udara di Dengan tingkat penetrasi yang hampir 90% untuk
atas Jakarta dan bagi kita yang kebetulan hanya televisi dan 39% untuk radio, bisa dibayangkan
punya radio dengan teknologi yang pas-pasan, dampak yang timbul bagi khalayak media
siap-siap saja untuk menerima suara yang jauh dari penyiaran ini. Tentu saja dampak bisa baik dan
jernih dan terkadang berdenging. bisa juga buruk. Namun, jika dihadapi tidak dengan
Dari kasus itu saja kita bisa bayangkan kalau kekritisan, maka dampak buruk jauh lebih besar
tidak ada regulasi yang mengaturnya, siapa pun mungkin terjadi daripada sebaliknya. Dan
bisa mengudara hingga mengacaukan suara sayangnya, masyarakat Indonesia dengan tingkat
pemancar lain yang menggunakan frekuensi yang keterdidikan yang rendah, sangat rentan
sama atau berdekatan. Padahal, spektrum frekuensi terpengaruh.
radio tidak hanya diperuntukkan bagi stasion ra- Sedikit uraian mengenai pengaruh televisi
dio semata tetapi juga untuk hal lain seperti kepada anak-anak, remaja, dan kaum ibu di bawah
transportasi, telepon seluler, dan lain sebagainya. ini bisa menggambarkan mengenai dampak televisi.
Kedua, spektrum frekuensi radio dimiliki oleh Anak-anak adalah korban pertama. Banyak
publik. Ini berarti pengusaha atau perusahaan kalangan menjadikan televisi sebagai baby sitter
media penyiaran sebenarnya meminjam frekuensi bagi anak-anak mereka. Tampaknya memang tidak
kepada publik yang direpresentasikan oleh negara bermasalah karena si anak cenderung untuk diam
dan karenanya tidak bisa diperjualbelikan dan dan asyik memelototi sang gambar bergerak.
diwariskan kepada anak cucunya. Hal yang terjadi Namun, berbagai penelitian dan berbagai fakta
sekarang adalah kepemilikan media penyiaran menyebutkan “meletakkan” anak-anak, apalagi
dengan gampang bisa dialihtangankan. Sebagai usia dini, sangat berbahaya baik perkembangan
contoh, kelompok usaha Bimantara Citra dengan fisik dan psikis. Anak usia di bawah dua tahun,
MNC-nya mengambil alih kepemilikan di RCTI, seperti yang dijelaskan Rahmita P. Soendjono,
Global TV, dan TPI. Atau sebuah stasion radio di seorang psikolog anak, yang dibiarkan oleh orang
Bandung, yang karena pemiliknya bercerai, menjual tuanya menonton akan menyerap pengaruh yang
radio-nya sebagai bagian dari harta gono-gini. merugikan. Ini terutama, pada perkembangan otak,
emosi, sosial, dan kemampuan kognitif anak.
Dan alasan ketiga, media penyiaran haruslah
Sementara, pada kasus remaja, lain lagi halnya.
bertanggung jawab kepada masyarakat selaku
Remaja, meski jauh lebih baik dalam menangkap
pemilik frekuensi radio dengan memberikan kerja
tayangan televisi dibanding anak-anak, namun
dan tayangan terbaik. Sejatinya, media penyiaran
mereka berada dalam fase psikologis yang labil.
berfungsi sebagai media komunikasi, informasi,
Mereka sedang dalam proses pencarian jati diri.
dan tentunya media pendidikan selain juga
Proses ini ditandai dengan melakukan identifikasi
sebagai media hiburan. Pada tataran ini tidak ada
pada sesuatu yang dianggap hebat. Hal inilah yang
hal yang kontroversial dengan fungsi dari sebuah
kemudian dimanfaatkan oleh televisi. Proses
media penyiaran. Persoalan baru muncul manakala
identifikasi yang memenuhi seluruh gerak dan
media bersentuhan dengan sisi bisnis. Karena di
impuls remaja justru dimanfaatkan dan dijinakkan
sini muncul, persepsi, perspektif, dan kepentingan
oleh media televisi untuk menciptakan
yang berbeda-beda.
ketergantungan. Hal yang terjadi selanjutnya
Dalam bisnis, meraih keuntungan yang
adalah mereka dipaksa untuk tidak menjadi dirinya
sebesar-besarnya dengan biaya yang serendah-
sendiri, melainkan menjadi menurut kehendak
rendahnya adalah sah. Jika dikaitkan dengan me-
kepentingan.
dia penyiaran, tentunya ini terkait dengan biaya
produksi yang minim tetapi memperoleh kue iklan Berbagai agenda kepentingan yang
yang besar. Atas nama bisnis, terjadilah eksploitasi disodorkan oleh media adalah dalam kerangka
berlebihan di mana perasaan publik terabaikan. menciptakan ketergantungan. Hal ini menjadikan
diberlakukan. Ada beberapa alasan yang kemudian bagi masyarakat dan praktek bisnis yang tidak
menunjukkan kepada kita bahwa ternyata regulasi adil tidak diizinkan karena akan mengurangi kadar
penting dan harus diberlakukan. Alasan tersebut, kompetisi. Yang dimaksud dalam pernyataan
antara lain: tersebut adalah kompetisi pada gilirannya
Pertama, masalah ekonomi. AS adalah sebuah diharapkan menghasilkan suatu produk yang baik
negara yang mendasarkan sistem dan murah yang bisa dijangkau masyarakat. Secara
perekonomiannya pada ekonomi pasar (kapitalis). teoretis, perusahaan yang menghasilkan produk
Ekonomi pasar mempunyai dua asumsi, yaitu: yang baik dengan harga yang murahlah yang akan
kompetisi akan menghasilkan sesuatu yang baik bertahan dalam persaingan. Meskipun begitu,