Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

"Hubungan Agama Dan Kepercayaan, Perkembangan


Kepercayaan Dan Presepsi Manusia Tentang Tuhan"
MATA KULIAH THEOLOGI ISLAM

DISUSUN OLEH :
Rasyid Tahta Nugraha
Shira Dara Aulia
Rodi Abdullah
Aisyah

Dosen pengampu :
ADENAN RITONGA, MA.

ILMU ALQURAN DAN TAFSIR


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATRA UTARA
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.


Alhamdulillah Alhamdulillahirobbil alamin washolatu wassalamu ala asrofil Ambiya Iwal
mursalin Sayyidina wa Maulana Muhammadin wa ala alihi wasohbihi wasalim ajma'in
Amma ba'du.
Rasa terima kasih kami ucapkan kepada Dosen yang selalu memberikan ilmu
pengetahuan, dukungan serta bimbingannya sehingga tugas ini dapat dikerjakan dengan
baik.
kami menyadari sepenuhnya bahwa membuat tugas ini tidaklah mudah, namun
demikian saya berusaha dengan sungguh-sungguh untuk dapat mengerjakan tugas ini
sesempurna mungkin sehingga dapat diselesaikan. kami juga menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi materi maupun tulisan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan saran maupun kritik yang membangun guna penyempurnaan tugas ini.
Semoga tugas yang telah kami susun ini turut memperkaya ilmu serta menambah
pengetahuan dan pengalaman para pembaca tentang Hubungan Agama Dan
Kepercayaan, Perkembangan Kepercayaan Dan Presepsi Manusia Tentang Tuhan.
AKHIIRUL KALAAM WA BILLAHIT TAUFIQ WAL HIDAAYAH,
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh

Medan, 24 November 2020


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………….…………………………………………………………………………………………….2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………………………………………3

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………………………………….………………4


1. Latar Belakang Masalah……………………………………………………………………..……………….4
2. Rumusan Masalah………………………………….……………………………….....………………………5
3. Manfaat Masalah……………………………………..…………………………………………………………5
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………………………………………….6
1. APAKAH ITU HUBUNGAN AGAMA DAN KEPERCAYAAN…………………….…….5
2. PERKEMBANGAN KEPERCAYAAN…………………………………………………………. 7
3. PERSEPSI MANUSIA TENTANG TUHAN….……………………………………………..10
BAB III PENUTUP ........................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………………………………………………16
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah


Permasalahan mengenai Tuhan akan terus menarik untuk dibicarakan,
dikaji, diteliti dan dipertanyakan lagi, baik dengan cara mengandalkan rasio
seperti yang dilakukan para filosof atau secara intuitif seperti yang banyak
dilakukan oleh para sufi atau dengan cara mendengarkan wahyu berbicara
seperti yang dilakukan para teolog dan agamawan. Pada hakikatnya
manusia memang membutuhkan pemahaman terhadap yang transenden
dengan berbagai macam cara, dengan konsekuensi menerima dan meyakini
atau menolaknya
Setelah terlahir kedunia, manusia merefleksikan kepercayaan tersebut
dalam berbagai bentuk mengikuti alur perkembangan peradaban yang
dimilikinya. Term “agama”, “kepercayaan” dan “pemahaman” adalah tiga kata
yang banyak hubungannya dengan Teologi Islam. Term-term ini telah menjadi
terminologi umum di kalangan umat beragama. Ketiganya memiliki koherensi
dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangan masing-masing. Pemahaman
berkontribusi penting di dalam pertumbuhan maupun perkembangan
kepercayaan. Dalam konteks agama, pemahaman juga berkontribusi di dalam
terbentuknya aliran-aliran atau mazhab-mazhab.
Dalam perspektif sejarah kebudayaan diketahui bahwa usia kepercayaan,
seperti dinamisme, animisme dan politeisme, itu lebih tua dari agama. Tetapi
dalam perspektif teologi agama itu lebih tua dari kepercayaan, bahkan lebih tua
dari manusia sebagai pemilik kepercayaan itu sendiri, karena suatu kepercayaan
ada dalam hati dan pikiran manusia. Hal ini sesuai dengan apa yang biasanya
dipahami oleh para agamawan, bahwa agama itu berasal dari Kodrat Maha
Pencipta yang memberikan bimbinganNya kepada manusia pertama dan
manusia pertama itu mewariskannya kepada keturunannya. Lalu sebagian tetap
taat kepada bimbingannya dan sebagiannya berangsur-angsur menyangkal.
Kemudian pada sesuatu tahap masa mereka mengemukakan ajaran-ajaran yang
menyimpang sesuai dengan selera masing-masing. Tersebab itu pulalah Kodrat
Maha Pencipta itu melahirkan Pembaharu Agama pada sesuatu saat .
Demikian pula bahwa kesempurnaan tidak selalu identik dengan sesuatu
yang berada diawal sebagaimana sterilnya air dipegunungan dan baru
terkontaminasi tatkala mengalir jauh ke hilir. Kelahiran sebagai awal kehidupan
justru menunjukkan adanya berbagai kelemahan pisik maupun mental pada
seseorang, justru setelah beberapa tahun belakangan baru menjadi lebih
sempurna kemudian kembali melemah setelah menjadi tua.
2. Rumusan Masalah
Dari latar penjelasan belakang masalah diatas dapat di rumuskan;
1. Apakah itu hubungan agama dan kepercayaan?
2. Bagaimana perkembangan kepercayaan terjadi di muka bumi ini?
3. Bagaimana persespsi manusia tentang tuhan?

3. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui jawaban secara komprehensif dari permasalahan
yang dirumuskan.
2. Diharapkan dapat menjadi referensi tambahan dalam melakukan
penelitian keagamaan.
3. Merupakan wahana bagi penulis untuk belajar membuat karya tulis
ilmiah
BAB II
PEMBAHASAN

1. Hubungan Agama dan Kepercayaan


Agama, berasal dari bahasa sansekerta yaitu "a" yang berarti tidak dan
"gama " yang memiliki arti kacau.maka agama bearti tidak kacau ( teratur).
Dengan demikian agama itu adalah peraturan,yaitu peraturan yang mengatur
keadaan manusia ,baik mengenal budi pekerti yang hidup besama-sama
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau sering disingkat dengan
(KBBI), agama merupakan suatu sistem yang mampu mengatur tata keimanan
dan kepercayaan serta ibadah pada Tuhan Yang Maha Kuasa disertai dengan
tata kaidah yang berkaitan langsung dengan ciri pergaulan manusia dengan
manusia lainnya ataupun manusia dengan lingkungan sekitarnya.
Ada beberapa istilah lain dari agama, antara lain yaitu religi, religion
yang mana berasal dari bahasa (inggris)religi (belanda). kata religi dan religion.
Adalah berasal dari bahasa induk yaitu bahasa latin "religio" dan kata dari akar
kata "relegare " yang berarti mengikat.
Agama menurut para ilmuan, banyak menyandarkan pandangannya
berdasarkan teori evolusi Charles Darwin (1809-1929) bahwa segalanya
bermula dari bentuk sederhana lalu kemudian berkembang terus menuju
kesempurnaan. Pandangan yang berdasarkan teori evolusi sebagai diuraikan di
atas salah satunya tampak pada apa yang dikemukakan oleh Carl Jung (1875-
1961) bahwa agama merupakan pengembangan tatacara kehidupan yang
menjelma di antara ketakutan-ketakutan dan kekecewaan-kekecewaan yang
terbenam di alam bawah sadar manusia. Sebagai diketahui bahwa manusia pada
umumnya, primitif maupun modern, selalu diliputi ketakutan dan kecemasan
oleh karena ketidak mampuannya menghadapi segala macam fenomena alam.
Dari alam bawah sadar, ketakutan dan kecemasan itu mendorong munculnya
tanggapan akan adanya kekuatan kekuatan gaib yang mesti dibujuk untuk tidak
mendatangkan bencana. Setiap generasi manusia memiliki cara-cara tertentu di
dalam membujuk kekuatan kekuatan gaib atau supernatual itu.
Kehadiran manusia di atas dunia membuka peluang untuk
berkembangnya kepercayaan dan agama. Berdasarkan pendekatan sejarah dapat
dikatakan bahwa kalau peradaban manusia diawali dari zaman primitif, tentu
sejak itu pula perkembangan kepercayaan dan agama itu dimulai. Sebagaimana
manusia biasa, manusia primitif mengalami perkembangan pemikiran dan
perasaan yang kemudian melahirkan kesadaran terhadap berbagai penomena
kehidupannya. Dalam kehidupannya manusia primitif sering berhadapan
dengan kesulitan. Hal itu menimbulkan kesadaran tentang berbagai kelemahan
yang terdapat di dalam diri mereka. Kesadaran tersebut menimbulkan
ketergantungan kepada sesuatu yang dipandangnya lebih kuat dan mampu
menguasai dirinya serta memberikan kesejahteraan dan keselamatan. Berawal
dari adanya harapan untuk memperoleh kesejahteraan dan keselamatan dari
sesuatu yang diluar dirinya itulah lahirnya kepercayaan dan ketergantungan
terhadap sesuatu zat supernatural yang disebut Tuhan. Namun kepercayaan
terhadap sesuatu zat yang disebut Tuhan itu mempunyai sejarah yang panjang,
diwarnai dengan berbagai peralihan dan pergeseran, bahkan penolakan. Hal itu
dimulai dari kepercayaan yang bersifat kosmologis, anthropologis sampai
ideologis. Dalam kontek itulah muncul dinamisme, animisme, politeisme,
panteisme, panenteisme dan monoteisme.

2. Perkembangan Kepercayaan

Kata kepercayaan berasal dari bahasa sansekerta “ngandel" yang berarti


percaya. istilah kepercayaan hampir sama dengan I'tikad, yaitu kepastian dan
keyakinan. Sedangkan arti kepercayaan dari segi bahasa Latin yaitu
Religere/religare yang artinya berhati-hati dan berpegang teguh pada aturan-
aturan dasar. istilah kepercayaan dan keyakinan mempunyai perbedaan,
yaitu:
a) Kepercayaan adalah merupakan sebuah harapan yang dipegang oleh
individu atau sebuah kelompok ketika perkataan, janji, pernyataan lisan
atau tulisan dari seseorang individu atau kelompok lainnya dapat
diwujudkan.
b) Keyakinan adalah suatu sikap yang di tunjukkan oleh manusia saat ia
merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai
kebenaran.
Dalam sejarah, zaman pra-aksara yang sudah ribuan tahun lamanya
ditemukan beberapa perkembangan sistem kepercayaan terhadap yang gaib,
Manusia-manusia pada zaman praaksara percaya bahwa para penghuni itu
seringkali berdiam di tempat-tempat yang tinggi, dan mereka percaya kalau para
roh itu akan turun, maka dari itu mereka kemudian menyediakan tempat untuk
berkumpulnya para roh tersebut. Kemudian didirikanlah bangunan-bangunan
megalitik, seperti salah satunya menhir. di bawah ini ada beberapa tahap-tahap
sistem kepercayaan zaman pra-aksara di antaranya:

a) Roh Nenek Moyang


Kepercayaan terhadap nenek moyang ini diduga muncul pada saat
masyarakat zaman pra-aksara masih mengandalkan kehidupan berburu,
mengumpulkan, serta meramu makanan. Kepercayaan ini muncul ketika
fenomena mimpi saat manusia tidur. Pada saat itu, manusia melihat
dirinya berada di tempat yang berbeda dari tubuh jasmaninya. Mereka
percaya bahwa tubuh yang berada di tempat lain itu adalah jiwa.
Kemudian kepercayaan ini berkembang bahwa jiwa benar-benar telah
terlepas dari jasmaninya. Nah, jiwa yang terlepas itu dianggap dapat
berbuat sesuai kehendaknya. Berdasarkan haltersebut, setiap ada
pemimpin yang mati, roh atau jiwanya akan sangat dihormati dan dipuja-
puja.

b) Animisme
Animisme adalah tahap kelanjutan dari kepercayaan terhadap roh
nenek moyang. Mereka mulai memahami sebab-sebab gejala alam yang
terjadi. Setelah mengetahui fenomena sebab gejala alam yang terjadi,
mereka kemudian mencari pemecahan masalah atas fenomena tersebut.
Nah, atas dasar perkembangan berfikirnya itu, manusia purba
menganggap penyebab terjadinya fenomena-fenomena tersebut adalah
roh, sebagai penentu dan pengatur alam semesta. Agar manusia purba itu
dapat beraktifitas dengan tenang dan aman, mereka melakukan ritual
pembacaan doa, pemberian sesaji, bahkan korban.
c) Dinamisme
Dinamisme adalah kepercayaan bahwa segala sesuatu mempunyai
tenaga atau kekuatan yang dapat memengaruhi keberhasilan atau
kegagalan usaha manusia dalam mempertahankan hidup. Mereka
percaya terhadap kekuatan gaib dan kekuatan itu dapat menolong
mereka. Kekuatan gaib itu terdapat di dalam benda-benda seperti keris,
patung, gunung, pohon besar, dll. Untuk mendapatkan pertolongan
kekuatan gaib tersebut, mereka melakukan upacara pemberian sesaji,
atau ritual lainnya.

d) Totemisme
Totemisme adalah kepercayaan bahwa hewan tertentu dianggap
suci dan dipuja karena memiliki kekuatan supranatural. Hewan yang
dianggap suci antara lain sapi, ular, dan harimau.

e) Monoisme
Monoisme atau monoteisme adalah tingkat akhir dalam evolusi
kepercayaan manusia. Monoisme merupakan sebuah kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pada tingkat ini, manusia mulai berpikir
atas apa yang selama ini dialaminya. Mulai dari pertanyaan siapa yang
menghidupkan dan mematikan manusia, siapa yang menghidupkan
tumbuhan, siapa yang menciptakan binatang, juga bulan dan matahari.
Berdasarkan pertanyaan itu, manusia membuat kesimpulan bahwa ada
kekuatan yang maha besar dan tidak tertandingi oleh kekuatan manusia.

Dinamisme dan animisme meskipun dianggap sebagai keyakinan tertua


manusia terhadap yang gaib dalam masyarakat primitif namun polanya sampai
sekarang masih ditemukan di berbagai lapisan masyarakat modern.
Penomenanya tampak pada adanya kemiripan unsur-sunsur keyakinan yang
dimiliki seperti kepercayaan terhadap bantuan dukun dan benda-benda tertentu
semisal cincin untuk menghindari bencana. Hal ini kemungkinan terjadi karena
ponomena kehidupan modern sekarang belum sepenuhnya terlepas dari
pengalaman masyarakat primitif. Misalnya, dalam menghadapi berbagai jenis
penyakit, keterampilan medis sebagai produk kehidupan modern sering
terbentur dan tidak mampu mendiagnosa dan memberi terapi efektif terhadap
pesakitan.
Apalagi seseorang penderita mengalami penyakit yang menunjukkan
penomena yang tidak logis karena gangguan gaib umpamanya. Dalam kontek
ini masyarakat modern kembali menggunakan pendekatan primitif. Sepanjang
langkah seperti ini efektif tentu setiap orang bebas melakukan yang terbaik
untuk dirinya sekalipun tekesan mundur. Inilah pasang surut di dalam
perkembangan kepercayaan manusia.

Terdapat dua teori tentang perkembangan kepercayaan manusia.


Pertama, dipelopori oleh Edward Burnett Tylor (1832-1917, orang pertama
yang mendefenisikan agama) yang memandang bahwa kepercayaan manusia
pada awalnya sangat sederhana. Kemudian menuju pada kepercayaan yang
lebih tinggi sesuai dengan kemajuan perkembangan peradabannya. Teori ini
didasari atas pandangan bahwa perkembangan alam dan sosial bergerak dari
bentuk yang lebih rendah menuju bentuk yang lebih tinggi dan sempurna. Teori
ini mirip teori evolusi, dari yang sederhana menuju yang lebih kompleks.
Menurut Tylor, sistem kepercayaan manusia yang paling rendah adalah
animisme dan yang paling tinggi adalah monoteisme.

