Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

KOMPLIKASI KEHAMILAN, PERSALINAN, NIFAS DAN BBL

TENTANG

PERDARAHAN DALAM KEHAMILAN

Dosen Pembimbing : Supiani, S.S.T.,M.Keb

DISUSUN OLEH:

1. Sriwahyuni (113418012)

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES) HAMZAR

LOMBOK TIMUR NUSA TENGGARA BARAT

Kantor Sekertariat : jl. Raya Lb. Lombok Mamben Daya Kecamatan


Wanasaba,Kabupaten Lombok Timur,NTB TA 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur kita panjatkan kehadirat allah SWT yang telah memberikan
berbagaikenikmatan salah satunya adalah nikmat sehat sehingga penulis mampu
menyelesaikan makalah yang berjudul “Perdarahan Dalam Kehamilan” dalam waktu
yang sudah ditentukan.

Shalawat serta salam selalu tercurah kepada junjungan alam nabi besar Muhammad
SAW yang telah menuntun umat manusia dari zaman kebodohan menuju zaman serba
pintar seperti sekarang ini.

Terimakasih sebesar-besarnya saya ucapkan kepada dosen pembimbing mata kuliah


yang telah mengajarkan berbagai ilmu pengetahuannya sehingga saya dapat dengan mudah
menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu.

Penulis menyadari bahwa tugas ini sangat jauh dari kata sempurna,masih terdapat banyak
kesalahan, Baik dari penulisan maupun penyusunan. Untuk itu kritik serta saran yang
membangun sangat kami butuhkan demi menyempurnakan makalah ini.

Lombok Timur, 27 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Hal
KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................. 3
1. PERDARAHAN PADA HAMIL MUDA........................................ 3
A. ABORTUS.................................................................................. 3
B. MOLAHIDATIDOSA................................................................ 22
C. KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU................................. 31
2. PERDARAHAN PADA HAMIL TUA (ANTE PARTUM)............ 39
A. PLASENTA PREVIA................................................................. 41
B. SOLUSIO PLASENTA.............................................................. 54
C. INSERSIO VELAMENTOSA (VASA PREVIA)...................... 64
D. RUPTURA SINUS MARGINALIS........................................... 66
E. PLASENTA SIRKUMVALATA............................................... 67
BAB III KESIMPULAN............................................................................... 69

BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu masalah penting dalam bidang obstetri dan ginekologi adalah masalah
perdarahan. Walaupun angka kematian maternal telah menurun secara dramatis dengan
adanya pemeriksaan-pemeriksaan dan perawatan kehamilan dan persalinan di rumah
sakit dan adanya fasilitas transfusi darah, namun kematian ibu akibat perdarahan masih
tetap merupakan faktor utama dalam kematian maternal.
Perdarahan dalam bidang obstetri hampir selalu berakibat fatal bagi ibu maupun
janin, terutama jika tindakan pertolongan terlambat dilakukan, atau jika komponennya
tidak dapat segera digunakan. Oleh karena itu, tersedianya sarana dan perawatan sarana
yang memungkinkan penggunaan darah dengan segera, merupakan kebutuhan mutlak
untuk pelayanan obstetri yang layak.
Perdarahan obstetri dapat terjadi setiap saat, baik selama kehamilan, persalinan,
maupun masa nifas. Oleh karena itu, setiap perdarahan yang terjadi dalam masa
kehamilan, persalinan dan nifas harus dianggap sebagai suatu keadaan akut dan serius,
karena dapat membahayakan ibu dan janin. Setiap wanita hamil, dan nifas yang
mengalami perdarahan, harus segera dirawat dan ditentukan penyebabnya, untuk
selanjutnya dapat diberi pertolongan dengan tepat.
Terdapat klasifikasi perdarahan berdasarkan umur kehamilan:

1. PERDARAHAN PADA HAMIL MUDA

a) Abortus

Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup


luar kandungan.
b) Molahidatidosa

Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili


korialisnya mengalami perubahan hidrofik.
c) Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)

