MAKALAH
MAKALAH
TOMMY IRAWAN
Tommyirawan500@gmail.com
1710003600685
itu pilkada harus diselenggarakan secara lebih berkualitas dengan partisipasi rakyat
yang seluas–luasnya, dan dilaksanakan dalam suasana kondisi yang diwarnai dengan
situasi dan kondisi yang tertib, tentram dan aman. “Adalah keniscayaan bahwa
pemilihan kepala daearah secara langsung oleh rakyat tidak serta-merta (taken for
pilkada (Prihatmoko,2008:157).
mendapat dana hibah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dari
Tahun 2015 yang diubah dengan Permendagri Nomor 51 Tahun 2015 Tentang
Pengelolaan Dana Kegiatan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota, pendanaan pilkada dibebankan
pada APBD, berupa dana hibah langsung kepada KPU sebagai lembaga
penyelenggara pemilu.
Fakta di berbagai negara demokrasi baru menunjukkan bahwa alokasi belanja
dalam proses penganggarannya. Hal ini juga terjadi di Indonesia dalam pelaksanaan
pilkada yang pendanaannya berasal dari hibah APBD. Padahal Menteri Dalam
oleh petahana demi kepentingan pilkada. APBD dijadikan alat tawar oleh kepala
daerah yang maju lagi di pilkada. Ide pilkada dibiayai APBN itu juga didasari
pertimbangan agar kepala daerah tidak menjadikan APBD sebagai alat untuk
pilkada tertunda bukan karena anggaran daerah tidak tersedia. Bahkan bukan hanya
kepala daerah saja yang melakukan politisasi APBD untuk pilkada. Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) pun sering menggunakan APBD untuk alat tawar
menawar politik. Apalagi kalau ada kepentingan kepala daerah atau kekuatan-
serentak Tahun 2015 masih belum terwujud, sehingga KPU Provinsi dan KPU
anggaran hibah pilkada dengan Pemerintah Daerah dan pihak terkait, yang
disebabkan oleh adanya faktor kepentingan pihak tertentu dalam penetapan anggaran
hibah pilkada sehingga sering terjadi tarik ulur antara Pemerintah Daerah dengan
wacana pilkada tidak langsung yang ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) melalui UU Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota, yang mengubah tata cara pemilihan kepala daerah langsung menjadi tidak
langsung untuk alasan efisiensi anggaran dan mengurangi konflik. Namun, Presiden
Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang baru
dengan tahapan pilkada serentak sehingga yang terjadi di banyak daerah yang
melaksanakan pilkada tahun 2015 Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) belum
melaksanakan pilkada serentak 2015 pada Tabel 1.1 dan Tabel 1.2 :
Tabel 1.1 Penetapan NPHD KPU Provinsi se-Indonesia Pada Pilkada 2015
Sumber : www.kpu.go.id
Sumber : www.kpu.go.id
Dari Tabel 1.1 dan Tabel 1.2 terlihat bahwa penetapan NPHD KPU Provinsi
Sumatera Barat berada pada urutan ke tujuh jika dibandingkan dengan sembilan
pilkda serentak Tahun 2015 terjadi setelah penetapan NPHD KPU Provinsi Sumatera
Barat. Hal ini menjadi dasar pemilihan lokasi penelitian, dimana politik anggaran
dalam penetapan aggaran hibah pilkada yang terjadi di KPU Provinsi Sumatera Barat
dapat mewakili daerah lain yang memiliki persoalan yang sama dalam pilkada
Ada banyak aktor yang berperan dalam politik anggaran antara lain pejabat
yang dipilih, badan anggaran parlemen, partai politik, tim anggaran birokrasi dan
lembaga penyelenggara pemilu serta agensi-agensi lain yang terkait dengan kegiatan
anggaran pemilu dalam konteks politik anggaran sering mengalami dilema di tengah
tarik menarik kepentingan anggaran dari berbagai sektor terutama sektor prioritas.
penelitian ini dilakukan oleh Gayatri (2015:111) tentang Konflik Kekuasaan Dalam
dalam masyarakat disebabkan oleh adanya tekanan kekuasaan dari golongan yang
berkuasa (super- ordinate) kepada golongan yang tidak berkuasa (sub ordinate).