Kedua, teori yang memandang bahwa kepercayaan manusia yang


pertama adalah monoteisme murni tetapi karena perjalanan hidup manusia
maka kepercayaan tersebut menjadi kabur dan dimasuki oleh animisme dan
politeisme. Pada akhirnya kepercayaan terhadap Tuhan Yang Esa menjadi
hilang. Teori ini mirip dengan teori thermodinamik dalam ilmu fisika yang
memandang pada awalnya alam ini tercipta utuh dan sempurna. Kemudian lama
kelamaan mengalami korosi dan hancur. Ibarat barang yang mulanya keluar dari
pabrik kondisinya baik karena selalu dipakai rusak dan hancur.

kedua teori tersebut bertemu pada satu kesimpulan bahwa dalam masalah
kepercayaanpun tidak ada yang permanen, boleh jadi menaik dan boleh jadi
menurun, yang pasti adalah selalu adanya perubahan atau perkembangan di
dalam sistem kepercayaan manusia. Dalam berbagai dimensi kehidupannya,
masyarakat primitif hidup dalam kesedehanaan tergantung pada alam sekitar
karena alam merupakan satusatunya sumber kehidupan mereka. Alam menjadi
faktor yang sangat dominan. Namun alam adakalanya tidak bersahabat.
3. Persepsi Manusia Tentang Tuhan

persepsi dalam arti sempit adalah penglihatan, bagaimana seseorang


melihat sesuatu. Sedangkan dalam arti luas adalah pandangan atau pengertian,
yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. persepsi
merupakan proses yang melibatkan aspek kognitif dan afektif individu untuk
melakukan pemilihan, pengaturan, dan pemahaman serta pengiterpretasian
rangsang-rangsang indrawi melalui suatu gambar objek tertentu secara utuh,
sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang diterima oleh alat
indra atau reseptor.

Tuhan adalah suatu dzat abadi dan supranatural yang menciptakan langit,
bumi beserta isinya dan menciptakan makhluk-makhluk yang ada di bumi.
Menurut al Farabi Tuhan sebagai “Al-Maujud Al-Awwal” yakni wujud yang
pertama yang harus dimengerti sebagai zat yang qadim. Keqadimannya itu
bukan karena sesuatu yang lain, melainkan karena dirinya sendiri. Oleh karena
Dirinya merupakan Dzat yang qadim, yaitu tidak berpemulaan dan tidak
diciptakan.

1) Konsep Ketuhanan dalam Perspektif Islam

Tuhan menurut Islam adalah Allah, Ilahi, Rabb, adalah dirinya sendiri,
Tunggal dalam sifatnya maupun Fa’al-nya sesuai firman-Nya (Q.S. Al-
Ikhlas: 1). Dia unsur yang berdiri sendiri tidak berbilang yaitu Allah tidak
bergantung pada siapa-siapa melainkanciptaan-Nya (Q.S. Al-Ikhlas: 2).
Adapun yang bergantung kepada-Nya seperti malaikat, manusia, iblis, jin,
hewan, benda mati, cair, gas, padat, dan cahaya. Dialah Sang pencipta,
semua makhluk berdoa meminta kepada-Nya, hidup matinya tergantung
kepada-Nya, demikian juga manusia sejak Adam diciptakan. Pada ayat
selanjutnya “Allah tidak beranak dan tidak diberanakkan” (Q.S. Al-Ikhlas: 3),
maksudnya Allah tidak beranak dan tidak mempunyai orang tua, ia Tunggal,
Esa. Dan “tidak ada sesuatupun yang setara dengan dia” (Q.S. Al-Ikhlas: 4).
Maksudnya Allah itu maha sempurna dan tidak ada yang menyaingi
kesempurnaannya dan dia tidak ada yang menyetarakan dengannya walaupun
nabi, malaikat atau makhluk gaib yang pintar sekalipun. Dia maha segalanya.
Wujudnya dirinya sendiri bukan dzat lain atau menyatu dengan dzat lain, tidak
dua menjadi satu atau tiga menjadi satu seperti trimurti, trinitas, triparti.
Islam tidak mengenal politeisme, Islam hanya mengenal monoteisme.
Sang Tunggal, Tunggal wujudnya, Tunggal dan kekal. Awal dan akhir sifatnya.
Dalam keimanan Islam, diajarkan bahwa untuk mengenal Tuhannya orang-
orang Islam, kita harus mengenal ciptaan-Nya, pencipta dikenal melalui
ciptaan-Nya. Karena Tuhan maha pencipta, maka untuk mengenal Tuhan,
kita harus mengenal ciptaan-Nya. Konsep ketuhanan dalam Islam tidak dapat
dipisahkan dari pengertian tentang Tuhan yang termuat dalam sumbernya: Al-
Qur’an. Al-Qur’an diyakini sebagai wahyu. Menurut Al-Qur’an ajaran Islam
yang terpenting adalah perintah dan seruan kepada manusia untuk menyembah
hanya kepada Allah dan ini merupakan kredo inti. Al-Qur’an menyatakan
bahwa yang Tuhan itu hanyalah Allah.

Karena yang Tuhan hanyalah Allah maka manusia hanya benar kalau
menyembah Allah semesta. Contohnya, dapat kita peroleh dari pada bait-
bait syair sebelum Islam yang menghimpunkan nama-nama personal dan
inskripsi-inskripsi lama tulisan tangan. Allah bagi mereka adalah Tuhan langit
dan bumi begitu juga Ka‘bah sebagaimana dalam (Q.S. Al-Ankabut:61)

Artinya: “Dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka:


"Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan
bulan?" tentu mereka akan menjawab: "Allah", Maka betapakah mereka
(dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar)”.

Walau bagaimanapun, dalam keyakinan mereka, Allah adalah salah satu


diantara banyak Tuhan, namun Allah merupakan yang tertinggi dan Tuhan yang
utama. Sedangkan dalam waktu yang sama juga mereka percaya kepada
Tuhan lain sebagai wujud yang bersifat divine dalam taraf yang sedikit
lebih rendah. Oleh karena itu, pada masa yang sama mereka mencari Tuhan lain
sebagai perantara (mediator) dalam peribadatan dan penyembahan mereka
kepada Tuhan Tertinggi (Allah).
Ini jelas dapat kita lihat dalam Al-Qur’an yang mengatakan (Q.S. Az-
Zumar:3)

Artinya : “Ingatlah, Hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari


syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata):
"Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan
kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan
memutuskan diantara mereka tentang apa yang mereka berselisih
padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang
pendustadan sangat ingkar”.

Ayat-ayat di atas memberi penekanan serius kepada kedudukan keesaan


Tuhan dan tidak ada tolak ukur langsung untuk mempersekutukan-Nya.
Menyentuh aspek ketauhidan atau keesaan Allah ini,

2) Konsep ketuhanan menurut Karen Armstrong


Pemikiran Karen Armstrong tentang Tuhan, yang dimaksudkan
sebagai bahan untuk mengungkapkan fakta historis terselubung, setidaknya
kurang relevan jika dijadikan sebagai kerangka pijakan dalam menyelesaikan
fenomena tersebut. Analisa ini dapat kita simak pada hampir dari seluruh buku
yang telah dihasilkan oleh mantan biarawati ini, yang sebagian besar dapat
dibilang hanya memuat ringkasan dari catatan sejarah kelam masa lalu yang
berhasil dihimpunnya. Begitupun dengan model penelitiannya yang terasa
lengkap, sebab pemikiran yang dikemukakan Armstrong hanyalah seputar
pemikiran tentang Tuhan tersebut. Hal ini dilakukan terkait dengan teori baru
yang dimunculkannya, yakni mencoba membangun kebiasaan yang
disebutnya “visi tiga misi” (tiple vision).
Di sini Armstrong berupaya objektif mungkin dalam
memandang semua masalah pada ketiga agama Ibrahimi yaitu Yahudi,
Kristen, dan Islam yang paling banyak dikupas pada lembaran karya-
karyanya. Sepintas lalu, bisa jadi pemikiran tersebut nampak sempurna.
Namun bila ditelusuri lebih mendalam lagi, maka akan tertangkap dengan
jelas bahwa apa yang dibahas olehnya sebenarnya lebih banyak berkutat
seputar fenomena klasik yang sebetulnya sudah banyak diangkat oleh para
pemikir selain dirinya. Model pemaparannya yang menampilkan argumen dari
tiga visi ini, terasa sangat rumit dan sangat sukar dipahami begitu
saja, karena hanya menceritakan sejarah dengan apa adanya dan memandang
masalah dari tiga sudut yang berbeda. Dalam kaitan ini tentu saja dibutuhkan
kesabaran dalam memahami apa yang dimaksudkan olehnya.
Demikian pula dengan pemaparan tulisan yang terkesan datar dengan
sendirinya akan menunjukkan kalau pemikirannya pun cenderung terasa
dangkal. Sebagai contoh dapat dilihat melalui antusiasme Armstrong dalam
melacak berbagai kemungkinan baru yang menjadi akar pemikirannya tentang
Tuhan yang selama berabad-abad membelit tiga agama besar dunia (Yahudi,
Kristen, dan Islam). Ini yang menyebabkan dikotomi Armstrong tentang mitos-
logos dan konservatif modern telah menempatkan dirinya pada titik
argumentasi yang paling dramatis.
Armstrong memaksa sains memainkan peran streotipikal yang
secara diametris bersifat oposan terhadap agama. Sebelumnya, agama dan
sains merupakan dua komponen utama yang tidak terpisahkan dalam
kepercayaan masyarakat. Baru beberapa abad kemudian, orang-orang mulai
mengklaim bahwa sains dan agama bertentangan yang menurut sebagian
orang pernyataan seperti itu adalah salah kaprah.Kekuatan-kekuatan gaib yang
dimaksud di atas –kecuali dalam agama-agama yang masih primitif –disebut
Tuhan. Konsep tentang Tuhan berbagai rupa antara lain seperti orang yang
percaya pada teisme, tetapi tidak pada deismeatau panteismetetapi tidak pada
penenteisme. Paham-paham ini akan dipaparkan di bawah ini.
BAB III
PENUTUP
Beberapa peneliti menemukan bahwa agama adalah produk kemanusiaan
yang bekerja dalam otak dan hati kita. Setiap agama mengajarkan kita untuk
percaya pada suatu hal yang besar. Pada alam yang luas yang telah diciptakan
untuk kita. Seakan kita adalah makhluk paling mulia di muka bumi dengan
segala kecintaan Tuhan untuk kita. Kita memiliki “kepercayaan” pada diri kita
sendiri sebagai pribadi yang kuat, pintar, dan luar biasa. Kepercayaan yang
ditanamkan oleh semua agama ini juga yang membuat kita memberikan sugesti
pada diri sendiri bahwa semuanya baik-baik saja selama percaya pada ajaran
agama tersebut. Percaya pada hal besar yang akan terjadi pada hidup, yang
dapat melindungi kita dari kesulitan dan mara bahaya.

para penganutnya, agama berisikan ajaran-ajaran mengenai kebenaran


tertinggi dan mutlak tentang eksistensi manusia dan petunjuk-petunjuk untuk
hidup selamat di dunia dan di akhirat. Karena itu pula agama dapat menjadi
bagian dan inti dari sistem-sistem nilai yang ada dalam kebudayaan dari
masyarakat yang bersangkutan, dan menjadi pendorong serta pengontrol bagi
tindakan-tindakan para anggota masyarakat tersebut untuk tetap berjalan sesuai
dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran-ajaran agamanya.

Agama bukan hadir untuk membuat manusia jadi bermusuhan, tetapi


agama hadir untuk membantu manusia terhubung dengan Tuhannya. Manusia
punya hak pilih untuk menentukan agamanya, dimana agama yang dia yakini
akan menolong dia untuk lebih dekat atau berhubungan dengan Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Hanafi, Tologi Islam (Ilmu Kalam), Bulan Bintang, Jakarta, 1979.


Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam (Ringkas), Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996
Al-Syaikh Muhammad al-Hudari, Tarikh Tasyri’ al-Islami, Maktabah Dar Ihya
al-Kutub al-‘Arabiyyah, Indonesia, 1981.
Saif al-Din al-Amidi, Gayat al-Maram fi ‘Ilm al-Kalam, lajnah Ihya al-Turats al-
Islamiyah, Mesir, Mesir, 1971.
Al-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal, I, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, Beirut, 1992.
Syekh Muhammad Mutawalli Sya’rawi, Tafsir Sya’rawi, I, terj. Safir Azhar,
Duta Azhar, 2006.
https://blog.ruangguru.com/sistem-kepercayaan-manusia-purba
http://repository.uin-suska.ac.id/6377/3/BAB II.pdf
https://greatmind.id/article/segala-alasan-untuk-percaya-pada-agama

Anda mungkin juga menyukai