Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu jenis
tanaman perkebunan yang menduduki posisi penting dalam sektor pertanian
umumnya, dan sektor perkebunan khususnya. Hal ini disebabkan karena dari
sekian banyak tananam yang menghasilkan minyak atau lemak, kelapa sawit
yang menghasilkan nilai ekonomi terbesar per hektarnya di dunia
(Khaswarina, 2001) dalam (Nasution, 2014).

Kelapa Sawit sangat penting artinya bagi Indonesia dalam kurun waktu 35
tahun terakhir ini sebagai komoditi andalan untuk ekspor maupun komoditi
yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan harkat petani pekebun
serta transmigran Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut, maka kelapa
sawit harus dikaitkan dengan program dibidang transmigrasi dan koperasi
(Lubis, 2008).

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi unggulan yang dimiliki


Indonesia. Kelapa sawit mampu memberikan kontribusi yang sangat besar
bagi perekonomian Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Dari segi sosial,
industri kelapa sawit mampu memberikan sumber mata pencarian lebih dari
3,5 juta rakyat Indonesia di pedesaan (Mangoensoekarjo, 2005)

Peran Indonesia dalam perdagangan komoditi ini cukup penting pada waktu
itu, dimana misalnya produksi dunia adalah 508.205 ton pada tahun 1939 dan
Indonesia menyumbang sebanyak 226.047 ton minyak dan 42.965 inti sawit
atau 44%. Ekspor pertama terjadi pada tahun 1919 yaitu 181 ton (Lubis,
2008).
Tingkat produktivitas kelapa sawit di Indonsesia diperkirakan akan terus
meningkat sejalan dengan perkembangan luas areal yang terus berlanjut
mengingat lahan potensial untuk pengembangan tersebut masih luas. Lahan
yang berpotensi untuk pengembangan kelapa sawit berkisar 21.704.950 ha
yang tersebar di seluruh Indonesia yaitu pulau Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi dan Papua (Pulungan, 2002) dalam (Sembiring, 2012).

Namun peningkatan produksi kelapa sawit ini mengalami banyak hambatan


diantaranya serangan hama dan penyakit pada tanaman kelapa sawit.
Walaupun tanaman ini tergolong tanaman kuat, akan tetapi tanaman ini tidak
luput dari serangan hama dan penyakit yang akan mempengaruhi
produktivitas tanaman. Salah satu hama utama dari tanaman kelapa sawit
yaitu ulat pemakan daun kelapa sawit (UPDKS) (Hartanto, 2011).

Ulat pemakan daun kelapa sawit terdiri dari ulat api, ulat kantong, ulat bulu
merupakan hama yang paling sering menyerang kelapa sawit. Untuk beberapa
daerah tertentu, ulat api dan ulat kantong sudah menjadi endemik sehingga
sangat sulit dikendalikan. Kejadian yang sering terjadi di perkebunan kelapa
sawit adalah terjadinya suksesi hama ulat bulu dari ulat api atau ulat kantong
apabila kedua hama ini dikendalikan secara ketat. Ulat kantong yang biasanya
menyerang kelapa sawit saat ini adalah Metisa plana, Mahasena corbetti, dan
Pteroma pendula. (Susanto dkk., 2012).

Metisa plana biasanya memakan bagian atas daun, sehingga bekas gigitannya
mengering dan berlubang. Daun yang mengering akan digunakan sebagai
bahan pembuat kantong ulat tersebut. Mengingat hama M. plana merupakan
hama penting tanaman kelapa sawit, maka pengendalian hama ini harus
benar-benar diperhatikan. Apabila ledakan populasi ulat kantong telah terjadi
akan sangat sukar untuk dikendalikan sebab kemampuan ulat untuk bertahan
hidup didukung oleh adanya kantong sebagai alat pelindung diri (Susanto
dkk, 2012).

Usaha pengendalian ulat kantong dapat dilakukan dengan berbagai metode,


diantaranya adalah melalui kultur teknis (pengaturan jarak tanam, varietas
tanaman, dan lain-lain), perlakuan fisis, mekanis, hayati dan kimia. Kelima
cara pengendalian tersebut merupakan suatu rangkaian yang tidak terpisahkan
satu dengan yang lain atau dilakukan secara terpadu (Sipayung dan Sudarto,
1990) dalam (Lubis, 2008)

Selain cara pengendalian diatas dapat dilakukan pengendalian yang lebih


yang lebih aman dengan melaksanakan Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
Penerapan sistem PHT terhadap ulat pemakan daun kelapa sawit
menunjukkan hasil yang baik dan diharapkan dapat mengatasi permasalahan
tersebut. Teknologi pengendalian secara hayati sebagian dari PHT harus lebih
diperhatikan sebagai salah satu cara yang paling aman, meskipun untuk
membunuh serangga cara kerjanya lebih lama dibandingkan dengan cara
kimia yang dapat langsung membunuh hama. Meskipun memakan waktu
yang cukup lama, metode pengendalian hayati untuk mengendalikan hama
aman bagi kesehatan manusia dan ingkungan hidup. Pengendalian hayati juga
dapat mengendalikan hama secara permanen dan dapat membantu
menciptakan suatu ekosistem yang seimbang yang berkelanjutan. Musuh-
musuh alami dapat berfungsi untuk mengatur keseimbangan hayati secara
permanen (Sembel, 2010).

1.2 Urgensi Penelitian


Ulat kantong merupakan hama penting bagi tanaman kelapa sawit, baik
pada tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman menghasilkan
(TM). Salah satu ulat kantong yang menyerang tanaman kelapa sawit adalah
M. plana. Serangan hama ulat kantong dapat menyebabkan terganggunya
pertumbuhan dan produksi pada tanaman kelapa sawit. Ulat ini dinamakan
ulat kantong karena pupa dan larvanya terbungkus kantong. Hal ini yang
menyebabkan sangat sulit dikendalikan.

Salah satu metode pengendalian efektif hama ulat kantong dapat dilakukan
dengan metode kimia, yakni dengan menggunakan injeksi batang. Cara ini
dilakukan dengan memasukkan insektisida kimia kedalam batang tanaman
kelapa sawit dengan alat injeksi. Dengan sifat sistemik dari insektisida yang
digunakan diharapkan pengendalian tersebut dapat efektif untuk menurunkan
populasi ulat kantong sehingga pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik dan
tidak menyebabkan kerugian besar.

1.3 Tujuan Khusus


Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tingkat efektivitas pengendalian hama
M. plana dengan menggunakan insektisida Asefat 75 % dengan sistem injeksi
batang pada tanaman kelapa sawit.

1.4 Kontribusi
Sebagai bahan informasi bagi pekebun kelapa sawit dalam mengendalikan
hama ulat kantong pada tanaman kelapa sawit dan sebagai bahan referensi
pihak yang membutuhkannya.

Anda mungkin juga menyukai