6.bab Ii
6.bab Ii
TINJAUAN PUSTAKA
7
8
1. Pengertian Aktivitas
Aktivitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu kegiatan atau
keaktifan. Jadi, segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang
terjadi baik fisik maupun non-fisik merupakan suatu aktivitas. Aktivitas
fisik atau mekanika tubuh merupakan suatu usaha mengkoordinasikan
sistem muskuloskeletal dan sistem syaraf serta mempertahankan
keseimbangan, postur dan kesejajaran tubuh selama mengangkat,
membungkuk, bergerak, dan melakukan aktivitas sehari-hari (Potter &
9
Perry, 2005). Setiap manusia memiliki irama atau pola tersendiri dalam
aktivitas sehari-hari untuk melakukan kerja, rekreasi, makan, istirahat dan
lain-lain (Sustanto & Fitriana, 2017)
2. Fisiologi pergerakan
Menurut Haswita dan Sulistyowati (2017) pergerakan merupakan
rangkaian aktivitas yang terintegritasi antara sistem muskuloskeletal dan
sistem persyarafan di dalam tubuh.
a. Sistem Muskuloskeletal
Sistem muskuloskeletal terdidi atas rangka (tulang), otot dan
sendi. Sistem ini sangat berperan dalam pergerakan dan aktivitas
manusia. Rangka memiliki bebrapa fungsi, yaitu :
1) Menyokong jaringan tubuh, termasuk memberi bentuk pada tubuh
(postur tubuh),
2) Melindungi bagian tubuh yang lunak, seperti otak, paru-paru, hati
dan medulla spinalis,
3) Sebagai tempat melekatnya otot dan tendon, termasuk juga
ligmen,
4) Sebagai sumber mineral, seperti garam, fosfat dan lemak,
5) Berperan dalam proses hematopoiesis (produksi sel darah)
Sementara otot berperan dalam proses pergerakan, memberi
bentuk pada postur tubuh dan memproduksi panas melalui
aktivitas kontraksi otot (Haswita & Sulistyowati, 2017).
b. Sistem Persyarafan
Secara spesifik, sistem persyarafan memiliki beberapa fungsi, yaitu:
1) Saraf eferen (reseptor), berfungsi menerim ragsangan dari luar
kemudian meneruskanya ke susunan araf pusat,
2) Sel saraf atau neuron, berfungsi membawa implus dari bagian
tubuh satu kebagian tubuh lainnya,
10
3. Mekanika Tubuh
Mekanika tubuh merupakan cara menggunakan tubuh secara
efisien, terkoordinasi, dan aman sehingga menghasilkan gerakan yang baik
dan memelihara keseimbangan selama beraktivitas. Mekanika tubuh yang
baik bukan hanya untuk plahragawan, tetapi juga penting untuk perawat
maupun klien (Sustanto & Fitriana, 2017).
Asmadi (2008) menyatakan bahwa prinsip dasar yang perlu
diperhatikan dalam melakukan mekanik tubuh agar tidak menimbulkan
cedera, antara lain :
a) Gunakan otot yang terpanjang dan terkuat pada waktu mengangkat
atau mendorong beban.
b) Gunakan sabuk serta sekat rongga tubuh untuk memperkokoh bagian
panggul dan melindungi organ-organ di dalam perut sewaktu
membungkuk, meraih, mengangkat, atau menarik.
c) Tempatkan tubuh sedekat mungkin pada benda yang hendak diangkat
atau dipindahkan.
d) Gunakan berat badan sebagai kekuatan menarik atau mendorong
dengan cara berayun di atas kaki ataupun memiringkn tubuh ke
depan/belakang untuk mengurangi ketegangan pada otototot engan
dan tungkai.
e) Sebuah benda lebih baik digeser atau diglindingkan, ditarik atau
didororng daripada diangkat. Hal tersebuut ditujukan untuk
mengurangi tenaga yang diperlukan.
f) Tempatkan kaki-kaki secara berjauhan untuk memperoleh dasar
penompang yang lebar bilamana diperlukan kestabilan tubuh yang
11
lebih besar. Tekuk lutut dan turunkan tubuh di dekat sebuah benda
yang hendak diangkat.
5. Definisi Mobilisasi
Mobilisasi adalah ketidakmampuan untuk bergerak bebas
disebabkan oleh kondisi dimana gerakan terganggu atau dibatasi seacara
teraupetik (potter dan perry 2006). Dalam hubungannya dengan perawatan
klien, maka mobilisasi adalah keadaan dimana klien berbaring lama
ditempat tidur. Mobilisasi paa klien tersebut dapat disebabkan oleh
penyakit yang dideritanya, trauma, atau menderita kecacatan.
