Jawab
harus dilakukan, baik itu masyarakat ataupun bagi para pebisnis. Namun
ada, agar perusahaan tidak tutup karena tidak sanggup dalam membayar
pajak.
3. Meningkatkan Sinergi
Perusahaan yang melakukan penggabungan antara dua perusahaan
teknologi.
Lippo Karawaci ini merupakan contoh perusahaan merger yang terdiri dari 8
perusahaan. Diantaranya yaitu Siloam Health Care, Ardyaduta Hotel. Lippo
Land Development, Lippo Karawaci, Kartika Abadi Sejahtera, Sumber
Waluyo, Ananggadipa Berkat Mulia, dan Metropolitan Tatanugraha.
2.a. Hak kekayaan intelektual (HKI) didefinisikan sebagai hak untuk memperoleh
perlindungan secara hukum atas kekayaan intelektual sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang HKI, seperti UU Hak Cipta, Paten, Desain Industri,
Rahasia Dagang, Varitas Tanaman, Sirkuit terpadu dan Merek serta telah disahkan oleh
ITB melalui penerbitan SK Rektor Ketentuan Insentif Kekayaan Intelektual Institut
Teknologi Bandung Nomor 643/I1.B04/SK-WRRIM/XI/2018. ITB telah berupaya untuk
mengimplementasikan HKI melalui perwujudan kelembagaan di LPIK ITB yang
berfungsi untu mengembangkan strategi implementasi HKI berupa pengusahaan lisensi
untuk usaha startup dan bekerja sama dalam upaya promosi, negosiasi, kontrak
kerjasama, Collecting Royalty dan Licensee Relation Management
2.b. Dalam UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis,
dijelaskan bahwa pemilik merek dapat melakukan 3 hal atau langkah hukum yaitu
dengan pengaduan pidana, gugatan perdata atau alternatif penyelesaian
sengketa. Berikut penjelasannya:
Cara alternatif ini termasuk ke dalam cara yang tidak memakan banyak waktu dan
biaya. Namun, jika sudah menempuh cara ini tetapi tetap buntu atau tidak
menemukan solusi, sebaiknya meneruskan pada jalur perdata ataupun pidana
agar memberi efek jera bagi pelanggar merek dan dapat mengembalikan kerugian
pemilik merek yang sah.
2. Gugatan Perdata
Pasal 21 ayat (1) UU Merek dan Indikasi Geografis, berbunyi:
“Yang dimaksud dengan persamaan pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan
oleh adanya unsur yang dominan antara merek yang satu dengan merek yang lain
sehingga menimbulkan kesan adanya persamaan, baik mengenai bentuk, cara
penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur, maupun persamaan bunyi
ucapan, yang terdapat dalam merek tersebut”.
Jadi, pelanggaran terhadap hak merek yang telah terdaftar dan digunakan oleh
pihak lain tanpa seizin pemilik merek, dapat digugat di Pengadilan Niaga. Adapun
gugatan yang diajukan dapat berupa tuntutan ganti rugi atau bisa juga permintaan
penghentian kegiatan usaha pelanggar merek. Hal tersebut dapat dilakukan
apabila pelanggar merek menggunakan merek yang mirip atau sama persis untuk
barang atau jasa sejenis (di kelas yang sama). Selain pemilik merek terdaftar,
gugatan juga dapat dilakukan oleh pemilik merek terkenal yang belum terdaftar.
3. Pengaduan Pidana
Pemilik merek dapat menempuh jalur pidana apabila mereknya dilanggar, untuk
ketentuan pidananya yaitu berupa delik aduan yang terdapat dalam Pasal 103 UU
Merek. Artinya, pelanggaran merek tidak akan ditindak oleh penegak hukum tanpa
adanya aduan dari pemilik merek. Terdapat dalam Pasal 100 UU Merek, bahwa
pelanggaran merek yang sama persis dan berjenis sama dapat dipenjara
maksimal 5 tahun serta denda maksimal 2 Milyar. Namun, untuk pelanggar merek
yang barangnya mirip diancam dengan pidana penjara maksimal 4 tahun serta
denda maksimal Rp 2 miliar.
Lain halnya jika pelanggar merek yang barangnya dapat mengakibatkan hal yang
berbahaya seperti gangguan kesehatan, lingkungan bahkan kematian. Maka, jika
terjadi hal tersebut, pelanggar merek bisa terjerat ancaman pidana yang lebih
berat yaitu penjara selama 10 tahun (maksimal) dan denda sampai Rp 5 miliar.
Selain itu tidak hanya produsen, ancaman pidana juga berlaku untuk penjual
merek tiruan. Bagi penjual merek hasil tiruan, baik berupa barang maupun jasa,
dapat dipidana kurungan maksimal 1 tahun atau denda sampai Rp 200 juta,
ketentuan tersebut dalam Pasal 102 UU Merek.