Anda di halaman 1dari 13

PENGANTAR PENGGUNAAN ANTIBIOTIK

A. Latar Belakang Permasalahan

Penggunaan antibiotik yang tidak perlu serta berlebihan secara bebas di

dalam pelayanan rumah sakit memudahkan percepatan resistensi sehingga

menyebabkan multiplikasi strain bakteria yang resisten. Diawali dengan strain

yang resisten terhadap penggunaan antibiotik tertentu akan terjadi penyebaran

melalui proses penyakit infeksi. Di samping itu resistensi antarspesies bakteia

dimungkinkan melalui transmisi plasmid, dengan demikian ada hubungan yang

erat antara penggunaan antibiotik itu sendiri termasuk penggunaan yang tak

perlu dengan timbulnya proses resistensi disertai dengan penyakit infeksi yang

diperoleh di rumah sakit (nosokomial).

Fenomena evolusi ini tidak dapat diatasi secara sempurna, tetapi dapat

dikurangi serta dimodifikasi dengan penggunaan antibiotik yang bijaksana.

Dengan demikian dibutuhkan suatu pedoman penggunaan antibiotika yang

selalu diperbarui terintegrasi dalam program pengendalian infeksi rumah sakit.

Pedoman penggunaan antibiotik (PPAB) akan membawa manfaat seperti

di bawah ini :

1. Meningkatkan kualitas pelayanan penderita melalui penggunaan antibiotik

terapetik dan profilaksis serta dimungkinkan memperoleh pemilihan dengan

harga lebih murah

2. Menekan timbulnya serta menghindari penyebaran bakteri resisten multipel

3. Meningkatkan pendidikan dan pelatihan kepada dokter yunior/pemula

melalui penggunaan anibiotik (PPAB) guna mencapai terapi rasional

4. Menghindari penggunaan antibiotik yang tidak perlu termasuk preparat

potensial yang mahal sehingga tak efektif


B. Tujuan

1. Membantu mempermudah penentuan antibiotik pilihan

2. Mempermudah perencanaan dan penyediaan antibiotik sesuai dengan

pedoman diagnosis dan terapi yang berlaku saat ini

3. Mempermudah pengawasan penggunaan antibiotik di masing-masing

ruangan

4. Membuat kategorisasi penggunaan antibiotik sebagai berikut :

a. Antibiotik yang dapat digunakan secara empiris

b. Antibiotik yang penggunaannya harus berdasarkan kultur kuman dan test

sensitivitas antibiotik

c. Antibiotik yang penggunaannya dibatasi (restricted), hanya untuk kuman

“Multi Drug Resistance”

C. Pengertian Umum :

Pedoman Penggunaan Antibiotik diperlukan untuk memberikan dasar rasional

bagi penggunaan antibiotik di RS yang berfungsi sebagai Rumah Sakit

Pendidikan. Pedoman ini disusun dengan oleh Komite Farmasi dan Terapi (KFT)

melibatkan semua bidang keahlian yang terkait, baik bidang klinik maupun pra

klinik. Di dalamnya tercantum garis-garis besar petunjuk penggunaan antibiotik

secara rasional yang dipergunakan untuk pelayanan kesehatan di RS.

Pedoman yang disajikan dalam buku ini hanyalah untuk memberikan

kesepakatan dokter memilih antibiotik yang paling sesuai dengan kasus yang

dihadapi, terutama apabila uji biakan dan uji kepekaan kuman belum ada

hasilnya atau tidak dapat dikerjakan. Pengertian penggunaan antibiotik secara

rasional di sini adalah Tepat Indikasi, Tepat penderita, Tepat obat, Tepat dosis

regimen, dan Waspada efek samping obat yang dalam arti konkritnya adalah :

 Pemberian resep yang tepat

 Penggunaan dosis yang tepat

 Lama pemberian obat yang tepat

 Interval pemberian obat yang tepat


 Kualitas obat yang tepat

 Efikasi obat harus sudah terbukti

 Aman pada pemberiannya

 Tersedia bila diperlukan’

 Terjangkau oleh penderita

D. Keuntungan Pedoman Penggunaan Antibiotik :

Dengan berlakunya Pedoman Penggunaan Antibiotik di RS, diharapkan

terjadi dampak yang positif terhadap :

1. Perilaku para dokter untuk menggunakan antibiotik secara rasional

2. Efektivitas klinik yang tinggi dalam perawatan penderita

3. Tidak terjadinya kekebalan kuman terhadap antibiotik

4. Biaya pelayanan kesehatan penderita

E. Kebijakan Rs Mengenai Penggunaan Antibiotik

Untuk mengatur penggunaan antibiotik secara rasional ditetapkan kebijakan

tentang penggunaan antibiotik di RS yang meliputi tata cara, monitoring dan

evaluasi serta pemilihan dan pengadaan antibiotik.

Ketentuan penggunaan antibiotik dibagi dalam 3 kategori :

Kategori 1 : Antibiotik yang penggunaannya tidak dibatasi (Unrestricted).

Antibiotik yang termasuk dalam kategori ini adalah antibiotik yang sudah

terbukti efektif, aman dan relatif murah, dalam arti bahwa antibiotik tersebut :

1. Telah digunakan secara umum sejak waktu yang lama sehingga

keamanan dan efektivitasnya telah dipahami.

2. Tidak banyak mengalami kekebalan kuman akibat penggunaannya,

3. Antibiotik tersebut relatif murah.

Kategori 2 : Antibiotik yang penggunaannya dibatasi (restricted).

Antibiotik yang termasuk dalam kategori ini ialah abo yang penggunaannya

memerlukan pertimbangan dalam hal kemanan, harga, dan timbulnya bahaya


kekebalan kuman, sehingga dalam penggunaannya memerlukan pembatasan-

pembatasan.

Kategori 3 : Antibiotik yang dicadangkan (reserved)

Abo yang termasuk dalam kategori ini untuk semua indikasi penggunaannya

harus mendapatkan persetujuan dari Komite Farmasi dan Terapi (KFT) RS.

Antibiotik yang termasuk dalam kategori ini yang tercantum di dalam

formularium RS dicetak dengan warna merah yaitu Cefpirom, Cefepime,

Fosfomyicne dan Vancomycine.

Ketentuan pembuatan biakan (kultur) kuman penyebab penyakit dan uji

kepekaan terhadap antibiotik Secara ideal pada tiap penderita penyakit infeksi

perlu dilakukan pemeriksaan mikrobiologis, yaitu pembuatan sediaan Gram,

kultur kuman dan uji kepekaannya, untuk menunjang diagnosis klinis dan

pemberian pengobatan yang tepat. Pengambilan spesimen pemeriksaan

mikrobiologis dilakukan sebelum pengobatan berdasarkan educated guess

(terapi empirik) diberikan.

Pemilihan dan pengadaan jenis abo di RS :

Dalam perencanaan pengadaan obat perlu dipikirkan sumber dana,

peraturan-peraturan dari instansi / perusahaan asuransi penjamin, program-

program pemerintah, Formularium Rumah Sakit, Pedoman Diagnosis dan Terapi

serta Dokumen Medik sebagai dasar. Pilihan pertama adalah pada antibiotik

generik berlogo. Dalam hal antibiotik generik berlogo belum dapat diproduksi

atau tidak ada, maka dipilih abo nama dagang.

Pedoman Penggunaan Antibiotik bukan produk akhir yang statis,

melainkan dinamis dan karenanya perlu direvisi secara berkala dan

berkelanjutan. Umpan balik dari para dokter (Klinisi, Ahli Mikrobiologi Klinik,

Ahli Farmakologi) dan para Apoteker sangat diharapkan. Pedoman ini tidaklah

mungkin memuat dan mencakup segala aspek mengenai antibiotik dan

penggunaannya karena harus singkat dan praktis. Dalam memilih dan


menggunakan abo, Dokter dan Apoteker tetap terikat pada tata laksana obat di

RS seperti yang tercantum di dalam Formularium RS yang masih berlaku.

Pedoman ini hanya berlaku di RS bagi praktisi yang menggunakan terapi

Antibiotik.

F. Prinsip Penggunaan Antibiotik :

Dalam menggunakan Buku Pedoman Antibiotik dianjurkan untuk

memperhatikan beberpa prinsip penggunaan Antibiotik sebagai berikut :

Pemilihan antibiotik hendaknya didasarkan atas pertimbangan beberapa faktor,

yaitu spektrum abo, efektivitas, sifat-sifat farmakokinetik, keamanan,

pengalaman klinis sebelumnya, kemungkinan terjadinya resistensi kuman, super

infeksi dan harga yang terjangkau. Arti penting dari pertimbangan faktor-faktor

ini tergantung dari derajat penyakit dan tujuan pemberian antibiotik, apakah

untuk profilaksis atau terapi.

Diagnosis penyebab infeksi sedapat mungkin ditegakkan melalui tata

laksana pemeriksaan mikrobiologi klinik yang relevan beserta interpretasi

antibiogram yang memadai dan informasi klinik mengenai jenis-jenis antibiotik

yang tersedia. Pemberian profilaksis dapat berupa profilaksis bedah atau non

bedah. Pemberian terapetik dapat secara empirik ataupun secara definitif.

1. Penggunaan Antibiotik Profilaksis :

Antibiotik digunakan bagi penderita yang belum terkena infeksi, tetapi

diduga mempunyai peluang besar untuk mendapatkannya, atau bila terkena

infeksi dapat menimbulkan dampak buruk bagi penderita,Diperlukan protokol

tersendiri tata cara penggunaannya, baik untuk kasus bedah maupun non bedah.

Profilaksis bedah merupakan pemberian antibiotik sebelum adanya

tanda-tanda dan gejala suatu infeksi dengan tujuan mencegah terjadinya

manifestasi klinis infeksi tersebut yang diduga dapat terjadi. Dalam hal

pemilihan antibiotik untuk profilaksis, obat harus terbukti efektif terhadap

sebagian besar kuman yang dihadapi. Perlu “educated guess” yang baik untuk
memperhitungkan jenis kuman yang paling besar kemungkinannya

menimbulkan infeksi tertentu. Pemeriksaan sederhana dari bahan dengan cara

pengecatan “Gram” seringkali sangat membantu menentukan pilihan antibiotik

secara lebih selektif.

Dipilih jenis antibiotik profilaksis dengan spektrum yang sempit. Jenis

abo dengan spektrum yang lebar atau jenis yang masih baru, dicadangkan untuk

“terapi” bila terjadi infeksi oleh jenis kuman yang kebal. Perlu dipahami indikasi,

pilihan, cara, dan durasi pemberian antibiotik profilaksis. Indikasi penggunaan

abo profilaksis dapat dibagi menjadi :

1.1 Profilaksis Bedah

a. Profilaksis yang bertujuan untuk mencegah infeksi oleh mikroorganisme

yang diperkirakan dapat timbul pada tempat operasi.

b. Pencegahan infeksi pada tempat dengan resiko infeksi tinggi, misalnya

implan prostetik atau endokard yang rusak oleh mikroorganisme yang

masuk ke dalam darah sebagai akibat intervensi di tempat lain (cabut

gigi, operasi rongga mulut, dan sebagainya).

Dalam hal cara (rute) pemberian, hendaknya diupayakan agar antibiotik

sudah mencapai konsentrasi di dalam darah atau jaringan yang lebih tinggi dari

konsentrasi hambat minimal dari jenis-jenis kuman yang diperkriakan

mengkontaminasi lapangan operasi. Rute pemberian antibiotik sebaiknya

parenteral. Pada beberapa keadaan tertentu dapat diberikan secara oral atau

supositoria. Saat pemberian antibiotik dapat secara i.v pada waktu induksi

anestesi (sebelum pemasangan tourniquet), i.m. pada waktu premedikasi,

supositoria (misalnya, Metronidazol) 2-4 jam sebelum pembedahan. Lama jangka

waktu pemberian profilaksis harus sesingkat mungkin, pada umumnya tidak

lebih dari 24 jam, kecuali pada beberapa jenis tindakan seperti pemasangan

implan, kateter intravaskular, episiotomi, drain di dalam rongga serebrospinalis ,


