MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bank dan Lembaga Keuangan
Syariah yang diampu oleh Bapak Subairi, S.E,Sy. M.E
Oleh KELOMPOK 10 :
NURLATIFA (20383032145)
YULIANA TRI WULANDARI (20383032046)
SITI SYAFIQOTUN NABILA (20383032113)
WAWAN HERIYANTO (20383031044)
WILDA FITRINA BILLAH (20383032157)
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah yang berjudul
“PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH (LEASING)”. Dari makalah ini
semoga dapat memberikan informasi kepada kita semua bahwa pengambilan
keputusan dalam organisasi itu juga penting.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah " Bank dan
Lembaga Keuangan Syariah ". Kami mengucapkan terima kasih banyak kepada
dosen pengampu Bapak Subairi, S.E,Sy. M.E. yang telah memberikan kesempatan
kepada kami untuk menyelesaikan tugas makalah ini. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
berperan tanggung jawab serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai
akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.
Wassalamu'alaikum Wr.Wb.
Kelompok 10
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................1
C. Tujuan..............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. Kesimpulan....................................................................................................11
B. Saran..............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia cukup pesat. Hal itu
ditandai dengan meningkatnya jumlah bank syariah dan lembaga keuangan non
bank. Dengan perkembangan perbankan Islam, juga berkembang praktek
ekonomi Islam yang lain, seperti leasing, asuransi, pasar modal, dana pensiun,
pegadaian, lembaga zakat, koperasi dan lain sebagainya. Kemajuan ini menjadi
sinyal positif untuk menunjang segala kebutuhan masyarakat yang
diselenggarakan secara Islami, mengingat sebelumnya belum tersedia
pelayanan dan proses pemenuhan kebutuhan masyarakat yang sesuai dengan
syariat Islam.
Dengan berkembangnya dunia bisnis Islam, kebutuhan akan lembaga
keuangan yang berbasis syariah tidak dapat dielakkan lagi baik dari masyarakat
ataupun dunia bisnis. Salah satu lembaga yang sangat membantu dalam
memenuhi kebutuhan dana adalah lembaga pembiayaan yeng bergerak
dibidang penyedian dana atau barang untuk digunakan sebagai usaha. Lembaga
pembiayaan yang berkembang pesat saat ini adalah sewa guna usaha yang
biasa disebut dengan leasing, dalam Islam disebut dengan leasing syariah.
Meskipun sudah ada saudara kita yang memahami bagaimana lembaga
keuangan syariah dan meninggalkan lembaga keuangan konvensional,
permasalahannya sekarang diperlukannya kesadaran yang lebih matang dari
nasabah terhadap pemahaman syariah, terutama perihal leasing syariah yang
akadnya berkaitan dengan mudharabah dan transparan. Oleh karena itu pada
pembahasan kali ini pemakalah akan menguraikan apa sebenarnya leasing
syariah itu, bagaimana mekanismenya dan hal lainnya yang berkaitan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Pembiayaan Syariah (Leasing)?
2. Bagaimana Karakteristik Pembiayaan Syariah?
3. Apa Perbedaan Leasing Syariah dengan Leasing Konvensional?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian pembiayaan syariah.
2. Untuk mengetahui karakteristik pembiayaan syariah.
3. Untuk mengetahui perbedaan leasing syariah dengan leasing
konvensional.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertrian Pembiayaan Syariah
Istilah leasing berasal dari bahasa Inggris to lease yang berarti
menyewakan. Perusahaan leasing di Indonesia disebut perusahaan sewa guna
usaha. Kegiatan usahanya bergerak di bidang pembiayaan untuk keperluan
barang-barang modal yang diinginkan oleh nasabah. Pembiayaan di sini
artinya jika nasabah membutuhkan barang-barang modal seperti peralatan
kantor atau mobil dengan cara disewa atau dibeli secara kredit, maka pihak
leasing dapat membiayai keinginan nasabah sesuai dengan perjanjian.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006
tentang Perusahaan Pembiayaan yang dimaksud dengan sewa guna usaha
adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baìk
secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finanse lease) maupun sewa guna
usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna
usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara
berkala. Dengan demikian, sewa guna usaha merupakan suatu kontrak atau
persetujuan sewa-menyewa. Objek sewa guna usaha adalah barang modal dari
pihak lessee memiliki hak opsi dengan harga berdasarkan nilai sisa.
