Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Anak luar biasa atau yang sering disebut dengan anak berkebutuhan khusus (ABK) memilki beberapa
klasifikasi sesuai jenis kecacatan yang mereka miliki, hal ini berguna untuk mempermudah
masyarakat dalam mengenal mereka. Salah satunya adalah anak dengan gangguan fisik dan motorik
atau anak tuna daksa . Seperti namanya, anak tunadaksa merupakan anak yang tidak dapat
memanfaatkan anggota geraknya dengan sempurna karena beberapa penyebab.

Anak tuna daksa juga memilki pembagian sesuai kecacatan yang meraka milliki. Diantaranya adalah
anak cerebral palsy.

Cerebral palsy merupakan kelainan motorik yang banyak diketemukan pada anak-anak. Anak
penyandang cerebral palsy di Indonesia jumlahnya semakin meningkat tiap tahunnya. Penambahan
jumlah tersebut biasanya diakibatkan oleh terganggunya system saraf pusat di otak ataupun ditulang
belakang. Pada prevalensinya, anak cerebral palsy merupakan anak yang sangat sering ditemukan
ditengah masyarakat, karena ciri-ciri mereka yang sangat khas. Meskipun demikian, stereotipe negatif
pada anak cerebral palsy masih menyelimuti kehidupan mereka sehingga berdampak pada diri
mereka. Salah satunya adalah kurangnya layanan pendidikan yang mereka dapatkan.

Jumlah penderita cerebral palsy di Indonesia tidak sebanding dengan fasilitas pendidikan yang
disediakan misalnya di Bandung jumlah penyandang cerebral palsy mencapai 2491 jiwa, sedangkan
fasilitas yang tersedia di kota Bandung hanyalah 129 tempat. Sehingga tidak jarang para penderita
cerebral palsy tidak mendapatkan penanganan yang tepat untuk mengembangkan dirinya agar menjadi
lebih mandiri dan lebih baik.

LANDASAN HUKUM

1. Peraturan pemerintah tentang usaha kesejahteraan sosial bagi penyandang cacat No. 36 tahun
1980
2. UU No. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat
3. PP RI No. 43 tahun 1998 tentang upaya peningkatan kesejahteraan penyandang cacat
4. Peraturan Daerah Jawa Barat No.10 tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Perlindungan
Penyandang Cacat
5. Peraturan Daerah Kota Bandung No.26 tahun 2009 tentang Kesetaraan dan Pemberdayaan
Penyandang Cacat
6. Surat Keputusan Walikota Bandung No.400/Kep.416 HUK&HAM/2009 tentang
Pembentukan Tim RBM Kota Bandung
TUJUAN RBM

Setidaknya, ada 2 tujuan rbm, pada kasus ini, yaitu :

1. Untuk memungkinkan terciptanya kemandirian (self-reliance) pada anak Cp, keluarga,


masyarakat dimana mereka tinggal. Dan RBM mengupayakan mereka untuk memiliki akses
terhadap pelayanan khusus yang mereka butuhkan, sementara mereka tetap berada di dalam
masyarakat dan mendukung masyarakat mereka, serta menikmati suatu gaya hidup seperti
anggota masyarakat lainnya. Mereka berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang
mempengaruhi diri mereka sendiri, keluarga dan masyarakat.
2. Dalam pendidikan RBM mengupayakan penyediaan informasi yang jelas tenetang masalah
yang dihadapi dan cara-cara yang mungkin ditempuh untuk menanganinya. Sehingga sikap,
harapan, dan tindakan masyarakat akan berubah dan dapat menerima anak-anak CP sebagai
bagian dari masyarakat.

ORGANISASI DALAM RBM

1. Peran utama : penyandang cacat, keluarga penyandang cacat, kader dan masyarakat di
wilayah binaan.
2. Peran pendukung :
a. Tim RBM kecamatan/ kelurahan
b. Tim RBM kota
Tim tersebut terdiri dari unsur pemerintah, dan non-pemerintah yang terkait dengan
rehabilitasi kesehatan, pendidikan, keterampilan, dan sosial.

SASARAN RBM

1. Membentuk pribadi yang mandiri.


2. Memperbaiki dan mengubah pandangan dan tingkah laku masyarakat.
3. Meningkatkan kemampuan dan kreatifitas para penyandang cacat.
4. Pengubah pandangan keluarga dan masyarakat tentang penyandang cacat.

MANFAAT PROGRAM RBM

1. Bagi penyandang cacat, mereka mendapatkan latihan, motivasi, keterampilan, untuk bisa
lebih mandiri dan bisa berkarya tanpa harus berdiam diri.
2. Bagi keluarga, mereka dapat lebih memahami , dan memotivasi “penca”, agar lebih percaya
diri.
Keluarga juga dapat memberikan latihan sendiri di rumah, sesuai dengan apa yang telah
dipelajarinya untuk meningkatkan kemampuan si “penca”.
Dan keluarga juga dapat mengerti bagaimana cara memberikan pendidikan/pengajaran kepada
“penca”.
3. Bagi masyarakat, mereka dapat memberikan kesempatan bagi para “penca” untuk terjun
kedalam masyarakat, dengan bertingkahlaku yang pantas tanpa mencela/menyinggung
keterbatasan yang dimiliki “penca”.
Menghasilkan Komunikasi Yang baik.

Anda mungkin juga menyukai