2. PERDARAHAN PADA HAMIL TUA (ANTEPARTUM)

a) Plasenta Previa

Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada


segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
ostium uteri internum (OUI).
b) Solusio Plasenta

Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya


normal terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Biasanya
terhitung sejak kehamilan 28 minggu.
c) Insersio Velamentosa (vasa previa)

d) Ruptura Sinus Marginalis (Solusio Plasenta Ringan)

e) Plasenta Sirkumvalata
BAB II
PEMBAHASA
N

1. PERDARAHAN PADA HAMIL MUDA

A. ABORTUS

Ada beberapa faktor yang merupakan predisposisi terjadinya abortus,


misalnya faktor paritas dan ibu, mempunyai pengaruh besar. Risiko abortus
semakin dengan bertambahnya paritas dan semakin bertambahnya usia ibu
dan ayah. Riwayat abortus pada penderita abortus nampaknya juga
merupakan predisposisi terjadinya abortus berulang. Kemungkinan terjadinya
abortus berulang pada seorang wanita yang mengalami abortus tiga kali atau
lebih adalah 83,6 %.
Selain beberapa faktor diatas, penyakit ibu seperti pneumonia, typhus
abdominalis, pielonefritis, malaria dan lain-lain dapat menyebabkan abortus.
Begitu pula dengan penyakit-penyakit infeksi lain juga memperbesar peluang
terjadinya abortus.
(1) Defenisi
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup
luar kandungan. Batasan abortus adalah umur kehamilan kurang dari 20
minggu dan berat janin kurang dari 500 gram.
Sedang menurut WHO /FIGO adalah jika kehamilan kurang dari 22
minggu, bila berat janin tidak diketahui.
Di Indonesia umumnya batasan untuk abortus adalah sesuai dengan
definisi Greenhill yaitu jika umur kehamilan kurang dari 20 minggu dan berat
janin kurang dari 500 gram. Abortus spontan dibagi menjadi abortus awal dan
abortus yang terlambat. Abortus awal terjadi sebelum usia kehamilan
mencapai 12 minggu. Abortus yang terlambat terjadi pada usia kehamilan 12
sampai 20 minggu.

(1) Etiologi

Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu:

Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasa menyebabkan abortus


pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan
kelainan ini adalah:
Kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosom
X.
Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna.

Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan,


tembakau, dan alkohol.

Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena


hipertensi menahun.

Faktor maternal, seperti pneumonia, tifus, anemia berat,


keracunan, dan toxoplasmosis.

Kelainan traktus genitalia, seperti inkompetensi serviks (untuk


abortus pada trisemester kedua), retroversi uteri, mioma uteri, dan
kelainan bawaan uterus.

(1) Patogenesis

Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis kemudian


diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil
konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing
dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan isinya.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya
dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara
mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi koriales
menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan
sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14
minggu keatas umumnya dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin,
disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Hasil konsepsi keluar dalam
berbagai bentuk, seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak
jelas bentuknya (blighted ovum), janin lahir mati, janin masih hidup, mola
kruenta, fetus kompresus, maserasi, atau fetus papiraseus.

(2) Klasifikasi

Abortus dapat dibagi atas dua golongan:

a. Abortus Spontan
Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului
faktor-faktor mekanis ataupun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh
faktor-faktor alamiah.
b. Abortus Provakatus (induced abortion)

Abortus provokatus adalah abortus yang disengaja, baik dengan


memakai obat-obatan maupun alat-alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi:
Abortus Medisinalis (abortus therapeutica)

Abortus medisinalis adalah abortus karena tindakan kita

sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat


membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya
perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.
Abortus Kriminalis

Abortus kriminalis adalah abortus yang terjadi oleh karena

tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi


medis.
Berdasarkan gambaran klinis, abortus dibedakan menjadi 6 golongan,

yaitu:

a. Abortus Immimens (keguguran membakat)

