Anda di halaman 1dari 1

Nama : Hafidz Nur Firdaus

NIM : C100180144
Kelas : B
Salah satu Kekayaan Intelektual Komunal yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta
adalah Tradisi Lampah Budaya Mubeng Beteng. Tradisi ini merupakan kegiatan warga berjalan
kaki mengitari Beteng Keraton Yogyakarta sambil membisu atau tanpa bicara sama sekali. Tradisi
ini menjadi sarana warga melakukan introspeksi atas apa yang terjadi di tahun yang telah
berlangsung, sembari memohon kepada Yang Kuasa agar tahun selanjutnya dapat bersikap lebih
baik. Tradisi Lampah Budaya Mubeng Beteng telah ditetapkan sebagai salah satu Warisan Budaya
Nasional Tak Benda dan Kekayaan Intelektual Komunal yang dimiliki Daerah Istimewa
Yogyakarta sejak tahun 2015.

Rute yang ditempuh saat Mubeng Beteng dimulai dari pelataran Kamandhungan Lor
(Keben) – Ngabean - Pojok Beteng Lor Kulon - Pojok Beteng Kulon - Jl. MT Haryono (lewat
selatan Plengkung Gading) - Pojok Beteng Wetan - Jl.Brigjen Katamso - Jl. Ibu Ruswo – Alun-
Alun Utara - lalu kembali lagi ke Kamandhungan Lor. Prosesi Mubeng Beteng diawali
dengan Macapatan pada sekitar pukul 21.00 WIB di Bangsal Pancaniti, Pelataran Kamandhungan
Lor Keraton Yogyakarta. Ritual ini diiringi dengan tembang dhandanggula.

Menjelang pemberangkatan rombongan Mubeng Beteng, akan dilakukan


penyerahan dwaja (bendera) yang terdiri dari bendera Merah Putih, bendera Gula Klapa (bendera
Kasultanan), dan klebet Budi Wadu Praja (DI Yogyakarta). Disertakan juga lima bendera yang
merepresentasikan kabupaten dan kotamadya, yakni klebet Bangun Tolak (Yogyakarta), Mega
Ngampak (Sleman), Podang Ngisep Sari (Gunung Kidul), Pandan Binetot (Bantul),
dan Pareanom (Kulon Progo). Setelah itu tepat pukul 24.00 WIB rombongan akan diberangkatkan
dengan dilepas oleh perwakilan dari Putri dan Mantu Dalem Sultan dan ditandai dengan bunyi
lonceng Kamandhungan Lor sebanyak 12 kali.

Anda mungkin juga menyukai