Sedangkan yang dimaksud dengan sewa guna usaha (leasing) syariah
adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik
secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finanse lease) maupun sewa guna
usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna
usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara
angsuran sesuai dengan prinsip syariah.1
Dalam istilah transaksi syariah, leasing diartikan sebagai ijarah. Ijarah
berasal dari kata al-‘ajr dan berarti kompensasi, pengganti, ganjaran,
keuntungan, atau nilai tandingan (al-‘iwad). Sebagai kontrak (akad), ia
mengacu pada pengupahan atau penyewaan asset atau komoditas untuk
mendapatkan hak pemanfaatan atasnya. Dalam hukum islami, ijarah adalah
kontrak (akad) dari hak pemanfaatan yang dikenal dan diajukan untuk aset
1
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Edisi Pertama, (Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group, 2009), hlm.348-349.
3
tertentu selama periode waktu tertentu dengan imbalan tertentu dan sah atau
ganjaran bagi jasa atau keuntungan untuk manfaat yang diajukan yang akan
diambil, atau untuk upaya atau hasil kerja yang diajukan yang dikeluarkan.
Dengan kata lain, ia merupakan pengalihan hak pemanfaatan untuk ganjaran
yang berupa sewa dalam hal penyewaan aset atau barang dan upah dalam hal
penyewaan orang. Menurut fuqaha, Ijarah adalah penjualan hak pemanfaatan
(dan bukan ‘Ain atau barang pemenuh kebutuhan badani) suatu komoditas
untuk ditukarkan dengan ujrah, upah, atau sewa, dan mencakup rumah, toko,
binatang tunggangan atau pekerjaan, pakaian dan sebagainya.2
Karena dalam sistem leasing belum terbebas dari bunga, maka dalam
transaksi syariah menggunakan istilah Ijarah Muntahiah BitTamlik (IMBT).
Ijarah Muntahiah bit-tamlik adalah akad sewa menyewa antara pemilik objek
sewa dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek yang
disewakan dengan opsi perpindahan hak milik objek sewa pada saat tertentu
sesuai dengan akad sewa. Pada praktek yang lain terdapat juga salah satu jenis
ijarah dalam sistem pembiayaan, yaitu : Ijarah mutlaqah, bai’ at takjiri dan
musyarakah mutanaqisah. Ijarah mutlaqah adalah proses sewa menyewa yang
biasa kita temui dalam kegiatan perekonomian seharihari. Bai’ at takjiri
adalah suatu kontrak sewa yang diakhiri dengan penjualan. Dalam kontrak ini
pembayaran sewa telah diperhitungkan sedemikian rupa sehingga sebagian
merupakan pembelian barang secara berangsur (hire purchase). Musyarakah
mutanaqisah merupakan kombinasi antara musyarakah dengan ijarah.3
Dalam setiap transaksi leasing terdapat paling tidak 5 pihak yang
berkepentingan, yaitu:
1. Lessor, yaitu pihak yang menyewakan barang dan dapat terdiri dari
beberapa perusahaan. Lessor disebut juga investors, equity, holders,
owner, participants atau trusters. Lessor merupakan perusahaan yang
menyediakan jasa pembiayaan kepada pihak lessee dalam bentuk barang
modal. Lessor dalam financial lease bertujuan untuk mendapatkan
kembali biaya yang telah dikeluarkan untuk membiayai penyediaan
2
Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2009),
hlm. 427-428.
3
Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah, (Yogyakarta : UII Press,
2001), hlm. 35-36.
4
barang modal dengan mendapatkan keuntungan. Sedangkan dalam
operating lease, lessor bertujuan mendapatkan keuntungan dari
penyediaan barang seta pemberian jasa-jasa yang berkenaan dengan
pemeliharaan serta pengoperasian barang modal tersebut.
2. Lessee adalah perusahaan atau pihak yang memperoleh pembiayaan dalam
bentuk barang modal dari lessor. Lessee dalam financial lease bertujuan
mendapatkan pembiayaan berupa barang atau peralatan dengan cara
pembayaran angsuran atau berkala. Pada akhir kontrak, lessee memiliki
hak opsi untuk membeli barang tersebut berdasarkan nilai sisa. Dalam
operating lease, lessee dapat memenuhi kebutuhan peralatannya di
samping tenaga operator dan perawatan alat tersebut tanpa risiko bagi
lessee terhadap kerusakan.
3. Supplier adalah perusahaan atau pihak yang mengadakan atau
menyediakan barang untuk dijual kepada lessee dengan pembayaran
secara tunai oleh lessor. Dalam mekanisme financial lease, supplier
langsuung menyerahkan barang kepada lessee tanpa melalui pihak lessor
sebagai pihak yang memberikan pembiayaan. Sebaliknya, dalam
operating lease, Supplier menjual barangnya langsung kepada lessor
dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, yaitu
secara tunai atau berkala.
4. Bank terlibat secara tidak langsung dalam kontrak tersebut, namun pihak
bank memegang peranan dalam hal penyediaan dana kepada lessor
terutama dalam mekanisme leverage lease di mana sumber dana
pembiayaan lessor diperoleh melalui kredit bank. Pihak Supplier juga
kemungkinan menerima kredit dari bank untuk memperoleh barang yang
nantinya dijual sebagai objek leasing kepada lessee atau lessor. Untuk
leasing syariah bank yang menyediakan dana wajib melalui bank dengan
prinsip syariah juga.
5. Asuransi merupakan perusahaan yang akan menanggung risiko terhadap
perjanjian antara lessor dengan lessee. Di mana dalam hal lessee
dikenakan biaya asuransi dan apabila terjadi sesuatu, maka perusahaan
akan menanggung risiko dari barang yang dileasingkan sebesar sesuai
5
dengan perjanjian. Untuk usaha leasing syariah, objek yang diasuransikan
wajib diasuransikan pada perusahan asuransi dengan prinsip syariah juga.4
B. Karakteristik Pembiayaan Syariah
Secara teori, ada tiga hal yang menjadi karakteristik dari pembiayaan
berbasis syariah , yaitu:
1. bebas bunga;
2. berprinsip bagi hasil dan risiko;
3. perhitungan bagi hasil tidak dilakukan di muka.
Berbeda dengan dengan pembiayaan konvensional yang
memperhitungkan suku bunga di depan, pembiayaan syariah menghitung
hasil setelah periode transaksi berakhir. Bagi hasil pembiayaan syariah
bukan berdasarkan hasil perhitungan spekulatif tetapi didasarkan atas
keuntungan riil karena dianggap lebih sesuai dengan iklim bisnis yang
mempunyai potensi untung dan rugi.
Secara umum, perbedaan antara pembiayaan dengan sistem bagi
hasil dan sistem bunga dapat dijabarkan sebagai berikut:
No Sistem Bagi Hasil Sistem Bunga
1 Penentuan besar rasio bagi hasil Penentuan bunga dilakukan
dibuat pada waktu akad dengan pada waktu akad dengan
berpedoman pada kemungkinan asumsi akan selalu untung
untung rugi
2 Besarnya rasio bagi hasil Besarnya persentase bunga
berdasarkan pada jumlah berdasarkan pada jumlah
keuntungan yang diperoleh modal yang dipinjamkan
3 Bagi hasil bergantung pada Pembayaran bunga tetap
keuntungan proyek yang seperti yang dijanjikan tanpa
dijalankan. Bila usaha merugi maka mempertimbangkan proyek
kerugian ditanggung bersama para yang dijalankan mengalami
pihak untung atau rugi
4 Jumlah pembagian laba meningkat Jumlah pembayaran bunga
sesuai dengan peningkatan jumlah tidak dipengaruhi oleh
pendapatan jumlah keuntungan
4
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Edisi Pertama, (Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group, 2009), hlm.349-350.
6
C. Perbedaan Leasing Syariah dengan Leasing Konvensional
Berdasarkan dari segi unsur balas jasa pembiayaan atau mekanisme
pengambilan keuntungan, operasional pembiayaan dibagi dalam dua jenis
perusahaan pembiayaan yaitu perusahaan pembiayaan secara Konvensional
dan perusahaan pembiayaan secara Syariah.
a. Perusahaan Pembiayaan Konvensional
Perusahaan Pembiayaan Konvensional merupakan kegiatan penyaluran
dana kepada Masyarakat yang dilakukan oleh Bank Kovensional, dalam
Perbankan Konvensional, pembiayaan lebih dikenal dengan istilah Kredit
atau Pinjaman. Kasmir mengemukakan bahwa:
”Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan
itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank dengan pihak
lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang
atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau
bagi hasil”.5
b. Perusahaan Pembiayaan Syariah
Menurut Pasal 1 butir 2 Peraturan Presiden No. 9/2009 tentang Lembaga
Pembiayaan, “Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang khusus
didirikan untuk melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang,
Pembiayaan Konsumen dan/atau Kartu Kredit”.6 Ketentuan ini secara
jelas mengatur bahwa perusahaan pembiayaan hanya boleh melakukan
kegiatan pembiayaan yang terkait dengan empat bentuk kegiataan usaha di
atas.Kegiatan usaha ini juga berlaku atas perusahaan pembiayaan syariah,
hanya saja dalam melakukan kegiatannya perusahaan pembiayaan syariah
harus menyalurkan dananya berdasarkan prinsip syariah. Perusahaan
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah mempunyai karakteristik yang
berbeda dengan perusahaan pembiayaan konvensional.Kegiataan usaha
pembiayaan dan sumber pendanaan perusahaan pembiayaan syariah harus
5
Kasmir, Analisis Laporan Keuangan, (Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada, 2012)
6
Presiden Republik Indonesia,Undang-Undang No 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan,
(Jakarta, 2009)
7
sesuai dengan ajaran Islam (in complinace with syariah) yang bebas dari
unsur riba, haram, dan gharar. Oleh karena itu, perusahaan pembiayaan
syariah harus diatur dalam peraturan yang jelas. Sebagaimana yang telah
dijelaskan di atas, untuk memberikan kerangka hukum yang jelas dan
memadai terhadap sumber pendanaan, pembiayaan dan akad syariah yang
menjadi dasar kegiatan perusahaan pembiayaan syariah, Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) mengeluarkan
peraturan No: PER-03/BL/2007 tentang Kegiataan Perusahaan
Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah dan No: PER-04/BL/2007
tentang Akad-Akad yang Digunakan Dalam Kegiataan Perusahaan
Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah. Pasal 5 Peraturan Ketua
BAPEPAM LK No: PER-03/BL/2007 jelas menyatakan: “Setiap
perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah wajib menyalurkan dana untuk kegiatan pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah”.7 Adapun yang dimaksud dengan prinsip
syariah, sebagaimana menurut Pasal 1 butir 6 adalah sebagai berikut:
“Prinsip Syariah adalah ketentuan hukum Islam yang menjadi pedoman
dalam kegiatan operasional perusahaan dan transaksi antara lembaga
keuangan atau lembaga bisnis syariah dengan pihak lain yang telah dan
akan diatur oleh DSN-MUI.”Berdasarkan ketentuan di atas, dapat
dipahami bahwa kepatuhan terhadap prinsip syariah bagi perusahaan
pembiayaan yang menjalankan aktifitasnya berdasarkan prinsip syariah
adalah suatu kemestian yang tidak boleh dilanggar. Prinsip syariah
tersebut merupakan peraturan peraturan yang dikeluarkan oleh Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dalam bentuk
fatwa.Fatwa ini sebagai guideline bagi perusahaan pembiayaan syariah
dalam menjalankan kegiatan pembiayaannya.Adapun yang dimaksud
dengan kegiatan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, sesuai yang
diatur dalam Pasal 6 Peraturan Ketua BAPEPAM LK No: PER-
03/BL/2007 adalah sebagai berikut:
7
Peraturan Ketua BAPEPAM, Undang-undang No PER-03/BL/2007 tentang kegiatan Perusahaan
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, (Jakarta, 2007)
8
1. Sewa Guna Usaha, yang dilakukan berdasarkan: Ijarah; Ijarah
Muntahiya Bittamlik;
2. Anjak Piutang, yang dilakukan berdasarkan akad Wakalah bil Ujrah.
3. Pembiayaan Konsumen, yang dilakukan berdasarkan: Murabahah;
Salam; atau Istishna’.
