Tugas ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah
keperawatan jiwa dengan dosen pengampu Wahyudin. S.Kp.,M.Kes
Disusun oleh :
Kelompok 1
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat , taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua , sehingga
dalam kesempatan ini kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
keperawatan Jiwa yang berjudul Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
gangguan resiko perilaku kekerasan. Maksud dan tujuan kami menyusun makalah
ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna dan tidak lepas dari kekurangan, karena
kurangnya pengetahuan dan referensi yang kami dapatkan, sehingga kami
memerlukan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan
penyusunan makalah berikutnya. Saya berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat pengetahuan bagi para pembaca umumnya dan penyusun
khususnya
penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR..................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah...................................................1
2. Tujuan Penulisan..............................................................1
3. Sistematika........................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI
Pengertian.........................................................................................2
Rentang Respon................................................................................2
Proses Kemarahan............................................................................5
Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi........................................7
Mekanisme Koping.........................................................................11
Penatalaksanaan..............................................................................13
Diagnosa Keperawatan ..................................................................15
Intervensi........................................................................................15
BAB III TINJAUAN KASUS
Pengkajian......................................................................................19
Diagnosa.........................................................................................28
Perencanaan....................................................................................29
Implementasi..................................................................................32
Evaluasi..........................................................................................32
BAB IVPEMBAHASAN............................................................................45
BAB V PENUTUP .....................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................52
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Gangguan jiwa pada mulanya dianggap suatu yang gaib, sehingga
penanganannya secara supranatural spiristik yaitu hal-hal yang berhubungan
dengan kekuatan gaib. Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan yang
terjadi pada unsur jiwa yang manifestasinya pada kesadaran, emosi, persepsi,
dan intelegensi. Salah satu gangguan jiwa tersebut adalah gangguan perilaku
kekerasan.
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai suatu respon terhadap
kecemasan yang dirasakansebagai ancaman individu. Pengungkapan
kemarahan dengan langsung dan konstruksif pada saat terjadi dapat
melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang
sebenarnya sehingga individu tidak mengalami kecemasan, stress, dan merasa
bersalah dan bahkan merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Dalam
hal ini, peran serta keluarga sangat penting, namun perawatan merupakan
ujung tombak dalam pelayanan kesehatan jiwa.
2. Tujuan Penulisan
a. Tujuan umum
Setelah membahas kasus ini diharapkan mengerti dan memberikan asuhan
keperawatan pada pasien perilaku kekerasan.
b. Tujuan Khusus
Setelah menyusun makalah ini diharapkan mahasiswa mampu :
Melakukan pengkajian pada klien dengan perilaku kekerasan
Merumuskan diagnosa untuk klien dengan perilaku kekerasan
Membuat perencanaan untuk klien dengan perilaku kekerasan
Melakukan implementasi pada klien dengan perilaku kekerasan
Membuat evaluasi pada klien dengan perilaku kekerasan.
3. Sistematika
Untuk menghindari luas masalah maka dalam penyusunan makalah ini
kelompok mengkhususkan pembahasan tentang penatalaksanaan pada pasien
dengan perilaku kekerasan. Asuhan keperawatan ini hanya menerapkan
proses keperawatan melalui tahap pengkajian, diagnosa keperawatan,
implementasi, dan evaluasi pada kasus perilaku kekerasan.
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN
A. MASALAH UTAMA
Perilaku Kekerasan
Menurut Direja (2011) tanda dan gejala pada pasien data yang perlu dikaji
adalah :
Masalah Keperawatan Data Yang Perlu Dikaji
Perilaku Kekerasan Subjektif
1. Klien mengancam.
1. Klien mengumpat dengan kata-kata
kotor.
2. Klien mengatakan dendam dan jengkel.
3. Klien mengatakan ingin berkelahi.
4. Klien menyalahkan dan menuntut.
5. Klien meremehkan.
Objektif
1. Mata melotot/pandangan tajam.
1. Tangan mengepal.
2. Rahang mengatup.
3. Wajah memerah dan tegang.
4. Postur tubuh kaku.
5. Suara keras.
Proses Kemarahan
Stress, cemas, harga diri rendah, dan bersalah dapat menimbulkan
kemarahan. Respons terhadap marah dapat di ekspresikan secara
eksternal maupun internal.
a. Eksternal yaitu konstruktif, agresif.
b. Internal yaitu perilaku yang tidak asertif dan merusak diri sendiri.
