Anda di halaman 1dari 55

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

PADA KLIEN Tn. C.K DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Tugas ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah
keperawatan jiwa dengan dosen pengampu Wahyudin. S.Kp.,M.Kes

Disusun oleh :
Kelompok 1

Azkya Nurpaddillah KHGA19095 Melani Nursifa KHGA19113


Diaz Alvan KHGA18096 Nadia Utami KHGA19116
Fitri Widia KHGA19104 Sri Ayu KHGA19127
Gilang Apriana KHGA19107 Wisman Sulung KHGA19133
Kelas 3C D3 Keperawatan

STIKes KARSA HUSADA GARUT

Jl. Nusa Indah No. 24 Tarogong Kidul Garut 44151

2021
KATA PENGANTAR

Puji  syukur  saya  panjatkan  atas  kehadirat Allah  SWT  yang  telah
melimpahkan  rahmat , taufiq dan  hidayah-Nya kepada kita semua ,  sehingga
dalam kesempatan ini kami  dapat  menyelesaikan penyusunan makalah
keperawatan Jiwa yang berjudul Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
gangguan resiko perilaku kekerasan. Maksud dan tujuan kami menyusun makalah
ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa
Kami menyadari  bahwa  penyusunan makalah  ini masih  jauh  dari 
sempurna  dan  tidak  lepas  dari  kekurangan,  karena 
kurangnya  pengetahuan  dan  referensi  yang  kami  dapatkan,  sehingga  kami 
memerlukan  kritik  dan saran  yang  membangun  untuk kesempurnaan 
penyusunan makalah  berikutnya. Saya berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat pengetahuan bagi para pembaca umumnya dan penyusun
khususnya

                                                                                              Garut, 23 oktober 2021

                                                                                                           
penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR..................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah...................................................1
2. Tujuan Penulisan..............................................................1
3. Sistematika........................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI
Pengertian.........................................................................................2
Rentang Respon................................................................................2
Proses Kemarahan............................................................................5
Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi........................................7
Mekanisme Koping.........................................................................11
Penatalaksanaan..............................................................................13
Diagnosa Keperawatan ..................................................................15
Intervensi........................................................................................15
BAB III TINJAUAN KASUS
Pengkajian......................................................................................19
Diagnosa.........................................................................................28
Perencanaan....................................................................................29
Implementasi..................................................................................32
Evaluasi..........................................................................................32
BAB IVPEMBAHASAN............................................................................45
BAB V PENUTUP .....................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................52
BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Gangguan jiwa pada mulanya dianggap suatu yang gaib, sehingga
penanganannya secara supranatural spiristik yaitu hal-hal yang berhubungan
dengan kekuatan gaib. Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan yang
terjadi pada unsur jiwa yang manifestasinya pada kesadaran, emosi, persepsi,
dan intelegensi. Salah satu gangguan jiwa tersebut adalah gangguan perilaku
kekerasan.
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai suatu respon terhadap
kecemasan yang dirasakansebagai ancaman individu. Pengungkapan
kemarahan dengan langsung dan konstruksif pada saat terjadi dapat
melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang
sebenarnya sehingga individu tidak mengalami kecemasan, stress, dan merasa
bersalah dan bahkan merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Dalam
hal ini, peran serta keluarga sangat penting, namun perawatan merupakan
ujung tombak dalam pelayanan kesehatan jiwa.
2. Tujuan Penulisan
a. Tujuan umum
Setelah membahas kasus ini diharapkan mengerti dan memberikan asuhan
keperawatan pada pasien perilaku kekerasan.
b. Tujuan Khusus
Setelah menyusun makalah ini diharapkan mahasiswa mampu :
 Melakukan pengkajian pada klien dengan perilaku kekerasan
 Merumuskan diagnosa untuk klien dengan perilaku kekerasan
 Membuat perencanaan untuk klien dengan perilaku kekerasan
 Melakukan implementasi pada klien dengan perilaku kekerasan
 Membuat evaluasi pada klien dengan perilaku kekerasan.
3. Sistematika
Untuk menghindari luas masalah maka dalam penyusunan makalah ini
kelompok mengkhususkan pembahasan tentang penatalaksanaan pada pasien
dengan perilaku kekerasan. Asuhan keperawatan ini hanya menerapkan
proses keperawatan melalui tahap pengkajian, diagnosa keperawatan,
implementasi, dan evaluasi pada kasus perilaku kekerasan.

LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN

A. MASALAH UTAMA
Perilaku Kekerasan

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang, baik secara fisik maupun psikologis.
Berdasarkan definisi ini, perilaku kekerasan dapat di lakukan secara
verbal di arahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku
kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu perilaku kekrasan saat
sedang berlangsung atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku
kekerasan). (Keliat, Keperawatan kesehatan jiwa komunitas, 2012)
2. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan


(Stuart dan Sundeen, 1995)
a. Respon marah yang adaptif meliputi :
1. Pernyataan (Assertion)
Respon marah dimana individu mampu menyatakan atau
mengungkapkan rasa marah, rasa tidak setuju, tanpa
menyalahkan atau menyakiti orang lain. Hal ini biasanya akan
memberikan kelegaan.
2. Frustasi
Respons yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai
tujuan, kepuasan, atau rasa aman yang tidak biasanya dalam
keadaan tersebut individu tidak menemukan alternatif lain.
b. Respon marah yang maladaptif meliputi :
1. Pasif
Suatu keadaan dimana individu tidak dapat mampu untuk
mengungkapkan perasaan yang sedang di alami untuk
menghindari suatu tuntutan nyata.
2. Agresif
Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan
individu untuk menuntut suatu yang dianggapnya benar dalam
bentuk destruktif tapi masih terkontrol.
3. Amuk dan kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilang
kontrol, dimana individu dapat merusak diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan.
3. Etiologi
Untuk menegaskan keterangan diatas, pada klien gangguan jiwa, perilaku
kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri
rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.
Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan.
4. Tanda dan Gejala
Data subyektif :
1. Mengatakan mudah kesal dan jengkel ,
2. Merasa semua barang tidak ada harganya sehingga dibanting-
banting.
( Keliat, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, 1998 )
Data obyektif :             
1. Muka merah dan tegang
2. Pandangan tajam
3. Mengatupkan rahang dengan kuat
4. Menegepalkan tangan
5. Jalan mondar-mandir
6. Bicara kasar
7. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
8. Mengancam secara verbal atau fisik
9. Melempar atau memukul benda/ orang lain
10. Merusak barang atau benda
11. Tidak memiliki kemampuan mencegah/ mengendalikan perilaku
kekerasan
(Keliat, Keperawatan kesehatan jiwa komunitas, 2012).

Menurut Fitria (2009)  tanda dan gejala perilaku kekerasan diantaranya


adalah :
1. Fisik : mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal, rahang
mengatup, wajah memerah dan tegang serta postur tubuh kaku.
2. Verbal : mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, bicara
dengan nada keras, kasar dan ketus.
3. Perilaku : menyerang orang lain, melukai diri sendiri, atau orang lain,
merusak lingkungan, amuk atau agresif.
4. Emosi : tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu,
dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk ingin
berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual : mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan
tidak jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
6. Spiritual : merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan,
tidak bermoral dan kreatifitas terhambat.
7. Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan
sindiran.
8. Perhatian : bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan
seksual.

Menurut Direja (2011) tanda dan gejala pada pasien data yang perlu dikaji
adalah :
Masalah Keperawatan Data Yang Perlu Dikaji
Perilaku Kekerasan Subjektif
1.      Klien mengancam.
1. Klien mengumpat dengan kata-kata
kotor.
2. Klien mengatakan dendam dan jengkel.
3. Klien mengatakan ingin berkelahi.
4. Klien menyalahkan dan menuntut.
5. Klien meremehkan.
Objektif
1.      Mata melotot/pandangan tajam.
1. Tangan mengepal.
2. Rahang mengatup.
3. Wajah memerah dan tegang.
4. Postur tubuh kaku.
5. Suara keras.

Proses Kemarahan
Stress, cemas, harga diri rendah, dan bersalah dapat menimbulkan
kemarahan. Respons terhadap marah dapat di ekspresikan secara
eksternal maupun internal.
a. Eksternal yaitu konstruktif, agresif.
b. Internal yaitu perilaku yang tidak asertif dan merusak diri sendiri.