Abortus imminens ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus


pada kehamilan sebelum 20 minggu, sedang hasil konsepsi masih dalam
uterus tanpa adanya dilatasi serviks.
Diagnosis abortus imminens diduga bila perdarahan berasal dari
intrauteri muncul selama pertengahan pertama kehamilan, dengan atau
tanpa kolik uterus, tanpa pengeluaran hasil konsepsi dan tanpa dilatasi
serviks. Menurut Taber (1994), umumnya kira-kira 50 % wanita dengan
gejala abortus imminens kehilangan kehamilannya, persentase kecil lahir
prematur dan lainnya berlanjut ke kelahiran cukup bulan.

Gambar: Abortus Iminens


a. Abortus Insipiens (keguguran sedang berlangsung)

Abortus insipiens ialah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan


kurang dari 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks yang meningkat,
tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules
menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah.
Ciri : perdarahan pervaginam, dengan kontraksi makin lama makin
kuat dan sering, serviks terbuka.
Gambar: Abortus Insipiens

b. Abortus Inkompletus (keguguran bersisa)

Abortus inkompletus adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi


pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal
dalam uterus. Perdarahan abortus ini dapat banyak sekali, sehingga dapat
menyebabkan perdarahan banyak dan tidak berhenti sebelum hasil
konsepsi dikeluarkan.
Ciri : perdarahan yang banyak, disertai kontraksi,serviks terbuka,
sebagian jaringan keluar.

Gambar: Abortus Inkompletus,


dimana pada sebelah kanan gambar terlihat gambaran produk konsepsi yang
keluar pada abortus inkompletus

a. Abortus Kompletus (keguguran lengkap)

Abortus kompletus terjadi dimana semua hasil konsepsi sudah


dikeluarkan. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit,ostium uteri
sebagian besar telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil.
Ciri : perdarahan pervaginam, kontraksi uterus, ostium serviks
menutup, ada keluar jaringan, tidak ada sisa dalam uterus.

Gambar: Abortus Kompletus,


dimana pada sebelah kanan gambar terlihat gambaran hasil konsepsi yang
keluar pada abortus kompletus.
b. Missed Abortion

Missed abortion adalah kematian janin sebelum usia 20 minggu,


tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih.
Setelah retensi yang lama dari hasil konsepsi yang mati, dapat terjadi
kelainan pembekuan darah yang serius, khususnya bila kehamilan telah
mencapai trimester kedua sebelum janin mati.

Gambar: Missed Abortion

c. Abortus Habitualis (keguguran berulang)

Definisi abortus spontan yang berkali-kali (habitualis) telah dibuat


berdasarkan berbagai kriteria jumlah dan urutannya, tapi definisi yang
paling mungkin diterima saat ini adalah abortus spontan yang terjadi
berturut-turut tiga kali atau lebih.
Menurut Hertig abortus spontan terjadi dalam 10 % dari kehamilan
dan abortus habitualis 3,6 – 9,8 % dari abortus spontan.
Etiologi :
Kelainan ovum atau spermatozoa, dimana bila terjadi pembuahan
hasilnya adalah pembuahan yang patologis.
Kesalahan-kesalahan pada ibu, yaitu disfungsi tiroid, korpus
luteum, kesalahan plasenta yaitu tidak sanggupnya plasenta
menghasilkan progesteron sesudah korpus luteum atrofis, kelainan
anatomis, hipertensi dan keadaan malnutrisi.

(3) Manifestasi Klinis

Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu.

Pada pemeriksaan fisik ; keadaan umum tampak lemah atau


kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, dengyut
nadi normal atau capt dan kecil, suhu badan normal atau menurun.

Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil


konsepsi.

Rasa mulas atau keram perut di daerah atas simfisis, sering disertai
nyeri pinggang akibat kontraksi uterus.