Bermusuhan
Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau
interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti ini kelemahan fisik
(penyakit fisik), keputus asaan, ketidak berdayaan, percaya diri yang
kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan
situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada
penghinaan, kehilangan orang yang dicintainya / pekerjaan dan kekerasan
merupakan factor penyebab yang lain. Interaksi yang profokatif dan
konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.
6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diharapkan pada
penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelasaian masalah langsung
dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri (Stuart
dan sundeen, 1998 hal : 33)
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain :
a) Sublimasi : menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya
dimata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyaluranya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas remas
adona kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuanya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b) Proyeksi : menyalahkan orang lain kesukaranya atau keinginanya
yang tidak baik, misalnya seorang wanita muda yang menyangkal
bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya,
berbalik menuduh bahwa temanya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya
c) Represi : mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan
masuk kealam sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada
orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau
didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga
perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakanya.
d) Reaksi formasi : mencegah keinginan yang berbahaya bila di
ekspresikan. Dengan melebih lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakanya sebagai rintangan. Misalnya
seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kuat.
e) Deplacement : melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan. Pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang
pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya : timmy
berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapatkan hukuman dari
ibunya karena menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermai
perang-perangan dengan temanya.
Sumber Koping
Menurut Suart Sundeen 1998 :
1. Aset ekonomi
2. Kemampuan dan keahlian
3. Tehnik defensif
4. Sumber sosial
5. Motivasi
6. Kesehatan dan energi
7. Kepercayaan
8. Kemampuan memecahkan masalah
9. Kemampuan sosial
10. Sumber sosial dan material
11. Pengetahuan
12. Stabilitas budaya
7. Penatalaksanaan Umum
a. Farmakoterapi
Klien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang
tepat. Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis
efektif tinggi contohnya Clorpromazine HCL yang berguna untuk
mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat digunakan dosis
efektif rendah, contohnya Trifluoperasine estelasine, bila tidak ada juga
maka dapat digunakan Transquilizer bukan obat anti psikotik seperti
neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti
tegang, anti cemas, dan anti agitasi.
b. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan
pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan
kegiatan dan mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu
dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk
kegiatan seperti membaca Koran, main catur dapat pula dijadikan media
yang penting setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog
atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi dirinya.
Terapi ini merupakan langkah awal yangb harus dilakukan oleh petugas
terhadap rehabilitasi setelah dilakukannyan seleksi dan ditentukan
program kegiatannya.
c. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan
perawatan langsung pada setiap keadaan(sehat-sakit) klien. Perawat
membantu keluarga agar dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu
mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan,
memberi perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan
keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada pada
masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah
akan dapat mencegah perilaku maladaptive (pencegahan primer),
menanggulangi perilaku maladaptive (pencegahan skunder) dan
memulihkan perilaku maladaptive ke perilaku adaptif (pencegahan
tersier) sehingga derajat kesehatan klien dan kieluarga dapat
ditingkatkan secara opti9mal. (Budi Anna Keliat,1992).
d. Terapi somatic
Menurut Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic
terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan
mengubah perilaku yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan
melakukan tindankan yang ditunjukkan pada kondisi fisik klien, tetapi
target terapi adalah perilaku klien
e. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT) adalah
bentuk terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall
dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempatkan
pada pelipis klien. Terapi ini ada awalnya untukmenangani skizofrenia
membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-
3 hari sekali (seminggu 2 kali).
8. Pohon Masalah
Resiko menciderai diri sendiri
Orang lain atau lingkungan. E
Perlaku kekerasan
CP
9. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko menciderai diri sendiri, orang lain atau lingkungan b.d perilaku
kekerasan.
2. Perilaku kekerasan b.d Mekanisme koping individu in efektif.
10. Intervensi
1. Resiko menciderai diri dan orang lain b.d perilaku kekerasan.
TUM : Klien dapat melanjutkan peran sesuai dengan tanggung jawab.