Modul ekspresi marah


Rendah diri

Rasa bersalah Kecemasan

Bermusuhan

Ekspresi Eksternal Ekspresi Internal

c. Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif dengan


menggunakan kata-kata yang dapt di mengerti dan diterima tanpa
menyakiti hati orang lain, akan memberikan perasaan lega,
keteganganpun akan menurun dan perasaan marah teratasi.
d. Marah di ekspresikan dengan perilaku agresif dan menentang,
biasanya dilakukan individu karena ia merasa kuat. Cara ini tidak
menyelesaikan masalah bahkan dapat menimbulkan kemarahan yang
berkepanjangan dandapat menimbulkan tingkah laku yang destruktif,
amuk yang ditujukan pada orang lain maupun lingkungan.
e. Perilaku tidak asertif seperti menekan perasaan marah atau
melarikan diri dan rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikian
akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama dan pada suatu saat
dapat menimbulkan kemarahan destruktif yang ditujukan pada diri
sendiri.
5. Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi
Faktor Predisposisi
a) Teori biologi
Beardasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya pemberian stimulus
elektris ringan pada hipotalamus ternyata menimbulkan prilaku
agresif, dimana jika terjadi kerusakan fungsi limbic (untuk emosi dan
perilaku) lobus frontal (untuk pemikiran rasional), lobius temporal
(untuk interprestasi indra penciuman dan memori) akan menimbulakn
mata terbuka lebar, pupil berdilatasi, dan hendak menyerang objek
yang ada disekitarnya.
1) Neurologic faktor, beragam komponen dari sistem saraf seperti
synap, neurotransmitter, dendrit, axon terminalis mempunyai
peran memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-
pesan yamg akan mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik
sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku
bermusuhan dan respons agresif.
2) Genetic faktor, adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang
tua, menjadi potensi perilaku agresif. Menurut riset Kazuo
Murakami (2007) dalam gen manusia terdapat dormant (potensi)
agresif yang sedang tidur dan akan bangun jika terstimulasi oleh
faktor eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karkotype XYY,
pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal
serta orang-orang yang tersangkut hukum akibat perilaku agresif.
3) Cyrcardian Rhytm (irama sirkardian tubuh), memegang peranan
pada individu. Menurut penelitian pada jam-jam tertentu manusia
menghalangi peningkatan cortisol terutama pada jam-jam sibuk
seperti menjelang masuk kerja dan menjelang berakhirnya
pkerjaan sekitar jam 9 dan jam 13. Pada jam tertentu orang lebih
mudah terstimulasi untul bersikap agresif.
4) Biochemistry faktor (Faktor biokimia tubuh) seperti
neurotransmiter di otak (epinephrin, norepinephrin, dopamin,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam penyampaian
informasi melalui sistem persyarafan dalam tubuh, adanya
stimulus dari luar tubuh yang di anggap mengancam atau
membahayakan akan dihantar melalui implus neurotransmitter ke
otak dan meresponnya melalui serabut efferent. Peningkatan
hormon androgen dan norephinephrin serta penurunan serotonin
dan GABA pada cairan cerebospinal vertebra dapat menjadi
faktor predisposisi terjadinya perilaku agresif.
5) Brain Area dirsorder, gangguan pada sistem imbik dan lobus
temporal, sindrom otak organik, tumor otak, trauma otak,
penyakit ensepalitis, epilesi ditemukan sangat berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b) Faktor psikologis
1) Teori Psikoanalisa
Agresif dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh
kembang seseorang (life span hystori). Teori ini menjelaskan
bahwa adanya ketidakpusan fase oral antara usia 0-2 tahun
dimana anak tidak mendapatkan kasih sayang dan pemenuhan
kebutuhan air susu yang cukup cendurung mengembangkan sikap
agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai kompesasi adanya
ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang
rendah.Perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaanya
dan rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.
2) Imitation, modeling, and information processing theory:
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam
lingkungan yang menolelir kekerasan.Adanya contoh, model dan
perilaku yang ditiru dari madia atau lingkungan sekitar
memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam suatu
penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menonton tayangan
pamukulan pada boneka dengan raward positif (makin keras
pukulanya akan diberi coklat), anak lain menonton tayangan cara
mengasihii dan mencium boneka tersebut dengan reward positif
pula (makin baik belainya mendapat hadiah coklat). Setelah anak-
anak keluar dan diberi boneka ternyata masing-masing anak
berperilaku sesuai dengan tontonan yang pernah dialaminya.
3) Learning Theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap
lingkungan terdekatnya.Ia mengamati bagaimana respon ayah saat
menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana respons ibu
saat marah. Ia juga belajar bahwa dengan agresifitas lingkungan
sekitar menjadi peduli, bertanya, menanggapi, dan menganggap
bahwa dirinya eksis dan patut untuk diperhitungkan. (Yosep,
2011)

Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau
interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti ini kelemahan fisik
(penyakit fisik), keputus asaan, ketidak berdayaan, percaya diri yang
kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan
situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada
penghinaan, kehilangan orang yang dicintainya / pekerjaan dan kekerasan
merupakan factor penyebab yang lain. Interaksi yang profokatif dan
konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.

Menurut Yosep (2011) Faktor-faktor yang dapat mencetuskan


perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan:
a) Ekspresi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
b) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c) kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuati dalam keluarga serta
tidak membisakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d) ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan menempatkan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e) adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
f) kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa reancam, baik
berupa imjury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa
factor pencetus injury perilkau kekerassan adalah sebagai berikut (Wati,
2010) :
a) Klien: kelemahan fisik, keputasasaan, ketidakberdayaan, kehidupan
yang penuh dengan agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
b) Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti,
konflik, mersa terancam baik internal dari permasalan diri klien
sendiri maupun eksternal dari lingkungan.
c) Lingkungan: panas, padat, dan bising.
1. Tingkah Laku
a. Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi,
berdebar.
b. Memaksakan kehendak, merampas makanan, memukul jika tidak
senang perilaku yang berkaitan dengan marah antara lain :
1. Menyerang atau menghindar (flight or fight)
Timbul karena kegiatan sistem saraf otonom bereaksi
terhadap sekresi epineprin menyebabkan tekanan darah
meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, mual,
sekresi HCL meningkat, peristaltik usus menurun,
pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi,
kewaspadaan meningkat disertai ketegangan otot, seperti
rahang terkatub, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan
disertai reflek yang cepat.
2. Menyatakan dengan jelas (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam
mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif,
agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik
untuk mengekspresikan marah disamping dapat dipelajari
juga akan mengembangkan pertumbuhan diri pasien.
3. Memberontak (acting out)
Perilaku biasanya disertai kekerasan akibat konflik perilaku
acting out untuk menarik perhatian orang lain.
4. Amuk atau kekerasan (violence)
Perilaku dengan kekerasan atau amuk dapat ditujukan pada
diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diharapkan pada
penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelasaian masalah langsung
dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri (Stuart
dan sundeen, 1998 hal : 33)
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain :
a) Sublimasi : menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya
dimata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyaluranya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas remas
adona kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuanya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b) Proyeksi : menyalahkan orang lain kesukaranya atau keinginanya
yang tidak baik, misalnya seorang wanita muda yang menyangkal
bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya,
berbalik menuduh bahwa temanya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya
c) Represi : mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan
masuk kealam sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada
orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau
didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga
perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakanya.
d) Reaksi formasi : mencegah keinginan yang berbahaya bila di
ekspresikan. Dengan melebih lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakanya sebagai rintangan. Misalnya
seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kuat.
e) Deplacement : melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan. Pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang
pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya : timmy
berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapatkan hukuman dari
ibunya karena menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermai
perang-perangan dengan temanya.
Sumber Koping
Menurut Suart Sundeen 1998 :
1. Aset ekonomi
2. Kemampuan dan keahlian
3. Tehnik defensif
4. Sumber sosial
5. Motivasi
6. Kesehatan dan energi
7. Kepercayaan
8. Kemampuan memecahkan masalah
9. Kemampuan sosial
10. Sumber sosial dan material
11. Pengetahuan
12. Stabilitas budaya