Pada pemeriksaan ginekologi:

Inspeksi vulva : perdarahan pervaginam, ada/tidak jaringan


hasil konsepsi, tercium atau tidak bau busuk dari vagina.
Inspekulo: perdarahan dari cavum uteri, ostium uteri terbuka
atau sudah tertutup,ada/tidak jaringan keluar dari ostium,
ada/tidak jaringan berbau busuk dari ostium.
Vaginal toucher : porsio masih terbuka atau sudah tertutup,
teraba atau tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai
atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat portio
digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum douglasi
tidak menonjol dan tidak nyeri.

(4) Pemeriksaan Penunjang Diagnostik

a. Laboratorium

Darah Lengkap

Kadar haemoglobih rendah akibat anemia haemorrhagik.

LED dan jumlah leukosit meningkat tanpa adanya infeksi.

Tes Kehamilan

Penurunan atau level plasma yang rendah dari β-hCG adalah


prediktif. terjadinya kehamilan abnormal (blighted ovum,
abortus spontan atau kehamilan ektopik).
b. Ultrasonografi

USG transvaginal dapat digunakan untuk deteksi kehamilan 4 – 5


minggu.
Detik jantung janin terlihat pada kehamilan dengan CRL > 5 mm
(usia kehamilan 5 – 6 minggu).
Dengan melakukan dan menginterpretasi secara cermat,
pemeriksaan USG dapat digunakan untuk menentukan apakah kehamilan
viabel atau non-viabel.
Pada abortus imimnen, mungkin terlihat adanya kantung kehamilan
(gestational sac GS) dan embrio yang normal.
Prognosis buruk bila dijumpai adanya :

Kantung kehamilan yang besar dengan dinding tidak beraturan


dan tidak adanya kutub janin.
Perdarahan retrochorionic yang luas ( > 25% ukuran kantung
kehamilan).
Frekuensi DJJ yang perlahan ( < 85 dpm ).

Pada abortus inkompletus, kantung kehamilan umumnya pipih dan


iregular serta terlihat adanya jaringan plasenta sebagai masa yang
echogenik dalam cavum uteri.
Pada abortus kompletus, endometrium nampak saling mendekat
tanpa visualisasi adanya hasil konsepsi.
Pada missed abortion, terlihat adanya embrio atau janin tanpa ada
detik jantung janin.
Pada blighted ovum, terlihat adanya kantung kehamilan abnormal
tanpa yolk sac atau embrio.
Kehamilan intrauterine 8 minggu. Terlihat gambaran embrio (E) dan yolk
sac (YS)

Blighted ovum

Kantung gestasi (Gestational Sac ) yang kosong


Kematian embrio pada kehamilan 8 minggu

Terlihat dinding kantung kehamilan (GS) yang iregular dan Yolk sac yang
mengempis
Uterus yang kosong ( U ) dengan masa adneksa (A) yang diduga
adalah kehamilan ektopik. β hCG saat ini > 100 mIU

(5) Komplikasi

Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi,


infeksi, dan syok.
a. Perdarahan

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa


hasil konsepsi dan jika perlu pemberian tranfusi darah. Kematian karena
perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada
waktunya.
b. Perforasi

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus


dalam posisi hiporetrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu
diamat-amati dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan
laparatomi, dan tergantung dari luar dan bentuk perforasi, penjahitan luka
perforasi atau histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan
oleh orang awam menimbulkan persoalan gawat karena perlukaan uterus
biasanya luas, mungkin juga terjadi perlukaan pada kandung kemih atau
usus. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi,
laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya cedera,
untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan seperlunya guna
mengatasi komplikasi.
c. Infeksi

Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus,
tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering
pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan
antisepsis. Apabila infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah peritonitis
umum atau sepsis, dengan kemungkinan diikuti oleh syok.
d. Syok

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik)


dan karena infeksi berat (syok endoseptik).

(6) Diagnosa Banding

95% perdarahan uterus pada kehamilan muda disebabkan oleh abortus,


namun perlu diingat diagnosa banding dari perdarahan pervaginam pada
kehamilan muda yaitu :
a. Kehamilan ektopik

b. Perdarahan servik akibat epitel servik yang mengalami eversi atau


erosi
c. Polip endoservik

d. Mola hidatidosa

e. (jarang) Karsinoma servik uteri

f. Pedunculated submucous myoma

(7) Kuretase

Cara kuretase:

a. Pasien dalam posisi litotomi.

b. Suntikkan valium 10 mg dan atropin sulfat 0,25 mg IV.


c. Tindakan asepsis dan anti sepsis genitalia externa, vagina dan serviks.

d. Kosongkan kandung kemih.

e. Pasangkan spekulum vagina, selanjutnya serviks dipresentasikan


dengan tenakulum menjepit dinding depan porsio pada jam 12.
Angkat spekulum depan dan spekulum belakang dipegang oleh
seorang asisten.
f. Masukkan sonde uterus dengan hati-hati untuk menentukan besar dan
arah uterus.
g. Keluarkan jaringan dengan cunam abortus, dilanjutkan dengan kuret
tumpul secara sistematis menurut putaran jarum jam. Usahakan
seluruh kavum uteri dikerok.
h. Setelah diyakini tak ada perdarahan, tindakan dihentikan. Awasi
tanda vital 15-30 menit pasca tindakan.

Gambar : kuretase
2. PERDARAHAN PADA HAMIL TUA (ANTE PARTUM)

Angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 420 per

100.1 kelahiran hidup, rasio tersebut sangat tinggi bila dibandingkan dengan
negara-negara ASEAN lainnya.
Langkah utama yang paling penting untuk menurunkan angka kematian ibu
adalah mengetahui penyebab utama kematian. Di Indonesia sampai saat ini ada
tiga penyebab utama kematian ibu yaitu perdarahan, pre eklampsia-eklampsia, dan
infeksi.
Perdarahan sebelum, sewaktu, dan sesudah bersalin adalah kelainan yang
berbahaya dan mengancam ibu. Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap
sebagai kelainan yang berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebut
keguguran atau abortus, sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan
antepartum. Batas teoritis antara kehamilan muda dan kehamilan tua ialah
kehamilan 28 minggu (dengan berat janin 1000 gram), meningat kemungkinan
hidup janin diluar uterus .
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28
minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan
kehamilan sebelum 28 minggu.
Frekuensi perdarahan antepartum kira-kira 3% dari seluruh persalinan. Di
Rumah Sakit Tjipto Mangunkusumo (1971-1975) dilaporkan 14,3% dari seluruh
persalinan; R.S. Pirngadi Medan kira-kira 10% dari seluruh persalinan, dan di
Kuala Lumpur, Malaysia (1953-1962) 3% dari seluruh persalinan.
Perdarahan ante partum dapat disebabkan oleh plasenta previa, solusio
plasenta, ruptura sinus marginalis, atau vasa previa. Yang paling banyak menurut
data RSCM jakarta tahun 1971-1975 adalah solusio plasenta dan plasenta previa.
Diagnosa secara tepat sangat membantu menyelamatkan nyawa ibu dan janin.
Ultrasonografi merupakan motede pertama sebagai pemeriksaan penunjang dalam
penegakkan plasenta previa.
Plasenta Previa adalah suatu kesulitan kehamilan yang terjadi pada
trimesters kedua dan ketiga kehamilan. Dapat mengakibatkan kematian bagi ibu
dan janin. Ini adalah salah satu penyebab pendarahan vaginal yang paling banyak
pada trimester kedua dan ketiga. Plasenta Previa biasanya digambarkan sebagai
implantation dari plasenta di dekat ostium interna uteri (didekat cervix uteri).
Di AS plasenta previa ditemukan kira-kira 5 dari 1.000 persalinan dan
mempunyai tingkat kematian 0.03%. Data terbaru merekam dari 1989-1997
plasenta previa tercatat didapat pada 2,8 kelahiran dari 1000 kelahiran hidup. Di
Indonesia, RSCM Jakarta mencatat plasenta previa terjadi pada kira-kira 1
diantara 200 persalinan. Antara tahun 1971-1975 terjadi 37 kasus plasenta previa
diantara 4781 persalinan yang terdaftar, atau kira-kira 1 dari 125 persalinan.
Angka kematian maternal karena plasenta previa berkisar 0,03%. Bayi yang
lahir dengan plasenta previa cenderuing memiliki berat badan yang rendah
dibandingkan bayi yang lahir tanpa plasenta previa. Resiko kematian neonatal
juga tinggi pada bayi dengan plasenta previa, dibandingkan dengan bayi tanpa
plasenta previa.
Solusio plasenta digambarkan sebagai separasi prematur dari plasenta dari
dinding uterus. Pasien dengan solusio plasenta secara khas memiliki gejala
dengan pendarahan, kontraksi uteri, dan fetal distres.
Di AS frekwensi solusio plasenta kira-kira 1%, dan solusio plasenta yang
mengakibatkan kematian didapatkan sebanyak 0.12% dari jumlah kehamilan
(1:830).
Secara keseluruhan tingkat kematian janin pada solusio plasenta adalah 20-
40%, tergantung pada tingkat lepasnya plasenta. Nilai ini semakin tinggi tinggi
pada pasien dengan riwayat merokok. Sekarang ini, solusio plasenta adalah
bertanggung jawab untuk kira-kira 6% kematian maternal. Resiko solusio plasenta
meningkatkan pada pasien dengan umur dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun.

A. PLASENTA PREVIA

(1) Defenisi

Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada


segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
ostium uteri internum (OUI).
Plasenta previa adalah plasenta yang ada di depan jalan lahir. (prae

= di depan, vias = jalan), jadi yang di maksud adalah plasenta


implantasinya tidak normal sehingga menutupi seluruh atau sebahagian
jalan lahir (Ostium Uteri Internium).
(2) Etiologi

Angka kejadian PP meningkat dengan semakin bertambahnya usia


pasien, multiparitas dan riwayat seksio sesar sebelumnya; sehingga
etiologi plasenta previa diperkirakan adalah :
a. Vaskularisasi daerah endometrium yang buruk atau adanya
jaringan parut.
b. Ukuran plasenta besar.

c. Plasentasi abnormal (lobus succenteriata atau plasenta difusa).

d. Jaringan parut.

(3) Faktor Resiko

a. Riwayat plasenta previa (4-8%).

b. Kehamilan pertama setelah sectio caesar.

c. Multiparitas (5% kejadian pada grandemultipara).

d. Usia ibu “tua”.

e. Kehamilan kembar.

f. Riwayat kuretase abortus.

g. Merokok.
Perdarahan pada plasenta previa terjadi oleh karena :

a. Separasi mekanis plasenta dari tempat implantasinya saat


pembentukan SBR atau saat terjadi dilatasi dan pendataran servik.
b. Plasentitis.

c. Robekan kantung darah dalam desidua basalis.

B. SOLUSIO PLASENTA

(1) Defenisi

Istilah lain dari solusio plasenta adalah ablatio plasentae, abruptio


plasentae, accidental haemorrhage dan premature separation of the
normally implanted placenta.

Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang


letaknya normal terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir.
Biasanya terhitung sejak kehamilan 28 minggu.
Definisi ini berlaku pada kehamilan dengan masa gestasi diatas 22
minggu atau berat janin di atas 500 gram. Proses solusio plasenta dimulai
dengan terjadinya perdarahan dalam desidua basalis yang menyebabkan
hematoma retroplsenter. Hematoma dapat semakin membesar ke arah
pinggir plasenta sehingga jika amnio khorion sampai terlepas, perdarahan
akan keluar melalui ostium uteri (perdarahan keluar), sebaliknya apabila
amniokhorion tidak terlepas. Perdarahan tertampung dalam uterus
(perdarahan tersembunyi).

