Anda di halaman 1dari 27

AKHLAK DAN KECERDASAN

Makalah ini disusun dan diajukan untuk memenuhi tugas kelompok


pada mata kuliah Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu:

Salman Al Farisi, M. Pd.

DOSEN PENGAMPU

Salman Al Farisi, M.Pd.

Disusun oleh: Kelompok 6

1. Azwa Putri
2. Putri Nur azizah
3. Indri Fauziyah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


(STKIP) PANGERAN DHARMA KUSUMA INDRAMAYU

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini. Sholawat
serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Tidak
lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Salman Al Farisi, M.Pd.
selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang senantiasa
membimbing penulis dalam menyelesaikan tugas makalah ini.

Makalah yang berjudul “Akhlak Dan Kecerdasan ” ini disusun untuk


memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Ahklak
merupakan tingkah laku seseorang yang didorong oleh sesuatu keinginan secara
sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik. Sedangkan Kecerdasan
merupakan alat untuk belajar, menyelesaikan masalah, dan menciptakan semua
hal yang bisa digunakan manusia dalam sehari-hari.
Bilamana ada beberapa kesalahan yang terdapat dalam makalah ini, ijinkan
penulis menghaturkan permohonan maaf. Sebab, makalah ini tiada sempurna dan
masih memiliki banyak kelemahan. Penulis juga berharap pembaca makalah ini
dapat memberikan keritikan dan sarannya kepada penulis.
Semoga malah ini bermanfaat bagi pembaca untuk menambah ilmu
pengetahuan, wawasan, dan menjadikan acuan untuk penulisan makalah lainnya.

Indramayu, 13 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................ii

DAFTAR ISI .............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................1

A. Latar Belakang ...........................................................................................1


B. Rumusan Masalah .....................................................................................2
C. Tujuan Masalah .........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................3

A. Akhlak .........................................................................................................3
1. Pengertian Akhlak ..................................................................................3
2. Konsep Akhlak.......................................................................................4
3. Ruang Lingkup Akhlak ..........................................................................5
B. Kecerdasan .................................................................................................8
1. Pengertian Kecerdasan ..........................................................................8
2. Teori-teori Kecerdasan .........................................................................8
3. Klasifikasi Kecerdasan .........................................................................9
4. Macam-macam Potensi Intelegensi atau Kecerdasan ...........................10
5. Bentuk Kecerdasan Intelektual, Emosional, Moral,dan Spiritual
dalam Psikolog Islam ............................................................................12

BAB III PENUTUP ..................................................................................................23

A. Kesimpulan .................................................................................................23
B. Saran ...........................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................24


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akhlak dalam Islam menjadi sesuatu yang penting dan berguna bagi
umatnya. Akhlak menjadi suatu yang akan membuat seseorang mendapatkan
kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Islam adalah agama yang sempurna yang
mengatur sedetail-detailnya segala sesuatu. Islam juga, agama yang mengatakan
bagi siapa yang mengikuti ajarannya dengan benar sesuai yang diperintahkan
Allah dan Rasulnya. Karena Islam adalah agama yang selamat dan
menyelamatkan
Pendidikan adalah salah satu sarana untuk membentuk kepribadian
manusia, sebagaimana tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia. Pada
kenyataanya, pendidikan belum mampu mencapai tujuan yang diinginkan.
Perilaku-perilaku tidak terpuji masih banyak terjadi di masyarakat, dari mulai
merebaknya penggunaan narkoba, asusila, pelanggaran HAM, pembunuhan,
penganiayaan, minimnya kejujuran, dan lain sebagainya. Etika atau Akhlak
menjadi sesuatu yang sangat penting bagi kelangsungan hidup. Islam memberikan
perhatian yang sangat besar terhadap Etika atau Akhlak
Kecerdasan sering dipahami oleh masyarakat sebagai kemampuan seseorang
dalam berproses. Proses berfikir disini dilakukan untuk memperoleh pengetahuan
yang lebih dalam. Pengetahuan yang diperoleh akan menjadi landasan
kesukssannya. Banyak yang menganggap bahwa orang cerdas dalan intelektual
akan sukses. Namun, kesuksesan seseorang tidak hanya ditentukan dari
kecerdasan intelektual saja, melainkan adanya dukungan dari kecerdasan lain.
Kecerdasan tersebut adalah kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Ketiga
kecerdasan ini terdapat didalam diri setiap individu, dan akan berkembang jika
dapat mengasahnya dengan baik.
Dalam proses pendidikan, kecerdasan emosional mempunyai peranan yang
besar dalam mencapai hasil pendidikan secara lebih bermakna. Dengan
kecerdasan emosional yang tinggi seseorang akan mampu mengendalikan potensi
intelektualnya dalam pendidikan sehingga terwujud dalam sukse bermakna.
Dalam proses belajar mengajar faktor non-intelektual mempunyai kontribusi yang
beasr terhadap timbulnya gejala prestasi belajar faktor non-intelektual tersebut
antara lain sikap dan kebiasaan belajar, motif berprestasi, minat belajar
ketergantungan, kualitas kehidupan keluarga dan hubungan sosial.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Akhlak?
2. Apa yang dimaksud Kecerdasan?

C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui pengertian dari akhlak
2. Untuk mengetahui pengertian Kecerdasan
BAB II
PEMBAHASAN

A. AKHLAK
1. Pengertian Akhlak
Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang
didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan
yang baik. Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal
dari bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat. Cara
membedakan etika, moral, dan akhlak, yaitu dalam etika, untuk menentukan
nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolok ukur akal pikiran
atau rasio, sedangkan dalam moral dan susila menggunakan tolok ukur norma-
norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung dalam masyarakat (adat
istiadat), dan dalam akhlak menggunakan ukuran Al Qur‟an dan Al Hadis
untuk menentukan baik-buruknya.

