Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kinerja Struktur

Kinerja struktur adalah tingkatan performa suatu struktur terhadap


gempa rencana. Tingkatan performa dapat diketahui dengan melihat
tingkat kerusakan struktur terhadap gempa rencana pada periode ulang
tertentu, yang mana hal ini akan selalu berhubungan dengan biaya
perbaikan terhadap bangunan tersebut. Dalam desain struktur berbasis
kinerja, kinerja struktur didesain sesuai fungsi bangunan dengan
pertimbangan faktor ekonomis terhadap perbaikan saat mengalami
kerusakan akibat gempa tanpa mengesampingkan faktor keselamatan
pengguna bangunan.

2.2 Bangunan Bertingkat

Bangunan bertingkat adalah bangunan yang memiliki lebih dari


satu lantai secara vertikal. Tujuan dibangunnya Bangunan bertingkat
dikarenakan keterbatasan lahan didaerah perkotaan serta tingginya
kebutuhan kapasitas ruang pada gedung untuk berbagai aktifitas dan
kegiatan. Semakin tinggi tingkatan suatu bangunan maka akan semakin
besar efektifitas lahan perkotaan sehingga daya tampung menjadi
meningkat. Oleh karena itu diperlukannya kemampuan dalam
melakukan perencanaan dan perancangan bangunan tersebut yang mana
akan melibatkan banyak bidang disiplin ilmu dalam pembuatannya,
salah satunya Teknik Sipil.
Bangunan bertingkat terbagi atas dua, yaitu bangunan bertingkat
rendah dan bangunan bertingkat tinggi. Pembagian dibedakan
berdasarkan persyaratan teknis struktur bangunan. Bangunan dengan
tinggi lebih dari 40 meter digolongkan kedalam “Bangunan Tinggi”
dikarenakan memiliki perhitungan struktur yang kompleks.

2.3 Prinsip Bangunan Tahan Gempa

Bangunan tahan gempa adalah bangunan yang kuat dan mampu


bertahan di saat terjadi bencana gempa, bangunan tahan gempa boleh
mengalami kerusakan akan tetapi tidak boleh sampai runtuh. Berikut
filosofi bangunan tahan gempa menurut Widodo (2012):
1. Pada gempa kecil (minor earthquake), struktur utama bangunan
tidak boleh rusak dan masih berfungsi dengan baik, adapun
kerusakan terjadi pada elemen non stuktur masih dapat
ditoleransi dan diperbaiki
2. Pada gempa sedang/menengah (moderate earthquake), struktur
utama bangunan boleh mengalami sedikit kerusakan dan dapat
diperbaiki, untuk elemen non struktur yang rusak dapat diganti
baru
3. Pada gempa besar/kuat (great/strong earthquake), maka struktur
utama bangunan akan rusak parah akan tetapi tidak boleh
mengalami runtuh (collapse), hal ini diharuskan karena fungsi
utama bangunan adalah untuk melindungi manusia/penghuni
yang berada didalamnya.

Dalam perencanaan bangunan, mekanisme pembentukan sendi


plastis harus ditentukan untuk mengetahui tingkat peforma bangunan
(Seismic Performance Level). Untuk mendapatkan seismic performance
level bisa menggunakan analisis pushover, dimana bangunan diberikan
penambahan beban berulang hingga komponen stuktur mengalami sendi
plastis atau keruntuhan elemen struktur.

2.4 Spektrum Respon Desain

Menurut SNI 1726:2019 bila spektrum desain diperlukan akan tetapi


prosedur gerak tanah dari spesifik situs tidak, maka mengikuti ketentuan
sebagai berikut

1. Untuk periode ˂ T0, maka nilai spektrum respon percepatan


desain (Sa) didapat dari persamaan:

𝑆𝑎 = 𝑆𝐷𝑆 0,4 + 0,6 (2.1)


0

2. Untuk perioda ≥ T0 dan ≤ TS, maka nilai spektrum respon


percepatan desain (Sa), sama dengan SDS
3. Untuk perioda ˃ TS tetapi ≤ TL, maka nilai spektrum respon
percepatan desain (Sa) didapat dari persamaan:
𝐷1
𝑆𝑎 = (2.2)

4. Untuk perioda ˃ TL, maka nilai spektrum respon percepatan


desain (Sa) didapat dari persamaan:
𝐷1 𝐿
𝑆𝑎 = (2.3)
²

Keterangan:
SDS = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda
pendek
SD1 = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda 1
detik
T = periode getar fundamental struktur

Gambar 2.1 Diagram Spektrum Respon Desain

2.5 Analisis Statis Non-Linear (Pushover)

Analisis statis nonlinear merupakan prosedur analisis untuk


mengetahui perilaku keruntuhan bangunan terhadap beban gempa, yang
disebut juga analisis beban dorong statik. Tujuan dilakukan nya analisis
pushover adalah untuk memperkirakan gaya maksimum dan deformasi
pada struktur serta informasi mengenaik bagian mana yang kritis. Lalu
diidentifikasi bagian-bagian yang perlu dilakukan pendetailan dan
stabilitas. Analisa dilakukan dengan memberikan beban lateral statik pada
stuktur yang ditingkatkan dengan faktor pengali sampai perpindahan
lateral tercapai.

2.6 Metoda Spektrum Kapasitas

Merupakan metode utama dari ATC-40 untuk mengetahui kinerja


suatu struktur dimana diaplikasikan pada banyak jenis konstruksi. Metode
spektrum kapasitas adalah metode dimana menggabungkan demand
respon spektrum dengan kurva kapastias dalam suatu format antara
spektral percepatan vs spektral perpindahan yang disebut format
Acceleration Displacement Response Spectra (ADRS).

2.6.1 Kurva Kapasitas

Kurva kapasitas diperoleh dari analisis pushover, yaitu dengan


memberikan beban lateral statik tertentu pada struktur yang ditingkatkan
dengan faktor pengali hingga tercapai suatu target perpindahan lateral
atau hingga mencapai kegagalan struktur. Hal tersebut menghasilkan
kurva hubungan gaya geser dasar “V” dan perpindahan pada atap (Δatap),
kurva tersebut yang dinamakan “Kurva Kapasitas”

Konversi kurva kapasitas ke spektrum kapasitas format ADRS


delakukan dengan persamaan:

(2.4)

(2.5)

(2.6)

(2.7)
Gambar 2.2 Konversi dari kurva kapasitas menjadi spektrum kapasitas
2.6.2 Demand Spektrum

Demand spektrum didapat dengan merubah respon spektrum dari


yang biasanya dinyatakan dalam spektra kecepatan dan periode (Sa, T)
menjadi format ADRS (Sa, Sd)

(2.8)

Dimana:

Sa : spektra percepatan, m
Sd : spektra perpindahan
g : percepatan gravitasi (9,81 m/s²)
T : periode getar fundamental, detik

Gambar 2.3 Konversi Respon Spektrum Dalam Format ADRS

2.6.3 Performance Point

Titik kinerja (performance point) merupakan titik dimana terjadi


perpotongan antara kurva spektrum demand dengan kurva spektrum
kapasitas. Dengan performance point akan didapatkan periode struktur
dan redaman efektif akibat perubahan kekakuan struktur setelah terjadiya
kondisi sendi plastis.

Gambar 2.4 Penentuan Titik Kinerja berdasarkan Metode Spektrum Kapasitas

2.7 Metoda Koefisien Perpindahan (FEMA 356)

Merupakan metode utama dalam melakukan prosedur statik


nonlinier. Penyelesaian dilakukan dengan memodifikasi respon elastis
linear sistem SDOF ekivalen dengan menggunakan faktor modifikasi (C0,
C1, C2, C3) sehingga didapat perpindahan global maksimum (elastis dan
inelastis), disebut sebagai target perpindahan (δT).

Sebelum melakukan perhitungan target perpindahan, dilakukan


penentuan waktu getar efektif terlebih untuk memperhitungkan kondisi
inelastis dari struktur gedung. Target perpindahan (δT) dapat dihitung
dengan metode perpindahan FEMA 356 seperti pada persamaan:

𝛿𝑇 = 𝐶0𝐶1𝐶2𝐶3𝑆𝑎 𝑔 (2.4)
Dimana:
Te = waktu getar alami efektif
Ts = waktu getar karakteristik
C0 = koefisien faktor bentuk
, ( )
C1 = faktor modifikasi; 1,0 untuk Te ≥ Ts dan untuk Te

˂ Ts
C2 = koefisien untuk perhitungan efek pinching
C3 = koefisien untuk menghitung pembesaran lateral akibat efek P-
delta. C3= 1 jika perilaku pasca leleh positif, dan

| |( )
𝐶3 = 1,0 + ; jika perilaku pasca leleh negatif

R = 𝐶𝑚

Sn = akselerasi respons spektrum


Vy = gaya geser dasar saat leleh
W = total beban yang dapat direkduksi
Cm = faktor massa efektif
α = rasio kekauan pasca leleh terhadap kekauan elastis efektif
g = percepatan gravitrasi 9,81 m/s²

2.8 Metode Koefisien Perpindahan yang Diperbaiki (FEMA 440)

Metode ini diciptakan setelah dilakukan evaluasi oleh ATC 55


Project dikarenakan penggunaan metode koefisien perpindahan dan
metode spektrum kapasitas menimbulkan keraguan dan memiliki hasil
yang berbeda. Untuk rumus target perpindahannya tetap sama seperti
persamaan 2.4 yaitu:
𝛿𝑇 = 𝐶0𝐶1𝐶2𝐶3𝑆𝑎 𝑔,

Untuk parameter C1 dan C2 dilakukan modifikasi seperti berikut:

𝐶1 = 1 + (2.5)

Dimana:
a = konstanta, dengan nilai 130, 90 dan 60 untuk kategori B, C, dan D

𝐶1 = 1 + (2.6)

2.9 Level Kinerja

Penentuan level kinerja struktur telah ditetapkan oleh ATC-40


(1996) yang ditentukan melalui kriteria rasio simpangan struktur
(structural-drift ratio) yang didapat saat titik kinerja tercapai. Hasil yang
didapat dibandingkan dengan persyaratan simpangan (drift) seperti pada
tabel 2.1.

Pada desain bangunan baru, level kinerja yang direkomendasikan


adalah Live Safety Level, karena memiliki respon dengan deformasi yang
besar setelah diuji pada berbagai eksperimen, sehingga proporsional
unutk detailing pada bangunan baru.
Tabel 2.1 Kriteria Level Kinerja Struktur berdasarkan FEMA-356 dan
ATC-40

Tabel 2.1 Batas Drift Pada Tingkat Kinerja Struktur

Anda mungkin juga menyukai