4. Usaha Kartu Kredit yang dilakukan sesuai dengan Prinsip Syariah.
5. Kegiataan pembiayaan lainya yang dilakukan sesuai dengan Prinsip
Syariah.8 Pada dasarnya, sebagaimana yang telah dijelaskan
sebelumnya, kegiataan usaha perusahaan pembiayaan konvesional
dengan perusahaan pembiayaan syariah adalah sama, yang
membedakan antara keduanya adalah model akad yang digunakan
dalam menjalankan kegiatan usaha tersebut. Ketentuan di atas
menjelaskan akad-akad apa saja yang sesuai untuk diaplikasikan pada
setiap kegiataan usaha yang ada. Namun yang penting untuk dipahami
adalah, sesuai dengan Pasal 6 huruf e di atas, perusahaan pembiayaan
syariah bisa melakukan atau mengembangkan model kegiataan
pembiayaan lain diluar model kegiataan pembiayaan yang telah
ditetapkan. Dengan kata lain, ada peluang bagi perusahaan
pembiayaan syariah untuk mengembangkan produk-produk
pembiayaan baru yang lebih variatif yang dianggap profitable sehingga
kegiataan perusahaan menjadi lebih berkembang. Menurut Soemitra
Perusahaan Pembiayaan Syariah adalah “pembiayaan berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara perusahaan pembiayaan dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan pembiayaan tersebut dalam jangka waktu tertentu
dengan imbalan atau bagi hasil”.9
8
Peraturan Ketua BAPEPAM, Undang-undang No PER-03/BL/2007 tentang kegiatan Perusahaan
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, (Jakarta, 2007)
9
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah... 335
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kehadiran perusahaan pembiayaan/leasing telah menciptakan sesuatu
yang baru untuk pengembangan pembiayaan investasi bagi dunia usaha, baik
usaha kecil, menengah maupun besar. Adanya jasa leasing, pengusaha dapat
10
melakukan perluasan produksi dan penambahan barang modal dengan cepat.
Kebutuhan terhadap produk pembiayaan dengan sistem leasing ini pada
dasarnya telah dirasakan sejak awal berdirinya bank-bank Islam, karena dapat
melayani kebutuhan nasabah untuk memiliki barang, bukan jasa. Bagi
perbankan syariah, produk leasing sangat dibutuhkan masyarakat untuk
menopang ekonomi lemah, karena mampu berpartisipasi meningkatkan dan
memberdayakan perekonomian yang berwujud dalam: (1) penciptaan iklim
kondusif bagi masyarakat untuk berkembang, (2) peningkatan kemampuan
masyarakat melalui pengembangan kelembagaan dan (3) menciptakan
kemitraan yang saling menguntungkan. Pembiayaan dengan sistem leasing
juga sangat menarik karena tidak dituntut dengan barang jaminan yang
memberatkan serta adanya opsi yang memungkinkan untuk memiliki barang
di akhir periode sewa atau mengembalikannya.. Untuk menghindari sistem
bunga, maka istilah yang dipakai bank syariah adalah ijarah muntahia bit-
tamlik meskipun dalam operasionalnya memiliki kesamaan dengan leasing.
B. Saran
Kami selaku penyusun makalah mengakui dan menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan yang tidak lain adalah
keterbatasan penyusun. Untuk itu, kami berharap kepada pembaca ini bila di
dalam makalah ini masih terdapat kekurangan di mohon memberi masukan,
saran, dan komentar yang sifatnya membangun untuk pembuatan makalah di
masa yang akan datang.
11
DAFTAR PUSTAKA
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Edisi Pertama, (Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group, 2009).
12