7. Penatalaksanaan Umum
a. Farmakoterapi
Klien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang
tepat. Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis
efektif tinggi contohnya Clorpromazine HCL yang berguna untuk
mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat digunakan dosis
efektif rendah, contohnya Trifluoperasine estelasine, bila tidak ada juga
maka dapat digunakan Transquilizer bukan obat anti psikotik seperti
neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti
tegang, anti cemas, dan anti agitasi.
b. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan
pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan
kegiatan dan mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu
dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk
kegiatan seperti membaca Koran, main catur dapat pula dijadikan media
yang penting setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog
atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi dirinya.
Terapi ini merupakan langkah awal yangb harus dilakukan oleh petugas
terhadap rehabilitasi setelah dilakukannyan seleksi dan ditentukan
program kegiatannya.
c. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan
perawatan langsung pada setiap keadaan(sehat-sakit) klien. Perawat
membantu keluarga agar dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu
mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan,
memberi perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan
keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada pada
masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah
akan dapat mencegah perilaku maladaptive (pencegahan primer),
menanggulangi perilaku maladaptive (pencegahan skunder) dan
memulihkan perilaku maladaptive ke perilaku adaptif (pencegahan
tersier) sehingga derajat kesehatan klien dan kieluarga dapat
ditingkatkan secara opti9mal. (Budi Anna Keliat,1992).
d. Terapi somatic
Menurut Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic
terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan
mengubah perilaku yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan
melakukan tindankan yang ditunjukkan pada kondisi fisik klien, tetapi
target terapi adalah perilaku klien
e. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT) adalah
bentuk terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall
dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempatkan
pada pelipis klien. Terapi ini ada awalnya untukmenangani skizofrenia
membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-
3 hari sekali (seminggu 2 kali).
8. Pohon Masalah
Resiko menciderai diri sendiri
Orang lain atau lingkungan. E

Perlaku kekerasan
CP

Mekanisme koping individu in efektif


C

Gambar 1 : pohon masalah PK ( Budi Anna Keliat )

9. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko menciderai diri sendiri, orang lain atau lingkungan b.d perilaku
kekerasan.
2. Perilaku kekerasan b.d Mekanisme koping individu in efektif.
10. Intervensi
1. Resiko menciderai diri dan orang lain b.d perilaku kekerasan.
TUM : Klien dapat melanjutkan peran sesuai dengan tanggung jawab.
TUK : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria hasil :
 Klien mau menjawab salam
 Klien mau menjabat tangan
 Klien mau menyabutkan nama
 Klien mau tersenyum
 Ada kontak mata
 Mau mengetahui nama perawat
 Mau menyediakan waktu untuk kontak
Intervensi :
a. Memberi salam atau panggil nama klien
b. Sebutkan nama perawat sambil menjabat tangan
c. Jelaskan tujuan interaksi
d. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
e. Beri sikap aman dan empati
f. Lakukan kontrak singkat tapi sering
TUK 2 : Klien dapat mengnidentifikasi penyebab perilaku
kekerasan
Kriteria Evaluasi :
 Klien dapat mengungkapkan perasaannya
 Klien dapat mengungkapkan penyebab marah, baik dari diri sendiri
nmaupun orang lain dan lingkungan.
Intervensi :
a. Anjurkan klien mengnungkapkan yang dialami saat marah.
b. Obsevasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien.
c. Simpulkan tanda-tanda jengkel atau kesal yang dialami klien.
TUK 3 : klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Kriteria Evaluasi :
 Klien dapat mengunngkapkan yang dialami saat marah.
 Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda marah yang dialami.
Intervensi :
a. Anjurkan klien mengnungkapkan yang dialami saat marah.
b. Obsevasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien.
c. Simpulkan tanda-tanda jengkel atau kesal yang dialami
klien.
TUK 4 : Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
Kriteria evaluasi :
 Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan
 Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
 Klien dapat mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan
masalah atau tidak.
Intervensi :
a. Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
b. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan.
c. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan
masalahnya selesai.
TUK 5: Klien dapat mengidentifikasi akibat dari perilaku
kekerasan.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien.
Intervensi :
a. Berbicara akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan klien.
b. Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang digunakan oleh
klien.
c. Tanyakan pada klien ”Apakah ia ingin mempelajari cara baru yang
sehat”.

TUK 6 : Klien dapat mengidentifikasi cara kontruktif dalam berespon


terhadap kemarahan.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat melakukan cara berespon terhadap kemarahan secara
konstruktif.
Intervensi :
a. Tanyakan pada klien ”Apakah ia ingin mempelajari cara baru yang
sehat”.
b. Berikan pujian jika klien mengetahui cara lain yang sehat.
c. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat :
a. Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal atau memukul
bantal atau kasur atau olahraga atau pekerjaan yang
memerlukan tenaga.
b. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang kesal atau
tersinggung atau jengkel (saya kesal Anda berkata seperti itu :
saya marah karen mami tidak memenuhi keinginan saya).
c. Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang
sehat ; latihan asertif.
d. Secar spiritual : anjurkan klien sembahyang, berdoa atau
ibadah lain meminta pada Tuhan untuk beri kesabaran,
mengadu pada Tuhan kekerasan atau kejengkelan.
TUK 7 : Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol
perilaku kekerasan.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
Fisik : tarik nafas dalam olahraga menyiram tanaman
Verbal : mengatakan secara langsung dengan tidak menyakiti.
Spiritual : sembahyang, berdoa atau ibadah klien.
Intrevensi :
a. Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
b. Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih.
c. Bantu klien untuk memaksimulasi cara tersebut (role play).
d. Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien mensimulasi cara
tersebut.
e. Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat
jengkel atau marah.
BAB II
TINJAUAN KASUS

Tanggal Pengkajian : 22 Mei 2017


Tanggal Masuk : 22 November 2005
Ruang : Cakalele
I. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : Tn. C.K
Alamat : Kalawat
Umur : 31 Tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Status : Belum Menikah
Agama : Kristen Pantekosta
Pendidikan : SMA
Suku/Bangsa : Minahasa/Indonesia
No. CM :
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. R.K
Umur : 58 Tahun
Agama : Kristen Pantekosta
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Kalawat
Hubungan dengan Klien : Ayah Kandung
II. KELUHAN UTAMA
Saat di kaji klien mengatakan susah tidur karena selalu menghitung dan
memikirkan uangnya. Klien mengatakan merasa jengkel dan marah jika
keinginanya tidak terpenuhi atau mengambil sesuatu darinya, saat marah
atau jengkel klien mengamuk dan memukul klien lainnya yang berada di
ruangan.
DO : Ekspresi wajah tampak marah, nada bicara keras, tegang, pandangan
tajam, mondar mandir, dan suka mengancam
Masalah Keperawatan : Perilaku Kekerasan
III. ALASAN MASUK
Klien bingung, agresif, labil, gelisah dan tidak dapat mengontrol diri,
mengamuk, marah-marah tanpa alasan, berteriak – teriak, memukul orang-
orang disekitar, kurang tidur dan merusak barang yang ada di rumah.
Kemudian oleh keluarga, klien dibawa ke RSJ Prof. Dr. V.L. Ratumbuysang
Manado
Masalah Keperawatan : Prilaku Kekerasan
IV. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Klien mengalami gangguan jiwa sejak 12 tahun yang lalu
2. Pengobatan sebelumnya kurang berhasil, klien pernah putus obat
3. Klien pernah melakukan, mengalami, menyaksikan penganiayaan fisik,
penolakan dari lingkungan, dan klien melakukan tindakan criminal pada
usia 25 tahun
4. Klien mengatakan bahwa di dalam keluarganya tidak ada anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
5. Klien mengatakan pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
adalah klien pernah kecewa dengan perempuan.
6. Masalah Keperawatan : Perilaku Kekerasan
V. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda – tanda Vital :
1) Tekanan darah : 110 / 70 mmHg
2) Nadi : 80 x/menit
3) Suhu badan : 36.4 0C
4) Respirasi : 20 x/menit
2. Ukuran
1) Tinggi Badan : 170 cm
2) Berat badan : 85 Kg
3. Kondisi Fisik
Klien mengatakan kondisi tubuhnya saat ini baik – baik saja dan tidak
ada keluhan fisik.
VI. PSIKOSOSIAL
1. Genogram

Keterangan :
Laki – laki Satu Rumah

Perempuan Garis Perkawinan

Meninggal Garis Keturunan

Klien

2. Konsep diri
a. Citra tubuh
Klien memandang terhadap dirinya, ada bagian tubuh yang paling
disukainya yaitu tangan, klien mengatakan tangannya sekarang
mempunyai kekuatan akibat pernah di potong, mempunyai bekas
jahitan dan itu tandanya sebagai lambang.
b. Identitas diri
Sebelum sakit dulunya klien bekerja sebagai . Klien mempersepsikan
dirinya sebagai laki – laki dewasa dan belum menikah, klien anak
pertama dari dua bersaudara.
c. Peran
Klien adalah seorang kakak dari satu adik perempuannya
d. Ideal diri
Klien berharap agar bisa cepat sembuh, klien tidak ingin cepat pulang
karena disini klien merasa senang dan mempunyai banyak teman.
e. Harga diri
Menurut klien di dalam keluarganya dia selalu di nomor duakan oleh
kedua orang tuanya, orang tuanya lebih sayang kepada adiknya, karena
adiknya mempunyai masa depan, tetapi di dalam masyarakat serta di
lingkungan rumah sakit klien di hargai.
Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang terdekat
Klien mengatakan bahwa orang yang paling dekat dengannya yaitu Ibu
dan adiknya.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat
Klien mengatakan sebelum sakit sering mengikuti kegiatan di
masyarakat seperti pemuda dan remaja, setelah dirumah sakit klien
hanya mengikuti kegiatan yang ada di rumah sakit
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Sebelum MRS : Kien mengatakan mempunyai hambatan dalam
melakukan hubungan sosial, klien mempunyai dendam terhadap
temannya sehingga klien membunuh temannya tersebut (Tn. B.L) saat
MRS hubungan klien dengan klien lainnya juga ada masalah. Klien
suka memukul temannya yang ada di ruangan.
Masalah Keperawatan : Kerusakan Interaksi Sosial
4. Spiritual
Klien mengatakan beragama Kristen Pantekosta, sebelum sakit klien
mengatakan sering masuk gereja dan melakukan ibadah, saat di rumah
sakit klien beribadah sesuai dengan jadwal.
Masaalah Keperawatan :

VII. STATUS MENTAL


1. Penampilan
Klien berpenampilan cukup rapih, bersih, penggunaan pakaian sesuai,
baju dan celana tidak terbalik. Berganti pakaian 1x sehari, selama di
rumah sakit klien memakai memakai seragam rumah sakit.
Masalah Keperawatan :
2. Pembicaraan
Klien ketika bicara nada suara keras, tinggi, tidak meloncat-loncat dari
tema yang dibicarakan dan dapat berkomunikasi dengan lancar.
Masalah Keperawatan : -
3. Aktifitas Motorik
Pada kondisi sekarang klien terlihat tampak tenang, diam, untuk saat ini
klien belum mampu mengendalikan emosinya yang labil.
Masalah Keperawatan :
4. Alam Perasaan
Alam perasaan klien sesuai dengan keadaan, saat gembira klien tampak
gembira, saat sedih klien tampak sedih.
Masalah Keperawatan : -
5. Afek
Klien berespon sesuai dengan stimulus yang diberikan, klien labil dan
mudah marah
Masalah Keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan
6. Interaksi selama wawancara
Klien aktif, selalu menjawab jika ditanya
Masalah Keperawatan : -
7. Persepsi
Saat dikaji klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruhnya
melakukan hal-hal yang aneh dan tidak wajar.
DO : Klien menutup telinga dengan kedua tangannya, klien menghardik
suara-suara yang di dengarnya
Masalah Keperawatan : Halusinasi Pendengaran
8. Proses pikir
Pembicaraan klien normal, tidak berbelit-belit, tidak meloncat-loncat dan
sampai tujuan karena dapat kooperatif.
Masalah Keperawatan : -
9. Isi Pikir
Tidak ada waham, obsesi, phobia, hipokondria, depersonalsasi, dll.
10. Tingkat Kesadaran
 Orientasi waktu, tempat dan orang dapat disebutkan dengan benar
dan jelas yang ditandai dengan klien mampu menyebutkan hari,
tanggal, tahun yang benar pada saat wawancara.
 Klien dapat mengenali orang-orang yang ada disekitarnya
ditunjukkan dengan klien bisa menyebutkan beberapa nama
temannya.
Masalah Keperawatan : -
11. Memori
Klien dapat mengingat kejadian saat dibawa ke rumah sakit dengan
diantar oleh ayahnya. Dan klien dapat mengingat nama mahasiswa saat
berkenalan dengan benar.
Masalah Keperawatan : -
12. Tingkat Konsentrasi Berhitung
Klien dapat menghitung dengan baik misalnya 1x10 = 10, 5+5 = 10,
Klien dapat memfokuskan konsentrasi dengan baik
Masalah Keperawatan : -
13. Kemampuan Penilaian
Klien mampu menilai suatu masalah dan dapat mengambil keputusan
sesuai tingkat atau mana yang lebih baik untuk dikerjakan pertama kali.
Masalah Keperawatan : -
14. Daya Tilik Diri
Klien mampu mengenali penyakitnya dan tidak mengingkari terhadap
penyakitnya karena klien mampu menjelaskan mengapa klien bisa
seperti ini dan penyebab mengapa klien bisa sakit jiwa seperti ini.
Masalah Keperawatan : -

VIII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG


1. Makan
Klien mampu makan dengan mandiri dengan cara yang baik seperti
biasanya, klien makan 3x sehari, pagi, siang dan malam, minum ±6
gelas sehari.
Masalah Keperawatan :
2. BAB/BAK
Klien BAB 2 hari sekali, BAK ±5x sehari dan mampu melakukan
eliminasi dengan baik, menjaga kebersihan setelah BAB dan BAK
dengan baik.
Masalah Keperawatan :
3. Mandi
Klien mengatakan mandi 1x pada pagi hari, menyikat gigi saat mandi,
kebersihan tubuh baik.
Masalah Keperawatan :
4. Berpakaian
Klien mengatakan ganti pakaian 1x sehari dengan pakaian yang
disediakan rumah sakit, klien dapat memilih dan mengambil pakaian
dengan baik dan sudah sesuai dengan aturan rumah sakit.
Masalah Keperawatan :
5. Pola Istirahat Tidur
Saat dikaji Klien mengatakan susah tidur karena selalu menghitung dan
memikirkan uangnya, klien dapat tidur dengan kualitas 5-6 jam perhari
pada malam hari.
Masalah Keperawatan : Gangguan Pola Tidur
6. Penggunaan Obat
Klien mengatakan dirumah sakit selalu minum obat, 2x sehari setelah
makan.
Masalah Keperawatan :
7. Aktivitas di dalam rumah
Klien bisa membantu pekerjaan rumah seperti mencuci, menyapu, dll.
Masalah Keperawatan :
8. Aktivitas diluar rumah
Klien mengatakan bekerja sehari-hari sebagai operator di perusahan
indococo.
Masalah Keperawatan :

IX. MEKANISME KOPING


 Klien mampu berkomunikasi dengan orang lain.
MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
1. Masalah dengan dukungan kelompok (-)
2. Masalah berhubungan dengan lingkungan : di dalam ruangan klien
kadang emosi dan suka memukul temannya jika klien merasa tidak
senang.
3. Masalah dengan kesehatan (-)
4. Masalah dengan perumahan, klien tinggal bersama dengan kedua orang
tuanya.
5. Masalah dengan ekonomi : kebutuhan klien di penuhi oleh orang
tuanya.
X. ASPEK MEDIK
Diagnosa Medis : Skizofrenia Paranoid
Terapi obat :
- Diazepam 0-0-1
- CPZ 1-0-1
- Haloperidol 3 x ½ mg
- Trihexiperidine (THP) 2 x 1 mg
XI. MASALAH KEPERAWATAN
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2. Perilaku Kekerasan
3. Halusinasi Pendengaran

XII. ANALISA DATA


N DATA MASALAH
O KEPERAWATAN
1 DS : Resiko mencederai
- Klien mengatakan merasa jengkel dan diri sendiri, orang
marah jika keinginanya tidak terpenuhi atau lain dan lingkungan
tidak mendengarkannya, saat marah atau
jengkel klien mengamuk dan memukul
klien lainnya yang berada di ruangan.
DO :
- Ekspresi wajah tampak marah saat
mengancam
- Nada bicara keras
- Tegang

2. DS Perilaku Kekerasan
- Kilen mengatakan benci atau kesal pada
temannya sehingga klien sudah memukul
temannya karena temannya sudah BAK dan
BAB di sembarangan tempat hingga
mengenai baju yang dibawa oleh orang
tuanya saat dibesuk
DO
- Ekspresi wajah tampak marah,
- Nada bicara keras
- Tegang
- Pandangan tajam
- Suka mengancam
2 DS : Halusinasi
- Klien mengatakan mendengar suara-suara Pendengaran
yang menyuruhnya melakukan hal-hal yang
aneh dan tidak wajar.
DO :
- Klien menutup telinga dengan kedua
tangannya, klien menghardik suara-suara
yang di dengarnya.
- Melamun
- Mondar mandir

XIII. POHON MASALAH


Resiko Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain,
Lingkungan ( Efek )

Perilaku Kekerasan ( Core Problem )

Halusinasi Pendengaran ( Causa / Penyebab )

XIV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Resiko Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain, Lingkungan berhubungan
dengan Perilaku Kekerasan
2. Perilaku Kekerasan berhubungan dengan Halusinasi Pendengaran

XV. RENCANA KEPERAWATAN


DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA INTERVENSI
HASIL
1. Resiko TUM: 1. Klien mau 1. Bersalam
menciderai Klien dapat membalas salam panggil nama
diri sendiri, melanjutkan peran 2. Klien mau 2. Sebutkan nama
orang lain sesuai dengan menjabat tangan perawat sambil
dan tanggung jawab. 3. Klien mau jabat tangan
lingkungan TUK 1: menyebut nama 3. Jelaskan
berhubunga Klien dapat membina 4. Klien mau maksud
n dengan hubungan saling tersenyum hubungan
perilaku percaya. 5. Klien mau kontak interaksi
kekerasan mata 4. Jelaskan
6. Klien mau kontrak yang
mengetahui nama akan dibahas
perawat 5. Beri rasa aman
dan simpati
6. Lakukan
kontak mata
singkat tapi
sering

TUK 2: 1. Klien 1. Beri kesempatan


Klien dapat mengungkapkan untuk
mengidentifikasi perasaanya mengungkapkan
kemampuan 2. Klien dapat perasaan
penyebab kekerasan mengungkapkan 2. Bantu klien
penyebab perasaan untuk
marah dari mengungkapkan
lingkungan atau penyebab
orang lain perasaan
jengkel/kesal

TUK 3 : 1. Klien mampu 3. Anjurkan klien


Klien dapat mengungkapkan mengungkapkan
mengidentifikasi perasaan saat apa yang
tanda-tanda perilaku marah/jengkel dialami dan
kekerasan 2. Klien dapat dirasakan saat
menyimpulkan marah
tanda-tanda marah 4. Observasi tanda-
yang dialami. tanda perilaku
kekerasan pada
klien
5. Simpulkan
bersama klien
tanda dan gejala
kesal yang di
alami
TUK 4; 1. Klien dapat 1. Anjurkan klien
Klien dapat mengungkapkan untuk
mengidentifikasi perilaku kekerasan mengungkapkan
perilaku kekerasan yang biasa perilaku
yang biasa dilakukan dilakukan kekerasan yang
2. Klien dapat biasa dilakukan
bermain peran klien .
dengan perilaku 2. Bantu klien
kekerasan yang bermain peran
biasa dilakukan sesuai dengan
3. Klien dapat perilaku
mengetahui cara kekerasan yang
yang biasa biasa dilakukan.
dilakukan untuk 3. Bicarakan
menyelesaikan dengan klien
masalah apakah dengan
cara yang
dilakukan klien
masalahnya
selesai

TUK 5; 1. Klien dapat 1. Bicarakan


Klien dapat menjelaskan akibat akibat dan
mengidentikasi akibat dari cara yang cara yang
perilaku kekerasan digunakan dilakukan
 Akibat pada klien
klien sendiri 2. Bersama
 Akibat pada klien
orang lain menyimpulk
 Akibat pada an akibat
lingkungan cara yang
digunakan
oleh klien
3. Tanya pada
klien apakah
ia ingin
mempelajari
cara yang
baru dan
yang sehat.

TUK 6 : 1. Klien dapat 1. Bantu klien


Klien dapat menyebutkan memilih cara
mendemonstrasikan contoh pencegahan yang paling
cara mengontrol perilaku kekerasan tepat untuk klien
perilaku kekerasan secara : 2. Ban
- Fisik: tarik nafas tu klien
dalam , olah mengidentifikasi
raga, memukul manfaat cara
bantal yang telah
- Verbal: dipilih
mengatakan 3. Ban
secara langsung tu klien untuk
dengan tidak menstimulasikan
menyakiti. cara tersebut
2. Klien dapat atau dengan role
mendemonstrasikan play
cara fisik (memukul 4. Beri
bantal) untuk reinforcement
mencegah perilaku positif atas
kekerasan. keberhasilan
klien
menstimulasikan
cara tersebut
5. Anj
urkan klien
untuk
menggunakan
cara yang
dipelajari saat
jengkel atau
marah.

TUK 7 : 1. Klien dapat 1. Jelaskan jenis-


Klien dapat menyebut kan obat jenis obat yang
menggunakan obat – obat yang di di minum pada
dengan benar ( sesuai minum dan klien dan
dengan program ) kegunaanya keluarga.
( jenis 2. Diskusikan
,waktu,dosis,dan manfaat minum
efek ) obat dan
2. Klien dapat minum kerugian
obat sesuai berhenti minum
program obat tanpa seijin
pengobatan dokter
3. Jelaskan prinsip
benar minum
obat(baca nama
yg tertera pd
botol obat,dosis
obat ,waktu dan
cara minum)
4. Anjurkan klien
minum obat
tepat waktu

XVI. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


Waktu Dx SP IMPLEMENTASI EVALUASI
Selasa 1 SP 1 1. Membina hubungan S : Klien senang karena
23 Mei 2017 saling percaya disapa oleh perawat.
dengan O:
10.00 mengungkapkan  Klien mau berjabat
komunikasi tangan
terapeutik  Klien mau bercerita
2. Menyapa klien tentang diri nya
dengan ramah,baik  Kontak mata cukup
verbal maupun non A : Klien mampu
verbal. membina hubungan
3. Memperkenal diri saling percaya, SP 1
dengan sopan. tercapai.
4. Menjelaskan tujuan P : Lanjutkan SP 2, klien
pertemuan dengan dapat
lengkap mengidentifikasi
5. Menanyakan nama penyebab marah.
klien dengan
lengkap.
6. Mengatakan dengan
jujur dan menepati
janji
7. Menunjukkan rasa
empati dan menerima
klien apa adanya.
8. Memberikan
perhatian kepada
klien dan perhatikan
kebutuhan dasar
klien
10.40 SP 2 1. Mengkaji S : Klien mengatakan
pengetahuan klien O:
tentang perilaku • Klien dapat
kekerasan dan mengungkapkan
penyebab. perasaan marah atau
2. Memberikan jengkel.
kesempatan kepada • Klien tampak tegang
klien untuk dan tatapan mata
mengungkapkan tajam.
perasaan penyebab A : Klien mampu
perilaku kekerasan mengungkapkan
3. Memberikan pujian penyebab marah atau
terhadap kemampuan jengkel, SP 2 tercapai.
klien memngungkap P : Ulangi dan
kan persaan nya. Pertahankan SP 2,
klien belum dapat
mengontrol dan
penanganan perilaku
kekerasan

Rabu SP 3 1. Mendiskusikan S : Klien saat marah akan


24 Mei 2017 bersama klien berbicara dengan nada
tentang apa yang tinggi, tangan
10:00 dirasakan saat klien mengepal, matanya
marah menatap tajam,
2. Mendiskusikan wajahnya tampak
bersama klien merah.
tentang tanda-tanda O : Klien menunjukkan
perilaku kekerasan. tanda-tanda :
a. Nada suara tinggi
b. Mata menatap
tajam
c. Tangan
mengepal.
A : Klien mampu
mengidentifikasi tanda
dan gejala saat marah
atau jengkel. SP 3
tercapai.
P : SP3 dipertahankan
SP 4 1. M S : Klien akan marah-
enganjurkan klien marah apabila
untuk keinginanya tidak
mengungkapkan dipenuhi dan
perilaku kekerasan memukul temannya
yang bias dilakukan.O : Klien tampak :
2. M Tegang, tangan
embantu klien mengepal, mata
bermain peran sesuai menatap tajam,
dengan perilaku wajah memerah.
kekerasan. A : Klien mampu
3. M mengungkapkan
embicarakan dengan perilaku kekerasan
klien apakah dengan yang bisa dilakukan.
cara yang dilakukan SP 4 tercapai.
oleh klien masalah P : Lanjutkan SP 5, klien
akan teratasi. dapat mengungkapkan
perilaku yang sering
dilakukan saat marah.
Kamis SP 5 1. Membic S:
8/02/2017 arakan akibat atau Klien ingin minta maaf
11.15 kerugian dan cara setelah dirinya marah –
yang dilakukan marah dan memukul
kilen pada saat temannya.
marah O:
2. Menyi Klien tampak : sedih,
mpulkan bersama mata menatap tajam,
klien akibat dari wajah memerah.
cara yang A:
digunakan oleh Klien mampu
klien mengungkapkan akibat
3. Menany atau kerugian dari
akan kepada klien perilaku kekerasan yang
apakah klien mau dilakukannya, SP 5
mempelajari cara- tercapai.
cara yang baru dan P:
sehat Lanjutkan SP 6, klien
dapat mengontrol
perilaku yang sering
dilakukan saat marah.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
SP 1 Pasien :
Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab
perasaan marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku
kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta cara mengontrol
secara fisik I
ORIENTASI:
“Selamat Pagi pak, perkenalkan nama Fitriani Karafe, panggil saya fitri saya
Mahasiswa Profesi Ners dari STIKES Muhammadiyah Manado yang akan praktek
disini selama 1 minggu. Hari ini saya dinas pagi dari pkl. 07.00-14.00 WITA. Saya
yang akan merawat bapak selama Bapak di rumah sakit ini. Nama bapak siapa?
senangnya dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan Christian saat ini? Masih ada perasaan kesal atau marah?”
“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah bapak”
“Berapa lama Christian mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 10 menit?
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, Christian? Bagaimana
kalau di ruangan ini?”

KERJA :
“Apa yang menyebabkan Christian marah?, Apakah sebelumnya Christian pernah
marah? Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?. O...iya, apakah
ada penyebab lain yang membuat Bapak marah?
“Pada saat penyebab marah itu ada, Christian stress karena menghitung uangnya
dan temannya selalu meminta sesuatu darinya (tunggu respon pasien), apa yang
bapak rasakan?”
“Apakah Christian merasakan kesal kemudian dada Christian berdebar-debar, mata
melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang Christian lakukan?. Oia jadi Christian marah-marah dengan
mengamuk, merusak barang yang ada dirumah, dan memukul orang. Apakah dengan
cara ini rasa jengkel Christian hilang? Iya, tentu tidak. Apa kerugian cara yang
Christian lakukan? Betul, keluarga Christian jadi takut. Menurut Christian adakah
cara lain yang lebih baik tanpa menimbulkan kerugian? Maukah Christian belajar
cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalah dengan
cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkanrasa marah.”

”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”

”Begini Christian, kalau tanda-tanda marah tadi sudah Christian rasakan maka
Christian berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu
perlahan –lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik
dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali,
bapak sudah bisa melakukannya. Bagaimana perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini Christian lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-
waktu rasa marah itu muncul Christian sudah terbiasa melakukannya”

TERMINASI :

“Oya Pak, karena sudah 10 menit, apakah perbincangan ini mau diakhiri atau
dilanjutkan?”
“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan
bapak?”
”Iya jadi ada 2 penyebab Christian marah ........ (sebutkan) dan yang Christian
rasakan ........ (sebutkan) dan yang Christian lakukan ....... (sebutkan) serta
akibatnya ......... (sebutkan)
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah bapak yang lalu, apa
yang bapak lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan
napas dalamnya ya pak. ‘Sekarang kita buat jadual latihannya ya pak, berapa kali
sehari bapak mau latihan napas dalam?, jam berapa saja pak?”
”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain untuk
mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya pak”
SP 2 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2
a. Evaluasi latihan nafas dalam
b. Latih cara fisik ke-2: pukul kasur dan bantal
ORIENTASI :

“Selamat Pagi Christian, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang saya
datang lagi”
“Bagaimana perasaan Christian saat ini, adakah hal yang menyebabkan Christian
marah?”
“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik
untuk cara yang kedua”
“Mau berapa lama? Bagaimana kalau 20 menit?”
Dimana kita bicara?Bagaimana kalau di ruangan ini?”

KERJA :

“Kalau ada yang menyebabkan Christian marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-
debar, mata melotot, selain napas dalam Christian dapat melakukan pukul kasur dan
bantal”.

“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana tempat tidur Christian? Jadi
kalau nanti Christian kesal dan ingin marah, langsung ke kamar tempat tidur dan
lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal. Nah, coba Christian
lakukan, pukul kasur dan bantal. Ya, bagus sekali Christian bisa melakukannya”.
“Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal.”
“Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah. Kemudian
jangan lupa merapikan tempat tidurnya”

TERMINASI :

“Bagaimana perasaan Christian setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”


“Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba bapak sebutkan lagi?Bagus!”
“Mari kita masukkan kedalam jadual kegiatan sehari-hari bapak. Pukul kasur bantal
mau jam berapa? Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik, jadi jam 05.00 pagi. dan
jam jam 15.00 sore. Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara
tadi ya pak. Sekarang kita buat jadwalnya ya pak, mau berapa kali sehari bapak latihan
memukul kasur dan bantal serta tarik nafas dalam ini?”
“Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol marah dengan belajar
bicara yang baik. Mau jam berapa pak? Baik, jam 10 pagi ya. Sampai jumpa”

SP 3 Pasien :
Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal :
a. Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik
b. Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan
baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.
c. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
ORIENTASI :
“Selamat Pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita
ketemu lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam dan pukul
kasur bantal?, apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara
teratur?”
“Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya.”
“Bagus. Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri tulis M,
artinya mandiri; kalau diingatkan suster baru dilakukan tulis B, artinya
dibantu atau diingatkan. Nah kalau tidak dilakukan tulis T, artinya
belum bisa melakukan
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah
marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat
yang sama?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau
15 menit?”
KERJA :
“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah.
Kalau marah sudah dusalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul
kasur dan bantal, dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang
yang membuat kita marah. Ada tiga caranya pak : Meminta dengan baik
tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak menggunakan
kata-kata kasar. Kemarin Bapak bilang penyebab marahnya karena suka
meminta sesuatu dari bapak. Coba Bapak memberi dengan baik:”Ini
rokok saya, kalau mau minta jangan selalu, cukup 1 saja.” Coba bapak
praktekkan. Bagus pak.”Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh
dan bapak tidak ingin melakukannya, katakan: ‘Maaf saya tidak bisa
melakukannya karena sedang ada kerjaan’. Coba bapak praktekkan.
Bagus pak”
Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang
membuat kesal bapak dapat mengatakan:’ Saya jadi ingin marah karena
perkataanmu itu’. Coba praktekkan. Bagus”
TERMINASI :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara
mengontrol marah dengan bicara yang baik?”
“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita
pelajari”
“Bagus sekali, sekarang mari kita masukkan dalam jadwal. Berapa kali
sehari bapak mau latihan bicara yang baik?, bisa kita buat jadwalnya?”
Coba masukkan dalam jadual latihan sehari-hari, misalnya meminta
obat, uang, dll. Bagus nanti dicoba ya Pak!”
“Bagaimana kalau dua jam lagi kita ketemu lagi?”
“Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah
bapak yaitu dengan cara ibadah, bapak setuju? Mau di mana Pak? Di
sini lagi? Baik sampai nanti

SP 4 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual


a. Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dan
sosial/verbal
b. Latihan sholat/berdoa
c. Buat jadual latihan sholat/berdoa
ORIENTASI :

“Selamat Pagi Christian, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang
saya datang lagi” Baik, yang mana yang mau dicoba?”
“Bagaimana Christian, latihan apa yang sudah dilakukan?Apa yang dirasakan
setelah melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaimana rasa
marahnya”
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa marah
yaitu dengan berdoa?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat tadi?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?
KERJA :

“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa Christian lakukan! Bagus. Baik,
yang mana mau dicoba?

“Nah, kalau Christian sedang marah coba Christian langsung duduk dan tarik
napas dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika
tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian sholat”.
“Bapak bisa berdoa untuk meredakan kemarahan.”
“Coba Christian mulai berdoa? Bagus. Mau coba yang mana?Coba sebutkan
caranya”
TERMINASI :

Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang


ketiga ini?”
“Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”.
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadual kegiatan bapak. Mau berapa
kali bapak sholat. Baik kita masukkan sholat ....... dan ........ (sesuai kesepakatan
pasien)
“Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak lakukan bila bapak
merasa marah”
“Setelah ini coba bapak lakukan jadual sholat sesuai jadual yang telah kita buat
tadi”
“Besok kita ketemu lagi ya pak, nanti kita bicarakan cara keempat mengontrol
rasa marah, yaitu dengan patuh minum obat.. Mau jam berapa pak? Seperti
sekarang saja, jam 10 ya?”
“Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk
mengontrol rasa marah bapak, setuju pak?”

SP 5 Pasien :
Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat
a. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah yang
sudah dilatih.
b. Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar
nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu
minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna obat dan
akibat berhenti minum obat.
c. Susun jadwal minum obat secara teratur
ORIENTASI
“Selamat Pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin hari ini kita ketemu lagi”
“Bagaimana Christian, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam, pukul
kasur bantal, bicara yang baik serta berdoa?, apa yang dirasakan setelah
melakukan latihan secara teratur? Coba kita lihat cek kegiatannya”.
“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum obat
yang benar untuk mengontrol rasa marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat
kemarin?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15
menit”
KERJA :
“Christian sudah dapat obat dari dokter?”
Berapa macam obat yang Christian minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam
berapa Bapak minum? Bagus!
“Obatnya ada empat macam pak, Diazepam, yang warnanya oranye namanya
CPZ gunanya agar pikiran tenang, yang putih ini namanya THP agar rileks
dan tegang, dan yang merah jambu ini namanya HLP agar pikiran teratur dan
rasa marah berkurang. Semuanya ini harus bapak minum 2 kali sehari jam 7
pagi dan jam 7 malam”.
“Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk membantu
mengatasinya bapak bisa mengisap-isap es batu”.
“Bila terasa mata berkunang-kunang, bapak sebaiknya
istirahat dan jangan beraktivitas dulu”
“Nanti di rumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di kotak obat
apakah benar nama bapak tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum,
jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah
benar? Di sini minta obatnya pada suster kemudian cek lagi apakah benar
obatnya!”
“Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan
dokter ya pak, karena dapat terjadi kekambuhan.”
“Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya kedalam jadual ya pak.”
TERMINASI :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum
obat yang benar?”
“Coba Christian sebutkan lagijenis obat yang Bapak minum! Bagaimana cara
minum obat yang benar?”
“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari?
Sekarang kita tambahkan jadual kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa
laksanakan semua dengan teratur ya”.
“Baik, Besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauhma ana bapak
melaksanakan kegiatan dan sejauhmana dapat mencegah rasa marah. Sampai
jumpa”

BAB IV
PEMBAHASAN

A. PENGKAJIAN
Nama klien : Tn. C.K, umur 31 tahun, Jenis Kelamin : Laki-Laki,
Agama : Kristen Pantekosta, Pendidikan : SMA, Suku / Bangsa : Minahasa /
Indonesia, Status Perekawinan : Belum Kawin, Alamat : Kalawat No CM : - .
Klien mengatakan keinginan harus selalu diterpenuhi. klien marah-marah dan
memukul temannya. Klien sudah pernah dirawat kali di RSJ klaten
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Sesuai dengan data yang di dapat dari klien, klien menunjukkan
tanda-tanda gejala marah : muka merah tegang, pandangan tajam dan data
yang didapat menampakkan gejala perilaku kekerasan seperti mudah
tersinggung dan setiap keinginannya harus terpenuhi, perilaku kekerasan yang
sering dilakukan klien adalah marah-marah, membentak-bentak dan
mengamuk serta memukul pintu/ jendela rumahsesuai data yang ada didalam
teori.
B. DIAGNOSA KEPEARAWATAN
Dengan adanya data-data haail pengkajian pada kasus Tn. H penulis
menyimpulkan terdapat diagnosa keperawatan yaitu resiko mencederai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan b.d perilaku kekerasan dan perilku
kekerasan b.d koping individu tidak efektif.
Diagnosa yang pertama yaitu resiko mencederai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan b.d perilaku kekerasan hal ini didukung karena pada
kasus Tn. H didapatkan hasil sebagai berikut : saat dirumah klien mengamuk
dan memukuli pintu/jendela rumah serta memukuli ayahnya.
Menurut Budi Anna Keliat S.Kp (1998), mengatakan bahwa perilaku
yang berhubungan dengan perilaku kekerasan adalah sebagai berikut : mata
merah, memaksakan kehendak, menyerang atau menghindar, mengatakan
dengan jelas (asertivines), memberontak (acting out), amuk atau kekerasan
(violence).
Dari data teori yang ditanyakan Budi Anna Keliat S.Kp 1998 pad
dasarnya tidak efektif berbeda tetapi pada saat pengkajian tidak ditemukan
klien klien muka merah.
Diagnosa kedua adalah perilaku kekerasan b.d koping individu tidak
efektif hal ini didukung karena pada saat kasus Tn. H didapatkan data sebagai
berikut : klien apabila ada masalah tidak mau bercerita dan memilih berdiam
diri dan memendamnya sendiri.
C. INTERVENSI DAN I MPLEMENTASI
Penulis akan menguraikan rencana dan penatalaksanaan yang telah
dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada pada Tn. H.
Diagnosa pertama yaitu resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan. Pada diagnosa pertama ini terdapat 7 rencana keperawatan serta 7
tindakan yang telah dilaksanakan. Untuk SP 1 adalah bina hubungan saling
percaya. Dengan mengungkapkan komunikasi terapeutik yaitu sapa klien
dengan ramah baik verbal maupun non verbal, perknalkan diri dengan sopan,
tanyakan nama lengkap klien nama panggilan yang disukai klien, jelaskan
tujuan pertemuan, tunjukkan sikap empati dan menerima keadaan klein apa
adanya, beri perhatian pada klien, dan perhatikan kebutuhan dasar klien. Pada
SP 1 kelompok tidak mengalami hambatan karena klien dpat diajak bekerja
sama dengan cukup kooperatif.
Rencana keperawatan yang telah disusun oleh kelompok untuk SP 2
adalah memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaanya. Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab jengkel dan marah.
Tindakan yang telah dilakukan kelompok adalah memberikan kesempatan
klien untuk menungkapkan perasaannya, membantu klien
mengungkapkapkan rasa jengkel/ kesal pada diri sendiri. Pada SP 2 kelompok
tidak mengalami kesulitan atau kendala, karena klien mampu
mengungkapkan penyebab marah yang dialami yaitu karena keinginan yang
tidak dipenuhi.
Rencana keperawatan yang telah dilakukan penulis untuk SP 3 adalah
anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaan yang dialami saat marah,
jengkel, observasi tanda, perilaku kekerasan pada klien. Pada SP 3 ini
kelompok tidak mengalami kendala karena klien mampu untuk
mengungkapkan perasaan saat marah, jengkel, klien dapat menyimpulkan
tanda-tanda jengkel dan marah, yaitu saat marah klien berbicara keras,
banyak bicara, perilaku tidak wajar dan sulit diarahkan.
Rencana keperawatan yang kelompok susun untuk SP 4 adalah
anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan. Bicarakan dengan klien apakah yang klien lakukan masalahnya
selesai. Tindakan keperawatan untuk SP 4 ini kelompok tidak mengalami
kesulitan kendala karena klien dapat menyebutkan perilaku kekerasan yang
dilakukan yaitu berbicara keras dan berguling-guling ditanah.
Rencana keperawatan untuk SP 5 yang kelompok susun adalah
bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan klien, bersama klien
menyimpulkan akibat atau cara yang digunakan oleh klien. Tanyakan pada
klien apakah klien ingin membicarakan cara baru yang sehat. Tindakan
kelompok yang telah dilakukan bersama dengan klien membicarakan akibat
dan kerugian yang klien lakukan dan menyimpulkan akibat atau kerugian
yang klien lakukan dan menyimpulkan akibat atau kerugian dari cara yang
digunakan klien. Pada SP 5 kelompok tidak mengalami kendala karena klien
kooperatif sehingga klien mampu menyebutkan akibat dan kerugian dari cara
yang telah klien gunakan adalah klien bisa menyakiti diri sendiri, klien bisa
dijauhi teman-temannya.
Rencana keperawatan untuk SP 6 adalah apakah klien klien ingin
belajar cara yang baru yang sehat, berikan pujian jika klien mengetahui cara
klien yang sehat, didiskusikan dengan klien cara yang sehat tindakan yang
telah kelompok lakukan menanyakan pada klien apakah klien mau
mempelajari cara baru sehat, berikan pujian pada klien jika mengetahui cara
baru dan sehat tersebut, mendiskusikan cara yang baru dan sehat. Pada SP 6
ini kelompok mengalami kendala karena klien kurang kooperatif, klien juga
tidak dapat melakukan Sholat dan berdoa karena beranggapan sia - sia.
D. EVALUASI
Pengkajian inervensi dan implementasi yang telah dilakukan
menghasilkan sebagai berikut :
Diagnosa 1 yaitu resiko mencederai diri sndiri, orang lain dan
lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan. Pada diagnosa pertama,
akan menjabarkan atau menjelaskan hasil yang diperoleh.
Evaluasi SP 1 klien sudah mampu membina hubungan saling percaya
dengan menunjukkan ekspresi wajah yang bersahabat: menunjukkan rasa
senang: kontak mata kurang: mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama,
mau menjawab salam, duduk berdampingan dengan perawat dan mau
mengutarakan masalah yang dihadapi. Pada SP 1 tidak ada kendala karena
klien kooperatif. Kesimpulan pada SP 1 telah dapat dilakukan dan sesuai
dengan perencanaan yang telah disusun oleh penulis.
Evaluasi SP 2 klien dapat mengungkapkan perasaannya dan klien
dapat mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau marah(dari diri
sendiri, orang lain dan lingkungan). Pada SP 2 ini kelompok tidak mengalami
kendala karena klien bisa mengungkapkan penyebab jengkel: bila
keinginannya tidak dipenuhi. Kesimpulan SP 2 dapat dilakukan dengan baik
dan sudah sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan dan disusun oleh
kelompok.
Evaluasi SP 3 klien dapat mengungkapkan perasaan pada saat marah
atau jengkel dan klien menyimpulkan tanda-tanda jengkel atau marah yang
dialami yaitu : suka marah-marah, bicara keras, perilaku tidaak wajar dan
sulit diarahkan. Pada SP 3 kelompok tidak mengalami kendala dalam
pelaksanaan dengan baik dan sesuai dengan rencana yang disusun.
Evaluasi SP 4 klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan yaitu : marah-marah, suara keras dan suka memukul pintu
rumah tetangganya. Klien dapat bermain peran sesuai dengan perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan dan dapat mengetahui cara yang biasa dapat
menyelesaikan masalah atau tidak. SP 4 ini penulis tidak mengalami kendala
dalam pelaksanaan tersebut, klien kooperatif dan dapat diajak kerjasama.
Kesimpulan SP 4 dapat terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana yang
telah disusun.
Evaluasi SP 5 klien dapat mengungkapkan akibat cara marah yang di
lakukan oleh klien yaitu : dapat merugikan orang lain dan diri sendiri maupun
orang lain. Dalam SP 5 ini penulis tidak mengalami kendala dalam
pelaksanaan tersebut, klien kooperatif dan dapat diajak kerjasama.
Kesimpulan SP 5dapat terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana yang
telah disusun.
Evaluasi SP 6 klien dapat memilih cara yang sehat dan dapat
mempraktekan cara yang sehat menyalurkan kemarahanya yaitu dengan
sholat dan berdoa. Dalam SP 6 ini penulis mengalami kendala dalam
pelaksanaan tersebut, klien kurang kooperatif dan tidak dapat diajak
kerjasama. Kesimpulan SP 6 belum dapat terlaksanan dengan baik sesuai
dengan rencana yang telah disusun.
Evaluasi SP 7 klien dapat minum obat secara teratur. Dalam SP 6 ini
penulis tidak ada kendala dalam pelaksanaan tersebut, klien kooperatif dan
dapat diajak kerjasama. Kesimpulan SP 7 dapat terlaksanan dengan baik
sesuai dengan rencana yang telah disusun.
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Pada kasus perilaku kekerasan yang dialami pada Tn. H tindakan yang
dilakukan sesuai dengan konsep teori adalah membina hubungan saling percaya,
membantu klien mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau marah,
membantu klien mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan, membantu
mengungkapkan akibat atau kerugian dari cara yang digunakan klien, membantu
klien mengidentifikasi cara yang konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahannya dan mengajarkan cara untuk menyalurkan energy marah yang sehat
agar tidak menciderai diri sendiri, oarng lain dan lingkungan.
(Budi Anna Keliat , S.Kp 1998)

Saran
Untuk pasien :
Usulan penulis pada klien dengan ekspresi marah untuk mengatasi masalah yang
dihadapi.
1. Hindarkan hal-hal yang bisa menyebabkan marah yaitu mengungkit masalah
tentang keinginan yang tidak terpenuhi, menjauhi hal-hal yang menyebabkan
klien jengkel.
2. Ekspresikan marah dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti
dan diterima tanpa menyakiti orang lain
3. Anjurkan klien untuk mengikuti kegiatan atau aktivitas sehari-hari baik
didalam ruangan maupun diluar ruangan.
4. Anjurkan klien minum obat secara teratursesuai dengan ketentuan dokter.
5. Anjurkan klien kontrol dengan teratur setelah pulang dari rumah sakit

Untuk perawat :
1. Perawat perlu mengeksplorasikan perasaan marah dengan : mengkaji
pengalaman marah masa lalu dan bermain peran dalam mengungkapkan
marah.
2. Perawat perlu mengembangkan tingkah laku asertif bagi klien yaitu
menganjurkan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya secara
berkelompok misal dengan keluarga untuk dapat pemecehan masalahya.
3. Perawat perlu mengembangkan dan menyalurkan nergi kemarahannya dengan
cara yang konstruktif.
4. Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga, lari pagi, angkat berat dan
aktivitas lain yang membantu relaksasi otot seperti olahraga.
5. Mengikutsertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok.

Untuk di Rumah Sakit :


1. Dapat memperthankan keperawatan yang komprehensif yang telah dilakukan
selama ini.
2. Pertahankan kerjasama dalam keperawatan kepada pasien, dapat
meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan disetiap sub keperawatan.

Untuk mahasiswa :
1. Tingkatkan semangat individu dan kerjasama kelompok, mengelola kasus
kelompok agar dapat memberikan asuhan keperawatan secara profesional.
2. Mempersiapkan diri baik fisik maupun materi sebelum praktek khususnya
dalam bidang keperawatan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/document/350069775/Asuhan-Keperawatan-Jiwa-
Resiko-Perilaku-Kekerasan. ( diakses pada tanggal 22 oktober 2021)

Anda mungkin juga menyukai