DISUSUN OLEH :
Rasyid Tahta Nugraha
Shira Dara Aulia
Rodi Abdullah
Aisyah
Dosen pengampu :
ADENAN RITONGA, MA.
KATA PENGANTAR……………….…………………………………………………………………………………………….2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………………………………………3
3. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui jawaban secara komprehensif dari permasalahan
yang dirumuskan.
2. Diharapkan dapat menjadi referensi tambahan dalam melakukan
penelitian keagamaan.
3. Merupakan wahana bagi penulis untuk belajar membuat karya tulis
ilmiah
BAB II
PEMBAHASAN
2. Perkembangan Kepercayaan
b) Animisme
Animisme adalah tahap kelanjutan dari kepercayaan terhadap roh
nenek moyang. Mereka mulai memahami sebab-sebab gejala alam yang
terjadi. Setelah mengetahui fenomena sebab gejala alam yang terjadi,
mereka kemudian mencari pemecahan masalah atas fenomena tersebut.
Nah, atas dasar perkembangan berfikirnya itu, manusia purba
menganggap penyebab terjadinya fenomena-fenomena tersebut adalah
roh, sebagai penentu dan pengatur alam semesta. Agar manusia purba itu
dapat beraktifitas dengan tenang dan aman, mereka melakukan ritual
pembacaan doa, pemberian sesaji, bahkan korban.
c) Dinamisme
Dinamisme adalah kepercayaan bahwa segala sesuatu mempunyai
tenaga atau kekuatan yang dapat memengaruhi keberhasilan atau
kegagalan usaha manusia dalam mempertahankan hidup. Mereka
percaya terhadap kekuatan gaib dan kekuatan itu dapat menolong
mereka. Kekuatan gaib itu terdapat di dalam benda-benda seperti keris,
patung, gunung, pohon besar, dll. Untuk mendapatkan pertolongan
kekuatan gaib tersebut, mereka melakukan upacara pemberian sesaji,
atau ritual lainnya.
d) Totemisme
Totemisme adalah kepercayaan bahwa hewan tertentu dianggap
suci dan dipuja karena memiliki kekuatan supranatural. Hewan yang
dianggap suci antara lain sapi, ular, dan harimau.
e) Monoisme
Monoisme atau monoteisme adalah tingkat akhir dalam evolusi
kepercayaan manusia. Monoisme merupakan sebuah kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pada tingkat ini, manusia mulai berpikir
atas apa yang selama ini dialaminya. Mulai dari pertanyaan siapa yang
menghidupkan dan mematikan manusia, siapa yang menghidupkan
tumbuhan, siapa yang menciptakan binatang, juga bulan dan matahari.
Berdasarkan pertanyaan itu, manusia membuat kesimpulan bahwa ada
kekuatan yang maha besar dan tidak tertandingi oleh kekuatan manusia.
kedua teori tersebut bertemu pada satu kesimpulan bahwa dalam masalah
kepercayaanpun tidak ada yang permanen, boleh jadi menaik dan boleh jadi
menurun, yang pasti adalah selalu adanya perubahan atau perkembangan di
dalam sistem kepercayaan manusia. Dalam berbagai dimensi kehidupannya,
masyarakat primitif hidup dalam kesedehanaan tergantung pada alam sekitar
karena alam merupakan satusatunya sumber kehidupan mereka. Alam menjadi
faktor yang sangat dominan. Namun alam adakalanya tidak bersahabat.
3. Persepsi Manusia Tentang Tuhan
Tuhan adalah suatu dzat abadi dan supranatural yang menciptakan langit,
bumi beserta isinya dan menciptakan makhluk-makhluk yang ada di bumi.
Menurut al Farabi Tuhan sebagai “Al-Maujud Al-Awwal” yakni wujud yang
pertama yang harus dimengerti sebagai zat yang qadim. Keqadimannya itu
bukan karena sesuatu yang lain, melainkan karena dirinya sendiri. Oleh karena
Dirinya merupakan Dzat yang qadim, yaitu tidak berpemulaan dan tidak
diciptakan.
Tuhan menurut Islam adalah Allah, Ilahi, Rabb, adalah dirinya sendiri,
Tunggal dalam sifatnya maupun Fa’al-nya sesuai firman-Nya (Q.S. Al-
Ikhlas: 1). Dia unsur yang berdiri sendiri tidak berbilang yaitu Allah tidak
bergantung pada siapa-siapa melainkanciptaan-Nya (Q.S. Al-Ikhlas: 2).
Adapun yang bergantung kepada-Nya seperti malaikat, manusia, iblis, jin,
hewan, benda mati, cair, gas, padat, dan cahaya. Dialah Sang pencipta,
semua makhluk berdoa meminta kepada-Nya, hidup matinya tergantung
kepada-Nya, demikian juga manusia sejak Adam diciptakan. Pada ayat
selanjutnya “Allah tidak beranak dan tidak diberanakkan” (Q.S. Al-Ikhlas: 3),
maksudnya Allah tidak beranak dan tidak mempunyai orang tua, ia Tunggal,
Esa. Dan “tidak ada sesuatupun yang setara dengan dia” (Q.S. Al-Ikhlas: 4).
Maksudnya Allah itu maha sempurna dan tidak ada yang menyaingi
kesempurnaannya dan dia tidak ada yang menyetarakan dengannya walaupun
nabi, malaikat atau makhluk gaib yang pintar sekalipun. Dia maha segalanya.
Wujudnya dirinya sendiri bukan dzat lain atau menyatu dengan dzat lain, tidak
dua menjadi satu atau tiga menjadi satu seperti trimurti, trinitas, triparti.
Islam tidak mengenal politeisme, Islam hanya mengenal monoteisme.
Sang Tunggal, Tunggal wujudnya, Tunggal dan kekal. Awal dan akhir sifatnya.
Dalam keimanan Islam, diajarkan bahwa untuk mengenal Tuhannya orang-
orang Islam, kita harus mengenal ciptaan-Nya, pencipta dikenal melalui
ciptaan-Nya. Karena Tuhan maha pencipta, maka untuk mengenal Tuhan,
kita harus mengenal ciptaan-Nya. Konsep ketuhanan dalam Islam tidak dapat
dipisahkan dari pengertian tentang Tuhan yang termuat dalam sumbernya: Al-
Qur’an. Al-Qur’an diyakini sebagai wahyu. Menurut Al-Qur’an ajaran Islam
yang terpenting adalah perintah dan seruan kepada manusia untuk menyembah
hanya kepada Allah dan ini merupakan kredo inti. Al-Qur’an menyatakan
bahwa yang Tuhan itu hanyalah Allah.
Karena yang Tuhan hanyalah Allah maka manusia hanya benar kalau
menyembah Allah semesta. Contohnya, dapat kita peroleh dari pada bait-
bait syair sebelum Islam yang menghimpunkan nama-nama personal dan
inskripsi-inskripsi lama tulisan tangan. Allah bagi mereka adalah Tuhan langit
dan bumi begitu juga Ka‘bah sebagaimana dalam (Q.S. Al-Ankabut:61)