Dalam penelitian ini dikemukakan ada tiga konflik anggaran yang terjadi
pada pilkada yaitu pada tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap
kekuasaan yang terjadi lebih kepada masalah internal yang terjadi dalam organisasi
KPU antara komisioner dan sekretariat serta konflik antara KPU Provinsi dan KPU
incumbent dan kekuasaan komisioner yang berlebihan. Konflik ini terjadi karena
adanya intervensi komisioner dalam hal pengadaan barang dan jasa berupa
kebutuhan logistik, buku panduan dan pengadaan untuk sosialisai hingga surat suara
yang merupakan tugas dan wewenang sekretariat KPU, hingga konflik internal yang
diterimanya kepada Gubernur Provinsi Bali selaku pemberi hibah setelah seluruh
tahapan pilkada selesai dan sesuai aturan Permendagri 57 tahun 2009, tiga bulan
Keuangan (BPK) harus melakukan pemeriksaan atas anggaran hibah pilkada. Konflik
pertanggungjawaban anggaran pilkada terjadi antara KPU Provinsi Bali dengan BPK
Provinsi Bali karena adanya perbedaan persepsi antara KPU Provinsi Bali dengan tim
Studi yang dilakukan oleh Ratih Nur Pratiwi (2010:6-7) tentang sebuah
dan masyarakat tidak diberi ruang untuk mengawal usulan program menyebabkan
yang ditulis oleh Carla M. Flink dan Angel Luis Molina Jr. (2016:19)
permintaan saja, namun tekanan politik juga berpengaruh dalam hal alokasi sumber
daya keuangan untuk orang-orang dengan kekuasaan politik. Teori yang digunakan
dalam penelitian ini adalah teori alokasi anggaran berdasarkan pada interaksi antara
politik dan profesionalsisme. Profesionalisme disini dibagi atas dua bentuk dimensi
antara permintaan dan kebutuhan. Melalui analisis yang dilakukan oleh peneliti pada
terjadi tidak hanya pada interaksi antara politik melainkan tingkat profesionalisme
juga menentukan dalam keputusan anggaran. Ini ditandai dengan adanya dukungan
Flink&Molina,2016) sangat menarik namun belum ada yang menyentuh dan fokus
pada permasalahan yang terjadi dalam proses penetapan anggaran hibah pilkada
sebelum tahapan pilkada dimulai. Fakta yang terjadi pada pilkada Provinsi Sumatera
Barat Pada Tahun 2015 NPHD baru ditetapkan pada Bulan Mei 2015 sedangkan
tahapan sudah dimulai dan harus dilaksanakan pada Bulan April 2015. Hal ini
seharusnya tidak terjadi karena KPU merupakan Electoral Management Body (EMB)
anggaran.
Proses penetapan Rencana Anggaran Biaya (RAB) pilkada tahun 2015 sudah
dimulai sejak bulan Maret tahun 2014 oleh KPU Provinsi Sumatera Barat dengan
beberapa kali perubahan. Pada tanggal 5 Desember 2014 RAB yang telah disusun
KPU disampaikan pada Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Pengajuan RAB Ini
sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2014
Tentang Pedoman Penetapan APBD 2015 berisi antara lain tentang ketentuan
mengenai biaya pilkada yang masuk belanja wajib, yang besarannya masih perlu
pengaturan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dan kepala daerah.
Didukung juga dengan surat edaran KPU RI Nomor 1667/KPU/XI/2014 tertanggal 4
November 2014, yang meminta KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang masuk
pilkada serentak 2015 untuk berkoordinasi tentang alokasi anggaran sehingga masuk
APBD 2015. Namun RAB yang diajukan tersebut tidak langsung dibahas oleh Tim
dianggarankan dalam APBD 2015 tidak sesuai dengan kebutuhan yang diajukan oleh
pada awal tahun 2015 terjadi tarik ulur antara KPU dan TAPD dalam beberapa kali
2015 berasal dari anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang dilakukan
pemangkasan pada tahun berjalan. Padahal menurut KPU sendiri sudah menyusun
RAB pilkada dengan efisiensi dan sesuai aturan yang ada. Terjadinya peningkatan
anggaran biaya pilkada dari periode sebelumnya disebabkan oleh KPU harus
menanggung biaya kampanye calon kepala daerah. Hal tersebut di atas berbeda
dengan pernyataan Gubernur Irwan Prayitno sebagai kepala daerah yang menjamin
pencairan dana hibah pilkada dibeberapa daerah maka peneliti berasumsi bahwa
Daerah. Penelitian ini bermaksud membuktikan asumsi ini. Dengan demikian fokus
penelitian ini adalah politik anggaran dalam penetapan anggaran hibah pilkada 2015.
Tahun 2015?
1. Kegunaan Teoritis
hibah pilkada dan siapa saja aktor yang terlibat serta bagaimana mereka
politik anggaran hanya membahas dari segi tarik ulur kepentingan antara pihak
lebih fokus membahas tarik ulur kepentingan pihak eksekutif dengan KPU
pilkada.
2. Mamfaat Praktis
Sebagai masukan bagi pemerintah untuk memilih mekanisme mana yang baik
menggunakan APBD.
BAB II
PEMBAHASAN
Pilkada atau Pemilukada adalah Pemilihan Umum untuk memilih pasangan calon
Kepala Daerah yang diusulkan oleh Partai Politik (Parpol) atau gabungan parpol dan
perseorangan.
secara langsung oleh para penduduk daerah administratif setempat yang telah
memenuhi persyaratan.
Di Indonesia, saat ini pemilihan kepala daerah dapat dilakukan secara langsung oleh
Pemilihan kepala daerah juga dapat dilakukan satu paket bersama dengan wakil kepala
daerah. Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dimaksud mencakup sebagai
berikut :
*Suryo Untoro
Pilkada adalah suatu pemilihan yang dilakukan oleh rakyat Indonesia. Terutama rakyat
yang telah memiliki hak pilihnya. Hak ini digunakan untuk memilih wakil-wakilnya di
apa yang ingin pemerintah lakukan untuk mereka. Keputusan rakyat ini juga
Ramlan
*Ali Moertopo
Pilkada adalah uatu Lembaga Demokrasi yang dipakai untuk memilih anggota-
anggota perwakilan rakyat. Seperti memilih anggota MPR, DPR, maupun DPRD yang
akan bertugas bersama-sama dengan pemerintah serta menetapkan politik dan jalannya
pemerintahan negara.
Selain memiliki tujuan strategis, pilkada serentak juga memiliki beberapa fungsi yang
terlampir di bawah ini menjadikan pilkada serentak sebagai alternatif terbaik dalam
hal pemilihan kepala daerah. berikut ini penjelasan dari beberapa fungsi dari adanya
Fungsi pertama dari pemilihan kepala daerah yaitu penghematan anggaran. Seperti
pemilihan kepala daerah dapat menjadi lebih efektif dan efisien. Fungsi ini lah yang
paling utama dari pilkada serentak, maka dari itu, pilkada serentak tetap diadakan
seterusnya.
Keberadaan dari pemilihan kepala daerah serentak juga memiliki fungsi yaitu
Setelah adanya pilkada serentak, presiden menjadi lebih memiliki daya untuk
Fungsi terakhir dari adanya pemilihan kepala daerah yang selanjutnya yaitu
pengendalian konflik sosial. Seperti yang kita ketahui bersama, jika perbedaan
pendapat tentang panutan politik dapat menyebabkan terjadinya konflik sosial yang
ketertiban dan keamanan dapat senantiasa terjaga sekalipun tengah berada dalam
Uraian yang telah disampaikan di atas merupakan penjelasan secara lengkap mengenai
Tujuan dan Fungsi Pilkada Serentak di Indonesia yang dapat penulis sampaikan
kepada pembaca dalam kesempatan yang indah kali ini. Semoga dengan membaca
artikel ini pembaca dapat memahami secara lebih baik apa saja yang menjadi tujuan
dan fungsi dari pilkada serentak itu sendiri. Perlu kita pahami bersama bahwa adanya
pilkada serentak dan fungsi serta tujuannya dalam masyarakat merupakan hal yang
nasional Indonesia. sampai jumpa pada kesempatan yang lain dan semoga kesuksesan
DPR tengah mengusulkan revisi UU Pemilu untuk segera dibahas dalam Prolegnas
2021. Revisi UU ini diyakini akan membenahi keserentakan Pilkada dan Pemilu.
"Perludem memang merekomendasikan hal itu. Pemilu nasional dan pemilu daerah.
Pemilu nasional. Tetapi juga Pemilu di tingkat daerah. Pemisahan dua rezim Pemilu
itu diperlukan.
"Hal ini tidak hanya didorong di tingkat nasional, tapi juga di tingkat daerah. Sehingga
perlu dipisahkan antara pemilu nasional dan pemilu daerah," kata Khoirunnisa.
Sehingga, perlu ada penyesuaian jadwal Pemilu di tingkat daerah. Apakah itu
"Memang perlu ada penyesuaian jadwal pemilu daerahnya. Baik itu jadwal pilkada
Khoirunnisa memandang, untuk Pilkada setelah tahun 2020 perlu dinormalkan lebih
dahulu. Perludem setuju apabila Pilkada diserentakan di antara Pemilu 2024 dan 2029.
atau 2027.