6. Tujuan Mobilisasi
Tujuan dari mobilisasi ROM menurut Brunner dan Suddarth 2002
(dalam Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar 2015) yaitu:
a) Mempertahankan fungsi tubuh dan mencegah kemunduran serta
mengembalikan rentang gerak aktivitas tertentu sehingga penderita
dapat kembali normal atau setidaknya dapat memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
b) Mempercepat peredaran darah.
c) Membantu pernafasan menjadi lebih kuat.
d) Mempertahankan tonus otot, memelihara dan meningkatkan
pergerakan dari persendian.
e) Memperlancar eliminasi alvi dan urine.
f) Melatih atau ambulasi.
kaku, tidak dapat digerakkan pada jangakauan gerak yang penuh dan
mungkin menjadi cacat yag tidak dapat disembuhkan. Klasifikasi ektropik
pada jaringan lemak sekitar persendian, dapat menyebabkan ankilosis
persendian yang permanen.
mungkin.
Abduksi: tekuk pegelangan tangan ke sisi ibu jari ketika telapak 70-90
tangan menghadap ke atas.
Adduksi: tekuk perglangan tangan ke arah kelingking, telapak 0-20
tangan menghada ke atas.
30-50
Tangan dan Jari,
Fleksi: buat kepalan tangan. 90
Ekstensi: luruskan jari. 90
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin. 30
Abduksi: kembangkan jari tangan.
Adduksi: rapatkan jari-jari dari posisi abduksi 20
20
g. Perubahan Psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya
gangguan aktivitas/mobilitas, antara lain perubahan perilaku,
peningkatan emosi, perubahan dalam mekanisme koping, dan lain-lain.
Menurut Umi Istianah (2017) pengkajian pada pasien fraktur antara lain :
a) Identitas Klien
Meliputi: Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku,
bangsa, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa
medis, no. registrasi.
b) Keluhan utama
Pasien tidak dapat melakukan pergerakan, merasakan nyeri pada
area fraktur, rasa lemah dan tidak dapat melakukan aktivitas.
c) Riwayat Kesehatan Sekarang
Kapan pasien mengalami fraktur, bagaimana terjadinya dan
bagian tubuh mana yang terkena.
d) Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Apakah pasien pernah mengalami penyakit tertentu yang dapat
mempengruhi kesehatan sekarang.
e) Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada anggota keluarga pasien memiliki penyakit keturunan
yang mungkin akan mempengaruhi kondisi sekarang.
f) Riwayat Psikososial
Konsep diri pasien imobilisasi mungkin terganggu, oleh karena
itu kaji gambaran ideal diri, harga diri, dan identitas diri serta interaksi
pasien dengan anggota keluarga maupun dengan lingkungan tempat
tinggalnya.
18
g) Aktivitas sehari-hari
Pengkajian ini bertujuan melihat perubahan pola yang berkaitan
dengan terganggunya sistem tubuh serta dampaknya terhadap
pemenuhan kebutuhan dasar pasien.
h) Pemeriksaan Fisik
1) Kondisi umum
Pasien imobilisasi biasanya mengalami kelemahan, kurangnya
kebersihan diri dan penurunan berat badan.
2) Sistem Pernafasan
Pengkajian untuk mendeteksi sekret, gerak dada saat bernapas
auskultasi bunyi napas, dan nyeri pada daerah dada serta
frekuensi napas.
i) Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada kasus fraktur
menurut Umi Istianah (2017) adalah :
1. Foto rontgen (X-ray)
unuk menentukan likasi dan luasnya fraktur
2. Scan tulang, tomogram, atau scan CT/MRI
untuk memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak
3. Arteriogram
dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan veskuler
4. Hitung darah lengkap
Hemokonsentrasi mungkin meningkat atau menurun pada
perdarahan, selain itu peningkatan leukosit mungkin terjadi sebagai
respons terhadap peradangan.
5. Kretinin
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
6. Profil koagulasi
Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi atau cedera
organ hati.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status
masalah kesehatan aktual atau potensial. Tujuannya adalah
mengidentifikasi masalah aktual berdasarkan respon klien terhadap
masalah. Manfaat diagnosa keperawatan adalah sebagai pedoman
pemberian asuhan keperawatan dan menggambarkan suatu masalah
kesehatan dan penyebab adanya masalah. Menurut SDKI (2016) masalah
keperawatan yang muncul pada klien gangguan pemenuhan kebutuhan
aktivitas antara lain yaitu gangguan mobilitas fisik, intoleransi aktivitas,
keletihan dan risiko intoleransi aktivitas. Diantara masalah keperawatan
20
b. Penyebab
1) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
2) Tirah baring
3) Kelemahan
4) Imobilitas
5) Gaya hidup monoton
b. Penyebab
1) Kerusakan integritas strukur tulang
2) Perubahan metaboliesme
3) Ketidakbugaran fisik
4) Penurunan masa otot
5) Penurunan kekuatan otot
6) Keterlambatan perkembangan
7) Kekauan sendi
8) Kontraktur
9) Mainutrisi
10) Gangguan muskuloskeletal
11) Gangguan neuromuskular
12) Indeks massa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
13) Efek agen farmakologis
14) Program pembatasan gerak
15) Nyeri
22
3. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan kebutuhan aktivitas menurut Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (2018) adalah :
Tabel 2.4 Rencana Keperawatan Kebutuhan Aktivitas
Diagnosa Keperawatan Intervensi Utama Intervensi Pendukung
Intoleransi Aktivitas Manajemen Energi 1. Dukungan ambulasi
Tujuan : a. Definisi 2. Dukungan kepatuhan
1. Kelemahan yang Mengidentifikasi dan program pengobatan
berkurang mengelola penggunaan 3. Dukungan meditasi
2. Berpatisipasi energi untuk mengatasi atau 4. Dukungan
dalam perawatan mencegah kelelahan dan pemeliharaan rumah
diri mengoptimalkan roses 5. Dukungan perawatan
3. Mempertahankan pemulihan diri
kemampuan 6. Dukungan spiritual
aktivitas sseoptima b. Tindakan 7. Dukungan tidur
mungkin. Observasi 8. Edukasi latihan fisik
1. Identifikasi gangguan 9. Edukasi teknik
fungsi tubuh yang ambulasi
mengakibatkan 10.Edukasi pengkuran
kelelahan nadi radialis
2. Monitor kelelahan fisik 11.Manajemen aritmia
dan emosional 12.Manajemen
3. Monitor pola jam tidur lingkungan
4. Monitor lokasi dan 13.Manajemen medikasi
ketidaknyamanan selama 14.Manajemen mood
melakukan aktivitas 15.Manajemen nutrisi
16.Manajemen nyeri
Terapeutik 17.Manajemen program
1. Sediakan lingkungan latihan
nyaman dan rendah 18.Pematauan tanda vital
stimulus (mis. Cahaya, 19.Pemberian obat
suara, kunjungan) 20.Pemberian obat
2. Lakukan latihan rentang inhalasi
gerak pasif dan aktif 21.Pemberian obat
3. Berikan aktivitas intravena
distraksi yang 22.Pemberian obat oral
menenangkan 23.Penentuan tujuan
4. Fasilitasi duduk di sisi bersama
tempat tidur, jika tidak 24.Promosi berat badan
dapat berpindah atau 25.Promosi dukungan
berjalan keluarga
26.Promosi latihan fisik
Edukasi 27.Rehabilitasi jantung
1. Anjurkan tirah baring 28.Terapi aktivitas
2. Anjurkan melakukan 29.Terapi bantuan hewan
aktivitas secara bertahap 30.Terapi musik
24
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
Terapi Aktivitas
a. Definisi
Menggunakan aktivitas
fisik, kognitif, sosial, dan
spiitual tertentu untuk
memulihkan keterlibatan
frekueni, atau durasi
aktivitas individu atau
kelompok
b. Tindakan
Observasi
1. Identifikasi defisit
tingkat aktivitas
2. Identifikasi
kemampuan
berpatisipasi dalam
aktivitas tertentu
3. Identifikasi sumber
daya untuk akivitas
yang diinginkan
4. Identifikasi strategi
meningkatkan
partisipasi dalam
aktivitas
5. Identifikasi makna
aktivitas rutin (mis,
bekerja) dan waktu
luang
6. Monitor respons
emosional, fisik, sosial,
dan spiritual terhadap
aktivitas
25
Terapeutik
1. Fasilitasi fokus pada
kemampuan, bukan
defisit yang dialami
2. Sepakat komitmen
untuk meningkatkan
frekuensi dan rentang
aktivitas
3. Fasilitasi memilih
aktivitas dan tetapkan
tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai
kemampuan fisik,
psikologis, dan sosial
4. Koordinasikan
pemilihan aktvitas
sesuai usia
5. Fasilitasi makna
aktivitas yang dipilih
6. Fasilitasi transpotasi
untuk menghadiri
aktivitas, jika sesuai
7. Fasilitasi pasien dan
keluarga dalam
menyesuaikan
lingkungan untuk
mengakomodasi
aktivitas yang dipilih
8. Fasilitasi aktivitas fisik
rutin (mis. Ambulasi,
mobilisasi, dan
perawatan diri), sesuai
kebutuhan
9. Fasilitasi aktivitas
pengganti saat
mengalami
keterbatasan waktu,
energi, atau gerak
10. Fasilitasi aktivitas
motorik kasar untuk
pasien hiperaktif
11. Tingkatkan aktivitas
fisik untuk memelihara
berat badan, jika sesuai
12. Fasilitasi aktivitas
motorik untuk
merelaksasi otot
13. Fasilitasi aktivitas
26
dengan komponen
memori impolisit dan
emosional (mis.
