Anda di halaman 1dari 8

0

Polda Riau Tetapkan Oknum Sekcam Jadi


Tersangka Pungli Surat Tanah
Senin, 15 Maret 2021 22:04 WIB

Polda Riau memperlihatkan tersangka oknum Sekcam Bina Widya


dan barang bukti di Kota Pekanbaru, Senin (15-3-2021). ANTARA/F.B. Anggoro

Pekanbaru (ANTARA) - Kepolisian Daerah Riau menetapkan oknum sekretaris camat


berinisial HS sebagai tersangka kasus pungutan liar (pungli) pengurusan surat tanah di Kota
Pekanbaru, Senin. "Dari penangkapan tersebut, tim mengamankan barang bukti berupa
uang tunai sebesar Rp3 juta di dalam amplop warna putih yang bertuliskan 'pengurusan
tanah'," kata Kapolda Riau Irjen Pol. Agung Setya Imam Effendi di Pekanbaru. Kapolda
mengemukakan hal itu setelah Tim Saber Pungli Polda Riau melakukan operasi tangkap
tangan terhadap seorang oknum sekretaris camat berinisial HS atas dugaan melakukan
pungli terkait dengan pengurusan surat tanah di Kota Pekanbaru. Penangkapan
berlangsung di Kantor Camat Bina Widya pada hari Senin pukul 14.30 WIB. Ia menjelaskan
bahwa pelaku HS melakukan korupsi dengan memaksa membayar sejumlah uang untuk
pengurusan tanah sewaktu ketika yang bersangkutan menjabat sebagai Lurah Sidomulyo.

Sesuai dengan keterangan saksi dari staf kelurahan, lanjut Kapolda, mereka membenarkan
adanya permintaan sejumlah uang oleh pelaku HS dalam setiap pengurusan surat tanah di
Kelurahan Sidomulyo yang jumlahnya bervariasi sesuai dengan luasan dan lokasi objek
tanah. Pelaku menjabat sebagai Lurah Sidomulyo sejak Februari 2019 hingga Januari 2021.
Dalam kurun waktu tersebut, sebagaimana tercatat dalam buku register
SKGR/SKPT/HIBAH, terdapat sebanyak 459 pencatatan jual beli tanah berupa SKGR, AJB,
dan SKPT. Saat HS menjabat Lurah Sidomulyo Barat, kata dia, yang bersangkutan tidak mau
menandatangani SKGR apabila uang yang diberikan oleh pemohon tidak sesuai dengan

1
jumlah uang yang dia inginkan. "Dapat dijelaskan bahwa dalam pengurusan tanah atau
SKGR tidak dikenai biaya, tidak dibebankan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak, red.)
karena tidak ada aturan terkait dengan pengurusan tanah di tingkat kelurahan," ujar
Kapolda. Ia mengatakan perbuatan pelaku masuk kategori korupsi dengan melanggar Pasal
12 Huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukuman
bagi yang melanggarnya adalah penjara paling lama 3 tahun dan pidana denda paling
banyak Rp50 juta.

Perkara pungli surat tanah tersebut, kata Kapolda, terungkap karena keberanian saksi
korban yang membongkar korupsi tersebut. Pada bulan Desember 2020, saksi korban
mengurus SKGR di Kelurahan Sidomulyo Barat dan diminta sejumlah dana oleh HS. Sebulan
kemudian, Januari 2021, korban memberikan Rp500 ribu. Namun, ditolak oleh HS. Pelaku
lantas meminta korban menyiapkan dana Rp3 juta untuk menandatangani SKGR yang
sudah diregister namun belum ditandatangani pelaku selaku lurah. "Tidak ada ruang bagi
siapa pun yang melakukan tindakan melawan hukum. Kami memastikan setiap pelanggar
hukum akan mendapatkan sanksi hukum yang setimpal dan seadil-adilnya," kata Kapolda
Riau menegaskan.

Pewarta: F.B. Anggoro


Editor: D.Dj. Kliwantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2021

Deskripsi Masalah Pokok dan Pihak yang Terlibat


Media berita online Antara, pada Senin, 15 Maret 2021, memberitakan penangkapan
Oknum Sekretaris Camat yang telah melakukan pungutan liar selama menjabat menjadi Lurah di
Kelurahan Sidomulyo Barat, sejak Februari 2019 hingga Januari 2021. Hal tersebut telah
dikonfirmasi oleh Kapolda Daerah Riau, mewakili Tim Siber Pungli Polda Riau. Terdapat 459
pencatatan jual beli tanah berupa SKGR, AJB, dan SKPT selama pelaku menjabat sebagai Lurah.
Kasus ini sendiri terkuak setelah salah satu korbannya melaporkan praktik pungli tersebut
kepada pihak yang berwajib.
Terdapat beberapa pihak yang terlibat dalam pengungkapan kasus ini. HS, mantan Lurah
di Kelurahan Sidomulyo Barat merupakan pelaku praktik pungutan liar, di mana dirinya tidak
bersedia memberikan tandatangan pada surat tanah apabila korbannya tidak mau memberikan
sejumlah uang seusai dengan permintaan HS. Salah satu korban (yang tidak disebutkan namanya)
telah berani mengungkapkan kasus tersebut kepada kepolisian, setelah dirinya diminta sejumlah
dana yang cukup besar untuk mendapatkan surat tanah beserta dengan tandatangan Lurah. Staf
kelurahan juga membenarkan adanya permintaan sejumlah uang oleh pelaku dalam setiap
pengurusan surat tanah yang jumlahnya bervariasi sesuai dengan luasan dan lokasi tanah.

2
Kepolisian, melalui Kapolda dan Tim Siber Pungli Polda Riau telah memberikan respon cepat dan
sigap dalam bertindak, sehingga HS dapat segera ditangkap bahkan di lokasi tempat HS bekerja,
yakni di Kantor Kecamatan Bina Widya.

Deskripsi Kasus
Senin, 15 Maret 2021, Kepolisian Daerah Riau telah menangkap dan menetapkan Oknum
Sekretaris Camat berinisial HS sebagai tersangka kasus pungutan liar atas pengurusan surat tanah
di Kota Pekanbaru. Penangkapan berlangsung di Kantor Camat Bina Widya sekitar pukul 14.30
WIB, oleh Tim Saber Pungli Polda Riau. HS melakukan tindak pungutan liar dengan memaksa
warga untuk membayar sejumlah uang pengurusan tanah ketika yang bersangkutan menjabat
sebagai Lurah Sidomulyo Barat, yang mana sebenarnya pengurusan tanah tidak dikenai biaya,
tidak dibebankan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak).
HS sendiri menjabat sebagai Lurah di Kelurahan Sidomulyo Barat sejak Februari 2019
hingga Januari 2021. Selama dirinya menjabat, terdapat 459 pencatatan jual beli tanah berupa
SKGR, AJB, dan SKPT. Berkat keberanian seorang warga, praktik pungutan liar ini bisa terungkap.
Menurut kesaksian warga/saksi korban, pada awalnya HS meminta sejumlah dana. Kemudian
pada Januari 2021, korban memberikan uang sejumlah Rp. 500.000,-. Namun uang tersebut
ditolak oleh HS dan meminta korban menyiapkan dana sebesar Rp. 3.000.000,- agar HS bersedia
menandatangani SKGR yang sebenarnya sudah diregister, hanya tinggal menunggu tandatangan
Lurah saja. Pada akhirnya, staf kelurahan juga membenarkan adanya permintaan sejumlah uang
oleh pelaku dalam setiap pengurusan surat tanah dengan jumlah yang bervariasi, menyesuaikan
luasan dan lokasi tanah.
Atas keberanian warga tersebut dan berdasarkan kesaksian para staf kelurahan, Tim Siber
Pungli Polda Riau segera menangkap HS di Kantor Kecamatan Bina Widya, pada saat yang
bersangkutan sedang bekerja. Dalam penangkapan tersebut, Tim Siber Pungli juga
mengumpulkan beberapa barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp. 3.000.000,- di dalam
amplop warna putih yang bertuliskan “pengurusan tanah”. Saat ini pelaku terancam hukuman
penjara paling lama 3 tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 50.000.000,-.

Penerapan/Pelanggaran Nilai-Nilai Dasar ANEKA


Kasus ini memperlihatkan bagaimana praktik pungutan liar masih terjadi di tengah upaya
Pemerintah menghapus tindakan yang sangat merugikan warga masyarakat tersebut. Ironisnya,
praktik ini tidak hanya dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab dalam
pelayanan publik, melainkan juga dilakukan oleh PNS dengan tingkat jabatan yang cukup baik,
yakni Lurah. Sudah menjadi kewajiban bagi PNS untuk melaksanakan tugasnya dengan penuh
amanah melayani warga masyarakat, serta mengedepankan kesejahteraan masyarakat, tanpa

3
mengharapkan imbalan sepeserpun. Tindakan pungli ini akan melukai kepercayaan masyarakat
pada pemerintah. Tindakan HS menunjukkan betapa kurangnya akuntabilitas dalam
melaksanakan tugasnya sebagai pelayan masyarakat.
Ketidakjujuran HS juga telah menghambat aktivitas warga masyarakat. HS dengan sengaja
meminta sejumlah uang sesuai dengan yang ditentukannya sebagai syarat untuk mendapatkan
tandatangan. Pada kenyataannya, pengurusan tanah atau SKGR tidak dikenai biaya (tidak
dibebankan PNBP atau Penerimaan Negara Bukan Pajak). Namun HS melanggar ketentuan
tersebut, dengan menyalahgunakan jabatannya serta memanfaatkan keadaan masyarakat yang
terdesak oleh kepengurusan surat tanah. Hal ini tentu sangat disayangkan. Sebagai seorang
pimpinan di sebuah kantor kelurahan, HS tidak memiliki kesadaran untuk aktif mendorong
berubahnya stigma negatif masyarakat terhadap PNS dalam melayani masyarakat. Tentunya ini
menunjukkan betapa kurangnya nilai-nilai akuntabilitas dan nilai-nilai dasar etika publik dalam
sikap perilaku HS yang tidak mengedepankan kepentingan publik, tidak taat aturan, tidak jujur,
dan tidak berintegritas. Selain itu, HS juga tidak mempedulikan akuntabilitas dari instansi yang
dinaunginya.
HS juga telah melanggar nilai-nilai nasionalisme. Pelanggaran nilai-nilai Ketuhanan sangat
tampak pada sikap dan perilaku HS yang tidak amanah dalam melaksanakan tugas, kurang
bertanggungjawab, tidak jujur dan tidak transparan dalam melayani masyarakat, serta memiliki
etos kerja yang kurang. Nilai-nilai kemanusiaan juga telah dilanggar oleh HS, yang mana dirinya
tidak memiliki sikap tenggang rasa pada warga masyarakat, dengan memaksa kehendaknya
sendiri, menekan warga masyarakat, serta melakukan bentuk kebohongan mengenai sejumlah
dana tertentu sebagai syarat mendapatkan surat tanah. HS juga tidak mengutamakan kepentingan
publik. Dirinya lebih mementingkan kepentingan pribadi dan menyalahgunakan jabatannya
untuk meraup keuntungan dari pengurusan surat tanah. Hal tersebut merupakan salah satu
bentuk pelanggaran dari nilai persatuan dan nilai keadilan.
Praktik pungutan liar yang dilakukan HS ini juga tidak menggambarkan aktualisasi dari
sebuah tindakan menghargai efektivitas dan kinerja yang berorientasi pada mutu pelayanan
publik. HS telah menunda/menahan penyerahan surat tanah pada warga, yang pada
kenyataannya surat tersebut telah selesai kepengurusannya dan sudah diregister sesuai dengan
ketentuan yang ada. Proses penundaan ini telah menghambat keefektifan para pegawai dalam
bekerja. Sehingga tingkat kepuasan warga masyarakat menjadi semakin berkurang, terlebih hal
tersebut dikarenakan adanya sejumlah dana yang diminta oleh Lurah. Hal ini berakibat pada tidak
tercapainya nilai-nilai komitmen mutu dalam pelayanan kantor kelurahan Sidomulyo Barat.
Pelanggaran nilai-nilai dasar ANEKA sangat jelas terlihat dari judul berita. Pelanggaran
tersebut adalah pelanggaran tindakan anti korupsi. Sebagai seorang pejabat publik (Lurah), HS
kurang memiliki kesadaran untuk menjauh dari segala tindak korupsi. Dirinya telah melakukan

4
pembiasaan tersebut di lingkungan kerja. Hal ini tampak dari kesaksian staf kelurahan yang
dengan jelas mengetahui praktik pungli tersebut. Artinya, HS melakukan praktik pungli ini secara
terbuka dan disaksikan oleh stafnya sendiri. Hal ini sangat tidak mencerminkan sikap dan
perilaku seorang PNS, terlebih dirinya merupakan pimpinan dari sebuah instansi (kelurahan) dan
dengan sengaja menyalahgunakan fungsi jabatannya tersebut. Tidak menjalankan aturan yang
ada, serta tidak mempedulikan kepentingan warga masyarakatnya merupakan salah satu bentuk
dari pelanggaran nilai-nilai anti korupsi.
Hal yang belum kita ketahui adalah, bagaimana cara HS membungkam staf kelurahan atas
praktik pungli yang dilakukannya. Tidak satupun memiliki inisiatif untuk terbuka dan melakukan
kritik/evaluasi kepada atasannya. Terkesan ada ketakutan dalam diri para staf kelurahan yang
cenderung ‘diam’ atas praktik pungli yang dilakukan Lurahnya. Hal ini menunjukkan kurangnya
akuntabilitas, etika publik, serta komitmen mutu para staf kelurahan dalam mengedepankan
kepentingan publik, dengan melakukan pembiaran atas tindakan pemerasan yang dilakukan oleh
pimpinannya. Keberanian staf kelurahan mulai muncul pada saat kasus ini terungkap. Sikap ‘diam’
para staf kelurahan perlu menjadi bahan evaluasi kita bersama, bahwa sikap tersebut akan
merugikan banyak warga masyarakat, sekaligus merugikan pemerintah karena tingkat
kepercayaan masyarakat bisa saja menurun. Kejujuran dalam melayani masyarakat perlu kita
tegakkan bersama.
Akuntabilitas juga dapat diwujudkan dalam sebuah upaya partisipatif. Hal ini tampak
pada saat warga berani mengungkapkan kasus tersebut, disertai dengan partisipasi staf
kelurahan yang pada akhirnya mengakui adanya praktik pungutan liar oleh mantan pimpinannya.
Berkat keberanian seorang warga itulah, kasus pungutan liar ini dapat terungkap. Keberanian ini
perlu kita hargai bersama sebagai bentuk kritik untuk PNS, dan langkah awal untuk mencegah
terjadinya praktik-praktik serupa, terutama dalam unit-unit pelayanan masyarakat. Di samping
itu, Kapolda melalui Tim Siber Pungli Polda Riau telah dengan sigap melakukan tindakan
penangkapan HS, bahkan hal tersebut dilakukan pada saat HS masih berada di kantornya.
Mengutip dari berita Antara, Kapolda Riau menyampaikan bahwa tidak ada ruang bagi siapa pun
yang melakukan tindakan melawan hukum, dan memastikan setiap pelanggar hukum akan
mendapatkan sanksi hukum yang setimpal dan seadil-adilnya.
Kapolda Riau bersama dengan Tim Siber Pungli Polda Riau, telah menunjukkan
akuntabilitas, aktualisasi nilai-nilai etika publik serta komitmen mutu para aparat keamanan dan
penegak hukum dalam mengayomi masyarakat. Sikap Kapolda dalam melayani para awak media
yang meliput berita ini pun menggambarkan aktualisasi nilai-nilai akuntabilitas, etika publik, dan
komitmen mutu. Laporan salah satu korban atas tindakan pungli yang dilakukan HS mendapatkan
respon yang tepat dan cepat dari kepolisian. Kepolisian juga mengumpulkan barang bukti sebagai
dasar dalam penegakan kebenaran dan hukum. Tindakan kepolisian ini juga menggambarkan

5
penerapan nilai-nilai Pancasila dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Kepolisian tidak
diskriminatif dalam bertindak dan dapat berlaku adil, demi menjaga ketertiban umum. Tindakan
adil dari kepolisian juga sesuai dengan pernyataan Kapolda Riau yang memastikan bahwa setiap
pelanggar hukum akan mendapatkan sanksi hukum yang setimpal dan seadil-adilnya. Aktualisasi
sikap dan perilaku pencegahan terjadinya korupsi juga dilakukan kepolisian dengan tindakan
penangkapan oknum sekretaris camat yang dilakukan tanpa pandang bulu, serta mengumpulkan
barang-barang bukti terkait kasus tersebut demi tercapainya tindakan penegakan hukum di
negeri ini.

Gagasan Pemecahan Masalah dan Konsekuensinya


Tindakan korupsi masih sering kita jumpai. Tidak hanya di kalangan para pejabat yang
beberapa di antaranya telah diproses secara hukum, melainkan juga di lingkungan sekitar kita.
Praktik pungutan liar adalah salah satu di antara banyaknya tindakan korupsi yang sering terjadi
di masyarakat. Ironis sekali, seorang Lurah bahkan dengan sengaja memaksa warga untuk
memberikan sejumlah uang demi sebuah surat yang sebenarnya kepada masyarakat tidak
dibebankan biaya sepeserpun.
Hal ini sangat merugikan masyarakat dan merugikan pemerintah sebagai penyelenggara
negara dan penyelenggara pelayanan publik sebagaimana tertera dalam pembukaan UUD 1945,
alenia ke-empat, bahwa tugas negara adalah melindungi segenap bangsa dan tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia. Sebagai konsekuensi dari tugas negara tersebut, maka
seyogyanya pemerintah memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat, melalui peran kita
sebagai PNS yang melaksanakan tugas dan fungsi jabatannya masing-masing dengan amanah. Hal
kecil yang dapat kita lakukan adalah dengan mencegah terjadinya penyalahgunaan fungsi jabatan
di lingkungan sekitar kita, dengan terus menjaga dan meningkatkan kesadaran diri akan nilai-nilai
dasar ANEKA dalam melaksanakan tugas dan kewajiban.
Pengawasan kiranya perlu untuk dilakukan. Tidak hanya melalui badan pengawas resmi,
namun juga dapat dilakukan dengan kesadaran diri oleh satu individu kepada individu lainnya
atas tindakan yang melanggar hukum atau melanggar nilai-nilai dasar PNS. Evaluasi disertai
dengan keberanian dalam mengungkapkan kritik dan saran perlu dilakukan oleh PNS untuk
meningkatkan kinerja PNS dalam melaksanakan tugas dan fungsi jabatannya. Dengan demikian,
kepercayaan publik kepada PNS sebagai pelayan masyarakat dapat semakin meningkat meskipun
berangkat dari ruang lingkup yang kecil. Namun apabila dilakukan bersama-sama, maka hal ini
dapat mengurangi stigma negatif masyarakat terhadap PNS.
Upaya ini tidak dapat dilakukan sendiri, namun harus melibatkan semua peran dari
berbagai sektor yang ada: peran masyarakat, peran aparat keamanan, aparat penegak hukum,

6
peran pemerintah, serta peran kita sebagai PNS yang harus selalu memegang amanah dalam
melayani masyarakat. Dengan demikian, tujuan nasional Negara Indonesia yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur akan dapat tercapai. Pada akhirnya, kesadaran diri menjadi
hal yang penting sebagai landasan terlaksanakannya nilai-nilai dasar ANEKA dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.

Kesan saya pada materi agenda II


Materi ini menyadarkan saya atas penerapan nilai-nilai ANEKA yang
bahkan (lagi-lagi) tanpa disadari telah saya lakukan dalam kehidupan
sehari-hari. Bahkan pelanggarannya pun juga pernah saya lakukan
tanpa saya sadari. Nah, akhirnya ada satu hal yang menjadi bahan
perenungan saya, bahwa semua ini akan kembali pada kesadaran diri
kita masing-masing.

Latsar yang dilaksanakan selama 3 bulan ini, akan menjadi bekal


untuk 30 tahun ke depan bagi kami dalam melaksanakan tugas dan
fungsi jabatan kami. Ibarat kami adalah kain yang sudah dijahit oleh
Pak Suhanda, hingga menjadi pakaian yang bagus dan nyaman untuk
digunakan oleh siapa saja. Nah, bagaimana agar warnanya tidak
luntur, jahitannya tetap awet. Padahal pakaian itu harus terkena
panas, hujan, keringat, dikucek, digulung di mesin cuci, dan sebagainya.
Kiranya itu yang akan kami hadapi ke depannya.

Ini adalah PR besar bagi kami untuk menjaga semangat nilai-nilai


ANEKA yang kami dapatkan dari Latsar ini, agar tidak luntur dan
jahitannya tetap kuat meski digempur banyak tantangan di masa
depan. Semoga kami selalu sadar untuk menjaga dan menerapkan nilai-
nilai ANEKA itu. Mohon doa restu, dan terimakasih Pak Suhanda,
telah membakar semangat kami dengan dedikasi Bapak di tengah luar
biasa padatnya agenda Bapak. Tentunya, kami juga meneladaninya.

Anda mungkin juga menyukai