Anda di halaman 1dari 28

Nama : Febi yantri

Nim : 1018031038

Kelas : psik 3c

KATARAK

A. Definisi
Katarak adalah kekeruhan pada lensa tanpa disertai rasa nyeri yang
berangsur-angsur penglihatan menjadi kabur dan akhirnya tidak dapat melihat oleh
karena mata tidak dapat meneruskan cahaya kedalam lensa mata. Katarak terbagi dalam
klasifikasi yaitu : Katarak senilis, Katarak komplikata, Katarak toksika, Katarak yang
berhubungan dengan penyakit sistemik, Katarak traumatik, katarak kongenital. Masing-
masing klasifikasi akan dijelaskan bahwa :
1. katarak senilis terbagi dalam 4 stadium yaitu
a) insipien : kekeruhan lensa sangat tipis terutama di bagian peifer kortek.
Biasanya tidak menimbulkan gangguan penglihatan dan visus biasanya
masih 6/6.
b) Katarak Imatur ; kekeruhan terutama terjadi di bagian posterior uji
bayangan masih positif. Visus 3/60-6/30.
c) Katarak matur : kekeruhan lensa sudah menyeluruh dan uji bayangan
sudah negatif.
Tajam penglihatan bervariasi antara 1/300 – seper tak terhingga.
d) Katarak hipermatur : terjadi pengerutan kapsul lensa, kortek lensa
mencair dan nukleus bergerak ke bawah disebut juga katarak Morgagni.
2. Katarak komplikata : katarak yang berkembang sebagai efek langsung dari
adanya penyakit intraokuler sesuai fisiologi lensa.Misal : uveitis anterior kronis,
gloukoma kongesti akut.
3. Katarak toksika : jarang terjadi, biasanya karena obat steroid, klorpromazin,
preparat emas.
4. Katarak yang berhubungan dengan penyakit sistemik : bisa menyertai kelainan
sistemik DM, sindroma hipokalsemi,
5. Katarak traumatic : katarak akibat trauma, paling sering adanya korpus alienum
yang menyebabkan lesi atau injury pada lensa atau oleh trauma tumpul pada bola
mata.
6. Katarak kongenital : kekeruhan lensa yang terjadi sejak lahir atau segera setelah
lahir.

B. Etiologi
katarak disebabkan oleh proses degenerasi, gangguan metabolik, radiasi,
pengaruh zat kimia, infeksi dan penyakit mata lain. Penyebab umumnya adalah karena
proses penuaan katarak senillis, sedangkan katarak kongenital, merupakan salah satu
kelaianan herediter sebagai akibat dari infeksi virus prenatal seperti pada german
measless. Penyebab yang lain bisa meliputi trauma, infeksi pada traktur uvea, penyakit
sistemik seperti DM dan pemaparan berlebihan dengan sinar ultraviolet.
Berdasarkan prosesnya/patofisiologinya, katarak dapat terjadi bahwa Lensa
normalnya adalah bening/transparan agar cahaya dapat masuk kedalam mata. Perubahan
biokimia karena proses penuaan dapat terjadi pada lensa, sehingga menyebabkan
perubahan pada susunan anatomi maupun fisiologinya disamping itu, penyebab lain
adalah karena trauma dapat menyebabkan perubahan pada serabut-serabut yang
menyebabkan lensa menjadi keruh, kemudian menghalangi jalannya cahaya yang masuk
kedalam retina. Katarak matur merupakan perkembangan dari berbagai katarak pada
kapsul lensa. Dewasa ini katarak dapat di hilangkan melalui tindakan operasi.
Bagaimanapun derajat penurunan tajam penglihatan akan mengganggu aktifitas sehari-
hari. Katarak dapat berkembang pada kedua mata, sebagaimana pada katarak senillis,
hanya saja rentangnya yang berbeda.
C. Manifestasi klinis
Setelah kita mengetahui patafisiologi dari katarak, maka tanda dan gejala yang akan
muncul adalah :
Tanda :
1. Lensa keruh,
2. Penglihatan kabur secara berangsur-angsur tanpa rasa sakit
3. Pupil berwarna putih,
4. miopisasi pada katarak intumessen.
Gejalanya
1. Merasa silau terhadap cahaya matahari,
2. Penglihatan kabur secara berangsur-angsur tanpa rasa sakit,
3. Penglihatan diplopia monokuler,
4. persepsi warna berubah,
5. perubahan kebiasaan hidup.

Faktor resiko untuk terjadinya katarak antara lain : pasien diabetus millitus, perokok,
Peningkatan asam urat, Hipertensi, Defisiensi anti oksidan, miopi yang tinggi, Ibu hamil
yang mengidap penyakit rubella, orang dewasa yang berusia 60 tahun keatas.

D. Patofisiologi
Lensa yang normal addalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa
mengandung tiga komponen anatomus, pada zona sentral terdapat nucleus, diperifer ada
korteks dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan
bertambahnyan usia, nucleus mengalami perubahann warna menjadi coklat kekuninga.
Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri dianterior dan posterior nucleus. Opasitas
pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, Nampak seperti
Kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya tranparasi.
Perubahan pada serabut halus multiple (zunula) yang memanjang dari badan silier ke
sekitar daerah diluar lensa, misalnua dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi.
Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga
mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya keretina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal menjadi disertai influx air kedalam lensa.
Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar.suatu
enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa ddari degenerasi. Jumlah enzim akan
menurun dengan bertambahnya usia dantidak ada pada kebanyakan pasien menderita
katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang berbeda.
Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun siskemik, seperti diabetes. Namun
kebanyakan merupakan konsekuensi dari proses penuaan uang normal. Kebanyakan
katarak berkembang secara kronik ketika seseorang memasuki decade ketujuh. Katarak
dapat bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa
dapat menyebabkan amblyopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling
sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi ultraviolet B, obat-obatan,
alcohol, merokok, diabetes dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka
waktu lama.[ CITATION Ayu20 \l 1033 ]

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang atau diagnostik meliputi : Pemeriksaan USG mata dan
Pemeriksaan biometri Kalau penyakit katarak tidak di rawat, maka dimungkinkan akan
terjadi komplikasi, antara lain : Glaukoma, Hyphema dan Infeksi Maka untuk
menghindari dari komplikasi maka katarak perlu dilakukan penatalaksanaan yang
meliputi non bedah dan bedah.

F. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan non bedah dengan menggunakan: obat-obatan midriasil antara lain
disarankan agar banyak mengkonsumsi buah-buahan yang banyak mengandung vit. C
,vit. B2, vit. A dan vit. E. Selain itu, untuk mengurangi pajanan sinar matahari (sinar UV)
secara berlebih, lebih baik menggunakan kacamata hitam dan topi saat keluar pada siang
hari.
Penatalaksanaan bedah dilakukan bila tajam penglihatan sudah mengganggu pekerjaan
sehari-hari atau bila katarak senilis sudah matur. Ada dua macam teknik yang tersedia
untuk pengangkatan katarak yaitu :
a) Ekstraksi katarak ekstrakapsuler
Merupakan tehnik yang lebih disukai dan mencapai sampai 98% pembedahan
katarak. Mikroskop digunakan untuk melihat struktur mata selama pembedahan.
Prosedur ini meliputi pengambilan kapsul anterior, menekan keluar nucleus lentis,
dan mengisap sisa fragmen kortikal lunak menggunakan irigasi dan alat hisap
dengan meninggalkan kapsula posterior dan zonula lentis tetap utuh. Selain itu
ada penemuan terbaru pada ekstrasi ekstrakapsuler, yaitu fakoemulsifikasi. Cara
ini memungkinkan pengambilan lensa melalui insisi yang lebih kecil dengan
menggunakan alat ultrason frekwensi tinggi untuk memecah nucleus dan korteks
lensa menjadi partikel yang kecil yang kemudian di aspirasi melalui alat yang
sama yang juga memberikan irigasi kontinus.
b) Ekstraksi katarak intrakapsuler
Pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan. Setelah zonula dipisahkan
lensa diangkat dengan cryoprobe, yang diletakkan secara langsung pada kapsula
lentis. Ketika cryoprobe diletakkan secara langsung pada kapsula lentis, kapsul
akan melekat pada probe. Lensa kemudian diangkat secara lembut. Namun, saat
ini pembedahan intrakapsuler sudah jarang dilakukan. Pengangkatan lensa
memerlukan koreksi optikal karena lensa kristalina bertanggung jawab terhadap
sepertiga kekuatan fokus mata. Koreksi optikal yang dapat dilakukan diantaranya:
 Kaca Mata Apikal : Kaca mata ini mampu memberikan pandangan sentral
yang baik, namun pembesaran 25 % - 30 % menyebabkan penurunan dan
distorsi pandangan perifer yang menyebabkan kesulitan dalam memahami
relasi spasial, membuat benda-benda nampak jauh lebih dekat dan
mengubah garis lurus menjadi lengkung. memerlukan waktu penyesuaian
yang lama sampai pasien dapat mengkoordinasikan gerakan,
memperkirakan jarak, dan berfungsi aman dengan medan pandang yang
terbatas.
 Lensa Kontak : Lensa kontak jauh lebih nyaman dari pada kaca mata
apakia. Lensa ini memberikan rehabilitasi visual yang hampir sempurna
bagi mereka yang mampu menguasai cara memasang, melepaskan, dan
merawat lensa kontak. Namun bagi lansia, perawatan lensa kontak
menjadi sulit, karena kebanyakan lansia mengalami kemunduran
ketrampilan, sehingga pasien memerlukan kunjungan berkala untuk
pelepasan dan pembersihan lensa.
 Implan Lensa Intraokuler ( IOL ) adalah lensa permanen plastic yang
secara bedah diimplantasi ke dalam mata.

KASUS 1
Seorang laki – laki usia 67 tahun dirawat di ruang bedah dengan keluhan kehilangan kemampuan
melihat, pandangan kabur, sering terasa silau dan kemerahan pada mata. Pasien mengatakan
bahwa kondisi matanya tidak dapat digunakan untuk melihat dengan jelas dan tampak samar. Hal
ini dirasakan pasien sejak 3 bulan yang lalu. Riwayat DM tipe 2 sudah 5 tahun tidak terkontrol.
Hasil pengkajian: TD 130/90 mmHg, frekuensi nadi nadi 82x/ menit, suhu 36C, respirasi 21x/
menit. Pada pemeriksaan, mata di dapat bentuk simetris, terlihat warna kehitaman disekitar
kedua mata, konjuctiva tidak anemis, seklera tidak ikterik, pupil warna putih keruh.
Pertanyaan:
a. Apakah faktor predisposisi dan presipitasi pada pasien?
 Faktor Predisposisi : Diabetes dan lanjut usia
 Faktor Predispitasi :
b. Deskripsikan pengkajian (wawancara dan pemeriksaan fisik) spesifik yang perlu
dilengkapi pada kasus tersebut?
Wawancara
 Identitas, katarak biasanya terjadi pada semua umur tetapi pada umumnya kepada
usia lanjut dan pada pasien katarak konginetal (bawaan lahir)
 Keluhan apa yang paling bapak rasakan?
 Mata terasa sakit, gatak atau merah tidak?
 Penglihatan berkabut, berasap atau penglihatan tertutup film atau tidak?
 Ada perubahan daya lihat warna atau tidak?
 Apabila lihat cahaya silau atau tidak?
 Sejak kapan bapa mulai merasa jika penglihatan bapa terganggu?
 Apakah bapa seorang perokok?
 Berapa umur bapa saat ini?
 Apakah sebelumnya ada obat-obatan yang bapa konsumsi? Apa saja dan
bagaimana pemakaianya?
 seperti apa penglihatan bapa sekarang? Apakah penglihatan bapa sangat buram?
Apa bapa masih bisa sedikit melihat?
 Apakah bapa mempunyai riwayat penyakit diabetes?
 Apakah sebelumnya bapa pernah masuk rumah sakit?
 Apakah bapa pernaha mempunyai keluhan seperti yng bapa alami saat ini?
 Apakah di keluarga bapa ada yang memiliki sakit yang saat ini sedang bapa
alami?
 Setelah bapa sakit apa aktivitas bapa terganggu?
 Apakah bapa pernah masuk rumah sakit sebelumnya dengan sakit yang sama?
 Lalu bagaimana dengan ibadah bapa apakah terganggu setelah bapa sakit?
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
 Amati bola mata terhadap adanya protrusi, gerakan mata, lapang pandang dan
visus
 Amati kelopak mata, perhatikan bentuk dan setiap kelainan, bandingkan kedua
mata, amati bentuk dan keadaan kulit, ada kemerahan atau tidak
 Amati konjungtiva ada kemerahan atau tidak, anemis atau ananemis
 Amati warna sclera, ikhterik atau anikhterik
 Amati warna iris dan reflex pupil terhadap cahaya
 Amati gerakan mata
 Kaji lapang pandang
 Kaji pengenalan warna

Palpasi

 Palpasi pada mata untuk mengkaji nyeri tekan


c. Buatlah patoflow dan Analisa Data untuk menentukan diagnosa keperawatan yang utama
pada kasus tersebut?

Usia Lanjut dan Kongenital atau Penyakit


proses penuaan Cidera mata
bisa diturunkan metabolic (Dm)

Nucleus mengalami perubahan warna


Menjadi coklat kekuningan

Perubahan fisik (perubahan pd serabut halus


Multiple (zunula) yg memanjang dari badan silier
Kesekitar daerah lensa)

Hilangnya transpalasi lensa

Perubahan kimia dlm protein lensa


Koagulasi

Mengabutnya pandangan

Gangguan penerimaan sensori/ status organ indera


Risiko Cidera

Menurunnya ketajaman penglihatan


Gangguan persepsi sensori
persepsual penglihatan

d. Apakah diagnosa medis pada kasus diatas?

No Analisa Data Etiologi Masalah


1 Ds: Pertambahan usia Gangguan Persepsi
- Pasien mengatakan Sensori
kehilangan Degenerasi lensa
kemampuan
melihat Perubahan protein & senyawa kimia
- Pasien mengatakan pada lensa
pandangan kabur
dan sering terasa Koagulasi serat protein
silau
- Pasien mengatakan Noda pada lensa
tidak bisa melihat
jelas dan tampak Mengaburnya pandangan
samar sejak 3 bln
lalu Jalan cahaya keretina terhambat
- Pasien mengatakan
riwayat DM tipe 2 Penglihatan buram, kontur bayangan
selama 5 thn dan kurang jelas
tidak terkontrol
Do: Kehilangan penglihatan
- TD: 130/90 mmHg
- P : 82 x/menit Gangguan persepsi sensori
- R: 21 x/ menit
- S : 36C
- Kehitaman disekitar
kedua mata
- Pupil putih keruh

Ds: Pertambahan usia


- Pasien mengatakan
kehilangan Degenerasi lensa
kemampuan
melihat Perubahan protein & senyawa kimia
- Pasien mengatakan pada lensa
pandangan kabur
dan sering terasa Koagulasi serat protein
silau
- Pasien mengatakan Noda pada lensa
tidak bisa melihat
jelas dan tampak Mengaburnya pandangan
samar sejak 3 bln
lalu Jalan cahaya keretina terhambat
2 Risiko Cidera
- Pasien mengatakan
riwayat DM tipe 2 Lensa mata tidak dapat memfokuskan
selama 5 thn dan cahaya ke retina
tidak terkontrol
Do: Sensitivitas & ketajaman mata
- TD: 130/90 mmHg menurun
- P : 82 x/menit
- R: 21 x/ menit Mata tidak tahan dengan silau cahaya
- S : 36C
- Kehitaman disekitar Kemerahan pada mata
kedua mata
- Pupil putih keruh Risiko cidera
- Kemerahan pada
mata
e. Buatlah Rencana Keperawatan pada pasien tersebut?

No Diagnosa Keperawatan Tujuan & kriteria hasil Intervensi


1  Gangguan Persepsi Setelah dilakukan tindakan Minimalisasi Rangsangan
Sensori berhubungan keperawata selama 3x24 Observasi
dnegan usia lanjut jam diharapkan persepsi - Periksa status mental,
dibuktikan dengan sensori membaik dengan status sensori, dan tingkat
kehilangan kriteria hasil: kenyamanan
kemampuan melihat, - Verbalisasi melihat Terapeutik
pandangan kabur, bayangan (menurun) - Diskusi tingkat toleransi
tidak jelas dan terhadap beban sensori
samar. (mis. Bising, terlalu
terang)
- Batasi stimulus
lingkungan (mis. Cahaya)
- Jadwalkan aktivitas
harian dan waktu istirahat
Edukasi
- Ajarkan cara
meminimalisasi stimulus
Kolaborasi
- Kolaborasi dalam
meminimalkan prosedur/
tindakan
- Kolaborasi pemberian
obat yang mempengaruhi
persepsi stimulus.
2 Risiko Cidera dibuktikan dengan Setelah dilakukan tindakan Pencegahan cidera
ketidaknormalan profil darah keperawatan semala 3x24 Observasi
jam diharapkan tingkat - Identifikasi area
cidera menurun dengan lingkungan yang
kriteria hasil : berpotensi menyebabkan
- Kejadian cidera cidera
(menurun) - Identifikasi obat yang
- Perdarahan berpotensi menyebabkan
(menurun) cidera
- Tekanan darah Terapeutik
(membaik) - Berikan pencahayaan
yang memadai
- Gunakan lampu tidur
selama jam tidur
- Tingkatkan frekuensi
observasi dan
pengawasan pasien, jika
perlu

Kasus 2

Seorang perempuan usia 63 tahun dirawat di ruang bedah dengan keluhan mata kanan tiba-tiba buram
disertai mata merah dan nyeri kepala sejak 2 hari SMRS. Riwayat hipertensi dan DM sejak 2 tahun lalu.
Hasil pengkajian: TD 150/90 mmHg, frekuensi nadi nadi : 82x/menit reguler, frekuensi napas 17 kali per
menit, suhu 37,4˚C. Pada pemeriksaan oftalmologis mata kanan didapatkan visus 2/60 dengan
konjungtiva mix injection, kornea edema dan keruh, bilik mata anterior tampak dangkal, pupil mid
dilatasi (d ± 3mm) tanpa refleks cahaya, kripta pada iris tidak jelas, lensa keruh dan palpasi bola mata
keras (tonometri digitalis N+3 atau >40 mmHg). Sedangkan mata kiri didapatkan visus 6/60 dan dalam
batas normal.

Definisi

Glaukoma merupakan sekumpulan gangguan pada ocular ditandai peningkatan tekanan intraokuler,
atrofi saraf optic dan kehilangan lapang pandang. Glaukoma diperkirakan menyebkan kebutaan pada
sekitar 80.000 orang di Amerika Serikat.

Klasifikasi

a. Glaukoma primer dan sekunder mengacu ke penyakit yang terjadi dengan sendiri atau karena
kondisi lain
b. Akut atau kronis dilihat berdasarkan onset dan durasi penyakit

c. Terbuka (sudut lebar) dan tertutup (sudut sempit) dipakai untuk mendeskripsikan lebar sudut
antara iris dan kornea, sudut kamera okuli anterior yang sempit secara anatomi menjadi
predisposisi untu mengalami onset akut glaucoma sudut tertutup.

Etiologi dan Faktor Resiko

Pada hampir 90% glaucoma primer terjadi pada seseorang dengan tipe glaucoma sudut terbuka. Tidak
ada manifestasi klinis awal yang memperirlihatkan tanda peringatan awal, sehingga diperlukan
pemeriksaan fisik teratur termasuk pemeriksaan tonometry dan pengkajian saraf mata (diskus).
Penyebab utama glaucoma jenis sudut terbuka kronis karena proses degenerative jaringan trabecular
sehingga terjadi penurunan aliran humor aquous. Glaucoma berhubungan dengan penyakit sistemik lain
seperti hipertensi, penyakit kardiovaskuler, diabetes, dan obesitas. Selain itu, kondisi adanya
peningkatan tekanan intraokuler karena uveitis (inflamasi uvea, struktur penyaring) menyebabkan
glaucoma, penekanan akibat tumor yang tumbuh secara progresif juga dapat menghasilkan kondisi
glaucoma sudut terbuka.

Pada glaucoma sekunder, bisa disebabkan akibat edema, cedera pada mata (hifema), inflamasi, tumor,
dan proses lanjut katarak serta diabetes. Jaringan edematosa dapat menghambat aliran humor aquous
melalui jaringan trabecular. Penyembuhan luka tepi kornea yang terlambat dapat menyebabkan
pertumbuhan sel epitel di ruang okuli anterior.

Patofisiologi

Tekanan intraokuler ditentukan karena adanya laju produksi aqous humor di badan siliaris dan
hambatan aliran akuous humor dari mata. TIO bervariasi dengan siklus diurnal (tekanan tertinggi
biasanya pada waktu bangun tidur) dan posisi tubuh (meningkat saat berbaring). Variasi normal terjadi
tidak lebih dari 2-3 mmHg, TIO dan tekanan darah tidak berhubungan satu sama lain tetapi variasi pada
tekanan darah sistemik dapat berkaitan dengan variasi TIO. Peningkatan TIO terjadi akibat peningkatan
produksi humor aquous terakumulasi pada mata, peningkatan tekanan suplai darah ke saraf optic, dan
retina. Jaringan lunak ini menjadi iskemik dan terajdi penurunan fungsi secara bertahap.

Manifestasi Klinis

Pada glaucoma sudut tertutup akan menyebabkan nyeri berat dan penglihatan kabur atau bahkan
kebutaan. Terdapat keluhan dari pasien berupa halo (lingkaran seperti pelangi di sekeliling cahaya)
serta beberapa mengalami mual disertai muntah.

Pada glaucoma sekunder, gejala hampir sama dengan glaucoma tertutup akut namun disertai
penyempitan lapang pandang akibat kehilangan suplai darah ke area retina. Respons klien pada tekanan
intraokuler berbeda karena beberapa akan merasakan kerusakan akibat tekanan intraokuler yang
rendah sedangkan yang lainnya mengalami kerusakan akibat tekanan intraokuler tinggi.

Manifestasi klinis lain berupa atrofi (warna pucat) dan cupping (indentasi) diskus saraf optic. Pada
glaucoma sudut terbuka, akan mengalami skotoma (bintik buta) sebagai garis lengkung. Pada glaucoma
sudut tertutup akut, lapang pandang yang hilang akan mengalami perluasan. Pada glaucoma sudut
tertutup, pemeriksaan slit-lamp menunjukkan konjungtiva eritema dan kornea berkabut. Humor aquous
pada ruang okuli anterior tampak turbid (berkabut) dan pupil menjadi non – reaktif. Akan terjadi
peningkatan tekanan intraocular (> 23 mmHg). Dapat dilakukan pemeriksaan dengan Gonioskopi untuk
identifikasi kedalaman sudut ruang okuli anterior dan untuk memeriksa lingkar sudut pada perubahan
sistem jaringan filtrasi.

Asuhan Keperawatan

Pengkajian

Menggali data demografi (umur dan ras) sebab glaucoma sudut terbuka banyak terjadi pada usia diatas
40 tahun dengan ras kulit hitam, identifikasi adanya riwayat genetic dengan glaucoma di keluarga dan
masalah mata lain dan apakah pernah mengalami pembedahan mata, infeksi ataupun trauma.
Identifikasi konsumsi obat tertentu, sebab obat golongan antihistamin dapat membuat dilatasi pupil
sehingga meningkatkan resiko glaucoma sudut tertutup. Perhatikan riwayat reaksi alergi terutama
terhadap obat atau zat pewarna. Kaji persepsi klien terhadap glaucoma dan efeknya terhadap kualitas
hidup. Sebab kondisi manifestasi klinis pada glaucoma menimbulkan kecemasan pada pasien akan
kehilangan penglihatan. Bantu klien identifikasi kemampuan adaptasi efektif yang telah dipakai
sebelumnya.

Diagnosa Keperawatan yang Muncul

1. Gangguan persepsi sensori (visual) b.d kehilangan penglihatan

2. Berduka b.d kehilangan penglihatan

3. Risiko penatalaksanaan regimen terapeutik tidak efektif b.d jadwal pengobatan yang
kompleks.

a. Apakah diagnosa medis pada kasus diatas?


b. Apakah faktor predisposisi dan presipitasi pada pasien?
c. Deskripsikan pengkajian (wawancara dan pemeriksaan fisik) spesifik yang perlu dilengkapi
pada kasus tersebut?
d. Buatlah patoflow dan Analisa Data untuk menentukan diagnosa keperawatan yang utama
pada kasus tersebut?
e. Buatlah Rencana Keperawatan pada pasien tersebut?

Form Pengisian :

Predisposisi : hipertensi dan DM 2tahun lalu

Presipitasi : mata kanan tiba-tiba buram disertai mata merah dan nyeri kepala sejak 2 hari SMRS

a. Wawancara daan pemeriksaan fisik


 Wawancara

1. Keluhan Utama

2. Identitas pasien dan penanggung jawab

3. PQRST

4. Riwayat Penyakit Sekarang

5. Riwayat Penyakit keluarga

6. Riwayat pengobatan TERATUR/TDK

7. Riwayat konsumsi obat

8. Riwayat alergi

9. Riwayat Trauma/Infeksi/pembedahan

10. ADL

11. Psikologis

12. Sosial

13. Spiritual

14. YG PALING DIRASAKAN

15. PASIEN MENGGUNAKAN KACAMATA

PEMERIKSAAN FISIK :

- ttv

- head to toe

-pemeriksaan visus (ketajaman mata)

-gonioskopi (mengukur derajat glaucoma)

-funduskopi

-kampimetri (lapang pandang)

- cek dilatasi pupil

-edema pada mata

- kualitas nyeri pada kepala


- refleks mata

- iris

- lensa mata keruh/tidak

- palpasi bola mata

- kecemasan

TABEL ANALISA DATA

NO. DATA ETIOLOGI MASALAH


1. DS: keluhan mata kanan tiba-tiba buram Usia, DM 2 hipertensi jangka Gangguan
disertai mata merah dan nyeri kepala sejak panjang persepsi
2 hari SMRS. Riwayat hipertensi dan DM sensori
sejak 2 tahun lalu. USIA
DO: Hasil pengkajian: TD 150/90 mmHg,
frekuensi nadi nadi : 82x/menit reguler, Proses degenerative jaringan
frekuensi napas 17 kali per menit, suhu trabecular
37,4˚C. Pada pemeriksaan oftalmologis
mata kanan didapatkan visus 2/60 dengan Produksi aqous retina
konjungtiva mix injection, kornea edema meningkat
dan keruh, bilik mata anterior tampak
dangkal, pupil mid dilatasi (d ± 3mm) tanpa Hambatan humor aqous
refleks cahaya, kripta pada iris tidak jelas,
lensa keruh dan palpasi bola mata keras TIO Meningkat
(tonometri digitalis N+3 atau >40 mmHg).
Sedangkan mata kiri didapatkan visus 6/60 Pecahnya pembuluh darah
dan dalam batas normal.
Aqous menurun

Pendarahan

Lensa tertutup
Iskemik

Kebutaan
penurunan fungsi
bertahap
Berduka
aqous meningkat
Proses
Penyembuhan
nyeri Lama
Psikologis
gangguan saraf Terganggu
optik
Jadwal pengobat
Perubahan An tdk teratur
penglihatan
perifer Regimen terapeutik
Rumit
Gangguan
persepsi
sensori Manajemen kes.
Keluarga
Tdk efektif
2. DS: keluhan mata kanan tiba-tiba buram BERDUKA
disertai mata merah dan nyeri kepala sejak
2 hari SMRS. Riwayat hipertensi dan DM
sejak 2 tahun lalu.
DO: Hasil pengkajian: TD 150/90 mmHg,
frekuensi nadi nadi : 82x/menit reguler,
frekuensi napas 17 kali per menit, suhu
37,4˚C. Pada pemeriksaan oftalmologis
mata kanan didapatkan visus 2/60 dengan
konjungtiva mix injection, kornea edema
dan keruh, bilik mata anterior tampak
dangkal, pupil mid dilatasi (d ± 3mm) tanpa
refleks cahaya, kripta pada iris tidak jelas,
lensa keruh dan palpasi bola mata keras
(tonometri digitalis N+3 atau >40 mmHg).
Sedangkan mata kiri didapatkan visus 6/60
dan dalam batas normal.
3. DS: keluhan mata kanan tiba-tiba buram MANAJEMEN
disertai mata merah dan nyeri kepala sejak KESEHATAN
2 hari SMRS. Riwayat hipertensi dan DM KELUARGA
sejak 2 tahun lalu. TIDAK
DO: Hasil pengkajian: TD 150/90 mmHg, EFEKTIF
frekuensi nadi nadi : 82x/menit reguler,
frekuensi napas 17 kali per menit, suhu
37,4˚C. Pada pemeriksaan oftalmologis
mata kanan didapatkan visus 2/60 dengan
konjungtiva mix injection, kornea edema
dan keruh, bilik mata anterior tampak
dangkal, pupil mid dilatasi (d ± 3mm) tanpa
refleks cahaya, kripta pada iris tidak jelas,
lensa keruh dan palpasi bola mata keras
(tonometri digitalis N+3 atau >40 mmHg).
Sedangkan mata kiri didapatkan visus 6/60
dan dalam batas normal.
Rencana keperawatan

NO DIAGNOSA RENPRA
TUJUAN NIC (LABEL) AKTIFITAS
(NOC)
1. GANGGUAN Setelah MINIMALISIR Observasi
PERPEPSI dilakukan RANGSANGAN -periksa status mental ,status
SENSORI asuhan sensori,dan tingkat kenyamanan
(VISUAL) B.D keperawatan Terapeutik
KEHILANGAN selama 2x24 jam -diskusi tingkat toleransi terhadap
PENGLIHATAN diharapkan beban sensori (mis.bising,terlalu
Persepsi sensori
terang)
membaik :
-batasi stimulus lingkungan
-verbalisasi
melihat (mid.cahaya,suara,aktivitas.)
bayangan -jadwalkan aktivitas harian dan waktu
meningkat ;dpt istirahat
melihat -kombinasikan prosedur/tindakan
bayangan dgn dalam satu waktu,sesuai kebutuhan
jelas Edukasi
-distorsi sensori -edukasi keluarga dalam
meningkat meminimalisasi stimulus
-respons sesuai Kolaborasi
stimulus -kolaborasi dengan PPA (Profesional
membaik pemberian asuhan) dalam
meminimalkan prosedur/tindakan
-kolaborasi pemberian obat yang
mempengaruhi persepsi stimulus
2. BERDUKA b.d Setelah DUKUNGAN Observasi
KEHILANGAN dilakukan EMOSIONAL -identisikasi fungsi marah,frustasi,dan
PENGLIHATAN asuhan amuk bagi pasien
keperawatan -eksplorasi hal yang memicu emosi
selama 3x24jam Terapeutik
diharapkan -fasilitasi dalam mengungkapkan
tingkat terduka
perasaan cemas ,marah,atau sedih.
membaik :
-lakukan sentuhan untuk memberikan
-verbalisasi
menerima dukungan
kehilangan -diskusi tentang perasaan yang
menurun dialami
-verbalisasi -kurangi tuntutan berfikir saat pasien
harapan sakit atau lelah
menurun Kolaborasi
-verbalisasi -rujuk untuk konseling
perasaan
berguna
menurun
-verbalisasi
perasaan sedih
menurun
-marah menurun
-pola tidur
membaik
3. MANAJEMEN Setelah DUKUNGAN Observasi
KESEHATAN dilakukan KOPING - Identifikasi respons emosional
KELUARGA asuhan KELUARGA terhadap kondisi saat ini
TIDAK EFEKTIF keperawatan - Identifikasi beban prognosis secara
selaman psikologis
3x24jam - Identifikasi pemahaman tentang
diharapkan
keputusan perawatan setelah pulang
manajemen
Identifikasi kesesuaian antara harapan
kesehatan
keluarga pasien, keluarga, dan profesi
meningkat : kesehatan
-kemampuan -Identifikasi dukungan dan sediakan
menjelaskan sumber spiritual, jika perlu
masalah Terapeutik
kesehatan yang -Bina hubungan saling percaya
dialami -Dengarkan masalah, perasaan , dan
meningkat pertanyaan
-aktivitas -Fasilitasi pengungkapan perasaan
keluarga antara pasien dan keluarga atau antar
mengatasi anggota Keluarga yang membantu
masalah
keluarga dengan cara yang tidak
kesehatan tepat
meningkat menghakimi
-tindakan untuk -Diskusikan rencana medis dan
mengurangi perawatan
factor resiko -Fasilitasi pengambilan keputusan
meningkat dalam merencanakan perawatan
-verbalisasi jangka panjang jika perlu
kesulitan -memfasilitasi anggota keluarga dalam
menjalankan mengatur dan menyelesaikan konflik
perawatan yang nilai
ditetapkan -Advokasi dalam memenuhi
menurun kebutuhan dasar keluarga, mis.
-gejala penyakit
tempat tinggal, makanan, dan pakaian
anggota keluarga
-Fasilitasi anggota keluarga melalui
menurun
proses kematian dan berduka, jika
perlu
-Bersikap sebagai keluarga untuk
menenangkan pasien dan / atau ketika
keluarga tidak dapat memberikan
perawatan
-Hargai dan dukungan koping adaptif
yang digunakan
-Berikan kesempatan berkunjung bagi
anggota keluarga
Edukasi
- Informasikan pembangunan pasien
secara berkala
- Fasilitasi memperoleh pengetahuan,
keterampilan, dan peralatan yang
diperlukan untuk mempertahankan
keputusan perawatan
- Informasikan fasilitas perawatan
kesehatan
Kolaborasi
-Rujuk untuk erapi keluarga, jika
perlu

Kasus 3 sensori

1. Otitis Media
A. Pengertian
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah
termasuk tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi
menjadi 2 yaitu otitis media akut dan otitis media kronik.

1. Otitis media kronik adalah peradangan kronik yang mengenai mukosa dan
struktur tulang di dalam kavum timpani, Otitis media kronik sendiri adalah
kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya
disebabkan oleh episode berulang otitis media akut yang tak tertangani. Sering
berhubungan dengan perforasi menetap membrane timpani. Infeksi kronik telinga
tengah tak hanya mengakibatkan kerusakan membrane timpani tetapi juga dapat
menghancurkan osikulus dan hampir selalu melibatkan mastoid. Sebelum
penemuan antibiotic, infeksi mastoid merupakan infeksi yang mengancam jiwa.

Penggunaan antibiotik yang bijaksana pada otitis media akut telah menyebabkan
mastoiditis koalesens akut menjadi jarang. Kebanyakan kasus mastoiditis akut
sekarang ditemukan pada pasien yang tidak mendapatkan perawatan telinga yang
memadai dan mengalami infeksi telinga yang tak ditangani. Mastoiditis kronik
lebih sering, dan beberapa dari infeksi kronik ini, dapat mengakibatkan
pembentukan kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam ( epitel
skuamosa ) dari lapisan luar membrane timpani ke telinga tengah. Kulit dari
membrane timpani lateral membentuk kantong luar, yang akan berisi kulit yang
telah rusak dan bahan sebaseus. Kantong dapat melekat ke struktur telinga tengah
dan mastoid. Bila tidak ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus dan
menyebabkan paralysis nervus fasialis ( N. Cranial VII ), kehilangan pendengaran
sensorineural dan/ atau gangguan keseimbangan (akibat erosi telinga dalam) dan
abses otak. Otitis media sering dijumpai pada anak – anak di bawah usia 15 tahun.
2. Otitis media akut adalah keadaan dimana terdapatnya cairan di dalam telinga
tengah dengan tanda dan gejala infeksi. Otitis media akut Adalah peradangan akut
sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah, yang disebabkan oleh bakteri
atau virus. Otitis media akut bisa terjadi pada semua usia, tetapi paling sering
ditemukan pada anak-anak terutama usia 3 bulan – 3 tahun.