Kegiatan keragaman
khusus) untuk pasien
demensia, jika sesuai
14. Libatkan dalam
permainan kelompok
yang tidak kompetitif,
struktural, dan aktif
15. Tingkatkan
keterlibatan dalam
aktivitas rekreasi dan
disverfikasi untuk
menurunkan
kecemasan (mis. Vocal
grup, bola voli, tenis
meja, jogging,
berenang, tugas
sederhana, tugas rutin,
tugas rumah tangga,
perawatan diri, dan
teka-teki dan kartu)
16. Libatkan keluarga
dalam aktivitas, jika
perlu
17. Fasilitasi
mengembangkan
motivasi dan
penguatan diri
18. Fasilitasi pasien dan
keluarga memantau
kemajuannya sendiri
untuk mencapai tujuan
19. Jadwalkan aktivitas
dalam rutinitas sehari-
hari
20. Berikan penguatan
posiif atas pasrtisipasi
dalam aktivitas
Edukasi
1. Jelaskan metode
aktivitas fisik sehari-
hari, jika perlu
2. Ajarkan cara
melakukan aktivitas
yang dipilih
27
3. Anjurkan melakukan
aktivitas fisik, sosial,
spiritual, dan kognitif
dalam menjaga fungsi
dan kesehatan
4. Anjurkan teribat dalam
aktivitas kelompok
atau terapi, jika sesuai
5. Anjurkan keluarga
untuk memberi
pengutan positif atau
partisipasi dalam
aktivitas
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan
terapis okupasi dalam
merencanakan dan
monitor program
aktivitas, jika sesuai
2. Rujuk pada pusat atau
program aktivitas
komunitas, jika perlu
Gangguan Mobilitas Dukungan Ambulasi 1. Dukungan
Fisik a. Definisi kepatuhan program
Tujuan : Memfasilitasi pasien untuk pengobatan
1. Pasien dapat menigkatkan aktivitas 2. Dukungan perawatan
menunjukkan berpindah diri
peningkatan mobilitas 3. Dukungan perawatan
2. Pasien mengatakan b. Tindakan diri: BAB/BAK
terjadi peningkatan Observasi 4. Dukungan perawatan
aktivitas 1. Identifikasi adanya nyeri diri: berpakaian
atau keluhan fisik 5. Dukungan perawatan
lainnya diri: makan/minum
2. Identifikasi toleransi 6. Dukungan perawatan
fisik melakukan diri: mandi
ambulasi 7. Edukasi latihan fisik
3. Monitor frekuensi 8. Edukasi teknik
jantung dan tekanan ambulasi
darah sebelum memulai 9. Edukasi teknik
ambulasi transfer
4. Monitor kondisi umum 10. Konsultasi via
selama melakukan telepon
ambulasi 11. Latihan otogenik
12. Manajemen energi
Terapeutik 13. Manajamen
1. Fasilitasi aktivits lingkungan
ambulasi dengan alat 14. Manajamen mood
28
Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
29
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
3. Anjurkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. Duduk
di tempat tidur, duduk di
sisi tempat tidur, pindah
dari tempat tidur ke
kursi)
5. Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf
keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dari kebutuhan
untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan. Tahap
evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan kriteria hasil
yang dibuat pada tahap perencanaan (Jitowiyono & Kristiyanasari, 2010)
30
2. Klasifikasi Fraktur
Menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) klasifikasi fraktur antara
lain :
1. Fraktur Tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar
2. Fraktur terbuka (open/compouns), bila terdapat hubungan atara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit,
fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat:
a. Derajat I
1) Luka kurang dari 1 cm.
2) Kerusakan jaringa lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.
3) Fraktur sederhana, transversal, obliq atau kumulatif ringan.
4) Kontaminasi ringan
31
b. Derajat II
1) Laserasi lebih dari 1 cm.
2) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse.
3) Fraktur komuniti sedang.
c. Derajat II
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit,
otot dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
3. Fraktur Complate
Patah pada seluruh garis tengan tulag dan biasanya mengalami
pergeseran (bergeser dari posisi normal)
4. Fraktur Incomplete
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
5. Jenis Khusus Farktur
a. Bentuk garis patah
1) Garis patah melintang
2) Garis patah obliq
3) Garis patah spiral
4) Fraktur kompresi
5) Fraktur avulsi
b. Jumlah garis patah
1) Fraktur komunitif garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur segmental garis patah lebih dari satu tetapi saling
berhubungan
3) Fraktur multiple garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang
yang berlainan.
c. Bergeser tidak bergeser
Fraktur tidak bergeser garis patali kompli tetapi kedua fragmen
tidak bergeser. Fraktur bergeser, terjadi pergeseran fragmen-
fragmen fraktur yang juga disebut di lokasi fragmen
32
Menurut Zairin Noor, 2016 fraktur femur dibagi dalam beberapa jenis,
diantaranya:
3. Etiologi fraktur
Menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) etiologi fraktur di bagi
menjadi dua yaitu :
a. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung berartu pukulan langung terhadap tulang
sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit di
atasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan. Misalnya jatuh dengan tangan berjurur dan
menyebabkan fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras mendadak dari otot yang
kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam ha ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada
berbagai keadaan berikut:
34
4. Patofisiologi Fraktur
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik,
gangguan metabolik, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang
turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah
akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP
menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan
mengeksekusi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka
penumpukan di dalam tubuh.
Pada kondisi trauma diperlukan gaya yang besar untuk
mematahkan batang femur pada orang dewasa. Kebanyakan fraktur ini
terjadi pada pria mda yang mengalami kecelakaan kendaraan bermotor
atau mengalami jatuh dari ketinggian. Biasanya, pasien ini mengalami
trauma multipel yang menyertainya.
Secara klinis fraktur femur terbuka sering di dapatkan adanya
kerusakan neurovaskular yang akan memberikan manifestasi peningkata
resiko syok. Baik syok hipovelemik karena kehilangan darah (pada setiap
patah satu tulang femur di prediksi akan hilangnya darah 500 cc dari sistm
kardiovaskular), maupun syok neurogenik desebabkn rasa nyeri yang
35
sangat hebat akibat kompresi atau kerusakan saraf yang berjalan di bawah
tulang femur.
5. Pathway Femur
b) Penekanan tulang
b. Bengkak : edemamuncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi
darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
c. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous.
d. Spasme otot spasme invoulunters dekat fraktur.
e. Tenderness/keempukan
f. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
g. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya
saraf/perdarahan).
h. Pergerakan abnormal.
i. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah.
j. Krepitasi .
7. Pemeriksaan penunjang
Menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) pemeriksaan penunjang
pada pasien fraktur yaitu:
1) Foto Rontgen
Untuk mengtahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung,
mengetahui tempat dan type fraktur. Biasanya diambil sebelum dan
sesudah dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan secara
periodik.
2) Skor tulang tomography, skor C1, Mr1: dapat digunakan
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3) Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler.
4) Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menuru (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multiple). Peningkatan julah SDP adalah respon stres nprmal
seteah trauma.
5) Profil koagulsi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darag
transfusi multiple atu cedera hati.
37
8. Penatalaksanaan Fraktur
Menurut Zainir Noor (2016) pengelolaan fraktur secara umum mengikuti
prinip 4R yaitu :
a) Rekognisi
Pengenalan terhadap fraktur melalui penegakan berbagai diagnosis
yang mungkin utnutk memperoleh informasi sebanyak-banyaknya
tentang fraktur, sehingga diharapkan dapat membantu dalam
penanganan fraktur.
b) Reduksi atau reposisi
Suatu tindakan mengembalikan posisi fragmen-fragmen tulang yang
mengalami fraktur seoptimal mungkin ke keadaan semula.
c) Retensi
Mempertahankan kondisi reduksi selama masa penyembuhan.
d) Rehabilitasi
Bertujuan untuk mengembalikan kondisi tulang yang patah ke
keadaan normal dan tanpa menganggu proses fiksasi