TUK : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria hasil :
Klien mau menjawab salam
Klien mau menjabat tangan
Klien mau menyabutkan nama
Klien mau tersenyum
Ada kontak mata
Mau mengetahui nama perawat
Mau menyediakan waktu untuk kontak
Intervensi :
a. Memberi salam atau panggil nama klien
b. Sebutkan nama perawat sambil menjabat tangan
c. Jelaskan tujuan interaksi
d. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
e. Beri sikap aman dan empati
f. Lakukan kontrak singkat tapi sering
TUK 2 : Klien dapat mengnidentifikasi penyebab perilaku
kekerasan
Kriteria Evaluasi :
Klien dapat mengungkapkan perasaannya
Klien dapat mengungkapkan penyebab marah, baik dari diri sendiri
nmaupun orang lain dan lingkungan.
Intervensi :
a. Anjurkan klien mengnungkapkan yang dialami saat marah.
b. Obsevasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien.
c. Simpulkan tanda-tanda jengkel atau kesal yang dialami klien.
TUK 3 : klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Kriteria Evaluasi :
Klien dapat mengunngkapkan yang dialami saat marah.
Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda marah yang dialami.
Intervensi :
a. Anjurkan klien mengnungkapkan yang dialami saat marah.
b. Obsevasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien.
c. Simpulkan tanda-tanda jengkel atau kesal yang dialami
klien.
TUK 4 : Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan
Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
Klien dapat mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan
masalah atau tidak.
Intervensi :
a. Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
b. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan.
c. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan
masalahnya selesai.
TUK 5: Klien dapat mengidentifikasi akibat dari perilaku
kekerasan.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien.
Intervensi :
a. Berbicara akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan klien.
b. Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang digunakan oleh
klien.
c. Tanyakan pada klien ”Apakah ia ingin mempelajari cara baru yang
sehat”.
Keterangan :
Laki – laki Satu Rumah
Klien
2. Konsep diri
a. Citra tubuh
Klien memandang terhadap dirinya, ada bagian tubuh yang paling
disukainya yaitu tangan, klien mengatakan tangannya sekarang
mempunyai kekuatan akibat pernah di potong, mempunyai bekas
jahitan dan itu tandanya sebagai lambang.
b. Identitas diri
Sebelum sakit dulunya klien bekerja sebagai . Klien mempersepsikan
dirinya sebagai laki – laki dewasa dan belum menikah, klien anak
pertama dari dua bersaudara.
c. Peran
Klien adalah seorang kakak dari satu adik perempuannya
d. Ideal diri
Klien berharap agar bisa cepat sembuh, klien tidak ingin cepat pulang
karena disini klien merasa senang dan mempunyai banyak teman.
e. Harga diri
Menurut klien di dalam keluarganya dia selalu di nomor duakan oleh
kedua orang tuanya, orang tuanya lebih sayang kepada adiknya, karena
adiknya mempunyai masa depan, tetapi di dalam masyarakat serta di
lingkungan rumah sakit klien di hargai.
Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang terdekat
Klien mengatakan bahwa orang yang paling dekat dengannya yaitu Ibu
dan adiknya.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat
Klien mengatakan sebelum sakit sering mengikuti kegiatan di
masyarakat seperti pemuda dan remaja, setelah dirumah sakit klien
hanya mengikuti kegiatan yang ada di rumah sakit
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Sebelum MRS : Kien mengatakan mempunyai hambatan dalam
melakukan hubungan sosial, klien mempunyai dendam terhadap
temannya sehingga klien membunuh temannya tersebut (Tn. B.L) saat
MRS hubungan klien dengan klien lainnya juga ada masalah. Klien
suka memukul temannya yang ada di ruangan.
Masalah Keperawatan : Kerusakan Interaksi Sosial
4. Spiritual
Klien mengatakan beragama Kristen Pantekosta, sebelum sakit klien
mengatakan sering masuk gereja dan melakukan ibadah, saat di rumah
sakit klien beribadah sesuai dengan jadwal.
Masaalah Keperawatan :
2. DS Perilaku Kekerasan
- Kilen mengatakan benci atau kesal pada
temannya sehingga klien sudah memukul
temannya karena temannya sudah BAK dan
BAB di sembarangan tempat hingga
mengenai baju yang dibawa oleh orang
tuanya saat dibesuk
DO
- Ekspresi wajah tampak marah,
- Nada bicara keras
- Tegang
- Pandangan tajam
- Suka mengancam
2 DS : Halusinasi
- Klien mengatakan mendengar suara-suara Pendengaran
yang menyuruhnya melakukan hal-hal yang
aneh dan tidak wajar.
DO :
- Klien menutup telinga dengan kedua
tangannya, klien menghardik suara-suara
yang di dengarnya.
- Melamun
- Mondar mandir
KERJA :
“Apa yang menyebabkan Christian marah?, Apakah sebelumnya Christian pernah
marah? Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?. O...iya, apakah
ada penyebab lain yang membuat Bapak marah?
“Pada saat penyebab marah itu ada, Christian stress karena menghitung uangnya
dan temannya selalu meminta sesuatu darinya (tunggu respon pasien), apa yang
bapak rasakan?”
“Apakah Christian merasakan kesal kemudian dada Christian berdebar-debar, mata
melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang Christian lakukan?. Oia jadi Christian marah-marah dengan
mengamuk, merusak barang yang ada dirumah, dan memukul orang. Apakah dengan
cara ini rasa jengkel Christian hilang? Iya, tentu tidak. Apa kerugian cara yang
Christian lakukan? Betul, keluarga Christian jadi takut. Menurut Christian adakah
cara lain yang lebih baik tanpa menimbulkan kerugian? Maukah Christian belajar
cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalah dengan
cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkanrasa marah.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
”Begini Christian, kalau tanda-tanda marah tadi sudah Christian rasakan maka
Christian berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu
perlahan –lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik
dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali,
bapak sudah bisa melakukannya. Bagaimana perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini Christian lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-
waktu rasa marah itu muncul Christian sudah terbiasa melakukannya”
TERMINASI :
“Oya Pak, karena sudah 10 menit, apakah perbincangan ini mau diakhiri atau
dilanjutkan?”
“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan
bapak?”
”Iya jadi ada 2 penyebab Christian marah ........ (sebutkan) dan yang Christian
rasakan ........ (sebutkan) dan yang Christian lakukan ....... (sebutkan) serta
akibatnya ......... (sebutkan)
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah bapak yang lalu, apa
yang bapak lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan
napas dalamnya ya pak. ‘Sekarang kita buat jadual latihannya ya pak, berapa kali
sehari bapak mau latihan napas dalam?, jam berapa saja pak?”
”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain untuk
mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya pak”
SP 2 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2
a. Evaluasi latihan nafas dalam
b. Latih cara fisik ke-2: pukul kasur dan bantal
ORIENTASI :
“Selamat Pagi Christian, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang saya
datang lagi”
“Bagaimana perasaan Christian saat ini, adakah hal yang menyebabkan Christian
marah?”
“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik
untuk cara yang kedua”
“Mau berapa lama? Bagaimana kalau 20 menit?”
Dimana kita bicara?Bagaimana kalau di ruangan ini?”
KERJA :
“Kalau ada yang menyebabkan Christian marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-
debar, mata melotot, selain napas dalam Christian dapat melakukan pukul kasur dan
bantal”.
“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana tempat tidur Christian? Jadi
kalau nanti Christian kesal dan ingin marah, langsung ke kamar tempat tidur dan
lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal. Nah, coba Christian
lakukan, pukul kasur dan bantal. Ya, bagus sekali Christian bisa melakukannya”.
“Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal.”
“Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah. Kemudian
jangan lupa merapikan tempat tidurnya”
TERMINASI :
SP 3 Pasien :
Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal :
a. Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik
b. Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan
baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.
c. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
ORIENTASI :
“Selamat Pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita
ketemu lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam dan pukul
kasur bantal?, apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara
teratur?”
“Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya.”
“Bagus. Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri tulis M,
artinya mandiri; kalau diingatkan suster baru dilakukan tulis B, artinya
dibantu atau diingatkan. Nah kalau tidak dilakukan tulis T, artinya
belum bisa melakukan
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah
marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat
yang sama?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau
15 menit?”
KERJA :
“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah.
Kalau marah sudah dusalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul
kasur dan bantal, dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang
yang membuat kita marah. Ada tiga caranya pak : Meminta dengan baik
tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak menggunakan
kata-kata kasar. Kemarin Bapak bilang penyebab marahnya karena suka
meminta sesuatu dari bapak. Coba Bapak memberi dengan baik:”Ini
rokok saya, kalau mau minta jangan selalu, cukup 1 saja.” Coba bapak
praktekkan. Bagus pak.”Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh
dan bapak tidak ingin melakukannya, katakan: ‘Maaf saya tidak bisa
melakukannya karena sedang ada kerjaan’. Coba bapak praktekkan.
Bagus pak”
Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang
membuat kesal bapak dapat mengatakan:’ Saya jadi ingin marah karena
perkataanmu itu’. Coba praktekkan. Bagus”
TERMINASI :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara
mengontrol marah dengan bicara yang baik?”
“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita
pelajari”
“Bagus sekali, sekarang mari kita masukkan dalam jadwal. Berapa kali
sehari bapak mau latihan bicara yang baik?, bisa kita buat jadwalnya?”
Coba masukkan dalam jadual latihan sehari-hari, misalnya meminta
obat, uang, dll. Bagus nanti dicoba ya Pak!”
“Bagaimana kalau dua jam lagi kita ketemu lagi?”
“Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah
bapak yaitu dengan cara ibadah, bapak setuju? Mau di mana Pak? Di
sini lagi? Baik sampai nanti
“Selamat Pagi Christian, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang
saya datang lagi” Baik, yang mana yang mau dicoba?”
“Bagaimana Christian, latihan apa yang sudah dilakukan?Apa yang dirasakan
setelah melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaimana rasa
marahnya”
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa marah
yaitu dengan berdoa?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat tadi?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?
KERJA :
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa Christian lakukan! Bagus. Baik,
yang mana mau dicoba?
“Nah, kalau Christian sedang marah coba Christian langsung duduk dan tarik
napas dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika
tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian sholat”.
“Bapak bisa berdoa untuk meredakan kemarahan.”
“Coba Christian mulai berdoa? Bagus. Mau coba yang mana?Coba sebutkan
caranya”
TERMINASI :
SP 5 Pasien :
Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat
a. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah yang
sudah dilatih.
b. Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar
nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu
minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna obat dan
akibat berhenti minum obat.
c. Susun jadwal minum obat secara teratur
ORIENTASI
“Selamat Pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin hari ini kita ketemu lagi”
“Bagaimana Christian, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam, pukul
kasur bantal, bicara yang baik serta berdoa?, apa yang dirasakan setelah
melakukan latihan secara teratur? Coba kita lihat cek kegiatannya”.
“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum obat
yang benar untuk mengontrol rasa marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat
kemarin?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15
menit”
KERJA :
“Christian sudah dapat obat dari dokter?”
Berapa macam obat yang Christian minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam
berapa Bapak minum? Bagus!
“Obatnya ada empat macam pak, Diazepam, yang warnanya oranye namanya
CPZ gunanya agar pikiran tenang, yang putih ini namanya THP agar rileks
dan tegang, dan yang merah jambu ini namanya HLP agar pikiran teratur dan
rasa marah berkurang. Semuanya ini harus bapak minum 2 kali sehari jam 7
pagi dan jam 7 malam”.
“Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk membantu
mengatasinya bapak bisa mengisap-isap es batu”.
“Bila terasa mata berkunang-kunang, bapak sebaiknya
istirahat dan jangan beraktivitas dulu”
“Nanti di rumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di kotak obat
apakah benar nama bapak tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum,
jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah
benar? Di sini minta obatnya pada suster kemudian cek lagi apakah benar
obatnya!”
“Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan
dokter ya pak, karena dapat terjadi kekambuhan.”
“Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya kedalam jadual ya pak.”
TERMINASI :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum
obat yang benar?”
“Coba Christian sebutkan lagijenis obat yang Bapak minum! Bagaimana cara
minum obat yang benar?”
“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari?
Sekarang kita tambahkan jadual kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa
laksanakan semua dengan teratur ya”.
“Baik, Besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauhma ana bapak
melaksanakan kegiatan dan sejauhmana dapat mencegah rasa marah. Sampai
jumpa”
BAB IV
PEMBAHASAN
A. PENGKAJIAN
Nama klien : Tn. C.K, umur 31 tahun, Jenis Kelamin : Laki-Laki,
Agama : Kristen Pantekosta, Pendidikan : SMA, Suku / Bangsa : Minahasa /
Indonesia, Status Perekawinan : Belum Kawin, Alamat : Kalawat No CM : - .
Klien mengatakan keinginan harus selalu diterpenuhi. klien marah-marah dan
memukul temannya. Klien sudah pernah dirawat kali di RSJ klaten
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Sesuai dengan data yang di dapat dari klien, klien menunjukkan
tanda-tanda gejala marah : muka merah tegang, pandangan tajam dan data
yang didapat menampakkan gejala perilaku kekerasan seperti mudah
tersinggung dan setiap keinginannya harus terpenuhi, perilaku kekerasan yang
sering dilakukan klien adalah marah-marah, membentak-bentak dan
mengamuk serta memukul pintu/ jendela rumahsesuai data yang ada didalam
teori.
B. DIAGNOSA KEPEARAWATAN
Dengan adanya data-data haail pengkajian pada kasus Tn. H penulis
menyimpulkan terdapat diagnosa keperawatan yaitu resiko mencederai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan b.d perilaku kekerasan dan perilku
kekerasan b.d koping individu tidak efektif.
Diagnosa yang pertama yaitu resiko mencederai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan b.d perilaku kekerasan hal ini didukung karena pada
kasus Tn. H didapatkan hasil sebagai berikut : saat dirumah klien mengamuk
dan memukuli pintu/jendela rumah serta memukuli ayahnya.
Menurut Budi Anna Keliat S.Kp (1998), mengatakan bahwa perilaku
yang berhubungan dengan perilaku kekerasan adalah sebagai berikut : mata
merah, memaksakan kehendak, menyerang atau menghindar, mengatakan
dengan jelas (asertivines), memberontak (acting out), amuk atau kekerasan
(violence).
Dari data teori yang ditanyakan Budi Anna Keliat S.Kp 1998 pad
dasarnya tidak efektif berbeda tetapi pada saat pengkajian tidak ditemukan
klien klien muka merah.
Diagnosa kedua adalah perilaku kekerasan b.d koping individu tidak
efektif hal ini didukung karena pada saat kasus Tn. H didapatkan data sebagai
berikut : klien apabila ada masalah tidak mau bercerita dan memilih berdiam
diri dan memendamnya sendiri.
C. INTERVENSI DAN I MPLEMENTASI
Penulis akan menguraikan rencana dan penatalaksanaan yang telah
dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada pada Tn. H.
Diagnosa pertama yaitu resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan. Pada diagnosa pertama ini terdapat 7 rencana keperawatan serta 7
tindakan yang telah dilaksanakan. Untuk SP 1 adalah bina hubungan saling
percaya. Dengan mengungkapkan komunikasi terapeutik yaitu sapa klien
dengan ramah baik verbal maupun non verbal, perknalkan diri dengan sopan,
tanyakan nama lengkap klien nama panggilan yang disukai klien, jelaskan
tujuan pertemuan, tunjukkan sikap empati dan menerima keadaan klein apa
adanya, beri perhatian pada klien, dan perhatikan kebutuhan dasar klien. Pada
SP 1 kelompok tidak mengalami hambatan karena klien dpat diajak bekerja
sama dengan cukup kooperatif.
Rencana keperawatan yang telah disusun oleh kelompok untuk SP 2
adalah memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaanya. Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab jengkel dan marah.
Tindakan yang telah dilakukan kelompok adalah memberikan kesempatan
klien untuk menungkapkan perasaannya, membantu klien
mengungkapkapkan rasa jengkel/ kesal pada diri sendiri. Pada SP 2 kelompok
tidak mengalami kesulitan atau kendala, karena klien mampu
mengungkapkan penyebab marah yang dialami yaitu karena keinginan yang
tidak dipenuhi.
Rencana keperawatan yang telah dilakukan penulis untuk SP 3 adalah
anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaan yang dialami saat marah,
jengkel, observasi tanda, perilaku kekerasan pada klien. Pada SP 3 ini
kelompok tidak mengalami kendala karena klien mampu untuk
mengungkapkan perasaan saat marah, jengkel, klien dapat menyimpulkan
tanda-tanda jengkel dan marah, yaitu saat marah klien berbicara keras,
banyak bicara, perilaku tidak wajar dan sulit diarahkan.
Rencana keperawatan yang kelompok susun untuk SP 4 adalah
anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan. Bicarakan dengan klien apakah yang klien lakukan masalahnya
selesai. Tindakan keperawatan untuk SP 4 ini kelompok tidak mengalami
kesulitan kendala karena klien dapat menyebutkan perilaku kekerasan yang
dilakukan yaitu berbicara keras dan berguling-guling ditanah.
Rencana keperawatan untuk SP 5 yang kelompok susun adalah
bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan klien, bersama klien
menyimpulkan akibat atau cara yang digunakan oleh klien. Tanyakan pada
klien apakah klien ingin membicarakan cara baru yang sehat. Tindakan
kelompok yang telah dilakukan bersama dengan klien membicarakan akibat
dan kerugian yang klien lakukan dan menyimpulkan akibat atau kerugian
yang klien lakukan dan menyimpulkan akibat atau kerugian dari cara yang
digunakan klien. Pada SP 5 kelompok tidak mengalami kendala karena klien
kooperatif sehingga klien mampu menyebutkan akibat dan kerugian dari cara
yang telah klien gunakan adalah klien bisa menyakiti diri sendiri, klien bisa
dijauhi teman-temannya.
Rencana keperawatan untuk SP 6 adalah apakah klien klien ingin
belajar cara yang baru yang sehat, berikan pujian jika klien mengetahui cara
klien yang sehat, didiskusikan dengan klien cara yang sehat tindakan yang
telah kelompok lakukan menanyakan pada klien apakah klien mau
mempelajari cara baru sehat, berikan pujian pada klien jika mengetahui cara
baru dan sehat tersebut, mendiskusikan cara yang baru dan sehat. Pada SP 6
ini kelompok mengalami kendala karena klien kurang kooperatif, klien juga
tidak dapat melakukan Sholat dan berdoa karena beranggapan sia - sia.
D. EVALUASI
Pengkajian inervensi dan implementasi yang telah dilakukan
menghasilkan sebagai berikut :
Diagnosa 1 yaitu resiko mencederai diri sndiri, orang lain dan
lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan. Pada diagnosa pertama,
akan menjabarkan atau menjelaskan hasil yang diperoleh.
Evaluasi SP 1 klien sudah mampu membina hubungan saling percaya
dengan menunjukkan ekspresi wajah yang bersahabat: menunjukkan rasa
senang: kontak mata kurang: mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama,
mau menjawab salam, duduk berdampingan dengan perawat dan mau
mengutarakan masalah yang dihadapi. Pada SP 1 tidak ada kendala karena
klien kooperatif. Kesimpulan pada SP 1 telah dapat dilakukan dan sesuai
dengan perencanaan yang telah disusun oleh penulis.
Evaluasi SP 2 klien dapat mengungkapkan perasaannya dan klien
dapat mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau marah(dari diri
sendiri, orang lain dan lingkungan). Pada SP 2 ini kelompok tidak mengalami
kendala karena klien bisa mengungkapkan penyebab jengkel: bila
keinginannya tidak dipenuhi. Kesimpulan SP 2 dapat dilakukan dengan baik
dan sudah sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan dan disusun oleh
kelompok.
Evaluasi SP 3 klien dapat mengungkapkan perasaan pada saat marah
atau jengkel dan klien menyimpulkan tanda-tanda jengkel atau marah yang
dialami yaitu : suka marah-marah, bicara keras, perilaku tidaak wajar dan
sulit diarahkan. Pada SP 3 kelompok tidak mengalami kendala dalam
pelaksanaan dengan baik dan sesuai dengan rencana yang disusun.
Evaluasi SP 4 klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan yaitu : marah-marah, suara keras dan suka memukul pintu
rumah tetangganya. Klien dapat bermain peran sesuai dengan perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan dan dapat mengetahui cara yang biasa dapat
menyelesaikan masalah atau tidak. SP 4 ini penulis tidak mengalami kendala
dalam pelaksanaan tersebut, klien kooperatif dan dapat diajak kerjasama.
Kesimpulan SP 4 dapat terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana yang
telah disusun.
Evaluasi SP 5 klien dapat mengungkapkan akibat cara marah yang di
lakukan oleh klien yaitu : dapat merugikan orang lain dan diri sendiri maupun
orang lain. Dalam SP 5 ini penulis tidak mengalami kendala dalam
pelaksanaan tersebut, klien kooperatif dan dapat diajak kerjasama.
Kesimpulan SP 5dapat terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana yang
telah disusun.
Evaluasi SP 6 klien dapat memilih cara yang sehat dan dapat
mempraktekan cara yang sehat menyalurkan kemarahanya yaitu dengan
sholat dan berdoa. Dalam SP 6 ini penulis mengalami kendala dalam
pelaksanaan tersebut, klien kurang kooperatif dan tidak dapat diajak
kerjasama. Kesimpulan SP 6 belum dapat terlaksanan dengan baik sesuai
dengan rencana yang telah disusun.
Evaluasi SP 7 klien dapat minum obat secara teratur. Dalam SP 6 ini
penulis tidak ada kendala dalam pelaksanaan tersebut, klien kooperatif dan
dapat diajak kerjasama. Kesimpulan SP 7 dapat terlaksanan dengan baik
sesuai dengan rencana yang telah disusun.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Pada kasus perilaku kekerasan yang dialami pada Tn. H tindakan yang
dilakukan sesuai dengan konsep teori adalah membina hubungan saling percaya,
membantu klien mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau marah,
membantu klien mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan, membantu
mengungkapkan akibat atau kerugian dari cara yang digunakan klien, membantu
klien mengidentifikasi cara yang konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahannya dan mengajarkan cara untuk menyalurkan energy marah yang sehat
agar tidak menciderai diri sendiri, oarng lain dan lingkungan.
(Budi Anna Keliat , S.Kp 1998)
Saran
Untuk pasien :
Usulan penulis pada klien dengan ekspresi marah untuk mengatasi masalah yang
dihadapi.
1. Hindarkan hal-hal yang bisa menyebabkan marah yaitu mengungkit masalah
tentang keinginan yang tidak terpenuhi, menjauhi hal-hal yang menyebabkan
klien jengkel.
2. Ekspresikan marah dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti
dan diterima tanpa menyakiti orang lain
3. Anjurkan klien untuk mengikuti kegiatan atau aktivitas sehari-hari baik
didalam ruangan maupun diluar ruangan.
4. Anjurkan klien minum obat secara teratursesuai dengan ketentuan dokter.
5. Anjurkan klien kontrol dengan teratur setelah pulang dari rumah sakit
Untuk perawat :
1. Perawat perlu mengeksplorasikan perasaan marah dengan : mengkaji
pengalaman marah masa lalu dan bermain peran dalam mengungkapkan
marah.
2. Perawat perlu mengembangkan tingkah laku asertif bagi klien yaitu
menganjurkan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya secara
berkelompok misal dengan keluarga untuk dapat pemecehan masalahya.
3. Perawat perlu mengembangkan dan menyalurkan nergi kemarahannya dengan
cara yang konstruktif.
4. Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga, lari pagi, angkat berat dan
aktivitas lain yang membantu relaksasi otot seperti olahraga.
5. Mengikutsertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok.
Untuk mahasiswa :
1. Tingkatkan semangat individu dan kerjasama kelompok, mengelola kasus
kelompok agar dapat memberikan asuhan keperawatan secara profesional.
2. Mempersiapkan diri baik fisik maupun materi sebelum praktek khususnya
dalam bidang keperawatan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/document/350069775/Asuhan-Keperawatan-Jiwa-
Resiko-Perilaku-Kekerasan. ( diakses pada tanggal 22 oktober 2021)