maka profilaksis dapat diberikan lebih lama. Dalam kaitannya dengan

profilaksis, dikenal 4 kategori jenis operasi berdasarkan Mayhall

1.2. Operasi Bersih

Adalah operasi yang dilakukan pada daerah / kulit yang pada kondisi

prabedah tanpa peradangan dan tidak membuka traktus rreespiratorius, traktus

gastrointerstinal, orofaring, traktus urinarius, atau traktus bilier ataupun operasi

yang berencana dengan penutupan kulit primer dengan atau tanpa pemakaian

drain tertutup.

Antibiotik profilaksis di sini dianjurkan pada :

a. Pemasangan implan / prostesis yang permanen

b. Pembawa (carrier) bakteri patogen

c. Adanya infeksi di tempat lain di luar daerah operasi

d. Riwayat penyakit katup rematik atau telah memakai katup buatan

e. Penderita dengan tuberkulosis tenang (pemberian tuberkulostatik

mencegah penyebaran)

f. Penderita yang ,mengalami diseksi jaringan yang luas, vaskularisasi

jaringan terganggu/jelek, pemberian obat imunosupresif. Kemungkinan

infeksi di sini adalah 2-4 %.

1.3 Operasi Bersih Terkontaminasi

Adalah operasi yang membuka traktus digestivus, traktus bilier, traktus

urinarius, traktus respiratorius sampai orofaring, traktus reproduksi kecuali

ovarium ataupun operasi yang tanpa pencemaran nyata (gross spilage).

Antibiotik profilaksis di sini dianjurkan pada :

a. Diseksi leher dan masuk ke orofaring

b. Diseksi lambung (ca), membuka kolon, ileum bagian distal

c. Operasi kolon/usus kecil dengan gangguan vaskularisasi dari usus

d. Operasi yang menembus saluran empedu (ekstra hepatal)

e. Operasi saluran kemih


f. Operasi yang melalui vagina

g. Kemungkinan infeksi di sini adalah 5-15%

1.4 Operasi Terkontaminasi

Adalah operasi yang membuka traktus digestivus, traktus bilier, traktus

urinarius, traktus respiratorius, sampai dengan orofaring atau traktus reproduksi

kecuali ovarium dengan pencemaran yang nyata ataupun operasi pada luka

karena kecelakaan dalam waktu kurang dari 6 jam (Golden Period). Antibiotik di

sini dianjurkan pada :

a. Operasi yang menembus saluran empedu yang terinfeksi

b. Operasi yang menembus saluran kemih yang terinfeksi

c. Operasi radang akut tanpa pembentukan nanah

d. Operasi pada fraktur (patah tulang) terbuka

Kemungkinan infeksi di sini adalah 16-25%

1.5 Operasi Kotor Dengan Infeksi

Adalah operasi pada perforasi traktus digestivus, traktus urogenitalis

atau traktus respiratorius yang terinfeksi ataupun operasi yang meliputi daerah

purulen (inflamasi bakterial). Dapat pula operasi pada luka terbuka lebih dari

enam jam setelah kejadian atau terdapat jaringan non vital yang luas atau nyata

kotor.

Dokter yang melakukan operasi menyatakan sebagai luka operasi

kotor/terinfeksi. Antibiotik di sini dianjurkan sebagai :

a. Pemberian antibiotik terapetik dan bukan lagi profilaksis, terutama bila

operasi dilakukan pada jaringan sehat yang akan dilalui oleh nanah.

b. Pemberian antibiotik profilaksis dengan tujuan mencegah penyebaran

intrakaviter, penyebaran ke tempat yang jauh atau ke jaringan yang

sebelumnya tidak terkontaminasi.

Kemungkinan infeksi di sini adalah 40-70%.