B. Penyebab

Otitis media disebabkan oleh : Streptococcus, Stapilococcus, Diplococcus


pneumonie, Hemopilus influens, Gram Positif : S. Pyogenes, S. Albus, Gram
Negatif : Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli, Kuman anaerob : Alergi, diabetes
melitus, TBC paru. Proses terjadinya atau patofisiologi otitis media pada umumnya
otitis media dari nasofaring yang kemudian mengenai telinga tengah, kecuali pada
kasus yang relatif jarang, yang mendapatkan infeksi bakteri yang membocorkan
membran timpani. Stadium awal komplikasi ini dimulai dengan hiperemi dan edema
pada mukosa tuba eusthacius bagian faring, yang kemudian lumennya dipersempit
oleh hiperplasi limfoid pada submukosa. Gangguan ventilasi telinga tengah ini
disertai oleh terkumpulnya cairan eksudat dan transudat dalam telinga tengah,
akibatnya telinga tengah menjadi sangat rentan terhadap infeksi bakteri yang datang
langsung dari nasofaring. Selanjutnya faktor ketahanan tubuh pejamu dan virulensi
bakteri akan menentukan progresivitas penyakit.
C. Manifestasi Klinis

Gejala yang muncul pada otitis media akut adalah gejala otitis media dapat bervariasi
menurut beratnya infeksi dan bisa sangat ringan dan sementara atau sangat berat.
Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa. Membrane tymphani merah,
sering menggelembung tanpa tonjolan tulang yang dapat dilihat, tidak bergerak pada
otoskopi pneumatic ( pemberian tekanan positif atau negative pada telinga tengah
dengan insulator balon yang dikaitkan ke otoskop ), dapat mengalami perforasi.
Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani Keluhan nyeri telinga (otalgia),
Sakit telinga yang berat dan menetap, Terjadi gangguan pendengaran yang bersifat
sementara, Pada anak-anak bisa mengalami muntah, diare dan demam sampai 40,5ºC,
Gendang telinga mengalami peradangan dan menonjol, Demam, Anoreksia.

Sedangkan, otitis media kronik muncul gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat
kehilangan pendengaran dan terdapat otorrhea intermitten atau persisten yang berbau
busuk. Biasanya tidak ada nyeri kecuali pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah
post aurikuler menjadi nyeri tekan dan bahkan merah dan edema. Kolesteatoma,
sendiri biasanya tidak menyebabkan nyeri. Evaluasi otoskopik membrane timpani
memperlihatkan adanya perforasi, dan kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih
di belakang membrane timpani atau keluar ke kanalis eksterna melalui lubang
perforasi. Kolesteatoma dapat juga tidak terlihat pada pemeriksaan oleh ahli otoskopi.
Hasil audiometric pada kasus kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan
pendengaran konduktif atau campuran. Penegakkan diagnosa otitis dapat dilakukan
dengan anamnese yaitu otore terusmenerus/kumat-kumatan lebih dari 6-8 minggu,
pendengaran menurun (tuli). Untuk meyakinkan maka perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang yaitu fato radiologi mastoid, audiogram untuk melihat ketulian.

D. Pengobatan

Pengobatan otitis antara lain : 1) Anti biotik : Ampisilin / Amoksilin, (3-4 X 500 mg
oral) atau klidomisin (3 X 150 – 300 mg oral) Per hari selama 5 –7 hari, 2)
Pengobatan sumber infeksi di rongga hidung dan sekitarnya, 3) Perawatan pada otitis
dengan perhidoral 3% dan tetes telinga (Kloranphenikol 1- 2%), 4) Pengobatan alergi
bila ada riwayat, 4) Pada stadium kering di lakukan miringoplastik.

E. Asuhan Keperawatan

Pengkajian keperawatan pada pasien otitis media meliputi pengumpulan data yang
terdiri dari :a) Identitas Pasien, b) Riwayat adanya kelainan nyeri, c) Riwayat infeksi
saluran nafas atas yang berulang, d) Riwayat alergi. Sedangkan pengkajian fisik
meliputi antara lain : a) Nyeri telinga, b) Perasaan penuh dan penurunan pendengaran,
c) Suhu tubuh meningkat. d) Malaise, e) Nausea Vomiting, f) Vertigo, g) Ortore, h)
Pemeriksaan dengan otoskop tentang stadium.

Pengkajian psikososial meiputi : a) Nyeri otore berpengaruh pada interaksi, b)


Aktifitas terbatas, c) Takut menghadapi tindakan pembedahan. Pemeriksaan
penunjang untuk melihat dampak dari adanya otitis media meliputi : a) Tes
Audiometri : pendengaran menurun, b) X ray : terhadap kondisi patologi Diagnosa
dan Intervensi Keperawatan Setelah diagnosa keperawatan tersusun, maka intervensi
keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan meliputi :

a. Nyeri berhungan dengan proses inflamasi pada jaringan telinga tengah, Tujuan :
Penurunan rasa nyeri. Intervensi : Kaji tingkat intensitas klien & mekanisme koping
pasien, Berikan analgetik sesuai indikasi, Alihkan perhatian pasien dengan
menggunakan teknik – teknik relaksasi : distraksi, imajinasi terbimbing. Ekspresi
wajah, menunjuk, atau gerakan tubuh) dan bentuk komunikasi lainnya, Instruksikan
kepada keluarga atau orang terdekat klien tentang bagaimana teknik komunikasi yang
efektif sehingga mereka dapat saling berinteraksi dengan klienBila klien
menginginkan dapat digunakan alat bantu pendengaran.
b. Gangguan Body Image berhubungan dengan paralysis nervus fasialis. Intervensi :
Kaji tingkat kecemasan dan mekanisme koping klien terlebih dahulu. Beritahukan
pada klien kemungkinan terjadinya fasial palsy akibat tindak lanjut dari penyakit
tersebut, Informasikan bahwa keadaan ini biasanya hanya bersifat sementara dan akan
hilang dengan pengobatan yang teratur dan rutin.
c. Ancietas berhungan dengan prosedur pembedahan ; miringoplasty / mastoidektomi.
Intervensi : Kaji tingkat kecemasan klien dan anjurkan klien untuk mengungkapkan
kecemasan serta keprihatinannya mengenai pembedahan, Informasi mengenai
pembedahan dan lingkungan ruang operasi penting untuk diketahui klien sebelum
pembedahan, Mendiskusikan harapan pasca operatif dapat membantu mengurangi
ansietas mengenai hal – hal yang tidak diketahui pasien. Langkah yang terakhir dalam
asuhan keperawatan pada pasien otitis media adalah evaluasi, dimana evaluasi
merupakan penilaian efektifitas terhadap intervensi keperawatan sehubungan dengan
keluhan dan pemeriksaan fisik menunjukkan hasil yang normal. Intervensi dikatakan
efektif bila tingkah laku pasien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.

Kasus 3
Seorang laki – laki usia 30 tahun datang ke poliklinik THT dengan keluhan mulut mencong
ke kiri sejak ±2 hari SMRS, namun bicara masih jelas. Keluhan disertai telinga kanan keluar
cairan terus menerus sejak ±4 bulan yang lalu. Cairan yang keluar dari telinga berwarna
kuning, lengket serta berbau. Keluhan lainnya yaitu pendengaran berkurang serta telinga
kanan berdenging. Pasien memiliki kebiasaan mengorek telinga dengan jarum cotton bud
hingga dalam. Pasien juga mengeluh sering mengalami batuk pilek dalam beberapa bulan
terakhir ini. Hasil pengkajian: TD 110/80 mmHg, frekuensi nadi 86x/menit, frekuensi
pernafasan 22x/menit, suhu 36,7oC. Pada pemeriksaan telinga kanan pada liang telinga
didapatkan sekret purulen dan berbau, setelah dibersihkan didapatkan kolesteatom dan pada
membran timpani didapatkan perforasi attic tepi rata.

A. Diagnosa medis otitis media akut


B. Faktor predisposisi : kebiasaan mengorek telinga dengan jarum cotton bud hingga
dalam
Faktor presipitasi : batuk pilek dalam beberapa bulan terakhir ini.
C. Pengkajian
a. Wawancara
- Keluhan utama
- RPS
- RPK
- RPD
- Pengkajian psikologis
- Pengkajian sosial
- Pengkajian spiritual
- Riwayat adanya kelainan nyeri
- Riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang
- Riwayat alergi

b. Pemeriksaan fisik
- Kaji status mental klien
- Kaji kemampuan berkomunikasi dan kemampuan klien dalam
memahami sesuatu
- kaji tingkat ansietas pasien berdasarkan ekspresi wajah nada
bicara klien identifikasi penyebab kecemasan klien
- Pendengaran : menurun karena masuknya bakteri patogen ke
dalam telinga tengah yang normalnya adalah steril
- Penglihatan: baik, biasanya klien yang mengalami gangguan
pendengaran tidak berpengaruh terhadap penglihatan
- Kaji apakah klien mengalami vertigo
- kaji nyeri: gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan atau mata
berair, nyeri tiba-tiba berat menetap atau tekanan pada atau
sekitar mata dan sakit kepala

D. Analisa data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1. DS: -Pasien mengeluh Mengorek telinga Gangguan persepsi


telinga kanan keluar cairan terlalu dalam sensori
terus menerus sejak ±4
bulan yang lalu. Terjadi robekan
-Cairan yang keluar dari membran timpani
telinga berwarna kuning,
lengket serta berbau. Invasi bakteri
-Pendengaran berkurang
serta telinga kanan Peningkatan produksi
berdenging. cairan serosa
-Pasien memiliki kebiasaan
mengorek telinga dengan Akumulasi cairan
jarum cotton bud hingga mukus dan serosa
dalam.
Hantaran pendengaran
DO: -TD: 110/80 mmHg,
yang diterima
N: 86x/menit, P: 22x/menit,
menurun
suhu: 36,7oC.

-Pada pemeriksaan telinga Pendengaran


kanan pada liang telinga berkurang
didapatkan sekret purulen
dan berbau, setelah
dibersihkan didapatkan
kolesteatom dan pada
membran timpani
didapatkan perforasi attic
tepi rata.

ISPA Gangguan resepsi


sensori
Invasi bakteri

Infeksi berlanjut
sampai ke telinga
dalam

Peningkatan produksi
cairan serosa

Akumulasi cairan
mukus dan serosa

Hantaran pendengaran
yang diterima
menurun

Pendengaran
berkurang
E. Rencana keperawatan

NO DIAGNOSA RENPRA
TUJUAN NIC (LABEL) AKTIFITAS
(NOC)
1. Gangguan Setelah Edukasi Observasi
persepsi silakukan Perawatan
sensori intervensi Diri - identifikasi
berhubungan keperawatan prngetahuan tentang
dengan selama 2x24 perawatan diri yang
kelainan jam maka positif
pendengaran diharapkan
dibuktikan persepsi - identifikasi masalah
dengan sensori dan hambatan perawatan
pendengaran membaik, diri yang dialami
berkurang serta dengan
telinga kanan kriteria hasil: - identifikasi metode
berdenging -Respons pembelajaran
sesuai
pembelajaran yang
stimulus
membaik sesuai
-Orientasi Terapeutik
membaik
- rencakan strategi
edukasi, termasuk
tujuan yang realistis
- tetapkan waktu dan
intensitas pembelajaran
sesuai penyakit
- sediakan lingkungan
yang kondusif
pembelajaran optimal
- ajarkan dengan konsep
sederhana ke kompleks
- ciptakan edukasi
interaktif untuk memicu
partisipasi aktif selama
edukasi
- beriksn penguatan
positif terhadap
kemampuan yang
didapat
- berikan tugas untuk
praktik perawatan diri
optimal dalam
perawatan
Edukasi
- ajarkan perawatan diri,
praktek keperawatan
diri, dan aktivitas
kehidupan sehari-hari
- anjurkan
mendemonstrasiikan
praktik perawatan diri
sesuai kemampuan
- anjurkan mengulang
kembali informasi
edukasi tentang
perawatan mandiri

Anda mungkin juga menyukai