"Kami setuju pilkada dinormalkan dulu. Kalau saya tidak salah, didraft RUU Pemilu,
Pilkada serentak baru akan dilakukan setelah 2029. Menurut kami tidak perlu sampai
terkait beberapa poin yang terkandung dalam substansi draf RUU Pemilu. Salah satu
yang dipersoalkan adalah aturan baru terkait pelaksanaan pilkada serentak yang
Aturan tersebut tidak ada dalam UU Pemilu dan Pilkada sebelumnya. Dalam Undang-
undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, pilkada 2022 dan 2023 akan dilakukan
pada 2022 dan 2023. PDIP dan PPP menyatakan menolak pilkada digelar pada 2022
dan 2023 sesuai draf RUU Pemilu. Mereka sepakat pilkada tetap digelar serentak pada
2024.
"Saya pikir di draf RUU Pemilu belum tentu dibahas dan kami Fraksi PPP
berpendapat bahwa RUU [Pemilu] belum relevan untuk diubah," kata politikus PPP
pilkada tak perlu digelar pada 2022 atau 2023. Menurutnya, pilkada serentak tetap
harus dilaksanakan pada 2024 bersamaan dengan gelaran pemilihan legislatif dan
presiden.
"Sebaiknya pilkada serentak tetap diadakan pada 2024. Hal ini sesuai dengan desain
Meski demikian, banyak fraksi di parlemen yang mendukung usulan agar pilkada tetap
digelar di tahun 2022 dan 2023 berdasarkan draf RUU Pemilu. Fraksi yang
Bahkan, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria berharap gelaran pemilihan
"Tetapi kalau kita lihat periodisasinya, itu harusnya di tahun 2020 kemarin dan 2019
sudah ada pilkada, idealnya nanti gelombang kedua di tahun 2022," kata Riza.
Tak hanya soal jadwal pilkada, salah satu poin dalam draf RUU Pemilu yakni
pelarangan eks anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) untuk mencalonkan diri
menjadi peserta pemilihan pemilu nasional dan daerah juga menjadi polemik.
Anggota Komisi II DPR RI dari PDIP, Junimart Girsang mengaku tidak setuju dengan
usulan tersebut. Menurutnya, setiap orang berhak maju menjadi peserta pemilu
"Sepanjang pengadilan tidak memutuskan siapapun setiap orang yang tidak dicabut
hak politiknya di pengadilan maka dia berhak untuk maju," kata Junimart.
Pendapat yang berlawanan turut disampaikan oleh Anggota Komisi II DPR RI Fraksi
PKB, Luqman Hakim. Luqman menilai HTI patut disetarakan dengan eks anggota
Partai Komunis Indonesia (PKI) yang selama ini sudah dilarang dalam UU Pemilu.
"Tujuan politik HTI sama persis dengan komunisme, yakni menciptakan kekuasaan
Rabu (27/1).
Selain itu, poin lain yang menuai polemik terkait draf RUU Pemilu yakni soal ambang
Angka itu lantas ditolak dan didukung oleh beberapa pihak. Kepala Badan
Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra menjadi salah satu
pihak yang menolak usulan tersebut. Putra mengusulkan ambang batas pencalonan
Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengaku tak mempersoalkan
bila ambang batas pemilu menjadi 20 persen atau berapapun. Dasco mengatakan
Kesimpulan
tidak saja ditentukan oleh sosialisasi kandidat, akan tetapi juga ditentukan oleh proses
sosialisasi oleh KPUD sebagai penyelenggara pemilu. Proses sosialisasi oleh KPUD
dalam pilkada serentak ini mencakup perihal tahapan pilkada, tahapan seleksi
pilkada gubernur dan wakil gubernur Sumatera Barat menjadi KPUD Sumatera Barat
serentak tahap I.
Telah terselenggaranya pilkada serentak Gubernur dan wakil gubernur Sumatera Barat
sosialisasi kepada pemilih di Kota Padang. KPUD Kota Padang yang merupakan
Padang berdasarkan strategi sosialisasi yang disusun dan dirancang oleh KPUD
Kota Padan sekaligus 2 kali pertemuan akbar yang dilakukan di Kota Padang.
Meskipun telah dilaksanakan kewajiban sosialisasi oleh KPUD Kota Padang, tingkat
partisipasi di Kota Padang pada pilkada serentak Gubernur dan Wakil Gubernur
tingkat partisipasi di Kota Padang ini dikarenakan kurang optimalnya KPUD Kota
tentang masih adanya pemilih yang tidak terdaftar di TPS yang dikarenakan
penduduk seperti pelajar ataupun karyawan yang berKTP Kota Padang ke luar Kota
Padang (merantau).
Rendahnya tingkat partisipasi di Kota Padang ini dapat dikarenakan oleh tidak adanya
harus dicermati kembali oleh KPUD Kota Padang ataupun KPUD Provinsi serta Partai
Peran KPUD Kota dalam Pilkada Serantak Gubernur dan Wakil Gubernur 2015
utama. Meskipun demikian, KPUD Kota Padang diberikan wewenang dan tugas
dalam
melakukan sosialisasi di daerah pemilihan Kota Padang, 104 kelurahan sebagai
prioritas. Turunnya tingkat partisipasi yang tidak disebabkan oleh adanya PKPU,
menurut KPUD Kota Padang yang disebabkan oleh adanya kendala-kendala teknis
berupa tidak terdaftarnya pemilih sebagai DPT, perpindahan penduduk tanpa laporan
penelitian ini dapat menjadi masukan dan saran bagi KPUD Kota Padang berupa :
Peningkatan kinerja dalam perihal pendataan pemilih tetap di Kota Padang, sekaligus
pendatang maupun keluar dari Kota Padang. Hal ini juga perlu di sosialisasikan bagi
pelajar atau mahasiswa Kota Padang yang sedang menempuh pendidikan di luar Kota
Padang.
Adanya pendidikan politik yang berkesinambungan oleh KPUD Kota Padang dalam
Saran tersebut, penting dalam mencegah rendahnya tingkat partisipasi atau terdatanya
secara menyeluruh pemilih di Kota Padang.Selain saran kepada KPUD Kota Padang
tersebut, peneliti melihat pentingnya pendidikan politik dan sosialisasi politik oleh
Partai Politik sebagai peserta pemilu kepada masyarakat.Hal ini tidak dapat dilakukan
Dari saran-saran ini, tentunya bagi penelitian berikutnya dapat menjadi data awal
dalam meneliti lebih dalam tentang keterkaitan kandidat yang dimunculkan partai
politik dengan preferensi politik pemilih, karena keengganan pemilih datang ke TPS
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Afan Gaffar. 2006. Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Alfian. 1986. Masalah dan Prospek Pembangunan Politik Indonesia. Jakarta:
Gramedia.
Alfian. 1985. Politik, Kebudayaan, dan Manusia Indonesia. Jakarta: LP3ES. Alfian dan
Nazaruddin Sjamsuddin. 1991. Profil Budaya Politik Indonesia.
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
A. Rahman H.I. 2007. Sistem Politik Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Arifin Rahman. 2002. Sistem Politik Indonesia. Surabaya: Penerbit SIC. Basrowi dan
Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka
Cipta.
Bondan Gunawan S. 2000. Apa Itu Demokrasi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Budi
Winarno. 2008. Sistem Politik Indonesia Era Reformasi. Yogyakarta: Media
Pressindo.
Gabriel A. Almond dan Sidney Verba. 1984. Budaya Politik, Tingkah Laku Politik dan
Demokrasi di Lima Negara. Jakarta: Bina Aksara.
Hadari Nawawi. 2002. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Joko J. Prihatmoko. 2005. Pemilihan Kepala Daerah Langsung: Filosofi, Sistem dan
Problem Penerapan Di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kacung Marijan. (2010). Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca- Orde
Baru. Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Group.
Kras, S. J. Januari 1995. "Attitudes and Prediction of Behavior," Personality and Social
Psychology. Bulletin.
Leo Agustino. 2009. Pilkada Dan Dinamika Politik Lokal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Lili Romli. (2007). Potret Otonmi Daerah dan Wakil Rakyat Di Tingkat Lokal.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Miriam Budiardjo. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Muhammad Asfar. 2006. Pemilu dan Perilaku Memilih 1955-2004. Surabaya: Pustaka
Eureka.
Septi Meliana. 2011. Budaya Politik dan Partisipasi Politik (Suatu studi:
Budaya Politik dan Partisipasi Politik Masyarakat Di Dalam Pemilu
Legislatif 2009 Di Desa Aek Tuhul Kecamatan Batunadua Padang
Sidimpuan). Skripsi. USU.
Internet
.
http://id.wikipedia.org/wiki/, Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia, diakses 2
Februari 2013.
Undang-undang
atas UU No. 32
Tahun 2004 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan,
pengangkatan, dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala
daerah.