Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH PEMIKIRAN FILSAFAT MISKAWAIH

DISUSUN OLEH
ASROR ISYA MARDANA (200603032)
AMRULLAH (200603050)

PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
KATA PENGHANTAR

 Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,


Puji syukur kepada Allah SWT. yang telah memberikan kesempata berupa nikmat jasmani
dan rohani, sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas makalah sebagai final matakuliah
FILSAFAT ISLAM dengan judul “PEMIKIRAN FILSAFAT IBNU MISKAWAIH ”.
Salawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW. serta para sahabat
dan keluarga.Makalah ini di buat dengan tujuan untuk menyampaikan problematika paham
islamyang ada sekarang ini, sehingga pembaca bisa mengetahui mana paham yang
seharusnya diikuti dan yang tidak di ikut

Mataram, 06/12/2021

Asror isya mardana


Amrullah
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………...……………………………
KATA PENGHANTAR……………………………………………………………………
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………
BAB I:
PENDAHULUAN……………………………………………………………………………
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PEMBAHASAN
BAB II:
PEMBAHASAN………………………………………………………………………………
BAB III:
PENUTUP……………………………………………………………………………………...
A. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN

Filsafat merupakan ilmunya ilmu pengetahuan, atau induk dari ilmu pengetahuan
(mother of science). Dengan berfilsafat maka lahirlah sebuah ilmu pengetahuan, karena
berfilsafat merupakan mengoptimalkan daya nalar dan kritis akal manusia. Filsafat
merupakan ilmu untuk mencari kebenaran yang penuh dengan tanda tanya sehingga tak heran
jika terdapat perbedaan pendapat dikalangan filosof tentang esensi sesuatu hal ini tidaklah
menjadi hal yang tabuh karena setiap Filosof harus menerima hasil pemikiran orang lain.
Semakin banyak orang yang mau berfilsafat maka semakin berkembanglah ilmu
pengetahuan.
Filsafat mulai dikenal didunia Islam pada abad IX di zaman pemerintahan daulah
Abbasiyah. Pada masa itu lahirlah ilmu kedokteran, geometri, astronomi, kimia dan lainnya
dengan tokoh-tokohnya yang Mashur. Dengan munculnya filsafat ditengah-tengah kehidupan
umat islam, yang memberikan kebebasan seluas mungkin untuk berkembengnya pikiran
secara bebas, meskipun harus menentang kebiasaan lama, membuka tabir baru terhadap
perkembangan sejarah dan peradaban dunia islam.
Islam telah melahirkan tokoh-tookoh filsafat yang terkenal di dunia islam dan dunia
barat karena pemikiranya yang tidak akan lekang oleh waktu. Dalam perkembangannya
filsafat memiliki sejarah yang menarik,. Betapa menariknya perkembangan filsafat islam
untuk kita pelajari tanpa mengesampingkan tokoh dan pemikirannya.
Ibnu Miskawaih adalah salah satu tokoh filsafat islam yang memiliki pemikiran-
pemikiran khususnya di bidang akhlaq. Beliau adalah cendikiawan muslim yang tetap
berdasarkan Al-Qur’an dan hadits dalam berfikir. Untuk lebih jelasnya, maka dalam makalah
ini akan di bahas lebih lanjut tentang Ibnu Miskawaih dan pemikiran filsafatnya.

A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
1. BIOGRAFI IBNU MISKAWAIH
2. PEMIKIRAN IBNU MISKAWAIH

C. TUJUAN
1. MENGETAHUI BIOGRAFI IBNU MISKAWAIH
2. MENGENTAHUI DAN MEMAHAMI PEMIKIRAN IBNU MISKAWAIH
BAB II
PEMBAHASAN

1. RIWAYAT HIDUP MASKAWAIH


Nama lengkapnya adalah Abu Ali al-Khasim Ahmad bin Ya’qub bin
Maskawaih.  Maskawaih dilahirkan di Ray (Teheran sekarang) Iran. Mengenai tahun
kelahirannya, terdapat perbedaan-perbedaan pendapat dari penulis, MM Syarif menyebutkan
tahun 320 H/932 M. Morgoliouth menyebutkan tahun 330 H. Abdul Aziz Izzat menyebutkan
tahun 325 H. Sedangkan wafatnya, para tokoh sepakat pada 9 shafar 421 H/16 Februari 1030
M.

Maskawaih adalah salah seorang tokoh filsafat dalam Islam yang memusatkan perhatiannya
pada etika Islam. Meskipun sebenarnya ia pun seorang sejarawan, tabib, ilmuwan dan
sastrawan. Pengetahuannya tentang kebudayaan Romawi, Persia, dan India, disamping
filsafat Yunani, sangat luas.

Sebutan namanya yang lebih masyhur adalah Maskawaih atau Ibnu Maskawaih. Nama
tersebut diambil dari nama kakeknya yang semula beragama Majusi kemudian masuk Islam.
Gelarnya adalah Abu Ali, yang diperoleh dari nama sahabat Ali, yang bagi kaum Syi’ah
dipandang sebagai yang berhak menggantikan nabi dalam kedudukannya sebagai pemimpin
umat Islam sepeninggalnya. Dari gelar ini tidak salah jika orang mengatakan bahwa
Maskawaih tergolong penganut aliran Syi’ah. Gelar ini juga sering disebutkan yaitu al-
Khazim yang berarti bendaharawan, disebabkan kekuasaan Adhud al Daulah dari Bani
Buwaihi, ia memperoleh kepercayaan sebagai bendaharawannya.
Dilihat dari tahun lahir dan wafatnya, Maskawaih hidup pada masa pemerintahan Bani Abbas
yang berada di bawah pengaruh Bani Buwaihi yang beraliran Syi’ah dan berasal dari
keturunan Parsi Bani Buwaihi yang mulai berpengaruh sejak Khalifah al Mustakfi dari Bani
Abbas mengangkat Ahmad bin Buwaih sebagai perdana menteri dengan gelar Mu’izz al
Daulah pada 945 M. Dan pada  tahun 945 M itu juga Ahmad bin Buwaih berhasil
menaklukkan Baghdad di saat bani Abbas berada di bawah pengaruh kekuasaan Turki.
Dengan demikian, pengaruh Turki terhadap bani Abbas digantikan oleh Bani Buwaih yang
dengan leluasa melakukan penurunan dan pengangkatan khalifah-khalifah bani Abbas[3].
            Puncak prestasi bani Buwaih adalah pada masa ‘Adhud al Daulah (tahun 367 H – 372
H). Perhatiannya amat besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan kesusasteraan,
dan pada masa inilah Maskawaih memperoleh kepercayaan untuk menjadi bendaharawan
‘Adhud al Daulah. Juga pada masa ini Maskawaih muncul sebagai seorang filosof, tabib,
ilmuwan, dan pujangga. Tapi, disamping itu ada hal yang tidak menyenangkan hati
Maskawaih, yaitu kemerosotan moral yang melanda masyarakat. Oleh karena itulah agaknya
Maskawaih lalu tertarik untuk menitikberatkan perhatiannya pada bidang etika Islam.
2. PEMIKIRAN IBNU MISKAWAIH
A. Ketuhanan. Tuhan menurut Ibn Miskawaih adalah zat yang tidak berjisim, Azali, dan
pencipta. Tuhan esa dalam segala aspek. Ia tidak terbagi-bagi dan tidak mengandung
kejamakan dan tidak satu pun yang setara dengan-Nya. Ada tanpa diadakan dan ada
Nya tidak bergantung kepada yang lain. Sementara yang lain membutuhkan-Nya.
Kalau dilihat sekilas pemikiran Ibn Miskawaih ini sama dengan pemikiran Al-
kindi.Hal ini tampak bahwa Tuhan menurut Ibn Miskawaih adalah zat yang tidak
berjasim, azali dan pencipta. Tuhan esa adalah segala aspek. Tuhan tidak berbagi-bagi
karena tidak mengandung kejamakan dan tidak satu pun yang setara dengan-Nya.
Tuhan ada tanpa diadakan, dan ada-Nya tidak tergantung kepada yang lain, sedangkan
yang lain membutuhkanNya. Untuk membuktikan adaya Tuhan, Ibn Miskawaih tidak
memungut pemikiran Aristoteles sebagai dilakukan oleh filsuf sebelumnya. Tuhan
menurutnya adalah penggerak pertama yang tidak bergerak dan pencipta yang tidak
berubah-ubah karena itu. Tuhan yang secara mutlak bebas dari materi, secara mutlak
tidak berubah, dan kebebasan sempurna Tuhan dari materialitaslah yang membuat
kita tidak mungkin menggambarkan-Nya dengan istilah apa pun, kecuali dengan
simbol penegatifan.9 Tuhan dapat dikenal dengan proposisi negatif, dan tidak bisa
dikenal dengan proposisi positif, karena melakukan proposisi posotif berarti
menyamakan Tuhan dengan alam. Tuahan, bagi Ibn Miskawai adalah zat yang jelas
dan zat yang tidak jelas. Dikatakan zat yang jelas karena Tuhan adalah yang haq
(benar) berarti terang. Menurut Ibn Miskawaih, entitas pertama yang mancar dari
Tuhan ialah “Aql Fa’al (Akal Aktif). Akal Aktif ini tanpa perantara sesuatu pun.
Kekal, sempurna, dan berubah. Dari Akal Aktif ini timbul jiwa dan dengan
perantaraan jiwa pula timbul planet (alfalak). Pancaran yang terus-menerus dan tuhan
dapat memelihara tatanan di alam ini, ini sekiranya pancaran Tuhan dimaksud
terhenti, maka berakhirlah kemaujudan dan kehidupan di alam ini.

B. Kenabian. Adapun maslah kenabian, tampaknya tidak ada perbedaan pendapat antar
Ibn Miskawaih dan Al-farabi dalam memperkecil perbedaan Nabi dengan filsuf,
sekaligus untuk memperkuat hubungan akal dengan wahyu. Semua manusia
membutuhkan Nabi sebagai sumber informasi untuk mengetahui sifat-sifat keutamaan
yang terpuji dalam kehidupan praktis. Nabi adalah pembawa ajaran suci dari Tuhan.
10 Menurut Ibn Miskawaih, Nabi adalah manusia pilihan yang memperoleh hakikat-
hakikat kebenaran, karena pengaruh Akal Aktif atas daya imajinasinya. Hakikat-
hakikat yang sama diperoleh juga oleh filsuf. Perbedaan terletak pada cara
memperolehnya. Para filsuf memperoleh kebenaran dari bawah ke atas, yaitu dari
daya indrawi naik ke daya khayal, dan naik lagi ke daya pikir sehingga dapat
berhubungan dan menangkap hakikat-hakikat kebenaran dari Akal Aktif. Sedangkan
para Nabi memperoleh langsung dari Akal Aktif sebagai rahmat Tuhan. Jadi, sumber
kebenaran yang diperoleh oleh Nabi dan filsuf adalah sama, yaitu Akal Aktif.
Pemikiran ini sejalan dengan AlFarabi. Oleh karena kebenaran itu satu, baik yang
pada Nabi maupun yang pada filsuf, maka yang paling awal menerima dan mengikuti
apa yang dibawa Nabi adalah filsuf. Nabi membawa ajaran yang tidak bertentangan
dengan akal. Manusia perlu kepada Nabi membawa ajaran yang tidak bertentangan
hal-hal yang bermanfaat yang dapat membawanya kepada kebahagiaan di dunia dan
akhirat.

C. Moral. Menurut Ibn Miskawaih, moral atau akhlak adalah suatu sikap mental yang
mengandung daya dorong untuk berbuat tanpa berpikir dan pertimbangan. Sikap
mental ini terbagi dua, ada yang berasal dari watak dan ada pula yang berasal dari
kebiasaan dan latihan. Dengan demikian, sangat penting meneggakan akhlak yang
benar dan sehat. Sebab dengan landasan yang begitu akan melahirkan perbuatan-
perbuatan baik tanpa kesulitan. Akhlak terpuji sebagai manesfestasi dari watak tidak
banyak dijumpai. Yang terbanyak dijumpai di kalangan manusia adalah mereka yang
memiliki, sifat-sifat kurang terpuji, karena watak. Karena itu kebiasaan atau latihan-
latihan dan pendidikan dapat membantu seseorang untuk memiliki sifat-sifat terpuji
tersebut, sebaiknya juga akan membawa orang kepada sifat-sifat tercela. Ibn
Miskawaih menolak pendapat sebagai pemikir Yunani yang mengatakan akhlak yang
berasal dari watak tidak mungkin berubah. Oleh Ibn Miskawaih ditegaskan
kemungkinan perubahan akhlak itu terutama melalui pendidikan. Dengan demikian,
dijumpai ditengan masyarakat ada orang yang memiliki akhlak yang dekat pada
malaikat dan ada pula yang lebih dekat kepada hewan. Ibn Miskawaih berpendapat
bahwa manusia merupakan microcosmos yang dalam dirinya terdapat persamaan-
persamaan dengan apa yang terdapat pada micro cosmos. Panca indra yang dimiliki
manusia, di samping mempunyai daya-daya yang khas, juga mempuyai indra bersama
yang berperan sebagai pengikat sesama indra. Kemudian daya ini beralih ketingkat
daya khayal yang terletak di bagian depan otak. Dari daya khayal tersebut naik ke
daya pikir sehingga dapat berhubungan dengan Akal Aktif untuk mengetahui hal-hal
yang Ilahi. Mengingat pentingnya pembinaan akhlak, Ibn Miskawaih memberikan
perhatian yang besar terhadap pendidikan anak-anak. Menyebutkan bahwa masa
kanak-kanak merupakan mata rantai jiwa hewan dengan jiwa manusia berakal. Pada
jiwa anak berakhirlah ufuk hewani, dan ufuk manusiawi dimulai. Karena itu, anak-
anak harus dididik akhlak mulia dengan menyesuaikan rencana-rencananya dengan
urutan daya-daya yang ada keinginan, anak-anak dididik dalam hal adab makan,
minum, dan berpakaian, serta lainnya. Lalu sifat berani, kendali diri diterapakn untuk
mengarahkan daya marah. Kemudian daya berpikir dilatih dengan menalar, sehingga
akal pada akhirnya dapat menguasai segala tingkah laku. Adapun pemikiran Ibn
Miskawaih tentang sejarah bersifat filosofis, ilmiah, dan kritis. Menurutnya, sejarah
bukanlah sekedar narasi yang hanya mengungkapkan keberadaan diri raja-raja dan
menghiburnya, tetapi lebih jauh merupakan pencerminan struktur politik. Ekonomi
masyarakat pada masa tertentu. Atau dapat dikatakan bahwa sejarah merupakan
bangsabangsa atau negara-negara tentang pasang surut kebudayaanya. Sejarah tidak
hanya mengumpulkan kenyataan-keyataan yang telah lampau menjadi suatu ke satuan
organik, tetapi juga menetukan bentuk sesuatu yang akan datang.

D. Jiwa. Jiwa menurut Ibn Miskawaih adalah substansi ruhani yang kekal, tidak hancur
dengan kematian jasad. Kebahagian dan kesengsaraan di akhirat nanti hanya dialami oleh
jiwa. Jiwa bersifat immateri karena itu berbeda dengan jasad yang bersifat materi.
Mengenai perbedaan jiwa dengan jasad Ibn Miskawaih mengemukakan argumen-
argumen. Jiwa memiliki tiga daya, yaitu daya berpikir, daya keberanian, dan daya
keinginan. Tiga daya itu masing-masing melahirkan sifat kebajikan. Yaitu hikmah,
keberanian, dan kesederhanaan. Keselarasan ketiga kebajikan tersebut akan menghasilakn
kebijakan tersebut akan menghasilkan kebijakan keempat, yaitu adil. Hikmah ada tujuh
macam, tajam dalam berpikir, cekatan berpikir, jelas dalam pemahaman, kepastian yang
cukup, telitih melihat perbedaan, kuat ingatan, dan mampu mengungkapkan. Keberanian
ada sebelas sifat, murah hati, sabar, muliah, teguh, tentram, agung, gagah, keras
keinginan, ramah, bersemangat, dan belas kasih. Kesederhanaan ada dua belas, malu,
ramah, keadilan, damai, kendali diri, sabar, tenang, saleh, tertib, jujur, dan merdeka.
Statemen yang terakhir di atas, dimaksudkan Ibn Miskawaih untuk mematahkan
pandangan kaum materialisme yang meniadakan jiwa bagi manusia. Teryata Ibn
Miskawaih berhasil membuktikan adanya jiwa pada diri mausia dengan argumen seperti
diatas. Namun, jiwa tidak dapat bermateri, sekalipun bertempat pada materi, karena
materi hanya menerima satu bentuk dalam waktu tertentu. Dalam kesepakatan lain, Ibn
Miskawaih juga membedakan antara pengetahuan jiwa dan pengetahuan
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Nama lengkap Ibnu Miskawaih ialah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Ya’qub
Ibn  Miskawaih. Ia lahir pada tahun 320 H/932 M. Di rayy (sekarang Teheran), dan
meninggal di isfahan pada tanggal 9 Shafar tahun 412 H/ 16 Februari 1030 M. Ibnu
Miskawaih hidup pada masa dinasti Buwaihi (320-450 H/932-1062 M) yang sebagian besar
pemukanya bermazhab Syi’ah dan beliau pernah menjadi bendahara sehingga mendapat gelar
al-Knazain dan gelar Abu Ali, indikasi inilah yang membuat ia dianggap penganut Syi’ah.
 Dalam dunia islam beliau dikenal sebagai seorang sejarawan, sastrawan, filosof, dan
moralis karena luasnya ilmu pengetahuan yang beliau miliki. Menurut pemikirannya Tuhan
adalah pencipta tidak berjisim dan azali. Tuhan Esa, Ia tidak terbagi dan tidak mengandung
kejamakan dan tidak ada yang setara denganNya. Ia ada tanpa diadakan, adanya tidak
bergantung pada yang lain sementara yang lain membutuhkanNya.
 Banyak dari pemikirannya yang dipengaruhi oleh pemikiran Plato dan Aristoteles
tetapi lebih platonis. Dalam hal penciptaan alam semesta misalnya yang diciptakan dari
sesuatu yang tidak ada menjadi ada. Pada masalah esensi ruh yang kekal dan bergerak.
Terlepas dari pengaruh pemikiran yunani tersebut pemikiran Ibnu Maskawai berpengaruh
pada perkembangan islam yang telah memberika kemajuan dalam masalah akhlak terutama.
Beliau adalah orang yang pertama kali menulis tentang akhlak melalui karya-karya beliau
yang mazhur seperti namanya. Manusia ada yang memiliki sifat baik dari asalnya yang
jumlahnya sedikit dan cenderung untuk berbuat baik, ada yang memiliki sifat buruk dari
aslnya yang jumlahnya banyak dan cenderung berbuat jahat, dan diantara keduanya ada
golongan yang dapat beralih pada kejahatan hal ini tergantung pada pendidikan dan
lingkungan dimana ia tinggal.
DAFTAR PUSTAKA

 http://abulraihan.wordpress.com/2008/05/12/pemikiran-ibnu-maskawaih-dan-
ibnu-thufail/
http://repository.uinbanten.ac.id/2824/3/BAB_II.pdf

Anda mungkin juga menyukai