1.6 Kriteria Infeksi Luka Operasi

1.6.1 Infeksi Luka Operasi Superfisial

Adalah infeksi yang terjadi dalam jangka waktu 30 hari pasca operasi yang

mengenai kulit atau jaringan subkutis di atas fascia disertai

 Keluarnya pus dari luka insisi atau drain di atas fascia

 Adanya mikroorganisme pada biakan yang didapatkan melalui prosedur

aseptik dari luka yang ditutup primer

 Salah satu dari tanda-tanda nyeri, pembengkakan, kemerahan, hangat

atau luka operasi sengaja dibuka oleh ahli bedah walaupun hasil biakan

negatif.

 Didiagnosis infeksi oleh ahli bedah atau doker yang berwenang

1.6.2 Infeksi Luka Operasi Dalam

Adalah infeksi yang terjadi dalam jangka waktu 30 hari pasca operasi bila tanpa

implan atau dalam jangka waktu 1 tahun bila disertai dengan pemasangan

implan dan infeksi mengenai jaringan atau rongga di fascia atau di bawah

lapisan fasia disertai kriteria :

 Luka spontan membuka (dehisensi) atau sengaja dibuka oleh ahli bedah

disertai salah satu tanda : panas (>38 0C), atau nyeri walaupun hasil

biakan negatif

 Abses atau tanda infeksi yang dijumpai pada saat pemeriksaan langsung

(dilihat), re-operasi, atau dari hasil pemeriksaan radiologi ataupun

histopatologi, didiagnosis infeksi oleh ahli bedah.

1.6.3 Kriteria Infeksi Luka Organ / Rongga

Infeksi yang terjadi dalam jangka waktu 30 hari pasca operasi bila tanpa implan

atau dalam jangka waktu 1 tahun bila disertai pemasangan implan dan ternyata

timbulnya infeksi terkait dengan tindakan operasi dan infeksi berhubungan

dengan anatomi (organ/rongga), yang dibuka selama operasi disertai sedikitnya

salah satu kriteria tersebut di bawah ini :


 Keluarnya pus dari drain yang ditempatkan pada luka tusuk ke dalam

organ / rongga

 Adanya mikro-organisme pada biakan yang diambil secara aseptis dari

cairan, jaringan organ / rongga

 Abses atau tanda infeksi yang ditemukan saat pemeriksaan re-operasi,

radiologis, atau histopatologis

 Didiagnosis infeksi oleh ahli bedah atau dokter yang berwenang

1.6.4 Klasifikasi organ/rongga spesifik yang terkena infeksi

 Infeksi arteri atau vena

 Abses payudara / mastitis

 Disc space

 Telinga, mastoid

 Endokarditis

 Endometritis

 Mata, selain konjungtivitis

 Traktus gastrointestinal

 Intraabdominal, tidak dijelaskan dimana

 Intra kranial, abses otak atau dura

 Persendian atau bursa

 Mediastinitis

 Meningitis atau ventrikulitis

 Miokarditis atau perikarditis

 Rongga mulut (mulut, lidah, gusi)

 Osteomyelitis

 Infeksi lain dari traktus respiratorius bawah (empiema)

 Organ reproduksi laki atau perempuan

 Sinusitis

 Abses spinal tanpa meningitis

 Traktus respiratorius atas


 Vaginal cuff

G. Profilaksis Non Bedah

Pada umumnya prinsip prinsip pemberian antibiotik profilaksis non

bedah tidak banyak berbeda dengan bedah hanya saja lama pemberian

profilaksis dapat bervariasi.

a. Pencegahan infeksi komunitas (community acquired infection) pada

orang yang telah terpapar mikro-organisme yang diketahui misalnya

orang yang mempunyai kontak erat tetapi belum kebal. Sebagai contoh :

1. Tuberkulosis : untuk pencegahan penyakit TBC, penderita dengan

reaksi konversi tuberkulin atau anak-anak dengan reaksi tuberkulin

yang sangat kuat perlu diberikan profilaksis selama 1 tahun

2. Meningitis : yang disebabkan Hemophyllus influenza type B,

profilaksis diberikan selama 4 hari, sedangkan yang disebabkan

Neisseria meningitidis profilaksis diberikan selama 2 hari

3. Pencegahan infeksi di rumah sakit pada penderita dengan penurunan

imunitas tubuh (immunocompromised), misalnya pada pemberian

kemoterapi yang intensif.

4. Pencegahan agar penyakit tidak kambuh misalnya : demam rematik

dimana profilaksis diberikan secara kontinyu selama beberapa tahun.

H. Penggunaan antibiotik terapeutik

Pemberian antibiotik terapetik dilakukan atas dasar penggunaannya

secara empirik atau terarah pada kuman penyebab yang ditemukannya.

Penggunaan antibiotik secara empirik adalah pemberian antibiotik pada kasus

infeksi yang belum diketahui jenis kumannya. Antibiotik diberikan berdasarkan

data epidemiologik kuman yang ada. Bersamaan dengan itu, segera dilakukan

pemeriksaan kuman, dengan pengecatan gram, biakan kuman dan uji kepekaan

kuman. Penggunaan antibiotik terapetik pada ksus infeksi yang sudah diketahui

jenis kumannya. Antibiotik yang dipilih, hendaknya yang paling efektif, plaling
aman, dan dengan spektrum yang sempit. Cara pemberian dapat secara

parenteral / oral / topikal. Dalam memilih cara pemberiaannya hendaknya,

dipertimbangkan berdasarkan tempat infeksi dan berat infeksi.

Cukup dengan bahan antiseptik bila diperlukan antibiotik kombinasi,

hendaknya penggunaannya ditujukan untuk memperlebar spektrum aktivitas

(misalnya pada terapi empirik atau infeksi campuran), mendapatkan efek

bakterisidal yang cepat dan sempurna (sinergistis(, misalnya pada kasus

endokarditis, enterokokus), atau untuk mencagh timbulnya kekebalan kuman

(misalnya pada pengobatan tuberkulosis)

I. Pemantauan dan Evaluasi

Pedoman penggunaan antibiotik ini agar berdaya guna secara optimal

perlu dilakukan monitoring secara berkala dan berkelanjutan bagi para dokter

dan apoteker dalam penggunaan antibiotik. Perlu diperhatikan perilaku para

dokter dalam pola penggunaan antibiotik, dan untuk itu Sub Komite Farmasi

dan Terapi RS berperan dalam pembinaannya. Buku referensi, informasi

mengenai antibiotik baru, dan hasil uji kepekaan akan disediakan secara teratur

dan periodik. Faktor yang memperngaruhi budaya penulisan resep oleh dokter

akan diperhatikan, misal latar belakang pendidikan, perilaku dokter, kegiatan

pabrik obat / farmasi, peraturan yang kurang memadai dan keinginan penderita

yang memaksakan kehendak untuk diberi antibiotik tertentu. Perlu diadakan

audit pelayanan dan audit efek samping obat yang digunakan di rumah sakit.

Penggunaan antibiotik akan dilakukan monitor dan surveilance dengan

menggunakan parameter di bawah ini :

Jumlah penggunaan antibiotik

 Penggunaan antibiotik dalam DDD / 100 hari pasien / operasi

 Jumlah (%) pasien yang mendapatkan antibiotik

 Jumlah (%) pasien yang mendapat antibiotik profilaksis

 Jumlah (%) pasien yang mendapat antibiotik yang tidak jelas


Kualitas penggunaan antibiotik

 Jumlah (%) penggunaan antibiotik yang tanpa indikasi

 Jumlah (%) penggunaan antibiotik yang tidak tepat berkaitan dengan :

1. Jenis antibiotik

2. Dosis

3. Rute

4. Saat Pemberian

5. Lama Pemberian

 Jumlah (%) kasus yang mendapat antibiotik sesuai dengan pedoman ini

 Jumlah (%) kasus yang ada indikasi, tetapi tidak mendapat antibiotik.

Anda mungkin juga menyukai