C. INSERSIO VELAMENTOSAA (VASA PREVIA)

(1) Defenisi

Insersio velamentosa adalah tali pusat yang tidak berinsersi pada


jaringan plasenta, tetapi pada selaput janin sehingga pembuluh darah
umblikus berjalan diantara amnion dan korion menuju plasenta.
Pada persalinan, pembuluh-pembuluh darah tali pusat ini dapat
turun ke bawah melalui pembukaan serviks. Hal ini dapat diraba pada
pemeriksaan dalam, disebut vasa previa, yang dalam persalinan dapat
menyebabkan perdarahan antepartum. Bila terjadi perdarahan banyak,
maka kehamilan harus segera diakhiri.

(2) Etiologi
Insersi velamentosa ini biasanya terjadi pada kehamilan ganda/
gemeli, karena pada kehamilan ganda sumber makanan yang ada pada
plasenta akan menjadi rebutan oleh janin, sehingga dengan adanya
rebutan tersebut akan mempengaruhi kepenanaman tali pusat/ insersi.
(3) Patofisiologi

Pada insersio velamentosa tali pusat yang dihubungkan dengan


plasenta oleh pembuluh-pembuluh darah yang berjalan dalam selaput
janin. Kalau pembuluh darah tersebut berjalan di daerah oestium uteri
internum maka disebut vasa previa. Hal ini dapat berbahaya bagi janin
karena bila ketuban pecah pada permulaan persalinan pembuluh darah
dapat ikut robek sehingga terjadi perdarahan inpartum dan jika
perdarahan banyak kehamilan harus segera di akhiri.

(4) Tanda dan Gejala

Tanda dan gejalanya belum diketahui secara pasti, perdarahan pada


insersi velamentosa ini terlihat jika telah terjadi vasa previa yaitu
perdarahan segera setelah ketuban pecah dan karena perdarahan ini
berasal dari anak dengan cepat bunyi jantung anak menjadi buruk bsa
juga menyebabkan bayi tersebut meninggal.
Satu-satunya cara mengetahui adanya insersi velamentosa ini
sebelum terjadinya perdarahan adalah dengan cara USG.
D. RUPTURA SINUS MARGINALIS

(1) Defenisi

Ruptura sinus marginalis (solusio plasenta ringan) adalah


terlepasnya sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak, sama
sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu ataupun janinnya.
(2) Gambaran Klinik

Terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman


dan sedikit sekali. Perut mungkin terasa agak sakit, atau terus menerus
adak tegang. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah
teraba. Uterus yang agak tegang ini harus diawasi terus- menerus apakah
akan menjadi lebih tegang lagi karena perdarahan yang berlangsung
terus.
Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan akan kemungkinan
solusio plasenta ringan ialah perdarahan pervaginam yang berwarna
kehitam-hitaman, yang berbeda dengan perdarahan pada plasenta previa
yang berwarna merah segar. Apabila dicurigai keadaan demikian,
sebaiknya dilakukan pemeriksaan ultrasonografi.

(3) Penanganan

Perdarahan antepartum yang sedikit, dengan uterus yang tidak


tegang, pertama kali harus ditangani sebagai kasus plasenta previa.
Apabila kemudian ternyata kemungkinan plasenta previa dapat
disingkirkan, barulah ditangani sebagai solusio plasenta.
Apabila kehamilan kurang dari 36 minggu, dan perdarahannya
kemudian berhenti, perutnya tidak menjadi sakit, dan uterusnya tidak
menjadi tegang, kiranya penderita dapat dirawat konservatif di rumah
sakit dengan observasi ketat.
Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio
plasenta itu bertambah jelas, atau dalam pemantauan ultrasonografik
daerah solusio plasenta bertambah luas, maka pengakhiran kehamilan
tidak dapat dihindari lagi. Apabila janin hidup, dilakukan seksio sesarea;
apabila janin mati ketuban segera dipecahkan disusul dengan pemberian
infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.
E. PLASENTA SIRKUMVALATA

(1) Defenisi

Plasenta sirkumvalata adalah plaseta yang pada permukaan vetalis


dekat pinggir terdapat cincin putih. Cincin ini menandakan pinggir
plasenta, sedangkan jeringan di sebelah luarnya terdiri dari villi yang
tumbuh kesamping dibawah desidua.

(2) Etiologi

Diduga bahwa corionfrondosum terlalu kecil dan untuk mncukupi


kebutuhan, villi menyerbu kedalam desidua di luar permukaan
frondosum, plasenta jenis ini tidak jarang terjadi.
(3) Insiden

Insidensinya lebih kurang 2-18 %.

(4) Patofisiologi

Menurut beberapa ahli plasenta sirkumvalata sering menyebabkan


abortus dan solusio plasenta. Bila cincin putih ini letaknya dekat sekali
ke pinggir plasenta, di sebut plasenta marginata. Kedua-duanya disebut
sebagai plasenta ekstra coriel. Pada plasenta marginata mungkin terjadi
adeksi dari selaput sehingga plsenta lahir telanjang tertinggalnya selaput
ini dapat menyebabkan perdarahan dan infeksi.

(5) Diagnosis

Diagnosis plasenta sirkumvalata baru dapat ditegakan setelah


plasenta lahir tetapi dapat diduga bila ada perdarahan intermiten atau
hidrorea.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terdapat klasifikasi perdarahan
berdasarkan umur kehamilan:

PERDARAHAN PADA HAMIL MUDA

1. Abortus

Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup luar
kandungan.
2. Molahidatidosa

Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili


korialisnya mengalami perubahan hidrofik.
3. Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)

Kehamilan ektopik yang terganggu, dapat terjadi abortus atau pecah, dan hal
ini dapat berbahaya bagi wanita tersebut.

PERDARAHAN PADA HAMIL TUA (ANTEPARTUM)

1. Plasenta Previa

Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen
bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri
internum (OUI).
2. Solusio Plasenta

Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal
terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Biasanya terhitung sejak
kehamilan 28 minggu.

B. Perdarahan obstetri dapat terjadi setiap saat, baik selama kehamilan,


persalinan, maupun masa nifas. Oleh karena itu, setiap perdarahan yang terjadi dalam masa
kehamilan, persalinan dan nifas harus dianggap sebagai suatu keadaan akut dan serius,
karena dapat membahayakan ibu dan janin. Setiap wanita hamil, dan nifas yang mengalami
perdarahan, harus segera dirawat dan ditentukan penyebabnya, untuk selanjutnya dapat
diberi pertolongan dengan tepat.
DAFTAR
PUSTAKA

Djakobus, Prof. Dr. 2004. Perdarahan Selama Kehamilan. Medan:


Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Hanafiah, Muhammad Jusuf. 2004. Plasenta Previa. Medan: Bagian
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Khoman, John Slamet. 2004. Perdarahan Hamil Tua dan Perdarahan Post
Partum. Medan: Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta
Kedokteran Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius. Mochtar, Prof. Dr. Rustam.
1998. Sinopsis Obstetri; Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi Edisi 2.
Jakarta: EGC. Nugraheny, Esti SST. 2010. Asuhan Kebidanan Patologi.
Yogyakarta: Pustaka Rihama. Winkjosastro, H. Saifuddin AB. Rachimhadhi
T. 2005. Ilmu Kandungan Edisi 2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Winkjosastro, H. Saifuddin AB. Rachimhadhi T. 2005. Ilmu
Kebidanan Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai