Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“ ANALISIS OPINI PUBLIK DI BIDANG SOSIAL BUDAYA “


Dalam Studi Kasus :
“Pengaruh Social Distancing terhadap Kehidupan Sosial Budaya di Indonesia“

Dosen Pengampu :
Chotijah, S. Sos, I, M.I.K

Disusun oleh :
Mega Putri Khailipa ( 24071119136 )
Muhammad Rifki Karomi
Nova Faisal Nugraha ( 24071119099 )
Petra Judika Sinaga ( 24071119189 )
Putri Disa Fiorentina ( 24071119044 )

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI


UNIVERSITAS GARUT
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………

BAB 1

PENDAHULUAN………………………………………………………………………………

A. Latar Belakang ………………………………………………………………………....

B. Rumusan Masalah………………………………………………………………………

C. Tujuan …………………………………………………………………………………..

BAB II

LANDASAN TEORI…………………………………………………………………………...

A. Teori
Konstruktivis……………………………………………………………………...

Teori Komunikasi Budaya………………………………………………………………

BAB III

METODOLOGI………………………………………………………………………………...

A. Studi Pustaka……………………………………………………………………………

B. Analisis Wacana/Framing………………………………………………………………

BAB IV

PEMBAHASAN……………………………………………………...…………………….......

A. Komunikasi Sosial Budaya……………………………………………………………..


B. Pengertian Opini Publik ………………………………………………………………..

C. Pengertian Social Distancing …………………………………………………………...

D. Pengaruh Social Distancing terhadap Kehidupan Sosial Budaya di Indonesia..………..

E. Analisis………………………………………………………………………………….

BAB V

PENUTUP………………………………………………………………………………………

A. Kesimpulan………………………………………………………………………...……

B. Saran…………………………………………………………………………………….

DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………………………………………...

LAMPIRAN…………………………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyebaran virus corona menjadi ancaman serius bagi dunia di tahun 2020. Semakin hari
pasien yang terkena virus semakin meningkat dengan cepat. Maraknya penyebaran virus
corona covid-19 telah menyebabkan terjadinya perubahan sosial di masyarakat. Perubahan
terjadi pada cara berkomunikasi, cara berpikir, dan cara berperilaku manusia.

Mengacu instruksi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Pemerintah diberbagai negara


memberlakukan adanya Social distancing untuk menghadapi masa pandemic covid-19 ini.
Pengurangan interaksi sosial melalui social distancing guna pencegahan penyebaran virus
corona yang lebih meluas ini dengan cara masyarakat pembatasan penggunaan fasilitas
umum dan menjaga jarak interaksi. Masyarakat diminta untuk berdiam di rumah dengan
melakukan belajar dari rumah bagi pelajar, bekerja dari rumah (Work From Home/WFH),
dan tidak melakukan aktvitas ke tempat-tempat keramaian guna memutuskan mata rantai
penyebaran yang kian bertambah. Social distancing ini lebih tepat menitikberatkan pada
physical distancing. Kontak fisik secara langsung dengan jarak berdekatan dapat memberikan
peluang penyebaran virus corona.

Sehingga pada awal diberlakukannya Social distancing ini tak sedikit masyarakat yang
protes hinnga menyepelekannya sehingga angka pasien yang terjangkit virus corona ini
meningkat setiap harinya.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa itu Komunikasi sosial budaya?

2. Apa itu Social distancing?

3. Apa yang dimaksud opini publik?


4. Bagaimana pengaruh Social Distancing terhadap kehidupan sosial budaya di
Indonesia?

C. TUJUAN

1. Mengetahui apa itu komunikasi sosial budaya.

2. Mengetahui apa itu social disntancing.

3. Mengetahui apa itu opini publik.

4. Mengetahui bagaimana pengaruh Social Distancing terhadap kehidupan social budaya


di Indonesia.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Teori Komunikasi Budaya

Masyarakat Indonesia sejak dulu sudah dikenal sangat heterogen dalam berbagai
aspek, seperti adanya keberagaman suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat dan sebagainya.
Di lain pihak, perkembangan dunia yang sangat pesat saat ini dengan mobilitas dan dinamika
yang sangat tinggi, telah menyebabkan dunia menuju ke arah “desa dunia” (global village)
yang hampir tidak memiliki batas-batas lagi sebagai akibat dari perkembangan teknologi
modern, khususnya teknologi komunikasi.

Dengan teknologi komunikasi interaksi dan pertukaran informasi menjadi mudah dan
cepat. Kendala geografis sudah tidak menjadi persoalan. Setiap orang dengan mudah
mengakses informasi yang asalnya dari berbagai tempat di berbagai belahan dunia.
Berbarengan dengan pertukaran informasi tersebut, terjadi pula proses pertukaran nilai-nilai
sosial budaya. Oleh karenanya masyarakat (dalam arti luas) harus sudah siap menghadapi
situasi-situasi baru dalam konteks keberagaman kebudayaan atau apapun namanya. Interaksi
dan komunikasi akan melibatkan orang-orang dari berbagai latar belakang sosial budaya.

Dalam berkomunikasi dengan konteks keberagaman latar belakang sosial budaya,


seringkali menemui masalah atau hambatan-hambatan yang tidak diharapkan sebelumnya.
Misalnya saja dalam penggunaan bahasa, lambang-lambang, nilai atau norma-norma
masyarakat dan lain sebagainya. Tema pokok yang membedakan studi komunikasi sosial
budaya dari studi komunikasi lainnya ialah derajat perbedaan latar belakang, pengalaman
sosial budaya antara komunikator dan komunikan. Sebagai asumsi dasar adalah bahwa di
antara individu-individu dengan kebudayaan yang sama umumnya terdapat kesamaan
(homogenitas) yang lebih besar dalam hal latar belakang pengalaman secara keseluruhan
dibandingkan dengan mereka yang berasal dari kebudayaan berlainan.

Perbedaan-perbedaan kebudayaan antara para pelaku komunikasi ini serta perbedaan


lainnya, seperti kepribadian individu, umur, penampilan fisik, menjadi permasalahan inheren
dalam proses komunikasi. Dengan sifatnya yang demikian, komunikasi sosial budaya
dianggap sebagai perluasan dari bidang-bidang studi komunikasi manusia, seperti komunikasi
antarpribadi, komunikasi organisasi dan komunikasi massa. Dalam perkembangannya teori
komu- 68 INFORMASI Kajian Ilmu Komunikasi Volume 45. Nomor 1. Juni 2015 nikasi
sosial budaya telah menghasilkan sejumlah definisi. Komunikasi antarbudaya adalah
komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa
berbeda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini. Kebudayaan
adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari
generasi ke generasi (Tubbs, Moss:1996).
BAB III

METODOLOGI

B. Studi Pustaka

Metode studi pustaka adalah kegiatan untuk menghimpun informasi yang relevan
dengan topik atau masalah yang menjadi objek penelitian. Informasi tersebut dapat diperoleh
dari buku-buku,karya ilmiah, tesis, disertasi, ensiklopedia, ibternet, dan sumber-sumber lain.
Dengan melakukan studi kepustakaan, peneliti dapat memanfaatkan semua informasi dan
pemikiran-pemikiran yang relevan dengan penelitiannya.

Studi kepustakaan memuat sistematis tentang kajian literatur dan hasil penelitian
sebelumnya yang ada hubungannya dengan penelitian yang akan dilakukan. Menelaah hasil
riset sebelumnya ditunjukan pada beberapa atau semua unsur-unsur riset yaitu: destinasi
penelitian, metode, analisis, hasil utama dan kesimpulan. Mendapat informasi mengenai
aspek mana dari sebuah masalah yang telah pernah dianalisis untuk menghindari supaya tidak
meneliti hal yang sama.

Disini kami menggunakan metode ini dengan mengambil sumber informasi yang
digunakan sebagai bahan studi kepustakaan dari beberapa jurnal penelitian dan juga beberapa
artikel berita yang ada di Internet.

C. Analisis Wacana / Framing

Dalam website Universitas Djuanda terdapat sebuah artikel yang membahas mengenai
social distancing, Opini oleh Maria Fitriah, S. Sos., M. Si, Dosen sekaligus Ketua Program
Studi Sains Komunikasi Universitas Djuanda Bogor. Menurutnya karena maraknya
penyebaran virus corona covid-19 telah menyebabkan terjadinya perubahan sosial di
masyarakat yang salah satunya didukung dengan teknologi komunikasi. Masyarakat dituntut
bisa dan terbiasa. Perubahan terjadi pada cara berkomunikasi, cara berpikir, dan cara
berperilaku manusia. Pengurangan interaksi sosial melalui social distancing guna pencegahan
penyebaran virus corona yang lebih meluas ini dengan cara masyarakat pembatasan
penggunaan fasilitas umum dan menjaga jarak interaksi. Masyarakat diminta untuk berdiam
di rumah dengan melakukan belajar dari rumah bagi pelajar, bekerja dari rumah (Work From
Home/WFH), dan tidak melakukan aktvitas ke tempat-tempat keramaian guna memutuskan
mata rantai penyebaran yang kian bertambah.

Social distancing ini lebih tepat menitikberatkan pada physical distancing. Kontak
fisik secara langsung dengan jarak berdekatan dapat memberikan peluang penyebaran virus
corona. Sayang nampaknya kita mengalami kelemahan dalam memahami social distancing di
hadapan publik sehingga seolah kita hilang peranannya sebagai makhluk sosial untuk
berinteraksi dengan sesama. Hanya pemikiran manusia yang menjadi culture (budaya).

Menurutnya, kita hendaknya tidak terlalu cemas dengan perubahan yang terjadi dalam
sosial saat ini yang awalnya karena tuntutan kondisi. Interaksi kita memang terbatas pada
jarak, namun tidak terbatas dalam berinteraksi meskipun ada kalanya akan lebih efektif jika
dilakukan secara komunikasi langsung secara tatap muka dalam satu ruang (komunikasi
interpersonal).

Sementara itu dalam sebuah jurnal penelitian yang berjudul “ Pengetahuan dan
Perilaku Masyarakat memaknai Social Distancing” menyebutkan bahwa Rasa takut dengan
adanya virus yang menyerang sistem pernafasan ini seakan dikalahkan dengan tuntutan
kebutuhan hidup. Pendapat para informan tersebut menggambarkan tingkat
pengetahuan dan kesadaran mereka tentang social distancing sebagai langkah yang
diambil di tengah pandemi. Bahkan para informan secara tidak langsung
memberikan persetujuan terkait penerapan kebijakan pembatasan jarak sosial tersebut.
Langkah pemerintah dalam memutus mata rantai penyebaran virus dengan social
distancingbelum sepenuhnya dilaksanakan. Situasi ini terjadi karena satu alasan
yaitu ekonomi. Informan mengakui bahwa mereka mengetahui adanya pembatasan sosial,
namun mereka terpaksa keluar rumah untuk menghidupi anggota keluarga. Situasi yang
dibangun atas pengakuan para informan ini membuktikan bahwa masyarakat secara
sadar dan mengetaui tentang kebijakan social distancing, namun karena faktor
keterpaksaan kebijakan tersebut dilanggar. Meski demikian, informan mengakui bahwa
selama beraktivitas di rumah mereka tetap menggunakan masker. Hasil temuan lainnya juga
menyebutkan bahwa masyarakat mengetahi dan menyadari tentang kebijakan social
distancing dengan melarang masyarakat untuk keluar rumah. Namun, informan mengakui
bahwa sesekali aturan itu dilanggar karena adanya kebutuhan dan keperluan. Informan tidak
terlalu khawatir dengan beraktivitas di luar rumah selama tetap menjaga pola hidup sehat,
salah satunya tetap rajin berolahraga. Dengan demikian,masih ada masyarakat yang tetap
beraktivitas dan bekerja seperti biasa meskipun mereka mengetahui larangan keluar rumah.
Upaya yang dilakukan dengan tetap menjalankan protokol kesehatan. Peneliti juga
menemukan bahwa sebagian informan belum sepenuhnya menjalankan social
distancingkarena faktor relasi sosial. Mereka mengaku sulit untuk tidak bercengkrama
dengan teman dekat, tetangga, apalagi keluarga. “dengan saudara masa iya harus
memutuskan hubungan, tetangga, teman juga begitu. Kebijakan ini saya rasa menjaga
jarak dan hubunganjadi jauh”. Pendapat berikutnya juga memperkuat pendapat
sebelumnya “keyakinan saya hubungan sosial itu penting, mudah-mudahan nggak ada
corona meskipun saya melanggar jarak sosial”.Adanya persepsi berbeda dan akhirnya
membangun keyakinan tentang COVID-19 sehingga mengakibatkan informan sikap lain
terhadap kebijakan social distancing. Relasi sosial menjadi alasan yang kuat bagi mereka
untuk tetap bercengkrama meskipun jarak sosial diabaikan.Temuan lainnya bahwa
ada sebagian masyarakat yang belum mengetahui cara penerapan social distancing.
Kurangnya pengetahuan dan edukasi sehingga masyarakat tidak terlalu serius dalam
menanggapi kebijakan social distancing.
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Komunikasi Sosial Budaya

Komunikasi sosial budaya adalah proses komunikasi yang melibatkan orang-orang yang
berasal dari lingkungan sosial budaya yang berbeda. Komunikasi sosial budaya terjadi ketika
dua atau lebih orang dengan latar belakang sosial budaya yang berbeda berinteraksi.
Konsekuensinya adalah terjadinya interaksi nilai dan norma yang saling berbeda sehingga
berpotensi mengganggu ke efektifan komunikasi .

Setiap manusia hidup dalam suatu lingkungan sosial budaya tertentu. Setiap lingkungan
memberlakukan adanya nilai nilai sosial budaya yang diacu oleh warga masyarakat
penghuninya. Dengan demikian pola perilaku dan cara berkomunikasi akan diwarnai oleh
keadaan, nilai, dan kebiasaan yang berlaku dilingkunganya. Nilai-nilai itu diadopsi dan
kemudian diimplementasikan dalam suatu bentuk kebiasaan yaitu pola perilaku hidup sehari-
hari. Oleh karena setiap individu memiliki lingkungannsosial budaya yang berbeda maka
situasi ini menghasilkan karakter sosial budaya setiap individu bersifat unik, khusus, dan
berbeda dengan orang lain.

Pada hakikatnya komunikasi sosial budaya menjunjung tinggi asas kesetaraan antar
komunikator dan komunikan, Budaya dan komunikasi tak dapat dipisahkan oleh karena
budaya tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa dan bagaimana orang
menyandi pesan, tetapi juga makna yang dimiliki untuk pesan dan kondisinya untuk
mnegirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan.

Implementasi teori komunikasi sosial budaya diharapkan dapat mengembangkan tanggung


jawab sosial. Prinsip-prinsip komunikasi sosial budaya perlu diimplementasikan dalam
kehidupan sehari hari agar tercipta keharmonisan dan intergrasi berbangsa.

B. Opini Publik

Opini publik adalah pendapat kelompok masyarakat atau sintesis dari pendapat dan
diperoleh dari suatu diskusi sosial dari pihak-pihak yang memiliki kaitan kepentingan.

Opini publik dalam konteks komunikasi, merupakan hasil dari proses penyampaian pesan
yang secara kolektif (publik) di respon karena perhatian yang sama terhadap isi pesan (issue)
yang disampaikan. Opini publik dalam konteks komunikasi, merupakan hasil dari proses
penyampaian pesan yang secara kolektif (publik) di respon karena perhatian yang sama
terhadap isi pesan (issue) yang disampaikan. Opini publik merupakan hasil tindakan
komunikasi yang berjalan secara linier, karena saluran yang digunakan adalah komunikasi
massa/media massa. Tanpa media (massa) kecil kemungkinan terjadinya opini publik.

Respon atau efek yang ujudnya opini publik tersebut merupakan konfirmasi atau
penegasan (setuju/tidak setuju, suka/tidak suka dst) terhadap isu yang disampaikan kepada
masyarakat melalui berbagai cara (interview atau angket/survey).

C. Pengertian Social Distancing

Social distancing merupakan salah satu langkah pencegahan dan pengendalian infeksi


virus Corona dengan menganjurkan orang sehat untuk membatasi kunjungan ke tempat ramai
dan kontak langsung dengan orang lain. Atau istilah lain adalah physical distancing. Physical
distancing  atau pembatasan jarak fisik. Ketika menerapkan social distancing, seseorang tidak
diperkenankan untuk berjabat tangan serta menjaga jarak setidaknya 1 meter saat berinteraksi
dengan orang lain, terutama dengan orang yang sedang sakit atau berisiko tinggi menderita
COVID-19.
Terkadang kebutuhan terhadap sesuatu mengharuskan seseorang untuk keluar rumah.
Menurut WHO jarak aman yang harus dipenuhi saat memang harus berada di tempat umum
adalah sekitar satu sampai tiga meter. Jika ada yang bersin maupun batuk di sekitar maka
jauhilah agar lebih aman.
Sedangkan menurut Steven Gordon, spesialis penyakit menular dari Clever Clinic,
jarak aman ketika  di kerumunan sekitar 6 kaki atau 2 meter. Keluar rumah diperlukan saat
memang benar-benar harus melakukannya. Jika masih bisa dilakukan dari rumah maka
jangan keluar rumah. Mungkin memang akan mengecewakan ketika harus membatalkan
beberapa acara yang penting. Namun inilah salah satu jalan untuk menghadapi virus ini.
Pembatalan yang dilakukan dapat membantu menghambat penyebaran serta penularan virus
berbahaya dan cepat sekali menyebar ini. Lebih baik mencegah daripada mengobati, mungkin
itu yang tepat untuk dijadikan pedoman saat pandemi seperti ini. Virus ini tidak dapat
dideteksi oleh panca indera penyebarannya, sehingga Anda harus sangat berhati-hati dalam
pencegahannya. Apalagi siapa saja bisa terinfeksi virus corona ini.
 Ada beberapa contoh penerapan social distancing yang umum dilakukan, yaitu:

 Bekerja dari rumah (work from home)


 Belajar di rumah secara online bagi siswa sekolah dan mahasiswa
 Menunda pertemuan atau acara yang dihadiri orang banyak, seperti konferensi,
seminar, dan rapat, atau melakukannya secara online lewat konferensi video
atau teleconference
 Tidak mengunjungi orang yang sedang sakit, melainkan cukup melalui telepon
atau video call

 Persiapan Social dan Physical Distancing


Saat menjalani social dan physical distancing untuk menghadapi virus ini, ada beberapa
hal perlu dipersiapkan. Diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Mencukupi Kebutuhan Harian.


2. Mempersiapkan Akses Internet. Akses internet merupakan hal yang penting untuk
melakukan kegiatan bekerja dan belajar dari rumah. Selain itu, akses internet juga bisa
berfungsi untuk mencari informasi tentang perkembangan virus corona ini.
3. Merencanakan Kegiatan, sesuaikanlah kegiatan Anda dengan kondisi saat ini.
4. Menyediakan Obat Yang Dibutuhkan, Hal ini dilakukan untuk menghindari Anda
pergi keluar rumah seperti apotek atau rumah sakit saat Anda atau keluarga
mengalami sakit. Jika Anda maupun keluarga memiliki riwayat penyakit tertentu,
maka sediakan obatnya di rumah. Persiapkan obat-obat lain yang penting juga.
Katakan seperti paracetamol, obat batuk, obat demam dan sejenisnya.

D. Pengaruh Social Distancing terhadap Kehidupan Sosial Budaya di Indonesia

Indonesia mengumumkan adanya kasus novel coronavirus atau COVID-19 tepatnya


pada Maret 2020. Sejak pemerintah menyampaikan informasi tersebut masyarakat mulai
sibukmengakses media untuk mendapatkan informasi COVID-19. Diantara informasi
yang ingin diketahui masyarakat adalah cara pencegahan dan ciri-ciri virus mematikan
tersebut. COVID-19 adalah virus yang dapat menyebabkan kematian pada hewan dan
manusia. COVID-19 diketahui dapat menyebabkan infeksi pernapasan mulai dari flu ringan
hingga penyakit yang lebih parah pada manusia. Gejala yang paling umum atau yang
sering kita alami dalam kehidupan sehari-hari adalah demam, kelelahan dan batuk
(Budiansyah, 2020). COVID-19 ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) atau
organisasi kesehatan dunia sebagai wabah global. Oleh karena itu, cara penanggulangan
wabah tersebut di tiap negara memiliki kesamaan. Misalnya di beberapa negara menerapkan
social distancing, physical distancing, lokcdown, dan Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB). Semua kebijakan tersebut memiliki tujuan yang sama yakni untuk memutus
mata rantai COVID-19 (WHO, 2020).

Namun demikian, teknis penerapan kebijakan tersebut tentu saja dikembalikan


kepada tiap negara. Adanya kebijakan pemerintah untuk membatasi jarak interaksi,
namun tidak sedikit masyarakat yang seakan-akan menyepelekan atau menganggap wabah
ini sebagai virusbiasa dan tidak berbahaya. Bahkan ada beberapa orang yang berfikir bahwa
COVID-19 ini hanya berbahaya bagi mereka yang sudah berumur saja. Namun, jumlah
kasus positif virus corona terus bertambah, akhirnya masyarakatpun lebih mawas diri,
dan berusaha mengikuti protokol kesehatan. Diantara protokol kesehatan yang dijalankan
oleh masyarakat adalah membatasi jarak sosial atau social distancing (Hidayat & Noeraida,
2020). Tidak sedikit masyarakat yang melakukan karantina dirumah atau juga membatasi
interaksi sosial selama pandemi corona . Upaya ini harus dilakukan dengan kesadaran
penuh dan secara bersama oleh masyarakat untuk mendukung kebijakan dari pemerintah
yaitu menghentikan penularan COVID-19. Social distancing merupakan program yang
bertujuan untuk mencegah sedini mungkin tertularnya COVID-19. Program ini
mengajak masyarakat agar embatasi dan mengurangi sedini mungkin untuk berkunjungke
tempat ramai yang berpotensi tertularnya COVID-19. Masyarakat juga dihimbau agar
mengurangi kontak langsung dengan orang lain. Masyarakat diajak pula untuk
membiasakan hidup sehat.

Pengurangan interaksi sosial melalui social distancing guna pencegahan penyebaran


virus corona yang lebih meluas ini dengan cara masyarakat pembatasan penggunaan fasilitas
umum dan menjaga jarak interaksi. Masyarakat diminta untuk berdiam di rumah dengan
melakukan belajar dari rumah bagi pelajar, bekerja dari rumah (Work From Home/WFH),
dan tidak melakukan aktvitas ke tempat-tempat keramaian guna memutuskan mata rantai
penyebaran yang kian bertambah.

Social distancing ini lebih tepat menitikberatkan pada physical distancing. Kontak
fisik secara langsung dengan jarak berdekatan dapat memberikan peluang penyebaran virus
corona. Sayang nampaknya kita mengalami kelemahan dalam memahami social distancing di
hadapan publik sehingga seolah kita hilang peranannya sebagai makhluk sosial untuk
berinteraksi dengan sesama. Hanya pemikiran manusia yang menjadi culture (budaya).

Bagi masyarakat di pedesaan bisa saja mereka tidak mengatahui secara pasti
apa itu social distancing. Keadaan ini tentu saja membuat mereka tidak menjalankan perintah
menjaga jarak sosial tersebut. Ditambah lagi adanya budaya yang ada di lingkungan sekitar
yang juga berkontribusi terhadap sikap serta perilaku masyarakat dalam menjalankan
kebijakan social distancing. Adanya keyakinan bahwa jika mereka tidak merasa takut dengan
sesuatu, maka sesuatu tersebut tidak akan menyerang atau mengganggu mereka.
Demikian juga dengan COVID-19 mereka yang tidak melakukan social distancing mungkin
merasa bahwa mereka tidak takut dengan virus tersebut sehingga tidak akan terinfeksi.
Namun pada kenyataannya, COVID-19 menginfeksi tubuh manusia tidak dipengaruhi oleh
rasa takut seseorang. Beberapa faktor penghambat pelaksanaan social distancing tersebut,
mengakibatkan social distancing belum efektif untuk memperlambat laju penularan COVID-
19.

Telah menjadi fitrah manusia sebagai mahluk komunikasi, senantiasa membutuhkan


interaksi dengan orang lain. Anda tak hanya butuh kehadiran seseorang dalam kehidupan ini,
tapi juga butuh tanggapan atau respon komunikasi darinya. Entah responnya negatif atau
positif, tak jadi soal. Tak ada manusia di dunia yang tak membutuhkan orang lain untuk
berkomunikasi. Manusia adalah makhluk yang haus akan komunikasi. Interaksi kita memang
terbatas pada jarak, namun tidak terbatas dalam berinteraksi meskipun ada kalanya akan lebih
efektif jika dilakukan secara komunikasi langsung secara tatap muka dalam satu ruang
(komunikasi interpersonal).
Harus diakui, social distancing (pembatasan interaksi sosial) atau physical
distancing (pembatasan jarak fisik) adalah hal baru bagi masyarakat Indonesia yang berwatak
kolektivis komunal. Budaya komunikasi manusia Indonesia yang dikenal ramah, senang
kumpul dan memiliki keterikatan sosial yang tinggi. Masyarakat kita tak memiliki jejak
budaya individualistik yang mengedepankan sekat – sekat privat dan kebebasan individu
sebagaimana di negara-negara barat. Kita terbiasa berinteraksi dan berkomunikasi dalam
jarak sosial yang rapat dan terbuka, termasuk dalam urusan-urusan pribadi sekalipun. Bahkan
pada sebagian masyarakat, ada budaya berbagi yang melibatkan semua anggota kelompok,
yang dapat ditemui di suku-suku pedalaman di Indonesia. Ini berbeda misalnya dengan
masyarakat Eropa atau Amerika yang memiliki kultur individualistik yang kental. Budaya
komunikasi kolektivisme pada masyarakat kita harus didayagunakan untuk membangun
kesadaran komunal dan tanggung jawab secara sosial terhadap keselamatan individu yang
ada di sekeliling kita. Karena bisa jadi, tanpa sadar seseorang telah positif, namun tanpa
gejala dan menjadi carrier atau pembawa kemudaratan bagi orang lain. Saat kampanye social
distancing dilaksanakan di minggu-minggu pertama, ketaatan masyarakat untuk mengikuti
imbauan tersebut presentasinya sangat kecil. Sekiranya saja, semua masyarakat mengikuti
ajakan pemerintah untuk berada di rumah masing-masing selama 14 hari, kemungkinan
infeksi Corona di Indonesia dapat diminimalisir, dan angkanya tidak sebesar saat ini.
Kita terbiasa berinteraksi dan berkomunikasi dalam jarak sosial yang rapat dan
terbuka, termasuk dalam urusan-urusan pribadi sekalipun. Bahkan pada sebagian masyarakat,
ada budaya berbagi yang melibatkan semua anggota kelompok, yang dapat ditemui di suku-
suku pedalaman di Indonesia. Ini berbeda misalnya dengan masyarakat Eropa atau Amerika
yang memiliki kultur individualistik yang kental.
Indonesia sendiri mengalami kelemahan dalam memahami social distancing di
hadapan publik sehingga seolah kita hilang peranannya sebagai makhluk sosial untuk
berinteraksi dengan sesama. Hanya pemikiran manusia yang menjadi culture (budaya).

E. Analisis

Menurut kami, pada awal kemunculan Covid-19 dengan protokol kesehatannya,


bangsa Indonesia dipaksa harus dapat menyesuaikan karena tidak lain ini juga demi kebaikan
kita bersama, salah satunya adalah adanya social distencing yang memkasa setiap individu
menjaga jarak dan mengurangi interaksi dengan individu lain. Nah, sejak awal kemunculan
prokes ini, mayoritas masyarakat Indonesia ini cenderung sulit untuk menyesuaikan
kebiasaan baru tersebut.

