Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kimia, larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat. Zat yang
jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut (zat) terlarut atau solut, sedangkan zat yang
jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut atau solven. Komposisi zat
terlarut dan pelarut dalam larutan dinyatakan dalam konsentrasi larutan, sedangkan proses
pencampuran zat terlarut dan pelarut membentuk larutan disebut pelarutan atau solvasi.
Contoh larutan yang umum dijumpai adalah padatan yang dilarutkan dalam cairan, seperti garam
atau gula dilarutkan dalam air. Gas juga dapat pula dilarutkan dalam cairan, misalnya karbon dioksida
atau oksigen dalam air. Selain itu, cairan dapat pula larut dalam cairan lain, sementara gas larut dalam
gas lain. Terdapat pula larutan padat, misalnya aloi (campuran logam) dan mineral tertentu (Martin,
1990).
Kelarutan diartikan sebagai konsentrasi bahan terlarut dalam suatu larutan jenuh pada suatu suhu
tertentu. Larutan sebagai campuran homogen bahan yang berlainan. Untuk dibedakan antara larutan
dari gas, cairan dan bahan padat dalam cairan. Disamping itu terdapat larutan dalam keadaan padat
(misalnya gelas, pembentukan kristal campuran) (Voigt, 1994).
Dalam istilah farmasi, larutan didefinisikan sebagai sediaan "cair yang mengandung satu atau
lebih zat kimia yang larut, biasanya dilarutkan dalam air. yang karena bahan-bahannya cara peracikan
atau penggunaanya, tidak dimasukkan kedalam golongan produk lainnya" (Effendi, 2003).
Pelepasan zat dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat
tersebut serta formulasinya. Pada prinsipnya obat baru dapat diabsobsi setelah zat aktifnya terlarut
dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha untuk mempertinggi efek farmakologi dari sediaan
adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya (Martin, 1990).
Fenomena distribusi termasuk di dalamnya adalah koefisien distribusi yang erat hubungannya
dengan ilmu farmasi (ilmu resep). Satu hal penting dari fenomena distribusi adalah sifat senyawa obat
itu agar dapat melalui membran sel yang terdiri dari lipoprotein atau suatu lapisan hidrofil dan
hidrofob.
Koefisien distribusi didefinisikan sebagai suatu perbandingan kelarutan suatu zat (sampel) di
dalam dua pelarut yang berbeda dan tidak saling bercampur. serta merupakan suatu harga tetap pada
suhu tertentu.
Pada percobaan ini dilakukan penentuan kelarutan asam salisilat pada pelarut air dalam suhu
kamar, 25°C dan suhu panas 40°C dengan cara melarutkan. menyaring, mengeringkan dan
menimbang residu yang tidak larut dan penentuan koefesien distribusi paracetamol dalam pelarut air
dan minyak berdasarkan perbandingan kelarutan suatu zat dalam dua pelarut yang tidak saling
bercampur yang di titrasi dengan larutan baku NaOH 2,6 mi dan NaOH 4 ml yang ditandai dengan
perubahan warna dari tidak berwarna menjadi warna ungu dengan bantuan indikator PP (fenolftalein).
1.2 Tujuan
Menentukan perbandingan kalarutan dan koefisien distribusi dan asam salisilat dalam pelarut air
pada suhu kamar 60°C serta pelarut minyak yang tidak saling bercampur.

1.3 Manfaat
Manfaat dari percobaan kali ini yaitu agar kita bisa mengetahui dan memahami cara penentuan
kelarutan dan koefisien distribusi zat padat dalam pelarut pada berbagai suhu dan dua pelarut yang
tidak saling bercampur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori

Kelarutan diartikan sebagai konsentrasi bahan terlarut dalam suatu larutan jenuh pada suatu suhu
tertentu. Larutan sebagai campuran homogen bahan yang berlainan. Untuk dibedakan antara larutan
dari gas, cairan dan bahan padat dalam cairan. Disamping itu terdapat larutan dalam keadaan padat
(misalnya gelas, pembentukan kristal campuran) (Voigt, 1994).

Larutan kimia dan fisika merupakan campuran dua atau lebih zat yang homogen. Secara umum,
larutan menunjukkan campuran homogen yang cair meskipun memungkinkan untuk membuat
campuran homogen dari padatan atau gas. Jadi, sangat mungkin membuat larutan padatan dalam
cairan, cairan dalam cairan, gas dalam cairan, gas dalam gas dan padatan-dalam padatan. Tiga yang
pertama ini adalah yang paling penting dalam farmasi (Gennaro, 1990).

Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga
bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang lebih kecil,
bergantung pada hal terbaginya zat terlarut. Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut
berda dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Kelarutan didefinisikan dalam besaran
kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperature tertentu, dan secara
kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk disperse
molekuler homogenya. Suatu larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang
mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan
sempurna pada temperature tertentu. Suatu larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang
mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya ada pada
temperatur tertentu, terdapat juga zat terlarut yang tidak larut (Martin, 1990)

2.2 Faktor yang Mempengaruhi Kelarutan menurut (Lund, 1993)

1. Pengaruh pH

Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan adalah zat organic yang bersifat
asam lemah atau basa lemah, dimana kelarutannya sangat dipengaruhi oleh pH pelarutnya.

Kelarutan asam-asam organic lemah seperti barbiturate dan sulfonamide dalam air akan
bertambah dengan naiknya pH karena terbentuknya garam yang mudah larut dalam air. Sedangkan
basa-basa organic seperti alkaloida dan anestetik local pada umumnya sukar larut dalam air. Bila pH
larutan diturunkan dengan penambahan asam kuat, maka akan terbentuk garam yang mudah larut
dalam air.

2. Temperatur

Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung pada temperature, titik leleh zat padat, dan
panas peleburan molar zat tersebut.
3. Jenis Pelarut

Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar akan melarutkan lebih
baik zat-zat polar dan ionik sebaliknya., begitu juga sebaliknya

Kelarutan zat juga tergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar dan non polar
dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat tersebut larut
dalam air. Pelarut polar bertindak sebagai pelarut dengan mekanisme sebagai berikut (Lund, 1994):

1. Mengurangi gaya tarik antara ion yang berlawanan dalam Kristal.

2.Mencegah ikatan kovalen elektrolit-elektrolit kuat, karena pelarut ini bersifat amfiprotil.

3. Membentuk ikatan hydrogen dengan zat terlarut.

Pelarut non polar tidak dapat mengurangi daya tarik menarik antara ion ion karena konstanta
dielektriknya yang rendah. Juga tidak dapat mencegah ikatan kovalen dan tidak dapat membentuk
jembatan hydrogen. Pelarut ini dapat melarutkan zat-zat non polar dengna tekanan internal yang sama
melalui indoksi antaraksi dipol.

Pelarut semi polar dapat menginduksi tingkat kepolaran molekul-molekul pelarut non polar. Ia
bertindak sebagai perantara (intermediate solvent) untuk mencampurkan pelarut polar dan non polar.

4. Bentuk Dan Ukuran Partikel

Kelarutan suatu zat akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel suatu zat. Konfigurasi
molekul dan bentuk susunan Kristal juga berpengaruh terhadap kelarutan zat. Partikel yang
bentuknya tidak simetris lebih mudah larut bila dibandingkan dengan partikel yang bentuknya
simetris.

5. Konstanta Dielektrik Pelarut.

Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar mempunyai konstanta
dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat polar, sedangkan zat-zat non polar sukar larut di
dalamnya. Begitu pula sebaliknya.

Besarnya tetapan dielektrik ini menurut Moore dapat diatur dengan penambahan pelarut lain.
Tetapan dielektrik suatu campuran pelarut merupakan hasil penjumlahan dari tetapan dielektrik
masing-masing yang sudah dikalikan dengan persen volume masing-masing komponen pelarut.

Adakalanya suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan dengan pelarut
tunggalnya. Fenomena ini dikenal dengan istilah co-solvency dan pelarut yang mana dalam bentuk
campuran dapat menaikkan kelarutan zat tersebut disebut co-solvent.

6. Adanya Zat Lain

Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikkan kelarutan suatu zat. Molekul
surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu bagian polar dan non polar. Apabila didispersikan dalam air
pada konsentrasi yang rendah, akan berkumpul pada permukaan dengan mengorientasikan bagian
polar kea rah air dan bagian non polar kea rah udara, membentuk suatu lapisan monomolekul.
Disperse molekul surfaktan ini secara termodinamika tidak stabil karena bagian non polar
mengganggu interaksi bagian polar surfaktan dengan air. Oleh karena itu surfaktan mempunyai
kecenderungan berasosiasi membentuk agregat yang dikenal sebagai misel. Konsentrasi pada saat
misel mulai terbentuk disebut konsentrasi Konsentrasi Misel Kritik (KMK).

2.3 Koefisien Distribusi

Fenomena distribusi merupakan salah satu hal yang penting bagi farmasis, ditambah berbagai
faktor yang mempengaruhi cabang ilmu tersebut. Lebih khusus pengaruhnya terhadap distribusi obat
didalam tubuh manusia. Hal-hal yang termasuk didalam koefisien partisi ialah kerja obat pada tempat
organ target serta distribusi dan absorbsinya ke seluruh bagian tubuh sampai memberikan efek
terapeutik (Martin, 1993).

Koefisien distribusi didefenisikan sebagai suatu perbandingan kelarutan suatu zat (sampel) di
dalam dua pelarut yang berbeda dan tidak saling bercampur, serta merupakan suatu harga tetap pada
suhu tertentu (Martin, 1993).

Koefisien partisi (P) menggambarkan rasio pendistribusian obat kedalam pelarut sistem dua fase,
yaitu pelarut organik dan air. Bila molekul semakin larut lemak, maka koefisien partisinya semakin
besar dan difusi trans membran terjadi lebih mudah. Tidak boleh dilupakan bahwa organisme terdiri
dari fase lemak dan air, sehingga bila koefisien partisi sangat tinggi ataupun sangat rendah maka hal
tersebut merupakan hambatan pada proses difusi zat aktif (Ansel, 1989).

Untuk memproduksi suatu respon biologis, molekul obat pertama-tama harus menyeberangi suatu
membran biologis beraksi sebagai suatu pembatas lemak untuk kebanyakan obat-obat dan
mengizinkan absorbsi zat-zat yang larut dalam lemak dengan difusi pasif sedangkan zat-zat yang
tidak larut dalam lemak dapat mendifusi menyeberangi pembatasan hanya dengan kesulitan yang
besar, jika tidak sama sekali. Hubungan antara konstanta disolusi, kelarutan dalam lemak, dan pH
pada tempat absorbsi serta karakteristik absorbsi dari berbagai obat merupakan dasar dari teori pH-
partisi. Penentuan derajat disosiasi atau harga pKa dari zat obat merupakan suatu karakteristik fisika-
kimia yang relatif penting terhadap evaluasi dari efek-efek yang mungkin pada absorbsi dari berbagai
tempat pemberian (Ansel, 2005).

2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi

pengaruh sifat kelarutan bahan obat terhadap distribusi menunjukkan antara lain bahwa senyawa
yang larut baik dalam bentuk lemak terkonsentrasi dalam jaringan yang mengandung banyak lemak
sedangkan sebaliknya zat hidrofil hampir tidak diambil oleh jaringan lemak karena itu ditentukan
terutama dalam ekstrasel (Ernest, 1999).

Pengaruh distribusi telah disebut pengaruh obat artinya membawa bahan obat terarah kepada
tempat kerja yang diinginkan dari segi terapeutik kita mengharapkan distribusi dapat diatur artinya
konsentrasi obat pada tempat kerja lebih besar dari pada konsentrasi di tempat lain pada organisme,
walaupun demikian kemungkinan untuk mempengaruhi pada distribusi dalam bentuk hal
kecil, pada kemoterapi tumor ganas sebagian dicoba melalui penyuntikan atau infus sitostatika ke
dalam arteri memasok tumor untuk memperoleh kerja yang terarah (Ernest, 1999).

Pada umumnya obat-obat bersifat asam lemah atau basa lemah. Jika obat tersebut dilarutkan
dalam air sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang terionkan tergantung pada pH
larutannya. Obat-obat yang tidak terionkan lebih mudah larut dalam lipida, sebaliknya yang dalam
bentuk ion kelarutannya kecil atau bahkan praktis tidak larut. Dengan demikian pengaruh pH sangat
besar terhadap kecepatan absorpsi obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah (Sardjoko, 1987).

2.5 Uraian Bahan

2.5.1 Aquades (Dirjen POM, 1979)

Nama : Aqua Destillata

Sinonim : Air suling

Berat molekul : 18,02

Rumus Molekul : H2O

Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak mempunyai rasa.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik. Kegunaan : Sebagai pelaru

2.5.2 Alkohol (Ditjen POM, 1979)

Nama resmi : Aethanolum

Nama lain : Etanol/Alkohol

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak; bau

Khas; rasa panas. Mudah terbakar dengan memberikan nyala biru

yang tidak berasap.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya; di tempat sejuk, jauh dari

nyala api.

Kegunaan : Sebagai pembersih dan sebagai gram C pada pengecatan gram.


2.5.3 Asam Benzoat (Depkes RI, 2014)

Nama Resmi : Asam Benzoat

Nama Latin : Benzoate acid

Pemerian : Hablur bentuk jarum atau sisik; putih; sedikit berbau biasanya bau benzaldehida
atau benzoin. Agak mudah menguap pada suhu hangat. Mudah menguap

Kelarutan : sukar larur dalam air; mudah larut dalam etanol, dalam kloroform dan dalam
eter.

BM : 122,12

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik


BAB III

PROSEDUR KERJA

3.1 Alat Dan Bahan

3.1.1 Alat

pengaduk, beaker glass, buret, corong, pisah, gelas ukur, klem, statif, neraca analitik, oven,

pemanas air, pipet dan thermometer

3.1.2 Bahan

Alkohol 70%, aluminium foil, asam salisilat, aquadest, ciprofloxacin, kertas saring, kertas

perkamen, minyak VCO/coconut oil, NaOH 0,1 N, fenolftalein dan tissue.

3.2 Cara Kerja

3.2.1 Suhu kamar

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Dibersihkan alat dengan alkohol 70%

3. Ditimbang asam salisilat sebanyak 1 g

4. Dilarutkan asam salisilat ke dalam 25 ml aquadest

5. Diaduk hingga homogeny

6. Ditimbang kertas saring kosong

7. Dijenuhkan kertas saring yang telah ditimbang dengan cara dibasahi dengan aquadest keseluruhan

Permukaan

8. Disaring asam salisilat menggunakan kertas saring melalui corong

9. Dikeringkan didalam oven

10. Ditimbang residu asam salisilat yang telah kering

11. Dicatat residu dari asam salisilat

Anda mungkin juga menyukai