ِ ‫ٍ ألُٕنُٕا ِنهُا‬ٛ
‫بط‬ ‫ز اب اي ٰٗ أ ْان اً ا‬ٛ‫سبًَب أرِ٘ ْانمُ ْش اث ٰٗ أ ْان ا‬
ِ ‫سب ِك‬ ‫ ٍِْ ِإحْ ا‬ٚ‫َّللاا أ ِث ْبن إا ِنذا‬
‫اَل ر ا ْعجُذ ٌُٔا ِإ اَل ا‬
ِِ ْ ‫ُح ْسًُب‬
Artinya: “Janganlah kamu menyembah selain Allah, berbuat baiklah kepada
kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Dan
bertutur katalah yang baik dengan manusia” (QS. Al-Baqoroh: 83).
Disamping istilah “akhlak”, kita juga mengenal istilah “etika” dan
“moral”. Ketiga istilah itu sama-sama menentukan nilai baik dan buruk dari
sikap dan perbuatan manusia.Perbedaannya terletak pada standar masing-
masing. Akhlak standarnya adalah Al-Qur‟an dan Sunnah. Sedangkan etika
standarnya pertimbangan akal pikiran, dan moral standarnya adat kebiasaan
yang umum berlaku di masyarakat.
a. Etika
Perkataan etika berasal dari bahasa yunani ethos yang berarti adat
kebiasaan. Di dalam kamus istilah pendidikan dan umum dikatakan
bahwa etika adalah bagian dari filsafat yang mengajarkan keluhuran budi
(baik dan buruk). Menurut Dr. H. Hamzah ya‟qub “ etika adalah ilmu
yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan
memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui
oleh akal pikiran”. Etika menurut Ki Hajar Dewantara“ etika adalah ilmu
yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia
semuanya”.
b. Moral
Perkataan moral berasal dari bahasa Latin mores yaitu jamak dari mos
yang berarti adat kebiasaan. Didalam kamus umum bahasa Indonesia
dikatakan bahwa moral adalah baik buruk perbuatan dan perkataan.
Moral merupakan istilah yang digunakan untuk memberikan batasan
terhadap aktivitas manusia dengan nilai atau hukum baik dan buruk.
Perbedaan antara moral dan etika yaitu, etika lebih banyak bersifat
teoritis sedangkan moral lebih banyak bersifat praktis. Etika memandang
tingkah laku manusia saecara umum, sedangkan moral secara lokal.
Moral menyatakan ukuran, sedangkan etika menjelaskan ukuran itu.

c. Kesusilaan

Kesusilaan berasal dari kata susila yang mendapat awalan ke dan akhiran
susila. Susila berasal dari bahasa sansekerta, yaitu su dan sila. Su yang
berarti baik, bagus dan sila berarti dasar, prinsip, peraturan hidup atau
norma. Didalam kamus umum bahasa Indonesia dikatakan, susila berarti
sopan, beradab, baik budi bahasanya dan kesusilaan sama dengan
kesopanan. Kata susila selanjutnya digunakan untuk arti sebagai aturan
hidup yang lebih baik. Orang susila adalah orang yang berkelakuan baik,
sedangkan orang yang asusila adalah orang yang berkelakuan buruk.

2. Konsep Akhlak

Dari beberapa pengertian tersebut diatas,dapat disimpulkan bahwa


akhlak adalah tabiat atau sifat seseorang, yakni keadaan jiwa yang telah
terlatih,sehinnga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang
melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan, tanpa dipikirkan
dan diangan-angankan terlebih dahulu.

Hal itu tidak berarti bahwa perbuatan tersebut dilakukan dengan tidak
sengaja atau tidak dikehendaki. Hanya saja karena yang demikian itu dilakukan
berulang-ulang sehingga sudah menjadi kebiasaan,maka perbuatan itu muncul
dengan mudah tanpa dipikir dan dipertimbangkan lagi. Sebenarnya akhlak itu
sendiri bukanlah perbuatan, melainkan gambaran batin (jiwa) yang
tersembunyi dalam diri manusia.

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa akhlak adalah nafsiyah


(sesuatu yang bersifat kejiwaan/abstrak), sedangkan bentuknya yang kelihatan
berupa tindakan (mu‟amalah) atau tingkah laku (suluk) merupakan cerminan
dari akhlak tadi. Seringkali suatu perbuatan dilakukan secara kebetulan tanpa
adanya kemauan atau kehendak, dan bisa juga perbuatan itu dilakukan sekali
atau beberapa kali saja, atau barangkali perbuatan itu dilakukan tanpa disertai
ikhtiar (kehendak bebas) karena adanya tekanan atau paksaan.

Pembagian Akhlak

1. Akhlak Baik (Al-Hamidah)

2. Jujur (Ash-shidqu)

3. Berperilaku Baik (Husnul Khotimah)

4. Malu (Al-Haya')

5. Rendah hati (At-Tawadlu')

6. Murah hati (Al-Hilmu)

7. Sabar (Ash-Shobr)

3. Ruang Lingkup Akhlak


a. Akhlak Pribadi
Yang paling dekat dengan seseorang itu adalah dirinya sendiri, maka
hendaknya seseorang itu menginsyafi dan menyadari dirinya sendiri, karena
hanya dengan insyaf dan sadar kepada diri sendirilah, pangkal kesempurnaan
akhlak yang utama, budi yang tinggi. Manusia terdiri dari jasmani dan rohani,
disamping itu manusia telah mempunyai fitrah sendiri, dengan semuanya itu
manusia mempunyai kelebihan dan dimanapun saja manusia mempunyai
perbuatan.

b. Akhlak berkeluarga
Akhlak ini meliputi kewajiban orang tua, anak, dan karib kerabat.
Kewajiban orang tua terhadap anak, dalam islam mengarahkan para orang tua
dan pendidik untuk memperhatikan anak-anak secara sempurna, dengan
ajaran–ajaran yang bijak, setiap agama telah memerintahkan kepada setiap
oarang yang mempunyai tanggung jawab untuk mengarahkan dan mendidik,
terutama bapak-bapak dan ibu-ibu untuk memiliki akhlak yang luhur, sikap
lemah lembut dan perlakuan kasih sayang. Sehingga anak akan tumbuh secara
sabar, terdidik untuk berani berdiri sendiri, kemudian merasa bahwa mereka
mempunyai harga diri, kehormatan dan kemuliaan.
Seorang anak haruslah mencintai kedua orang tuanya karena mereka
lebih berhak dari segala manusia lainya untuk engkau cintai, taati dan
hormati. Karena keduanya memelihara, mengasuh, dan mendidik,
menyekolahkan engkau, mencintai dengan ikhlas agar engkau menjadi
seseorang yang baik, berguna dalam masyarakat, berbahagia dunia dan
akhirat.
Dan coba ketahuilah bahwa saudaramu laki-laki dan permpuan adalah
putera ayah dan ibumu yang juga cinta kepada engkau, menolong ayah dan
ibumu dalam mendidikmu, mereka gembira bilamana engkau gembira dan
membelamu bilamana perlu. Pamanmu, bibimu dan anak-anaknya mereka
sayang kepadamu dan ingin agar engkau selamat dan berbahagia, karena
mereka mencintai ayah dan ibumu dan menolong keduanya disetiap
keperluan.
c. Akhlak bermasyarakat
Tetanggamu ikut bersyukur jika orang tuamu bergembira dan ikut
susah jika orang tuamu susah, mereka menolong, dan bersam-sama mencari
kemanfaatan dan menolak kemudhorotan, orang tuamu cinta dan hormat pada
mereka maka wajib atasmu mengikuti ayah dan ibumu, yaitu cinta dan
hormat pada tetangga.
Pendidikan kesusilaan/akhlak tidak dapat terlepas dari pendidikan
sosial kemasyarakatan, kesusilaan/moral timbul di dalam masyarakat.
Kesusilaan/moral selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemajuan
dan perkembangan masyarakat. Sejak dahulu manusia tidak dapat hidup
sendiri–sendiri dan terpisah satu sama lain, tetapi berkelompok-kelompok,
bantu-membantu, saling membutuhkan dan saling mepengaruhi, ini
merupakan apa yang disebut masyarakat. Kehidupan dan perkembangan
masyarakat dapat lancar dan tertib jika tiap-tiap individu sebagai anggota
masyarakat bertindak menuruti aturan-aturan yang sesuai dengan norma-
norma kesusilaan yang berlaku.

d. Akhlak bernegara
Mereka yang sebangsa denganmu adalah warga masyarakat yang
berbahasa yang sama denganmu, tidak segan berkorban untuk kemuliaan
tanah airmu, engkau hidup bersama mereka dengan nasib dan penanggungan
yang sama. Dan ketahuilah bahwa engkau adalah salah seorang dari mereka
dan engkau timbul tenggelam bersama mereka.

e. Akhlak beragama
Akhlak ini merupakan akhlak atau kewajiban manusia terhadap
tuhannya, karena itulah ruang lingkup akhlak sangat luas mencakup seluruh
aspek kehidupan, baik secara vertikal dengan Tuhan, maupun secara
horizontal dengan sesama makhluk Tuhan
B. KECERDASAN
1. Pengertian Kecerdasan
Kecerdasan adalah kemampuan general manusia untuk melakukan
tindakan-tindakan yang mempunyai tujuan dan berpikir dengan cara rasional.
Selain itu, kecerdasan dapat juga diartikan sebagai kemampuan pribadi untuk
memahami, melakukan Inovasi dan memberikan solusi terhadap dalam
berbagai situasi.
Kecerdasan dalam bahasa inggris disebut intelligence dan dalam
bahasa arab disebut adz-dzaka menurut arti bahasa adalah pemahaman,
kecepatan, dan kesempurnaan sesuatu. Dalam arti, kemampuan (al-qudrah)
dalam memahami sesuatu secara cepat dan sempurna.
Intelegensi adalah perwujudan dari suatu daya dalam diri manusia,
yang mempengaruhi kemampuan seseorang di berbagai bidang. Spearman
membuat suatu rumusan yang dinamai “general ability” yang berperan dalam
menyimpan dan mengikat kembali suatu informasi, menyusun konsep-konsep,
menangkap adanya hubungan-hubungan dan membuat kesimpulan, mengolah
bahan-bahan san menyusun suatu kombinasi baru dari bahan tersebut.

2. Teori – Teori tentang Kecerdasan


pengertian kecerdasan yang dikemukan oleh beberapa ahli berikut ini:
a. Gregory: Kecerdasan adalah kemampuan atau keterampilan untuk
memecahkan masalah atau menciptakan produk yang bernilai dalam
satu atau lebih bangunan budaya tertentu.
b. P. Chaplin: Kecerdasan adalah kemampuan menghadapi dan
menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara tepat dan efektif.
c. Anita E. Woolfolk: Kecerdasan adalah kemampuan untuk belajar,
keseluruhan pengetahuan yang diperoleh, dan kemampuan untuk
beradaptasi dengan situasi baru atau lingkungan pada umumnya.
3. Klasifikasi Kecerdasan
a. Intellegent Quotient (IQ)
Kecerdasan Pikiran ini merupakan kecerdasan yang bertumpu
kemampuan otak kita untuk berpikir dalam menyelesaikan masalah. Jika
kita mengikuti Psikotes, ada banyak soal yang menuntut kejelian pikiran
kita untuk menjawabnya, misalnya soal mengenai delik ruang seperti
bentuk ruang kubus yang diputar-putar akan menjadi seperti apa. Soal ini
bertujuan untuk melihat kemampuan pikiran kita dalam menyelesaikan
suatu masalah dari berbagai sisi.
b. Emotional Quotient (EQ)
Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mendapatkan dan
menerapkan pengetahuan dari emosi diri dan emosi orang lain agar bisa
lebih berhasil dan bisa mencapai kehidupan yang lebih memuaskan. Dalam
psikotes pun kecerdasan emosi ini sering menjadi tolak ukur utama dalam
merekrut pegawai, karena dengan kecerdasan emosi yang tinggi walaupun
memiliki IQ yang rendah cenderung perusahaan merekrut pegawai yang
memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, karena kecerdasan IQ mudah
untuk ditingkatkan dibandingkan kecerdasan emosi.
Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994)
menyatakan bahwa “kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya
sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun faktor-
faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama Tehnis itu ada yang
berpendapat bahwa „„kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EQ mengangkat
fungsi perasaan‟‟. Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya menciptakan
keseimbangan dalam dirinya bisa mengusahakan kebahagian dari dalam
dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu
yang positif dan bermanfaat. Karena kecerdasan emosi ini lebih ditekankan
kepada jati diri dan emosi kita. Walaupun emosi dapat dikontrol dengan
mengikuti pelatihan-pelatihan seperti ESQ dan lainnya, tetapi butuh
kesadaran tinggi untuk mengontrol emosi kita ini.
c. Spiritual Qoutient (SQ)
Kecerdasan Spiritual ini berkaitan dengan keyakinan kita kepada
Tuhan. Kecerdasan ini muncul apabila kita benar-benar yakin atas segala
ciptaannya dan segala kuasanya kepada manusia (bukan atheis).
Kecerdasan ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa
sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan
dalam melihat makna yang ada di balik kenyataan apa adanya ini.
Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam versi yang dibatasi oleh
kepentingan-pengertian manusia dan sudah menjadi ter-kavling-kavling
sedemikian rupa. Kecerdasan spiritual lebih berurusan dengan pencerahan
jiwa.
Orang yang ber–SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan
memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan
yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu
membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang
positif.

4. Macam-Macam Potensi Intelegensi atau Kecerdasan


Beberapa Macam Potensi Intelegensi atau Kecerdasan yang dapat
didefinisikan Menjadi Beberapa Kelompok Besar, yaitu:
a. Intelegensi Verbal-Linguistik
Merupakan kecerdasan yang berhubungan dengan bahasa dan segala
sesuatu yang berhubungan dengan membaca dan menulis.
Wahyu yang pertama kali turun kepada Nabi Muhammad SAW. juga
memerintahkan untuk “bacalah” terdapat dalam (Q.S Al-Alaq:1)

ِْ ‫إ ْل اشأْ ثِب ْس ِى اس ِثّكا انا ِزٖ اخهاكا‬


Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan”
(Q.S Al-A‟laq:1).
b. Intelegensi Logical-Matematik
Merupakan kecerdasan dalam hal berfikir ilmiah, berhubungan dengan
angka-angka dan simbol, serta kemampuan menghubungkan potongan
informasi yang terpisah.
c. Intelegensi Visual Spasial
Merupakan kecerdasan yang berhubungan dengan seni visual seperti
melukis, menggambar dan memahat. Selain itu juga kemampuan navigasi,
peta, arsitek dan kemampuan membayangkan objek-objek dari sudut
pandang yang berbeda.
d. Intelegensi Kinestik Tubuh
Merupakan kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan
menggunakan tubuh untuk mengekspresikan perasaan atau disebut juga
dengan bahasa tubuh (body language). Kecerdasan ini berhubungan dengan
berbagai keterampilan seperti menari, olahraga, serta keterampilan
mengendarai kendaraan.
e. Intelegensi Ritme Musikal
Merupakan kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan
mengenali pola irama, nada, dan peta bunyi-bunyian.
d. Intelegensi Intra-Personal
Kecerdasan yang berfokus pada pengetahuan diri, berhubungan dengan
refleksi, kesadaran, dan kontrol emosi, intuisi, dan kesadaran rohani. Orang
yang mempunyai kecerdasan intra-personal tinggi biasanya adalah para
pemikir (filsuf), psikiater, penganut ilmu kebatinan, dan penasehat rohani.
f. Intelegensi interpersonal
Kecerdasan yang berhubungan dengan keterampilan dan kemampuan
individu untuk bekerja sama, kemampuan komunikasi baik verbal maupun
non-verbal. Seseorang dengan kecerdasan interpersonal yang tinggi
biasanya mampu membaca suasana hati, perangai, motivasi dan tujuan yang
ada pada orang lain. Pribadi yang memiliki potensi intelegensi interpersonal
yang tinggi, biasanya memiliki rasa empati yang tinggi pula.
g. Intelegensi emosional
Kecerdasan yang meliputi kekuatan emosional dan kecakapan sosial.
Sekelompok kemampuan mental yang membantu seseorang mengenali dan
memahami perasaan orang lain yang menuntun kepada kemampuan untuk
mengatur perasaan-perasaan diri sendiri.

5. Bentuk-bentuk Kecerdasan Intelektual, Emosial, Moral, dan


Spiritual, dalam Psikologi Islam
Bentuk-bentuk kecerdasan qalbiah seperti kecerdasan intelektual
(intuitif), emosi, moral, spiritual, dan beragama sulit dipisahkan, sebab
semuanya merupakan perilaku kalbu (al-abwal al-qalbiyah). Barangkali yang
dapat membedakannya adalah niat atau motivasi yang mendorong perilaku
qalbiah, apakah motivasinya itu bernilai insaniah atau ilahiah.
Masing-masing bentuk kecerdasan qalbiah yang dimaksud merupakan
kualitas, yang boleh jadi berkedudukan sebagai proses atau sebagai produk.
Dikatakan sebagai proses sebab, bentuk-bentuk itu merupakan tahapan
(maqam) yang harus ditempuh untuk memperoleh kecerdasan. Dikatakan
sebagai produk, sebab ia merupakan kualitas kecerdasan yang ingin dicapai
dalam aktivitas qolbiah.
Dalam hal ini kami tidak berpretensi untuk mengemukakan semua
bentuk-bentuk kecerdasan qalbiah, tetapi hanya sebagian saja yang diaggap
representatif:
a. Kecerdasan Ikhbat (al-ikhbat), yaitu kondisi kalbu yang memiliki
kerendahan dan kelembutan hati, merasa tenang dan khusyuk di hadapan
Allah, dan tidak menganiaya pada orang lain. Kecerdasan ikhbat juga
dapat diartikan sebagai kondisi kalbu yang kembali dan mengabdi
dengan kerendahan hati kepada Allah, merasa tenang jika berzikir
kepada-Nya, tunduk dan dekat kepada-Nya. Kondisi ikhbat merupakan
dasar bagi terciptanya kondisi jiwa yang tenang (sakinah), yakin dan
percaya kepada Allah.
Firman Allah SWT. Dalam (QS. Al-Hajj : 34-35)
ّ‫ اً ِخ ْاْل ا َْ اع ِبو ۗ فاإ ِ ٰنا ُٓ ُك ْى ِإ ٰنا‬ِٛٓ ‫عها ٰٗ ايب اسصا لا ُٓ ْى ِي ٍْ ثا‬ ‫أ ِن ُك ِّم أ ُ اي ٍخ اج اع ْهُاب اي ُْ ا‬
‫ا ْز ُك ُشٔا اس اْى ا‬ٛ‫س ًكب ِن‬
‫َّللاِ ا‬
ٰٗ ‫عها‬ ‫ذ لُهُٕثُ ُٓ ْى أان ا‬
‫ٍا ا‬ٚ‫صب ِث ِش‬ ‫ٍا ِإراا رُ ِك اش ا‬ِٚ‫ٍ ِِ اناز‬ٛ
ْ ‫َّللاُ أ ِجها‬ ِ ِ‫ش ِِش ْان ًُ ْخ ِجز‬
ّ ‫احذ فاهاُّ أ ا ْس ِه ًُٕا ۗ أثا‬ِ ٔ‫ا‬
ِ ُ‫ُ ُْ ِفم‬ٚ ‫ص اَلحِ أ ِي اًب اسصا ْلُاب ُْ ْى‬
‫ٌِٕا‬ ‫ ان ا‬ًٙٛ ِ ‫صبثا ُٓ ْى أ ْان ًُ ِم‬
‫ايب أ ا ا‬
Artinya: “Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan
(kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak
yang telah direzkikan Allah kepada mereka, Maka Tuhanmu ialah Tuhan
yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. dan
berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada
Allah), (34) (yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah
gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang
menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang dan orang-
orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah kami rezkikan
kepada mereka.(35)” (QS. Al-Hajj:34-35).
Berdasarkan ayat di atas, Asy- Syairazi dalam tafsirnya, membagi
sifat-sifat mukhbit (orang yang memiliki kecerdasan ikhbat) atas dua
macam: pertama, berkaitan dengan aktivitas psikis (maknawi), yaitu
apabila disebutkan nama Allah maka hatinya berdebar (karena kagum)
dan bersabar atas segala bencana yang menimpanya; kedua, berkaitan
dengan aktivitas fisik (jasmani), yaitu mau mendirikan shalat dan
menafkahkan sebagian rizkinya.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah membagi ikhbat dalam tiga tingkatan:
pertama, memperkokoh prisai (al-„ishmah) dari daya syahwat dan hawa
nafsu; kedua, berusaha menemukan kembali keinginan (al-iradah) yang
terlupakan dengan cara menghindarkan diri dari tabiat hawa nafsu untuk
menuju pada Allah; ketiga, menarik hatinya agar selalu cinta untuk
memperoleh ketenangan dan ketentraman.
b. Kecerdasan Zuhud, secara harfiah, zuhud berarti berpaling, menganggap
hina dan kecil, serta tidak merasa butuh pada sesuatu. Seseorang
dianggap memiliki kecerdasan zuhud apabila memiliki indikator sebagai
berikut: (1) meninggalkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi
kehidupan akhirat (Ibnu Taimiyah); (2) meredam berangan-angan
(„amal) yang panjang (Safyan al-Tsauri); (3) tidak merasa gembira
dengan keberadaan dunia, serta tidak merasa menyesal apabila
kehilangan dunia (Al-Junaid); (4) adanya kelapangan jika terlepas dari
jeratan kepemilikan dunia (Ibnu Khafif); (5) kalbu berupaya keluar dari
belenggu dunia untuk menuju pada akhirat; (6) tidak sekedar
meninggalkan dunia, melainkan tidak merasa memiliki sesuatu dan tidak
merasa dimiliki sesuatu, sehingga hidupnya merdeka dan bebas tanpa
diikat oleh kehidupan material.
Kecerdasan zuhud memiliki tiga tingkatan : pertama, zuhud dari
hal-hal yang syubhat, yaitu meninggalkan sesuatu yang meragukan dan
tidak jelas haram dan halalnya. Seseorang yang terbiasa dengan
melakukan atau memakan sesuatu yang syubhat maka mudah sekali
terjerat pada keharaman. Kedua, zuhud dari penggunaan harta yang
berlebihan (fudbul), yaitu meninggalkan penggunaan harta yang berlebih
selain untuk kepentingan hal-hal yang primer, seperti pakaian, makan,
dan rumah secukupnya, meskipun kriteria secukupnya di sini sangat
kondisional dan relatif.
Kecerdasan ini dapat menghantarkan seseorang pada kecintaan
pada Allah SWT. Sesama manusia sebab ia tidak berebut dan disibukkan
dengan hal-hal yang sekunder dalam kehidupan. Ketiga, zuhud dalam
zuhud, yaitu merasa bahwa perbuatan zuhudnya masih dalam taraf
minimal, dan memiliki perasaan yang sama ketika kedatangan (adannya)
dan kepergian (hilangnya) sesuatu.

‫ى ْان اح اَل ِل أ اَل‬ِٚ ‫ذ ِثزاحْ ِش‬


ْ ‫س‬ ‫سها اى لاب ال ا‬
‫ ا‬ْٛ ‫ب نا‬ٛ‫ انذُّ َْ ا‬ٙ‫انضْابداح ُ ِف‬ ‫ ِّ أ ا‬ْٛ ‫عها‬ ‫صهاٗ ا‬
‫َّللاُ ا‬ ّ ‫ع ٍْ انُا ِج‬
‫ِ ا‬ٙ ‫ا‬
‫٘ ا‬
ِ‫َّللا‬ ْ ‫ذا‬ٚ‫ ا‬ٙ‫ْكا أ ا ْٔثاكا ِي اًب ِف‬ٚ‫اذا‬ٚ ٙ‫ب أ ا ٌْ اَل ر ا ُكٌٕا ِث اًب ِف‬ٛ‫ انذُّ َْ ا‬ٙ‫انضْابداح ا ِف‬ ‫ع ِخ ْان اًب ِل أنا ِك اٍ ا‬
‫ضب ا‬‫ِإ ا‬
ْ ‫ا‬ٛ‫ آب نا ْٕ أاَا آب أ ُ ْث ِم‬ِٛ‫ات ف‬
‫ذ ناكا‬ ِ ُ ‫جا ِخ إِراا أ ا َْذا أ‬ٛ‫ص‬
‫صجْذا ثِ آب أ ا ْسغ ا‬ ِ ًُ ‫ة ْان‬
ِ ‫ ث ا إا‬ِٙ‫أأ ا ٌْ ر ا ُكٌٕا ف‬
Artinya: “Dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam beliau bersabda:
"Zuhud terhadap dunia bukan berarti mengharamkan yang halal dan
bukan juga menyia-nyiakan harta, akan tetapi zuhud terhadap dunia
adalah keyakinan apa yang ada di tanganmu tidak lebih kuat dari apa
yang ada di tangan Allah dan engkau berada dalam pahala musibah jika
tertimpa musibah, lebih kau senangi daripada jika itu tetap ada padamu."
(HR. Tirmidzi- 2262).
c. Kecerdasan Wara‟. Wara‟ adalah menjaga diri dari perbuatan yang tidak
ma‟ruf yang dapat menurunkan derajat dan kewajiban diri seseorang.
Maksud ma‟ruf dalam wara‟ adalah tidak terkait dengan perbuatan yang
haram, melainkan perbuatan yang halal yang apabila dilakukan kurang
baik menurut agama dan tradisi setempat. kriteria wara‟ dintaranya
adalah: (1) membersihkan kalbu dari segala kotoran dan najis fisik
maupun psikis; (2) meninggalkan perbuatan yang sia-sia dan tidak ada
gunanya;(3) menjauhkan kalbu dari segala perbuatan yang masih
diragukan.
d. Kecerdasan dalam berharap baik (al-raja‟). Raja adalah berharap terhadap
sesuatu kebaikan kepada Allah SWT. Dengan disertai dengan usaha
yang sungguh-sungguh dan tawakkal. Hal itu tentunya berbeda dengan
al-tamani (angan-angan), sebab merupakan harapan dengan bermalas-
malasan tanpa disertai usaha. Dengan raja‟ dapat menghantarkan kalbu
seseorang pada jenjang kecintaan dan kemurahan Allah SWT. Firman
Allah SWT: (QS. Al-Isra:57).

ُ ‫ُّ ُٓ ْى أ ا ْل اش‬ٚ‫هاخا أا‬ٛ‫ا ْجزاغٌُٕا إِنا ٰٗ اس ِثّ ِٓ ُى ْان إ ِس‬ٚ ‫ذْعٌُٕا‬ٚ‫ٍا ا‬ِٚ‫أُٔ ٰنائِكا اناز‬
‫خابفٌُٕا‬ٚ‫ ْش ُجٌٕا اسحْ اًزاُّ أ ا‬ٚ‫ة أ ا‬
‫ٔسا‬ ً ُ‫اة اس ِثّكا اكبٌا ايحْ ز‬ ‫عزا ا‬‫عزاا اثُّ ۚ ِإ اٌ ا‬
‫ا‬
Artinya: “ Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari
jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat
(kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya;
Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.” (QS.
Al-Isra:57).
Ayat di atas menyeburkan kata yarjuna. Menurut Ibnu Kasir
dalam tafsirnya, beharap (al-Raja‟) berkaitan dengan memenuhi ketaatan,
sehingga mendatangkan rahamat, sedanggkan takuut (al-Khauf) berkaitan
dengan menjauhi larangan, agar tidak terkena siksa. Kedunya merupakan
sarana(wasilah) untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Raja‟ dapat berupa harapan seseorang terhadap pahala setelah ia
melakukan ketaatan kepada Allah SWT. Atau harapan ampunan darinya
setelah ia bertaubat dari dosa-dosanya. Menurut ibnu qayyim, raja‟
memiliki tiga tingkatan; pertama, harapan yang mendorong seseorang
untuk berusaha dengan sungguh-sungguh, sehingga melahirkan
pengabdian, kenikmatan batin dan meninggalkan larangan; kedua,
harapan orang-orang yang mengadakan latihan (riyadhah), agar ia dapat
membersihkan hasratnya dan terhindar dari kemadharatan masa depan;
harapan kalbu seseorang untuk bertemu pada tuhan-nya dan
kehidupannya dimotivasi oleh kerinduan kepada-Nya.
e. Kecerdasan Ri‟ayah. Ri‟ayah berarti memelihara pengetahuan yang
pernah diperoleh dan mengaplikasikannya dengan perilaku nyata, dengan
cara melakukan perbuatan yang baik dan ikhlas, dan menghindari
perbuatan yang rusak. Kecerdasan ri‟ayah ini merupakan bentuk dari
kecerdasan intelektual-qalbiah. Firman Allah SWT.

ِ ُٕ‫ لُه‬ِٙ‫ ام أ اجعا ْهُاب ف‬ٛ‫اْل َْ ِج‬


‫ة‬ ِ ْ ُِ‫ُاب‬ْٛ ‫ا اى أآر ا‬ٚ‫سٗ اث ٍِْ اي ْش‬ ‫ ا‬ٛ‫ُاب ثِ ِع‬ْٛ ‫س ِهُاب ألافا‬ ‫ُاب ا‬ْٛ ‫ث ُ اى لافا‬
ِ ‫عها ٰٗ آث ا‬
ُ ‫بس ِْ ْى ثِ ُش‬
ِ ْٕ‫ ِٓ ْى إِ اَل ا ْثزِغاب اء ِسض ا‬ْٛ ‫عها‬
ٌ‫ا‬ ‫عْٕاب ايب اكز ا ْجُابْاب ا‬ ُ ‫اخً ا ْثزاذا‬َِٛ‫ٍا اراجاعُُِٕ اسأْفاخً أ اسحْ اًخً أ اس ْْجاب‬ِٚ‫اناز‬
ِ ُ‫ش ِي ُْ ُٓ ْى فاب ِسم‬ِٛ‫ٍا آ ايُُٕا ِي ُْ ُٓ ْى أاجْ اش ُْ ْى ۖ أ اكث‬ِٚ‫ُاب اناز‬ْٛ ‫ازِ آب ۖ فاآر ا‬ٚ‫عب‬
‫ٌِٕا‬ ‫ع ْْٕاب اح اك ِس ا‬
‫َّللاِ فا اًب اس ا‬
‫ا‬

Artinya: “ Kemudian Kami iringi di belakang mereka dengan Rasul-rasul


Kami dan Kami iringi (pula) dengan Isa putra Maryam; dan Kami
berikan kepada-Nya Injil dan Kami jadikan dalam hati orang- orang yang
mengikutinya rasa santun dan kasih sayang, dan mereka mengada-adakan
rahbaniyyah. Padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi
(mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan
Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang
semestinya. Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di
antara mereka pahalanya dan banyak di antara mereka orang-orang
fasik.” (QS. Al-Hadid:27).
f. Kecerdasan Muqarabah. Muqarabah berarti kesadaran bahwa Allah
SWT. Mengetahui dan mengawasi apa yang dipkirkan, dirasakan, dan
diperbuatnya, baik lahir maupun batin. Dalam Firman Allah SWT (QS.
Al-Baqarah :235).

‫ أ ا َْفُ ِس ُك ْى ۚ ا‬ِٙ‫بء أ ا ْٔ أ ا ْكُا ُْز ُ ْى ف‬


‫ع ِه اى ا‬
ُ‫َّللا‬ ِ ‫س‬ ْ ‫ضز ُ ْى ثِ ِّ ِي ٍْ ِخ‬
‫طجا ِخ ان ُِّ ا‬ ‫ اًب ا‬ِٛ‫ ُك ْى ف‬ْٛ ‫عها‬
ْ ‫ع اش‬ ‫أ اَل ُجُاب اح ا‬
‫سز ا ْز ُك ُشَٔا ُٓ اٍ أ ٰنا ِك ٍْ اَل ر ُ إا ِعذُٔ ُْ اٍ ِس ًّشا إِ اَل أ ا ٌْ رامُٕنُٕا لا ْٕ ًَل اي ْع ُشٔفًب ۚ أ اَل‬‫أاَا ُك ْى ا‬
‫ أ ا َْفُ ِس ُك ْى‬ِٙ‫ا ْعها ُى ايب ف‬ٚ ‫َّللاا‬ ُ ‫ا ْجهُ اغ ْان ِكز‬ٚ ٰٗ ‫ع ْمذاح ا ان ُِّ اكبحِ احز ا‬
‫ابة أ ا اجهاُّ ۚ أا ْعها ًُٕا أ ا اٌ ا‬ ُ ‫ر ا ْع ِض ُيٕا‬
ِِ ‫ى‬ٛ‫غفُٕس اح ِه‬ ‫فابحْ زا ُسُِٔ ۚ أا ْعها ًُٕا أ ا اٌ ا‬
‫َّللاا ا‬

Artinya: “Dan tidak ada dosa bagimu meminang perempuan-perempuan


itu dengan sindiran atau kamu sembunyikan (keinginanmu) dalam hati.
Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut kepada mereka.
Tapi janganlah kamu membuat perjanjian (untuk menikah) dengan
mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan kata-kata baik. Dan
janganlah kamu menetapkan akad nikah, sebelum habis masa idahnya.
Ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu, maka
takutlah kepada-Nya dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. “ (QS. Al- Baqarah:235).
g. Kecerdasan Ikhlas. Ikhlas adalah ketaatan yang ditujukan kepada Allah
semata, dengan cara membersihkan perbuatan, baik lahir maupun batin,
dari perhatian makhluk. Dalam (QS Az-Zumar:11) AllahSWT berfirman:

ِ ‫صب ناُّ انذ‬


‫ٍِا‬ِّٚ ‫ أ ُ ِي ْشدُ أ ا ٌْ أ ا ْعجُذا ا‬َِّٙ ‫لُ ْم ِإ‬
ً ‫َّللاا ُي ْخ ِه‬
Artinya: “Katakanlah: "Sesungguhnya aku diperintahkan supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama.” (QS. Az-Zumar:11)
Menurut Imam Al-Qurtubi dalam tafsirnya, ikhlas dikaitkan pada kondisi
ibadah seseorang yang terhindar dari perbuatan penyekutuan tuhan
dengan sesuatu. Ikhlas mengingatkan seseorang akan arti pentingnya
suatu niat dalam melaukan satu perbuatan, sebab niat mengandung
komitmen kejiwaan seseorang untuk melakukan perbuatan baik atau
menjauhi perbuatan buruk.
Menurut Ibnu Qayyim, ikhlas dibagi dalam tiga tigkatan: pertama
tidak menganggap bernilai lebih terhadap perbuatan yang dilakukan,
sehingga ia tidak menghendaki imbalan dan tidak puas berhenti disitu
saja; kedua, merasa malu terhadap eprbuatan yang telah dilakukan sambil
erusaha sekuat tenaga untuk memperbaikinya dan berharap agar
perbuatannya dalam cahaya taufiq (pertolongan-Nya); dan ketiga,
berbuat dengan ikhlas melalui keikhlasan dalam berbuat yang
didasarkanatas ilmu dan hokum-hukum-Nya.
h. Kecerdasan Istiqamah. Istiqamah berarti melakukan suatu pekerjaaan
baik melalui prinsip kontinuitas dan keabadian. Dalam (QS. Al-
Fushshilat:30) Allah SWT. berfirman:

‫ ِٓ ُى ْان اً اَلئِ اكخُ أ ا اَل راخابفُٕا أ اَل راحْ ضا َُٕا‬ْٛ ‫عها‬ ‫ٍا لابنُٕا اسثُُّاب ا‬ِٚ‫إِ اٌ اناز‬
‫َّللاُ ث ُ اى ا ْسزاماب ُيٕا رازاُ ااض ُل ا‬
ِِ ‫عذٌُٔا‬ ‫ ُك ُْز ُ ْى رُٕ ا‬ِٙ‫أأ ا ْثش ُِشٔا ثِ ْبن اجُا ِخ اناز‬

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami


ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka
Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah
kamu takut dan janganlah merasa sedih, dan gembirakanlah mereka
dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". (Q.S Al-
Fushshilat:30).
Ibnu Qayyim membagi istiqamah dengan tiga tingkatan; pertama,
istiqomah dalam arti kesederhanaan dalam bersungguh-sugguh, sehingga
tidak melampaui batas pengetahuan, ikhlas, dan sunnah; kedua, istiqamah
keadaan, dengan menyaksikan meliputi hakikat kauniah (hukum-hukum
Allah tantang alam dan isinya) dan hakikat diniyah (hukum-hukum atau
aturan-aturan Allah tentang perilaku kehidupan baik-buruk di dunia dan
akhirat); ketiga, istiqomah dengan cara tidak menganggap berarti dengan
cara tidak mengangap berarti istiqamah yang pernah dilakukan, sehingga
ia terus berusaha untuk beristiqamah pada jalan yang benar.
i. Kecerdasan Tawakal. Tawakal adalah menyerahkan diri sepenuh hati,
sehingga tiada beban psikologis yang dirasakan. Tawakal juga berarti
bersandar dan percaya pada yang lain dalam menyelesaikan urusan,
karena ia tidak lagi memiliki kemampuan lagi. Dalam hal ini, tawakal
yang dimasudkan adalah mewakilkan atau menyerahkan semua urusan
kepada Allah SWT., sebagai zat yang mampu menyelesaikan semua
urusan, setelan manusia tidak memiliki lagi daya dan kemampuan untuk
menyelesaikannya. Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah
niscaya Allah akan mencukupkan( keperluan-nya).

‫َّللاا اثب ِن ُغ أ ا ْي ِش ِِ ۚ لا ْذ‬ ‫عهاٗ ا‬


‫َّللاِ فا ُٓ إ اح ْسجُُّ ۚ ِإ اٌ ا‬ ‫از اإ اك ْم ا‬ٚ ٍْ ‫ِت ۚ أ اي‬ ُ ٛ‫ ْش ُص ْلُّ ِي ٍْ اح‬ٚ‫أ ا‬
ُ ‫حْ زاس‬ٚ‫ْث اَل ا‬
ْ ‫َّللاُ ِن ُك ِّم‬
‫ءٍ لاذ ًْسا‬ٙ‫ا‬ ‫اج اع ام ا‬

Artinya: “Dan memberi-Nya rezki dari arah yang tiada disangka-


sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah
akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan
urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan
ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. At-Thalaq:3)
Dan sabda Nabi SAW.
‫َّللاِ اح اك ر اإ ُّك ِه ِّ نا ُش ِص ْلز ُ ْى‬ ‫سها اى نا ْٕ أاَا ُك ْى ُك ُْز ُ ْى ر اإ اكهٌُٕا ا‬
‫عهاٗ ا‬ ‫ ِّ أ ا‬ْٛ ‫عها‬ ‫صهاٗ ا‬
‫َّللاُ ا‬ ُ ‫لاب ال اس‬
‫سٕ ُل ا‬
‫َّللاِ ا‬
‫صب أر ُاشٔ ُح ِث ا‬
‫طبًَب‬ ‫ ُْشصا ُق ا‬ٚ ‫اك اًب‬
ً ‫ ُْش ر ا ْغذُٔ ِخ اًب‬ٛ‫انط‬

Artinya: “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Andai saja


kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenarnya, niscaya kalian diberi
rizki seperti rizkinya burung, pergi dengan perut kosong di pagi hari dan
pulang di sore hari dengan perut terisi penuh."” (HR. Tirmidzi-2266).
j. Kecerdasan Sabar. Sabar berarti menahan. Maksudnya menahan diri dari
hal-hal yang dibenci dan menahan lisan agar tidak mengeluh. Sabar dapat
menghindarkkan seseorang dan perasaan resah, cemas, marah dan
kekacauan.
k. Kecerdasan Ridha. Ridha adalah rela terhadap apa yang dimiliki dan
diberikan. Ridha merupakan kedudukan (maqam) spiritual seseorang
yang diusahakan setelah ia melaksanakan tawakkal, karena ridha menjadi
puncak dari tawakkal.
l. Kecerdasan Syukur. Syukur adalah menampakkan nikmat Allah SWT.
Yang dilakukan oleh hambanya. Syukur lisan artinya menampakkan
dengan pujian dan pengakuan, syukur hati artinya penyaksian dan
merasa senang, dan syukur bada artinya tunduk dan patuh terhadap
perintah-Nya. Syukur juga diartikan sebagai kehadiran diri bahwa apa
yang diperbuat dianggap tidak atau belum bernilai apa-apa, meskipun hal
itu sudah di upayakan secara maksimal. Sebaliknya, apa yang diterima
dianggap banyak sekali meskipun kenyataannya sedikit.
Syukur dilakukan dengan tahap; (1) mengetahui nikmat, dengan
cara memasukkan dalam ingatan bahwa nikmat yang diberikan oleh
pemberi telah sampai pada penerima; (2) menerima nikmat, dengan cara
menampakkan pada pemberi bahwa ia sangat butuh terhadap
pemberiannya dan tidak minta berlebih; (3) memuji pemberi-Nya,
dengan cara membaca hamdallah, menggunakannya sebaik mungkin
seperti untuk kepentingan dermawan dan kebaikan. Serta menceritakan
pada orang lain agar ia juga mendapatkan nikmat seperti dirinya. (QS.
Ibrahim:7)

‫ذاَا ُك ْى ۖ أنائِ ٍْ اكفا ْشر ُ ْى إِ اٌ ا‬ٚ‫أإِ ْر ر اؤاراٌا اسثُّ ُك ْى نائِ ٍْ ا اك ْشر ُ ْى اْل ا ِص‬
‫ نا ا‬ِٙ‫عزااث‬
ٌ‫ذ‬ِٚ‫شذ‬

Artinya: “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;


"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim:7).
Syukur selain dapat melanggengkan nikmat juga sebagai
pertahanan melaksanakan budiyah. Nabi Muhammad SAW. Sering kali
shalat malam hingga kedua telapak kakinya bengkak padahal ia terbebas
dari dosa. Hal itu dilakukan hanya untuk menunjukkan rasa syukurnya
kepada Allah SWT. Atas nikmat yang diberikan padanya, yang mana
nikmat itu tidak dirasakan oleh umat yang lain. Sunah nabi ini
menunjukkan bahwa nikmat yang diberikan kepada orang-orang besar,
seperti para Nabi dan Wali Allah bukan diraih secara cuma-cuma
melainkan diraih dengan susah payah, bahkan ketika nikmat yang dicita-
citakan itu telah diperoleh, ada rasa ubudiyahnya semakin meningkat
pada dirinya.
Ibnu Qayyim, membagi syukur dalam tiga tingkatan: pertama,
syukur terhadap sesuatu yang dicintai. Syukur ini lazimnya dimiliki oleh
semua manusia, tanpa mengenal perbedaan agama. Puncak syukur
tingkatan pertama ini adalah mempreguanakan nikmat untuk kepentingan
taat kepada pemberinya; kedua, syukur tehadap sesuatu yan dibenci.
syukur ketika mendapatkan sesuatu yang dibenci lebih berat beban
batinnya daripada syukur ketika mendapatkan sesuatu yang dicintai.
Ketiga, syukur tanpa mengenal objek yang diterima, melainkan hanya
mengingat pemberinya. Apabila ia mampu melaksanakan ibadah berarti
kenikmatan sedang diperoleh, apabila dirinya penuh dengan cinta maka
beban seberat apapun menjadi sesuatu yang manis.
m. Kecerdasan Malu (al-haya). Malu berarti kepekaan diri yang mendorong
untuk meninggalkan keburukan dan menunaikan kewajiban. Malu
merupakan pertanda bagi kehidupan kalbu seseorang. Sabda Nabi SAW.:

ِٙ‫ت اي ْكزُٕة ف‬ ‫ْش فاماب ال ثُ ا‬ٛ‫ ِإ اَل ِث اخ‬ِٙ‫اؤْر‬ٚ ‫اب ُء اَل‬ٛ‫سها اى ْان اح‬
ٍ ‫ ُْش ث ٍُْ اك ْع‬ٛ‫ش‬ ‫ ِّ أ ا‬ْٛ ‫عها‬ ‫صهاٗ ا‬
‫َّللاُ ا‬ ‫ ا‬ٙ ُّ ‫لاب ال انُا ِج‬
ً‫ُاخ‬ٛ‫س ِك‬ ِ ‫ا‬ٛ‫بسا أ ِإ اٌ ِي ٍْ ْان اح‬
‫بء ا‬ ً ‫بء ألا‬ ِ ‫ا‬ٛ‫ْان ِح ْك اً ِخ ِإ اٌ ِي ٍْ ْان اح‬

Artinya: “Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sifat malu itu


tidak datang kecuali dengan kebaikan." Maka Busyair bin Ka'b berkata;
"Telah tertulis dalam hikmah, sesungguhnya dari sifat malu itu terdapat
ketenangan” (HR. Bukhari - 5652).
n. Kecerdasan Jujur (ash-shidq). Jujur berarti kesesuaian antara yang
diucapkan dengan kejadian yang sesungguhnya, kesesuaian antara yang
dirahasiakan dengan yang ditampakkan, dan perkataan yang benar ketika
berhadapan pada orang yang ditakuti atau diharapkan.

‫ ِٓ ْى ۚ ِإ اٌ ا‬ْٛ ‫عها‬
‫َّللاا اكبٌا‬ ‫از ُ ا‬ٚ ْٔ ‫ٍا إِ ٌْ اب اء أ ا‬ِٛ‫ِة ْان ًُُابفِم‬
‫ٕة ا‬ ‫ُ اعزّ ا‬ٚٔ‫ص ْذلِ ِٓ ْى ا‬
ِ ِ‫ٍا ث‬ِٛ‫صب ِدل‬ ‫٘ ا‬
‫َّللاُ ان ا‬ ‫اجْ ِض ا‬ٛ‫ِن‬
ً ُ‫غف‬
‫ ًًب‬ٛ‫ٕسا اس ِح‬ ‫ا‬

Artinya: “Supaya Allah memberikan Balasan kepada orang-orang yang


benar itu karena kebenarannya, dan menyiksa orang munafik jika
dikehendaki-Nya, atau menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al- Ahzab : 24)

o. Kecerdasan mementingkan atau mendahulukan kepentingan orang lain


(al-itsar). Mementingkan kepentingan orang lain di sini bukan berkaitan
dengan ibadah mahdhah, tetapi berkaitan dengan muamalah. Itsar
bersinonim dengan dermawan dan lawan dari kikir.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk ,
antara yang terpuji dan yang tercela, tentang perkataan atau perbuatan
manusia lahir dan batin. Maksud dari akhlak itu sendiri adalah adanya
hubungan antara kholiq dan makhluk, dan antara makhluk dengan
makhluk. Kita harus membiasakan diri berakhlak terpuji dalam
kehidupan sehari hari agar semuanya berjalan sesuai dengan perintah dan
larangan dari Allah Swt.
2. Kecerdasan adalah kemampuan general manusia untuk melakukan
tindakan-tindakan yang mempunyai tujuan dan berpikir dengan cara
rasional. Selain itu, kecerdasan dapat juga diartikan sebagai kemampuan
pribadi untuk memahami, melakukan Inovasi dan memberikan solusi
terhadap dalam berbagai situasi di lingkungan hidupnya.

B. Saran
1. Kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Salman Al Farisi, M.Pd. selaku
dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Dengan tugas
ini kami selaku Mahasisawa sangat membatu untuk menambah wawasan
tentang matakuliah Pendidikan Agama Islam.
2. Kami sadar mungkin ini masih banyak kesalahan. Diantaranya, kesalahan
pada ejaan, kesimpulan maupun pemilihan kata yang kurang tepat. Oleh
karena itu kami memohon kritikan dan saran dari dosen pengampu dan
teman-teman sekalian atau pembaca lainnya.
3. Semoga dengan adanya pembahasan tentang Akhlak dan Kecerdasan ini,
pembaca dapat memahami dan memanfaatkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Al Quran dan Hadist


Nurasmawi. 2011. Buku Ajar Aqidah Akhlak, Pekanbaru : Yayasan Pusaka Riau
Anwar, Khairul. 2014. Pengantar Studi Islam : Rajawali Pers
http//www,urgensiakhlakdalamkehidupan.com
http//akhlakdalamislam.com Rajab,
Khairunnas. 2012. Agama Kebahagian.Yogyakarta : Pustaka Pesantren Ritonga,
Rahman. 2005.Merakit Hubungan dengan Sesama Manusia :
Amelia Surabaya http//www.perbedaanakhlakdanmoral.com
http//www.pengertianetika.com
Niamah. 2012. Pengertian kecerdasan Menurut Pendapat Beberapa Ahli (di
unduh melalui : http://warnaa-warnii.blogspot.com)
Ahmadi & Soleh. (2005). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka
Citra, Ade Ira. (2009). Pengaruh Karakteristik Individu dan Psikologis
terhadapKinerja Perawat dalam Kelengkapan Rekam Medis di Ruang
Rawat Inap.Medan.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6701/1/09E01915.pdf
Nur‟aeni.2013.Tes Psikologi:Tes Intelegensi dan Tes Bakat.Yogyakarta:UMP
Press dengan Pustaka Pelajar Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai