Anda di halaman 1dari 3

Nama maria natalia mole tolok

Nim:043463602

1.Jelaskan cara kerja analisis sistem dari David Easton dengan menggunakan studi
kasus penghapusan subsidi BBM!
Adapun alisis system dari David Easton adalah mengunakan skema system politik Efek
Domino atau reaksi berantai sebuah efek kumulatif yang dihasilkan saat satu peristiwa
menimbulkan serangkaian peristiwa serupa. Studi kasus yang digunakan adalah menuntut
tidak menaikkan BBM. Karena jelas sangat banyak masyarakat menolak kenaikan BBM
karena akan menyababkan Efek Domino karena jika BBM naik maka harga barang maupun
segala kebutuhan pokok akan naik pula. dengan demikian dapat mempengaruhi daya beli
masyarakat karena masih banyak rakyat Indonesia yang daya belinya rendah. Sehingga mau
tidak mau akan ada penolakan rencana kenaikan BBM. Misalnya Jika DPR mendukung dan
mendengar aanspirasi masyarakat dalam menolak kenaikan BBM bisa jadi kenaikan harga
BBM dibatalkan. Tetapi sebenarnya input dari pengaplikasian sistem politik tersebut
merupakan wujud dari lanjutan suatu sistem politik sebelumnya. Rencana pemerintah
menaikan harga BBM merupakan output yang dikarenakan oleh adanya input tuntutan berupa
tingginya harga minyak dunia dan dukungan agar subsidi pemerintah tidak membengkak.
Begitulah contoh pengaplikasian skema sistem politik David Easton

Dalam skema sistem politiknya, David Easton menyebutkan input sebagai salah satu
komponen dalam sistem kerjanya. Input ini terbagi menjadi dua macam, yaitu: (1) Input
tuntutan, dan (2) Input dukungan. Mengenai input tuntutan Profesor Easton menyebutkan
bahwa ada alasan mengapa suatu sistem politik terbentuk dalam suatu masyarakat-yaitu,
mengapa orang melibatkan diri dalam kegiatan politik – adalah adanya tuntutan-tuntutan dari
orang-orang atau kelompok-kelompok dalam masyarakat tersebut yang tidak semuanya dapat
dipenuhi dengan memuaskan. Menurutnya ada satu fakta yang mendominasi kehidupan
politik semua masyarakat: yaitu kelangkaan akan sebagian besar hal-hal atau benda-benda
yang bernilai tinggi. Tuntutan-tuntutan oleh masyarakat ini bisa memengaruhi pemerintah
dalam menghasilkan output.

Lebih jauh Profesor Easton menjelaskan bahwa input-input berupa tuntutan saja tidaklah
memadai untuk keberlangsungan kerja suatu sistem politik. Maka untuk tetap menjaga
keberlangsungan fungsinya, sistem itu juga memerlukan suatu energi yang berupa
pandangan-pandangan yang dapat memajukan dan memberikan rintangan terhadap sistem
politik tersebut. Input tersebut disebut dukungan.
Saya dapat menyimpulkan bahwa sistem politik Easton ini akan bekerja dengan
mengandalkan dua input, yaitu tuntutan dan dukungan. Jika kedua input itu sudah ada, maka
sistem akan berjalan sesuai skema dan akhirnya menghasilkan output. Output ini berupa
keputusan dari pemerintah atau biasa disebut kebijakan.
Untuk mengaplikasikan skema sistem politik David Easton ini saya akan mengambil contoh
misalnya tentang kenaikan BBM yang ditentang oleh masyarakat di Indonesia.
Input tuntutan yang akan tedapat di dalam kasus ini adalah tuntutan untuk tidak menaikan
harga BBM yang disampaikan hampir seluruh lapisan masyarakat terhadap rencana kenaikan
harga BBM. Tentu sangat jelas mengapa banyak masyarakat yang menolak kenaikan harga
BBM. Yang menjadi penyebab utama adalah efek domino yang akan ditimbulkan oleh
kenaikan harga BBM. Jika harga BBM naik, maka harga akan segala kebutuhan pokok pun
akan naik pula. Hal ini tidak dibarengi dengan daya beli masyarakat yang baik. Masih banyak
rakyat Indonesia yang daya belinya rendah. Sehingga untuk menjaga keberlangsungan
hidupnya mereka mau tidak mau akan menolak rencana kenaikan harga BBM tersebut.
Lalu input dukungan yang akan terjadi jika rencana kenaikan harga BBM digulirkan misalnya
sikap DPR yang mendukung aspirasi masyarakat dalam menolak kenaikan harga BBM
tersebut. Maka, berdasarkan input yang ada pemerintah akan membuat keputusan berupa
output misalnya tidak jadi menaikan harga BBM.
Tetapi sebenarnya input dari pengaplikasian sistem politik tersebut merupakan wujud dari
lanjutan suatu sistem politik sebelumnya. Rencana pemerintah menaikan harga BBM
merupakan output yang dikarenakan oleh adanya input tuntutan berupa tingginya harga
minyak dunia dan dukungan agar subsidi pemerintah tidak membengkak. Begitulah contoh
pengaplikasian skema sistem politik David Easton. Output dari suatu sistem politik bisa
menjadi input dari sistem politik selanjutnya karena skema sistem politik David Easton
mengandung efek domino

2. Sistem komunikasi Pemerintah, belum mempunyai strategi sistem komunikasi untuk


memberdayakan masyarakat. Seharusnya ada sistem komunikasi nasional, sehingga dapatlah
dibicarakan subsistem media cetak dan siaran. Pemerintah harus membekali para wartawan
agar berita-berita yang ditampilkan dapat menggambarkan situasi demokrasi yang faktual dan
mengajak masyarakat Indonesia untuk ikut serta dalam membangun sistem poltik Indonesia
yang lebih baik.
Media massa di Indonesia diharapkan juga dapat mendidik masyarakat agar lebih memahami
ilmu politik praktis dan perkembangan situasi politik nasional yang sebenarnya, dan media
massa harus mampu menampilkan pemberitaan secara adil (fairness) dan faktual
(factual/accurate) walaupun menganut azas kebebasan pers. Sistem dan dinamika media
massa di suatu negara pun dapat dijadikan tolak ukur untuk menilai sistem demokrasi yang
dianut oleh negara tersebut.
Oleh karena itu pemerintah diharapkan dapat me-manage seluruh media massa sebagai alat
untuk pembangunan politik, sesuai dengan harapan seluruh masyarakat. Jadi berita yang
ditampilkan tidak selalu memojokkan pemerintahan yang berkuasa dan cenderung sekadar
menjatuhkan, tetapi seharusnya menjadi sarana kritik yang konstruktif dan objektif bagi
kelangsungan pembangunan yang demokratis.

3. PADA masa pemerintahannya, Joko Widodo atau yang lebih akrab disapa Jokowi
merombak struktur APBN dengan lebih mendorong investasi, pembangunan infrastruktur,
dan melakukan efisiensi agar Indonesia lebih berdaya saing.
Namun, grafik pertumbuhan ekonomi Indonesia selama empat tahun masa pemerintahan
Jokowi terus berada di bawah pertumbuhan pada era SBY.
Pada 2015, perekonomian Indonesia kembali terlihat rapuh. Rupiah terus menerus melemah
terhadap dollar AS. Saat itu, ekonomi Indonesia tumbuh 4,88 persen.
"Defisit semakin melebar karena impor kita cenderung naik atau ekspor kita yang cenderung
turun," kata Lana.
Di era Jokowi kata Lana, arah perekonomian Indonesia tak terlihat jelas. Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) seolah hanya sebagai dokumen tanpa
pengawasan dalam implementasinya. 
Dalam kondisi itu, tak diketahui sejauh mana RPJMN terealisasi. Ini tidak seperti repelita
yang lebih fokus dan pengawasannya dilakukan dengan baik sehingga bisa dijaga. 
Pada 2016, ekonomi Indonesia mulai terdongkrak tumbuh 5,03 persen. Dilanjutkan dengan
pertumbuhan ekonomi tahun 2017 sebesar 5,17

Berdasarkan asumsi makro dalam APBN 2018, pemerintah memprediksi pertumbuhan


ekonomis 2018 secara keseluruhan mencapai 5,4 persen. Namun, pertumbuhan ekonomi di
kuartal I-2018 ternyata tak cukup menggembirakan, hanya 5,06 persen.
Sementara pada kuartal II-2018, ekonomi tumbuh 5,27 persen dibandingkan periode yang
sama tahun lalu. Hanya ada sedikit perbaikan dibandingkan kuartal sebelumnya.
Pada Senin (5/11/2018), BPS mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal
III-2018 sebesar 5,17 persen, malah melambat lagi dibandingkan kuartal sebelumnya.
Untuk kuartal IV-2018, pertumbuhan ekonomi diprediksi meleset dari asumsi APBN. Bank
Indonesia, misalnya, memprediksi pertumbuhan Indonesia secara keseluruhan pada 2018
akan berada di batas bawah 5 persen.
Namun, fakta mendapati, ekonomi Indonesia pada 2018 tumbuh 5,17 persen. Ini menjadi
pertumbuhan ekonomi tertinggi di era Jokowi. Konsumsi rumah tangga masih menjadi
penopang utama dengan porsi 5,08 persen.

Pada 2018, investasi menyumbang porsi 6,01 persen bagi pertumbuhan ekonomi, ekspor 4,33
persen, konsumsi pemerintahan 4,56 persen, konsumsi lembaga non-rumah tangga 10,79
persen, dan impor 7,10 persen. Total PDB pada 2018 tercatat Rp 56 juta atau 3.927 dollar AS
memakai kurs saat itu. 
Tahun pemilu, 2019, Indonesia mencatatkan pertumbuhan ekonomi 5,02 persen. Perang
dagang AS-China, tensi geopolitik Timur Tengah, dan harga komoditas yang fluktuatif
dituding sebagai penyebab penurunan kinerja ekonomi ini dibanding capaian pada 2018.

Anda mungkin juga menyukai