Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

Masalah Utama : Halusinasi


Latar Belakang
Pengertian Halusinasi
adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami perubahan sensori
persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau
penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Mukhripah Damaiyanti,
2008: 87).
Menurut Varcarolis, halusinasi adalah terganggunya persepsi sensori seseorang,
dimana tidak terdapat stimulus (Iyus Yosep, 2009: 217) Halusinasi adalah persepsi sensori
tentang suatu objek, gambaran, dan pikiran yang sering terjadi meliputi semua sistem
penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan atau pengecapan) (Nita Fitria,
2011: 29).
Etiologi

 Faktor Predisposisi
1. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya control dan kehangatan
keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang
percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
2. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima di lingkungannya sejak bayi ( unwanted child )
akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.
3. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress
yang berlebihan maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimiaseperti Buffofenon dan Dimetytransferase (DMP). Akibat
stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.
4. Faktor Psikologis
Kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
5. Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak yang diasuh oleh orangtua skizofrenia cenderung
mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa factor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
 Faktor Presipitasi
1. Rangsangan
dari lingkungan seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak
berkomunikasi, objek yang ada di lingkungannya dan sauna sepia tau terisolasi.
2. Perilaku
Dapat berupa rasa curiga, takut tidak aman, gelisah dan bingung, berperilaku yang
merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Makhluk yang dibangun atas dasar
unsure bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi
yaitu:
a. Dimensi Fisik Kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam
hingga delirium, intoksikasi alcohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang
lama.
b. Dimensi Emosional Perasaan cemas yang berlebihan karena masalah yang tidak
dapat diatasi, halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan, klien
tidak sanggup menentang perintah tersebut sehingga berbuat sesuatu terhadap
ketakutannya.
c. Dimensi Intelektual Terjadi penurunan fungsi ego. Usaha ego sendiri untuk
melawan impuls yang menekan, namun menimbulkan kewaspadaan yang dapat
mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol semua
perilaku klien.
d. Dimensi Sosial Kecenderungan untuk menyendiri, klien menganggap bahwa
hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan.
e. Dimensi Spiritual Adanya kehampaan hidup, dan tidak jelas tujuan hidupnya,
rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara
spiritual untuk mensucikan diri.

Patofisiologi
Menurut Stuart dan Sundeen, 1995 ada dua teori yang menjelaskan tentang halusinasi, yaitu:
a. Teori Biokimia Terjadi sebagai respon metabolisme terhadap stress yang
mengakibatkan terlepasnya zat halusinogenik neurotic (buffofenon dan
dimethytransferase).
b. Teori Psikoanalisis Merupakan respons pertahanan ego untuk melawan rangsangan
dari luar yang mengancam dan ditekan untuk muncul dalam alam sadar.

Tanda dan Gejala


a. Bicara sendiri, senyum/ tertawa sendiri
b. Menggerakkan bibir tanpa suara
c. Respons verbal yang lambat
d. Menarik diri dari orang lain
e. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata
f. Ekspresi muka tegang
g. Curiga dan bermusuhan, mudah tersinggung, jengkel dan marah
h. Ketakutan
i. Tampak tremor dan berkeringat
j. Rendahnya kemampuan sosialisasi diri
k. Kepala mengangguk-angguk seperti mendengar orang bicara
l. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan
m. Tidak dapat mengurus diri
n. Sulit berhubungan dengan orang lain

Tahapan Halusinasi
a. Tahap I (Non-Psikotik) Halusinasi mampu memberikan rasa nyaman pada klien, tingkat
orientasi sedang. Tahap ini halusinasi merupakan hal yang menyenangkan bagi klien.
Karakteristik:
1. Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan.
2. Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan kecemasan.
3. Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam control kesadaran.
Perilaku yang muncul:
1. Tersenyum atau tertawa sendiri
2. Menggerakkan bibir tanpa suara
3. Pergerakan mata yang cepat
4. Respon verbal lambat, diam dan berkonsentrasi.
b. Tahap II (Non-Psikotik) Klien bersikap menyalahkan dan mengalami tingkat kecemasan
berat. Halusinasi dapat menyebabkan antisipasi. Karakteristik:
1. Pengalaman sensori menakutkan atau merasa dilecehkan oleh pengalaman
tersebut.
2. Mulai merasa kehilangan kontrol
3. Menarik diri dari orang lain
Perilaku yang muncul:
1. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah.
2. Perhatikan terhadap lingkungan menurun.
3. Konsentrasi terhadap pengalaman sensori pun menurun.
c. Tahap III (Psikotik) Klien biasanya tidak dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat
kecemasan berat, dan halusinasi tidak dapat ditolak lagi. Karakteristik:
1. Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya.
2. Isi halusinasinya menjadi atraktif
3. Klien menjadi kesepian bila pengalaman sensori berakhir.
Perilaku yang muncul:
1. Klien menuruti perintah halusinasi
2. Sulit berhubungan dengan orang lain
3. Perhatian terhadap lingkungan sedikit/ sesaat
4. Tidak mampu mengikuti perintah yang nyata
5. Klien tampak tremor dan berkeringat
d. Tahap IV (Psikotik) Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien
terlihat panik. Perilaku yang muncul:
1. Risiko tinggi menciderai
2. Agitasi/ kataton
3. Tidak mampu merespons rangsangan yang ada Timbulnya perubahan persepsi
sensori halusinasi biasanya diawali dengan menarik diri, halusinasi lihat dan
dengar/ salah satunya yang menyuruh pada kejelekan, maka akan berisiko terhadap
perilaku kekerasan.
Rentang Respon

Penatalaksanaan Medis
Psikofarmakologi Pengobatan pada pasien halusinasi, yaitu:
1) Chlorpromazine (CPZ) adalah derivat yang mempunyai khasiat dan bekerja pada
Susunan Saraf Pusat (SSP) dengan mendepresi sub kortikal SSP yang menimbulkan
efek psikotropik, sedasi, anti emetic dan dapat menekan refleks batuk. Efek samping:
pusing, pingsan, hipotensi, orthostatik, palpitasi, takikardi, pandangan kabur,
konstipasi, dan lain-lain.
2) Haloperidol (HLP) adalah derivat yang khasiatnya hampir sama dengan derivat
fenotiazin (CPZ). Efek samping: gelisah, ataksia, mulut kering, konstipasi (diare), urine
diaphoresis (berlebihan), anemia, dan lain-lain.
3) Trihexyphenidil (THP) yaitu untuk merelaksasi otot polos dan sposmodik. Efek
samping: mulut kering, pusing, pandangan kabur, mual, mengantuk, bingung, dan lain-
lain. b. Terapi kejang listrik/ elektro compulsive teraphy (ECT) c. Terapi aktivitas
kelompok (TAK)
Pohon Masalah
Risiko Perilaku Kekerasan

Gangguan Sensori : Halusinasi

Harga Diri Rendah

Masalah Keperawatan dan Data Yang Harus Dikaji

Diagnosa Keperawatan
Gangguan Sensori : Halusinasi

Rencana Tindakan
Strategi Pelaksanaan Halusinasi
SP 1 : Pasien
1) Jelaskan cara menghardik halusinasi
2) Peragakan cara menghardik halusinasi
3) Minta klien memperagakan ulang
4) Pantau penerapan cara ini dan beri penguatan pada perilaku klien yang sesuai
5) Masukkan dalam jadwal kegiatan klien

SP 2 : Pasien
Diskusikan dengan klien cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang
lain.

SP 3 : Pasien
Ajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktifitas harian klien.

SP 4: Pasien
Ajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara patuh obat yaitu penggunaan obat secara
teratur (jenis, dosis, waktu, manfaat, dan efek samping)

Strategi Pelaksaan dalam bentuk Diaglog


Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, assalamualaikum………….. Boleh Saya kenalan dengan Ibu? Nama
Saya………….. boleh panggil Saya……… Saya Mahasiswa Akper Muhammadiyah
Kendal, Saya sedang praktik di sini dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 13.00
WIB siang. Kalau boleh Saya tahu nama Ibu siapa dan senang dipanggil dengan sebutan
apa?”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Bagaimana tidurnya tadi malam? Ada keluhan tidak?”
c. Kontrak
1) Topik
“Apakah Ibu tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya? Menurut ibu sebaiknya
kita ngobrol apa ya? Bagaimana kalau kita ngobrol tentang suara dan sesuatu yang
selama ini Ibu dengar dan lihat tetapi tidak tampak wujudnya?”
2) Waktu
“Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Ibu maunya berapa menit? Bagaimana
kalau 10 menit? Bisa?”
3) Tempat
“Di mana kita akan bincang-bincang ???
Bagaimana kalau di ruang tamu saya ???
Fase Kerja
“Apakah Ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya?”
“Apa yang dikatakan suara itu?”
“Apakah Ibu melihat sesuatu atau orang atau bayangan atau mahluk?”
“Seperti apa yang kelihatan?”
“Apakah terus-menerus terlihat dan terdengar, atau hanya sewaktu-waktu saja?”
“Kapan paling sering Ibu melihat sesuatu atau mendengar suara tersebut?”
“Berapa kali sehari Ibu mengalaminya?”
“Pada keadaan apa, apakah pada waktu sendiri?”
“Apa yang Ibu rasakan pada saat melihat sesuatu?”
“Apa yang Ibu lakukan saat melihat sesuatu?”
“Apa yang Ibu lakukan saat mendengar suara tersebut?”
“Apakah dengan cara itu suara dan bayangan tersebut hilang?”
“Bagaimana kalau kita belajar cara untuk mencegah suara-suara atau bayangan agar
tidak muncul?”
“Ibu ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.”
“Pertama, dengan menghardik suara tersebut.”
“Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.”
“Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal.”
“Keempat, minum obat dengan teratur.”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik.”
“Caranya seperti ini:
1) Saat suara-suara itu muncul, langsung Ibu bilang dalam hati, “Pergi Saya tidak mau
dengar … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai
suara itu tidak terdengar lagi. Coba ibu peragakan! Nah begitu………….. bagus! Coba
lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.”
2) Saat melihat bayangan itu muncul, langsung Ibu bilang, pergi Saya tidak mau
lihat………………. Saya tidak mau lihat. Kamu palsu. Begitu diulang-ulang sampai
bayangan itu tak terlihat lagi. Coba Ibu peragakan! Nah begitu……….. bagus! Coba
lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.”
Fase Terminasi
a. Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan Ibu dengan obrolan kita tadi? Ibu merasa senang tidak dengan
latihan tadi?”
b. Evaluasi objektif
“Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang coba Ibu simpulkan pembicaraan
kita tadi.”
“Coba sebutkan cara untuk mencegah suara dan atau bayangan itu agar tidak muncul
lagi.”
c. Rencana tindak lanjut
“Kalau bayangan dan suara-suara itu muncul lagi, silakan Ibu coba cara tersebut!
Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya?”
(Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian klien,
Jika ibu melakukanya secara mandiri makan ibu menuliskan M, jika ibu melakukannya
dibantu atau diingatkan oleh keluarga atau teman maka ibu buat ibu, Jika ibu tidak
melakukanya maka ibu tulis T. apakah ibu mengerti?).
d. Kontrak yang akan datang
1) Topik
“Ibu, bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang caranya berbicara dengan
orang lain saat bayangan dan suara-suara itu muncul?”
2) Waktu
“Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam 09.30 WIB, bisa?”
3) Tempat
“Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok di mana ya? Sampai jumpa
besok.
Wassalamualaikum,……………

Anda mungkin juga menyukai