Karena pada dasarnya, bangsa Indonesia itu adalah bangsa yang ramah, senang
berkumpul, musyawarah bersama-sama untuk mecapai mufakat. Tidak dapat dipungkiri,
social distencing ini melahirkan istilah-istilah baru dalam kehidupan seperti WFH,
pembelajaran Daring, Webinar, Stay at home, dimana setiap kegiatan yang biasanya
dilakukan secara langsung tatap muka harus dirumahkan, dalam rangka menjaga jarak antar
individu tadi. Dengan adanya social distencing ini, warga-warga yang belum bisa tersadar
dengan bahaya yang sedang mengintai mereka cenderung mengabaikan social distencing ini,
setelah ditegor dengan keras baru menurut, dan bahkan ada yang setelah dia atau keluarganya
terpapar baru mereka sadar.
Tapi menurut kami, hal ini wajar saja terjadi di negara kita, mana ada bangsa yang
bisa mengubah budayanya dalam sekejap karena hal yang bahkan kita tidak pernah fikirkan
sebelumnya akan terjadi dan menimpa kita. Inilah yang menjadi fokus kami dalam meneliti
bagaimana pengaruh Covid-19 terutama mengenai social distencing terhadap sosial budaya
bangsa Indonesia.

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pada dasarnya budaya bangsa Indonesia adalah kebiasaan bangsa Indonesia yang
secara turun temurun terus dipertahankan oleh bangsa indonesia itu sendiri. Di mata dunia,
bangsa Indonesia adalah bangsa yang ramah, senang bermusyawarah, dan memiliki
keterkaitan sosial yang tinggi.

Dengan adanya pandemi wabah virus Covid-19 yang kian hari angka korbannya kian
meninggi, sejak awal keberadaannya, hampir seluruh dunia mulai menerapkan Social
Distancing atau pembatasan jarak sosial dimana pada pemberlakuannya cukup bertentangan
dengan kebiasaan orang-orang di Indonesia. Pada awal pemberlakuannya, masyarakat
Indonesia cukup sulit menyesuaikan karena harus menjaga jarak dengan orang lain bahkan
keluarganya sekalipun. Padahal ini adalah wujud kepedulian pemerintah demi dapat memutus
mata rantai pemyebaran virus Covid-19 itu sendiri. Karena demikian, masyarakat cenderung
beropini dan berpendapat Social Distancing ini bertentangan dengan budaya bangsa
Indonesia dan susah untuk membiasakan diri dengan Social Distancing. Tentu saja ini
menjadi permasalahan dimana masyarakat mau tidak mau harus mematuhi protokol
kesehatan dimana salah satunya itu adalah Social Distancing.

B. SARAN

Pengetahuan dan edukasi mengenai COVID-19 maupun social distancing kepada


masyarakat sangatlah penting. Pihak berwenang dan masyarakat harus bekerja sama
dalam memerangi pandemi dengan melakukan upaya sosialisasi untuk memberikan literasi
tentang bahaya dan cara mencegah virus mematikan tersebut. Social distancing sudah
diketahui dan dipahami sebagai salah satu cara dalam mencegah virus COVID-19.
Meskipun ada sebagian masyarakat yang masih bingung dengan kebijakan tersebut. Situasi
ini terjadi karena minimnya literasi tentang bahaya COVID-19 yang diterima oleh
masyarakat. Selain itu, adanya perasaan kaget dan hidup dalam kepanikan sehingga mereka
bingungjika melakukan social distancing.

DAFTAR PUSTAKA

https://journal.uny.ac.id/index.php/informasi/article/download/7771/6688 (diakses
pada tanggal 1 April 2021)

https://www.unida.ac.id/artikel/opini-social-distancing-perubahan-sosial-lewat-
komunikasi-digital-menghadapi-wabah-corona-covid-19.html (diakses pada tanggal 7
April 2021)

(http://www.iainpare.ac.id/opini-physical-distancing-dan-budaya-komunikasi/)
(diakses pada tanggal 1 April 2021)

https://www.transiskom.com/2016/03/pengertian-studi-kepustakaan.html?m=1
(diakses pada tanggal 7 April 2021)

http://ejurnal.ars.ac.id/index.php/jdigital/article/view/270/191 (diakses pada tanggal 7


April 2021)
jurnal “IMPLEMENTASI TEORI KOMUNIKASI SOSIAL BUDAYA DALAM
PEMBANGUNAN INTEGRASI BANGSA “ oleh Suranto Aw, Ilmu Komunikasi
Universitas Negeri Yogyakarta
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai