Disusun
Oleh:
Tedy Kurniawan
2018122042
FAKULTAS BISNIS
UNIVERSITAS UNIVERSAL
ABSTRACT
APBD is the basic policy for operating financial funciton that will be implemented
by regional goverments to make expenditure in order to run wheels of regional
goverment. With APBD budget, regional goverments are expected to be able
reduce the poverty level on region, expand job opportunities, make a new
investment on region, and improve social welfare of local people. The basic
component that make APBD budget is revenue, expenditure,surplus or deficit, and
financing. APBD itself is a budget report which contain detailed list of regional
goverments revenue and expenditure plans that arranged systematically.
i
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................ i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL........................................................................................... iv
BAB I ............................................................................................................... 1
PENDAHULUAN............................................................................................ 1
BAB II.............................................................................................................. 4
KAJIAN TEORI.............................................................................................. 4
BAB IV........................................................................................................... 20
PENUTUP ...................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 21
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 ...................................................................................................... 7
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 3. 1 ........................................................................................................ 19
Tabel 3. 2 ........................................................................................................ 19
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1
1. Belanja Tidak Langsung
Ialah belanja yang dianggarkan namun tidak terkait secara
langsung kepada pelaksanaan program dan kegiatan, yang
diuraikan sebagai berikut :
a. Belanja pegawai
b. Belanja bunga
c. Belanja subsidi
d. Belanja hibah
e. Belanja Bantuan Sosial
f. Belanja Bantuan Keuangan
g. Belanja Tak Terduga
2. Belanja langsung
Ialah belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan
pelaksanaan program dan kegiatan, yang dapat diuraikan sebagai
berikut :
a. Belanja pegawai
b. Belanja barang dan jasa
c. Belanja perjalanan dinas
d. Belanja pemeliharan
e. Belanja modal
dengan uraian yang penulis jelaskan diatas, maka makalah ini terdapat
beberapa rumusan masalah yang berupa :
2
4. Bagaimana prosedur dalam penyusunan anggaran APBD
5. Apa saja komponen yang membentuk anggaran APBD
6. Apa saja sumber dari anggaran APBD
7. Apa saja susunan dalam rancangan APBD
1.3.2. Tujuan
1. Memahami apa itu APBD
2. Memahami apa saja fungsi dari APBD
3. Memahami apa saja dasar hukum dari APBD
4. Memahami prosedur dari penyusunan anggaran APBD
5. Mengetahui apa saja komponen yang membentuk APBD
6. Menegtahui sumber dana dari anggran APBD
7. Mengetahui apa saja susunan dalam rancangan APBD
3
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Definisi APBD
1. Alteng Syafruddin
Menurut Alteng Syafruddin, APBD adalah rencana kerja atau
program kerja pemerintah daerah untuk tahun kerja tertentu, di
dalamnya memuat rencana pendapatan dan rencana pengeluaran
selama tahun kerja tersebut.
2. R.A. Chalit
Menurut R.A. Chalit, APBD adalah suatu bentuk konkrit
rencana kerja keuangan daerah yang komprehensif yang
mengaitkan penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah yang
4
dinyatakan dalam bentuk uang, untuk mencapai tujuan yang
direncanakan dalam jangka waktu tertentu dalam satu tahun
anggaran.
8. M. Suparmoko
Menurut M. Suparmoko, APBD adalah anggaran yang memuat
daftar pernyataan rinci tentang jenis dan jumlah penerimaan, jenis
dan jumlah pengeluaran negara yang diharapkan dalam jangka
waktu satu tahun tertentu.
5
penyelenggaraan pemerintah daerah tersebut sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan
4. Fungsi alokasi Anggaran daerah tersebut harus diarahkan untuk
dapat menciptakan lapangan kerja atau juga mengurangi
pengangguran serta pemborosan sumber daya, dan juga
meningkatkan efisiensi & efektivitas perekonomian.
5. Fungsi distribusi Anggaran daerah tersebut harus memperhatikan
pada rasa keadilan dan juga kepatutan.
6. Fungsi stabilisasi Anggaran daerah tersebut menjadi alat untuk
dapat memelihara serta mengupayakan keseimbangan fundamental
perekonomian suatu daerah.
6
berikut: (1) penyusunan rencana kerja pemerintah daerah; (2) penyusunan
rancangan kebijakan umum anggaran; (3) penetapan prioritas dan plafon
anggaran sementara; (4) penyusunan rencana kerja dan anggaran SKPD; (5)
penyusunan rancangan perda APBD; dan (6) penetapan APBD (Saiful Anwar,
2019).
Gambar 2. 1
7
perencanaan tahunan daerah. Sedangkan perencanaan di tingkat
SKPD terdiri dari: Rencana Strategi (Renstra) SKPD merupakan
rencana untuk periode 5 tahun; dan Rencana Kerja (Renja) SKPD
merupakan rencana kerja tahunan SKPD.
Proses penyusunan perencanaan di tingkat satker dan pemda dapat
diuraikan sebagai berikut:
8
f) Kewajiban daerah sebagaimana dimaksud di atas adalah
mempertimbangkan prestasi capaian standar pelayanan
minimal sesuai dengan peraturan perundangundangan.
g) RKPD disusun untuk menjamin keterkaitan dan
konsistensi antara perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, dan pengawasan.
h) Penyusunan RKPD diselesaikan selambat-lambatnya akhir
bulan Mei tahun anggaran sebelumnya.
i) RKPD ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.
2. Kebijakan Umum APBD serta Prioritas dan Plafon Anggaran
Sementara (PPAS)
a) Proses penyusunan KUA adalah sebagai berikut :
1) Kepala daerah berdasarkan RKPD menyusun
rancangan kebijakan umum APBD (RKUA).
2) Penyusunan RKUA berpedoman pada pedoman
penyusunan APBD yang ditetapkan oleh Menteri
Dalam Negeri setiap tahun. Sebagai contoh untuk
bahan penyusunan APBD Tahun 2007 Menteri
Dalam Negeri telah menerbitkan Permendagri
Nomor 26 Tahun 2006 tertanggal 1 September 2006
tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2007.
3) Kepala daerah menyampaikan RKUA tahun
anggaran berikutnya, sebagai landasan penyusunan
RAPBD, kepada DPRD selambat-lambatnya
pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan.
4) RKUA yang telah dibahas kepala daerah bersama
DPRD dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD
selanjutnya disepakati menjadi Kebijakan Umum
APBD (KUA).
9
b) Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
Untuk penyusunan rancangan APBD, diperlukan adanya
urutan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS).
PPAS merupakan program prioritas dan patokan batas
maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk
setiap program sebagai acuan dalam penyusunan RKA-
SKPD. Proses penyusunan dan pembahasan PPAS menjadi
PPA adalah sebagai berikut:
1) Berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemda dan
DPRD membahas rancangan prioritas dan plafon
anggaran sementara (PPAS) yang disampaikan oleh
kepala daerah.
2) Pembahasan PPAS.
3) KUA dan PPAS yang telah dibahas dan disepakati
bersama kepala daerah dan DPRD dituangkan
dalam nota kesepakatan yang ditandatangani
bersama oleh kepala daerah dan pimpinan DPRD.
4) Kepala daerah berdasarkan nota kesepakatan
menerbitkan pedoman penyusunan rencana kerja
dan anggaran SKPD (RKA-SKPD) sebagai
pedoman kepala SKPD menyusun RKA-SKPD.
3. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD)
Menurut Pasal 89 ayat (3) Permendagri Nomor 13 Tahun 2006,
setelah ada Nota Kesepakatan tersebut di atas Tim Anggaran
(TAPD) menyiapkan surat edaran kepala daerah tentang Pedoman
Penyusunan RKA-SKPD yang harus diterbitkan paling lambat
awal bulan Agustus tahun anggaran berjalan.
Pengaturan pada aspek perencanaan diarahkan agar seluruh
proses penyusunan APBD semaksimal mungkin dapat
menunjukkan latar belakang pengambilan keputusan dalam
penetapan arah kebijakan umum, skala prioritas dan penetapan
alokasi serta distribusi sumber daya dengan melibatkan partisipasi
10
masayarakat. Sementara itu, penyusunan anggaran dilakukan
dengan tiga pendekatan, yaitu pendekatan kerangka pengeluaran
jangka menengah (KPJM), pendekatan anggaran terpadu, dan
pendekatan anggaran kinerja.
Dokumen penyusunan anggaran yang disampaikan oleh
masing-masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang
disusun dalam format Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD
harus betul-betul dapat menyajikan informasi yang jelas tentang
tujuan, sasaran, serta korelasi antara besaran anggaran (beban kerja
dan harga satuan) dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai atau
diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan yang dianggarkan. Oleh
karena itu penerapan anggaran berbasis kinerja mengandung
makna bahwa setiap pengguna anggaran (penyelenggara
pemerintahan) berkewajiban untuk bertanggungjawab atas hasil
proses dan penggunaan sumber dayanya.
Selanjutnya, beberapa prinsip dalam disiplin anggaran yang
perlu diperhatikan dalam penyusunan anggaran daerah antara lain
adalah (1) Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan
yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap
sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan
merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja; (2) Penganggaran
pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya
penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan
melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi
kredit anggarannya dalam APBD/Perubahan APBD; dan (3)
Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran
yang bersangkutan harus dimasukan dalam APBD dan dilakukan
melalui rekening Kas Umum Daerah.
4. Penyiapan Raperda APBD
RKA-SKPD yang telah disusun, dibahas, dan disepakati
bersama antara Kepala SKPD dan Tim Anggaran Pemerintah
Daerah (TAPD) digunakan sebagai dasar untuk penyiapan Raperda
11
APBD. Raperda ini disusun oleh pejabat pengelola keuangan
daerah yang untuk selanjutnya disampaikan kepada kepala daerah.
5. Penetapan APBD
Setelah adanya keputusan hasil evaluasi dari mentri atau
gurbenur terhadap Raperda APBD maka selanjutnya akan
diperbaiki agar sesuai dengan ketentuan serta penetapan yang telah
diatur oleh undang-undang yang berlaku. Selanjutnya gurbernur
akan menetapkan rancangan tersebut menjadi perda tentang APBD
paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya.
Setelah itu Perda dan Peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran
APBD ini disampaikan oleh Bupati/Walikota kepada Gubernur
terkait paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal ditetapkan.
1. Pendapatan
Bagian ini melihat perubahan dalam berbagai komponen
pendapatan. Untuk pemerintah daerah yang ada di Indonesia,
pendapatan utamanya berasal dari tiga sumber : Pendapatan Asli
Daerah (PAD) melalui pajak dan retribusi Transfer dari pusat, dan
Pendapatan lainnya. Mengingat rata-rata sumber pendapatan
pemerintah daerah didominasi oleh dana perimbangan yaitu sekitar
80-90%, maka sumber pendapatan pemda dalam kondisi
dependable (ketergantungan).
2. Belanja
Bagian ini menunjukkan perkembangan total belanja dalam
periode 3 (tiga) tahun. Selain itu, akan ditunjukkan pula perubahan
dalam jenis belanja sehingga dapat diketahui jika ada satu
komponen yang berubah relatif terhadap komponen lain. Untuk
12
pemda di Indonesia, klasifikasi belanja secara ekonomi dibagi ke
dalam 10 (sepuluh) jenis , yaitu : Belanja Pegawai Belanja Barang
dan Jasa Belanja Modal Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja
Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Kepada
Prov/Kab/Kota dan Pemdes Belanja Bantuan Keuangan Kepada
Prov/Kab/Kota dan Pemdes Belanja Tak Terduga.
3. Surplus atau defisit
Pada bagian ini ditunjukkan aktual pendapatan, belanja, dan
surplus/defisit dalam periode 3 (tiga) tahun. Pada dasarnya, dari
bagian ini dapat terlihat “surplus/defisit” secara Nasional. Namun,
tidak seperti private sector, surplus yang besar tidak diharapkan
terjadi karena hal ini dapat mengindikasikan bahwa pemerintah
daerah tidak memberikan pelayanan publik secara optimal dalam
beberapa hal.
4. Pembiayaan
Pos ini menggambarkan transaksi keuangan pemda yang
dimaksudkan untuk menutup selisih antara Pendapatan dan Belanja
Daerah, jika Pendapatan lebih kecil maka terjadi defisit dan akan
ditutupi dengan penerimaan pembiayaan, begitu juga sebaliknya.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau biasa yang disebut
APBD, terdapat berbagai sumber anggaran yang berasal dari (Azahari, 2017):
1. Retribusi
Dianggap sebagai sumber penerimaan tambahan, tujuan
utamanya adalah untuk meningkatkan efisiensi dengan
menyediakan informasi atas permintaan bagi penyedia layanan
publik, dan memastikan apa yang disediakan oleh penyedia
layanan publik minimal sebesar tambahan biaya (Marginal Cost)
bagi masyarakat. Ada tiga jenis retribusi, antara lain:
13
a) Retribusi Perizinan Tertentu (Service Fees) seperti
penerbitan surat izin(pernikahan, bisnis, kendaraan
bermotor) dan berbagai macam biaya yang diterapkan oleh
pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan.
Pemberlakuan biaya atau tarif kepada masyarakat atas
sesuatu yang diperlukan oleh hukum tidak selalu rasional.
b) Retribusi Jasa Umum (Public Prices) adalah penerimaan
pemerintah daerah atas hasil penjualan barang-barang
privat, dan jasa. Semua penjualan jasa yang disediakan di
daerah untuk dapat diidentifikasi secara pribadi dari biaya
manfaat publik untuk memberikan tarif atas fasilitas
hiburan atau rekreasi. Biaya tersebut seharusnya diatur pada
tingkat kompetisi swasta, tanpa pajak, dan subsidi, di mana
itu merupakan cara yang paling efisien dari pencapaian
tujuan kebijakan publik, dan akan lebih baik lagi jika pajak
subsidi dihitung secara terpisah.
c) Retribusi Jasa Usaha (Specific Benefit Charges) secara
teori, merupakan cara untuk memperoleh keuntungan dari
pembayar pajak yang kontras, seperti Pajak Bahan Bakar
Minyak atau Pajak bumi dan bangunan.
2. Pendapatan daerah
Bisa bersumber dari Pajak daerah dibagi jadi 2 yakni pajak
provinsi dan pajak kabupaten/kota. Contohnya
a) Pajak kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan
bermotor, pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, dan
lainnya,
b) Retribusi daerah, misalnya retribusi pelayanan kesehatan,
kebersihan, dan lain-lain.
c) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,
misalnya dividen dan penyertaan modal daerah pada pihak
ketiga, Lain-lain penerimaan daerah yang sah, seperti jasa
giro, pendapatan bunga, komisi, potongan,
14
d) Dana perimbangan, yang terdiri dari dana bagi hasil, dana
alokasi umum, dana alokasi khusus dan Pendapatan lain
seperti hibah dan pendapatan dana darurat.
5. Pajak penghasilan
Diantara beberapa negara di mana pemerintah sub nasional
memiliki peran pengeluaran besar, dan sebagian besar otonom
fiskal adalah negara-negara Nordik. Pajak pendapatan daerah ini
15
pada dasarnya dikenakan pada nilai yang tetap. Pada tingkat daerah
didirikan basis pajak yang sama sebagai pajak pendapatan nasional
dan dikumpulkan oleh pemerintah pusat.
6. Dana bagi hasil
Menurut PP No 55 Tahun 2005 Pasal 19 Ayat 1, dana bagi
hasil (DBH) terdiri atas pajak dan sumber daya alam. DBH pajak
meliputi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bagian Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Pajak Penghasilan.
Sedangkan DBH sumber daya alam meliputi kehutanan,
pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi,
pertambangan gas, dan pertambangan panas bumi.
Besaran DBH sebagai berikut: Besaran dana bagi hasil
penerimaan negara dari PBB dengan imbangan 10 persen untuk
daerah. Besaran dana bagi hasil penerimaan negara dari BPHTB
dengan imbangan 20 persen untuk pemerintah dan 80 persen untuk
daerah. Besaran dana bagi hasil pajak penghasilan dibagikan
kepada daerah sebesar 20 persen. Dana bagi hasil dari sumber daya
alam ditetapkan masing-masing sesuai peraturan perundang-
undangan.
7. Dana alokasi umum
Dana alokasi umum (DAU) merupakan dana yang berasal dari
APBN, dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan
pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Cara
menghitung DAU sesuai ketentuannya sebagai berikut:
DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 25 persen dari
penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN. DAU
untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan masing-
masing 10 persen dan 90 persen dari dana alokasi umum.
DAU untuk suatu daerah kabupaten atau kota tertentu
ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah dana alokasi umum untuk
daerah kabupaten atau kota yang ditetapkan APBN dengan porsi
16
daerah kabupaten atau kota. Porsi daerah kabupaten atau kota
sebagaimana dimaksud diatas merupakan proporsi bobot daerah
kabupaten atau kota di seluruh Indonesia. DAU suatu daerah
ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal suatu daerah, yang
merupakan selisih antara kebutuhan daerah dan potensi daerah.
8. Dana alokasi khusus
Menurut UU No 33 Tahun 2004, dana alokasi khusus (DAK)
adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah tertentu. Tujuan DAK untuk
membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan
daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Kegiatan khusus
tersebut adalah: Kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan
alokasi umum. Kebutuhan yang merupakan komitmen atau
prioritas nasional.
9. Pendapatan daerah lain-lain yang sah
Selanjutnya sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 105
Thn 2000 mengenai suatu Pengelolaan Keuangan Daerah
dikatakan ialah, bahwa pendapatan daerah adalah suatu hak
pemerintah daerah yang diakui ialah sebagai penambah nilai
kekayaan yang bersih. Penerimaan daerah adalah suatu uang yang
masuk ke suatu daerah dalam periode thn anggaran tertentu. Pada
Undang-undang Nomor 25 Thn 1999 Pasal 21 menggemukan,
bahwa suatu anggaran pengeluaran dalam APBD tersebut tidak
dapat atau tidak boleh melebihi anggaran penerimaan.
Didalam penjelasan pasalnya tersebut, adalah daerah tidak
dapat atau tidak boleh menganggarkan pengeluaran tanpa adanya
kepastian terlebih dahulu tentang ketersedian sumber
pembiayaannya serta juga mendorong daerah untuk dapat
meningkatkan efisiensi pengeluarannya. Searah dengan hal itu
Peraturan Pemerintah Nomor 105 Thn 2000 mengenai Pengelolaan
Keuangan Daerah mengemukakan, ialah bahwa jumlah belanja
17
yang dianggarkan di dalam suatu APBD adalah suatu batas
tertinggi untuk pada tiap-tiap jenis belanja.
18
BAB III
LAPORAN ANGGARAN KEGIATAN BAKTI SOSIAL PANTI ASUHAN
“LIMA ROTI DUA IKAN PERMATA”
Tabel 3. 1
Rencana Pemasukan
NO Keterangan Jumlah
1 kontribusi umum Rp 3.880.000
2 kontribusi peserta Rp 900.000
Jumlah Rp 4.780.000
Sumber : data diolah sendiri
Tabel 3. 2
Rencana Pengeluaran
19
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
20
DAFTAR PUSTAKA
Gorahe, I., Masinambow, V., & Engka, D. (2014). Analisis Belanja Daerah Dan
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Di Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal
Berkala Ilmiah Efisiensi, 14(3), 1–12. Retrieved from
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jbie/article/view/5650
21