Anda di halaman 1dari 34

ASKEP ILLEUS OBSTRUKTIF

NAMA ANGGOTA KELOMPOK :

1. ALDEGONDA FITRI JEHARUT


2. PRISKA WANGO
3. FRANSISKUS S. HAMBUR

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN PERTANIAN

UNIVERSITAS KHATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG

2020
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................

DAFTAR ISI..............................................................................................................

KATA PENGANTAR...............................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.........................................................................................
B. Tujuan Masalah........................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Konsep Medis
1. Anatomi Fisiologi...............................................................................
2. Pengertian...........................................................................................
3. Etiologi ..............................................................................................
4. Manifestasi klinis...............................................................................
5. Patofisiologi.......................................................................................
6. Komplikasi ........................................................................................
7. Penatalaksanaan.................................................................................
B. Asuhan keperawatan kritis Illeus obstruktif.............................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................
B. Saran .........................................................................................................
KATA PENGANTAR

Dengan ini kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
yang telah melimpahkan rahmatnya sehingga penulis dan dapat menyelesaikan
tugas “Asuhan Keperawatan Kritis Pada pasien Illeus Obstruktif” Makalah ini
penulis susun untuk menambah ilmu serta untuk memenuhi salah satu tugas mata
kulia “ Keperawatan Kritis”. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat menbangun dari pembaca.

Dengan tersusunnya makalah ini semoga bermanfaat, khususnya bagi penulis dan
pembaca pada umumnya.Untuk ini kami sampaikan terima kasih apabila ada
kurang lebihnya penulis mohon maaf.
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ileus obstruktif merupakan suatu keadaan yang menyebabkan isi usus
tidak bisa melewati lumen usus sebagai akibat adanya sumbatan atau
hambatan mekanik. Hal ini dapat terjadi dikarenakan kelainan di dalam
lumen usus, dinding usus, atau benda asing di luar usus yang menekan,
serta kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang dapat
menyebabkan nekrosis segmen usus. Ileus obstruktif merupakan suatu
keadaan yang darurat sehingga memerlukan penanganan segera.
Berdasarkan data statistik dibeberapa negara, salah satunya di Amerika
Serikat, kasus ileus obstruktif diperkirakan memiliki insidensi sebesar
0,13%. Ileus adalah gangguan atau hilangnya pasase isi usus yang
menandakan adanya obstruksi usus akut yang segera memerlukan
pertolongan atau tindakan.
Kira- kira 60–70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan
appendisitis akut disebabkan oleh ileus. Etiologi dan pola obstruksi usus
bervariasi di berbagai negara. Beberapa tahun ini, adhesi intraperitonial
merupakan penyebab obstruksi usus yang paling sering, sedangkan di
negara berkembang, hernia merupakan penyebab obstruksi usus yang
paling banyak. Sumber data yang berasal dari 7 negara berikut didapatkan
penyebab terbanyak obstruksi usus di negaranya yakni, Inggris 73%
disebabkan oleh adhesi Amerika Serikat 75% disebabkan oleh adhesi,
India 50% disebabkan oleh hernia, Arab Saudi 57% disebabkan oleh
Adhesi, Nigeria 65% disebabkan oleh hernia, Uganda 75% disebabkan
oleh hernia, serta China 78% disebabkan oleh hernia.
B. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengetian illeus obstruktif
2. Untuk mengetahui etiologi illeus obstruktif
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis illeus obstruktif
4. Untuk mengetahui patofisiologi dan penatalaksanaan illeus obstruktif
5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien illeus obstruktif
BAB II

TINJAUN TEORI

A. Konsep Medis
1. Gambaran anatomi fisiologi organ
a. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan
air. Mulut merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap
dan jalan masuk untuk system pencernaan yang berakhir di anus.
Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan
dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah.
Pengecapan sederhana terdiri dari manis, asam, asin dan pahit.
Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung, terdiri dari
berbagai macam bau. Makanan dipotong-potong oleh gigi depan
(incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham),
menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari
kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan
tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya.
Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim),
yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung.
Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
b. Tenggorokan (Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan.
Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar
limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan
pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara
jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut
dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang keatas bagian
depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan
lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga
mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium.
Tekak terdiri dari bagian superior yaitu bagian yang sama tinggi
dengan hidung, bagian media yaitu bagian yang sama tinggi
dengan mulut dan bagian inferior yaitu bagian yang sama tinggi
dengan laring. Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring
bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang
telinga. Bagian media9disebut orofaring, bagian ini berbatas ke
depan sampai di akar lidah. Bagian inferior disebut laringofaring
yang menghubungkan orofaring.
c. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang
dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam
lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan
menggunakan proses peristaltik. Esofagus bertemu dengan faring
pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi, esofagus dibagi
menjadi tiga bagian yaitu bagian superior (sebagian besar adalah
otot rangka), bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus),
serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
d. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga
bagian yaitu kardia, fundus dan antrium. Lambung berfungsi
sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk
mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi
lambung menghasilkan 3 zat penting yaitu lendir, asam klorida
(HCL), dan prekusor pepsin (enzim yang memecahkan protein).
Lendir melindungi sel – sel lambung dari kerusakan oleh asam
lambung dan asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam,
yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman
lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap
infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
e. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan
yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya
akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke
hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang
melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-
pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan
sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa (sebelah dalam),
lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang dan lapisan serosa.
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari
(duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
a) Usus Dua Belas Jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus
halus yang terletak setelah lambung dan
menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus
dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus,
dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum
treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal,
yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum.
pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat
sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara
saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Lambung
melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus
halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui
sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus
halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal
kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
b) Usus Kosong (Jejenum)
Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus
halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus
penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh
usus halus antara 2-8 meter, 1- 2 meter adalah bagian usus
kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan
dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus
kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus
(vili), yang memperluas permukaan dari usus.
c) Usus Penyerapan (Illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari
usus halus. Pada sistem pencernaan manusia ileum
memiliki panjang sekitar 2- 4 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu.
Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa)
dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam empedu.
f. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan
rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari kolon asendens (kanan), kolon transversum,
kolon desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan
rektum). Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar
berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan
zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat
zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi
normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar.
Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya
lendir dan air, dan terjadilah diare.

g. Rektum dan Anus


Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar
(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi
sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini
kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu
pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk
ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar
(BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan
material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang
menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi
tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar,
di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi
tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan
feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa
menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda
mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting
untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran
pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus
terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian 13 lannya dari
usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter.
Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar)
yang merupakan fungsi utama anus.

2. Pengertian
Ileus obstruktif merupakan suatu keadaan yang menyebabkan isi usus
tidak bisa melewati lumen usus sebagai akibat adanya sumbatan atau
hambatan mekanik. Hal ini dapat terjadi dikarenakan kelainan di dalam
lumen usus, dinding usus, atau benda asing di luar usus yang menekan,
serta kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang dapat
menyebabkan nekrosis segmen usus. Ileus obstruktif merupakan suatu
keadaan yang darurat sehingga memerlukan penanganan segera.
Ileus atau obstruksi usus adalah suatu gangguan (apapun penyebabnya)
aliran normal isi usus sepanjang saluran isi usus. Obstruksi usus dapat
akut dengan kronik, partial atau total.Intestinal obstruction terjadi
ketika isi usus tidak dapat melewati saluran gastrointestinal.
3. Etiologi
a. Hernia inkarserata
Hernia inkarserata timbul karena usus yang masuk ke dalam
kantung hernia terjepit oleh cincin hernia sehingga timbul gejala
obstruksi (penyempitan) dan strangulasi usus (sumbatan usus
menyebabkan terhentinya aliran darah ke usus).
b. Non hernia inkarserata, antara lain :
1. Adhesi atau perlekatan usus
Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intra abdominal
sebelumnya atau proses inflamasi intra abdominal. Dapat
berupa perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal maupun
multiple, bisa setempat atau luas.
2. Invaginasi (intususepsi) Invaginasi umumnya berupa
intususepsi ileosekal yang masuk naik kekolon ascendens dan
mungkin terus sampai keluar dari rektum. Hal ini dapat
mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk
dengan komplikasi perforasi dan peritonitis.
c. Askariasis
Cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum, biasanya
jumlahnya puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi di
manamana di usus halus, tetapi biasanya di ileum terminal yang
merupakan tempat lumen paling sempit. Segmen usus yang penuh
dengan cacing berisiko tinggi untuk mengalami volvulus,
strangulasi, dan perforasi.
d. Volvulus
Merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus yang
abnormal dari segmen usus sepanjang aksis usus sendiri, maupun
pemuntiran terhadap aksis sehingga pasase (gangguan perjalanan
makanan) terganggu.
e. Tumor
Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi Usus,
kecuali jika ia menimbulkan invaginasi . Hal ini terutama
disebabkan oleh kumpulan metastasis (penyebaran kanker) di
peritoneum atau di mesenterium yang menekan usus
f. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari
kantong empedu menyebabkan fistul (koneksi abnormal antara
pembuluh darah, usus, organ, atau struktur lainnya) dari saluran
empedu keduodenum atau usus halus yang menyebabkan batu
empedu masuk ke raktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar
dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal
atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
4. Manifestasi klinis
a. Obstruksi sederhana
Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi,
artinya disertai dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit
baik di dalam lumen usus bagian oral dari obstruksi, maupun oleh
muntah. Gejala penyumbatan usus meliputi nyeri kram pada perut,
disertai kembung. Nyeri bisa berat dan menetap. Nyeri abdomen
sering dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut bagian atas.
b. Obstruksi disertai proses strangulasi
Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan
disertai dengan nyeri hebat.Hal yang perlu diperhatikan adalah
adanya skar bekas operasi atau hernia. Bila dijumpai tanda- tanda
strangulasi berupa nyeri iskemik dimana nyeri yang sangat hebat,
menetap dan tidak menyurut, maka dilakukan tindakan operasi
segera untuk mencegah terjadinya nekrosis usus.
c. Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan nyeri
akibat sumbatan biasanya terasa di epigastrium. Nyeri yang hebat
dan terus menerus menunjukkan adanya iskemia atau peritonitis.
Konstipasi atau obstipasi adalah gambaran umum obstruksi
komplit. Muntah lebih sering terjadi pada penyumbatan usus besar.
Muntah timbul kemudian dan tidak terjadi bila katup ileosekal
mampu mencegah refluks. Bila akibat refluks isi kolon terdorong
ke dalam usus halus, akan tampak gangguan pada usus halus.
Muntah fekal akan terjadi kemudian.
5. Patofisiologi
Merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena
adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus
sehingga menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus, hal
tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu. Akan terjadi
pengumpulan isi lumen usus yang berupa gas dan cairan pada bagian
proximal tempat penyumbatan, yang menyebabkan pelebaran dinding
usus (distensi) akibat peningkatan tekanan intralumen yang
menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Karena
sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari,
tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen
dengan cepat. Sumbatan yang terjadi menyebabkan gerakan usus yang
meningkat (hiperperistaltik) sebagai usaha alamiah. Sebaliknya juga
terjadi gerakan anti peristaltik. Hal ini menyebabkan serangan kolik
abdomen dan muntah-muntah. Muntah merupakan sumber kehilangan
utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah
penciutan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok hipotensi,
pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis
metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan
penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam
usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan
peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-
toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik
untuk menyebabkan bakteriemia
6. Patway

Hernia inkaserata,
askariasis, volvulus, tumor,
batu empedu dll

Illeus obstruktif

Distensi abdomen
Peristaltiik usus Akumulasi gas dan menghalangi
menurun cairan dalam lumen pasokan darah ke
yang obstruksi daam usus sehingga
menghambat
Disfungsi motilitas
absorbsi usus
gastrointestinal Distensi abdomen

Iskemia dinding Dinsing usus


Konstipasi usus membengkak ketika
Tekanan intra lumen
meningkat air, natrium, serta
kalium disekresikan
Metabolisme ke dala usus dan
Kontraksi otot-otot anaerob tidak diabsorbsi
abdomen ke kembali dari dalam
diafragma usus
Merangsang
pegeluaran mediator
Relaksasi otot-otot kimia Dehidrasi
Pola nafas tidak diafragma terganggu
efektif
Merangsang
reseptor nyeri
Ekspansi paru Kekurangan volume
menurun cairan

Nyeri akut
7. Penatalaksanaan dan terapi farmakolgi
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan
elektrolit dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan
dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan
menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi
usus kembali normal.
a. Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda -
tanda vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus
obstruksi mengalami dehidrasi dan gangguan keseimbangan
elektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti ringer
laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor
tanda - tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian
cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube
(NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah
aspirasi pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi abdomen
b. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan
sebagai profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi
gejala mual muntah.
c. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik
untuk mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan
laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang
disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi. Berikut ini
beberapa kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan operasi: Jika
obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau
adhesi, maka tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi
stangulasi maka reseksi intestinal sangat diperlukan.
Pada umumnya dikenal 4 macam cara/tindakan bedah yang
dilakukan pada obstruksi ileus:
1. Koreksi sederhana (simple correction)
2. Tindakan operatif by-pass.
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari
tempat obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat
anastomosis ujung-ujung usus untuk mempertahankan
kontinuitas lumen usus
8. Terapi diet
Makanan yang perlu diperhatikan untuk penderita illeus obstruksi
adalah dengan menjaga pola makan tetap teratur, menghindari
konsumsi makanan berlemak, dan memperbanyak makanan berserat
seperti buah dan sayuran, dan mengkonsumsi makananan yang mudah
di konsumsi dan konsumsi air yang banyak. Menghindari makanan
yang dan minuman yang merangsang saluran cerna seperti makanan
pedas, minuman berkafein, seperti kopi, teh, minuman soda, alkohol
makanan mengandung zat pengawet, perasa dan pewarna.
9. Komplikasi
1. Nekrosis usus, perforasi usus, dikarenakan obstruksi yang sudah
terjadi selalu lama pada organ intra abdomen.
2. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan
baik dan cepat.
3. Syok-dehidrasi, terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume
plasma.
4. Abses sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi,
karena absorpsi toksin dalam rongga peritoneum sehingga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
5. Pneumonia aspirasi dari proses muntah
B. Konsep Asuhan Keperawatan Kritis
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Data yang terdapat berupa nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian,
nomor registrasi, diagnosa medik
b. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat penyakit sekarang yang ditemukan ketika dilakukan
pengkajian adalah penurunan kesadaran sedangkan klien post
laparatomi pun mengeluh nyeri pada luka operasi, nyeri tersebut
akan bertambah apabila klien bergerak dan akan berkurang apabila
klien diistirahatkan, sehingga klien biasanya hanya berbaring
lemas. Nyeri yang dirasakan klien seperti disayat-sayat oleh benda
tajam letaknya disekitar luka operasi, dengan skala nyeri lebih dari
5 (0-10).
c. Riwayat kesehatan dahulu
Klien dengan obstruksi usus laparatomi mempunyai riwayat pernah
dioperasi pada bagian abdomen, yang mengakibatkan terjadinya
adhesi. Klien post laparatomi biasanya mempunyai riwayat
penyakit pada sistem pencernaan.
d. Riwayat dalam keluarga
Sedikit sekali kemungkinan mempunyai obstruksi usus karena
kelainan ini bukan merupakan kelainan genetik, ada kemungkinan
pada keluarga dengan ileus obstruktif dan post laparatomi
mempunyai riwayat penyakit kanker dan dapat pula mempunyai
riwayat cacingan pada keluarga.
e. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan teknik inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi terhadap beberapa sistem tubuh secara head
to toe:
1) Keadaan umum
Lemah dan mengalami penurunan kesadaran. Klien post
laparatomi akan mengalami badan yang lemas, tanda-tanda
vital tidak stabil, kadang kesadarannya akan mengalami
penurunan.
2) Sistem pernafasan (B1)
Distensi abdomen menimbulkan tekanan diafragma,
menghambat pengembangan rongga dada sehingga sering
ditemukan sesak nafas pada pasien dengan obstruksi usus.
Pasien dengan post laparotomi dapat menunjukan hipoksia
sekunder karena inefektif ventilasi sebagai komplikasi dari
reseksi intestinal
3) Sistem kardiovaskuler (B2)
Adanya sianosis, diaporesis, takikardi pada pasien obstruksi
usus dan pasien post laparotomi dapat menunjukan pucat,
mukosa bibir kering dan pecah-pecah, tekanan darah dan
nadi meningkat
4) Sistem neurosensory (B3)
Pengkajian tentang tingkat kesadaran dan pemeriksaan
nervus cranial. Pada pasien kritis akan mengalami
penurunan keesadaran.
5) Sistem genitourinaria (B4)
Terdapat retensi perkemihan pada pasien obstruksi usus dan
terpasang kateter setelah laparotomi.
6) Sistem pencernaan (B5)
Keadaan pencernaan pada pasien dengan obstruksi usus
terdapat anoreksia dan malaise, peningkatan bising usus,
kegagalan dalam mengeluarkan feses atau flatus secara
rectal atau per ostomi. Klien yang mengalami distensi
abdomen berat dapat terjadi kehilangan bising usus.Klien
post laparotomi terdapat keadaan mulut dan lidah kotor
akibat puasa dan terpasang NGT, peristaltic usus meningkat
atau menurun bahkan sampai tidak ada, penurunan berat
badan serta adanya konstipasi.
7) Sistem musculoskeletal (B6)
Pasien obstruksi usus mengalami kelemahan tidak dan
pasien post laparotomi dapat ditemukan penurunan aktivitas
karena nyeri.
8) Sistem integument
Obstruksi usus dan laparotomi dapat menimbulkan turgor
kulit menurun apabila terjadi kekurangan cairan

2. Analisa data

Do/ Ds Analisa data Masalah


Klien dengan illeus Hernia, askariasis, Pola nafas tidak efektif
akan mengeluh sesak, volvulus, tumor,batu
menggunakan otot empedu dll
bantu pernapasan,
sianosis, RR < 20 Illeus obstruktif
x/menit, terpasang alat
bantu pernafasan Akumulasi gas dan cairan
dalam lumen yang
obstruksi

Distensi abdomen

Tekanan intra lumen


meningkat

Kontraksi otot diafragma

Relaksasi otot diafragma


terganggu
Ekpansi paru menurun

Pola nafas tidak efektif


Wajah tanpak Hernia, askariasis, Nyeri akut
meringis, skala nyeri volvulus, tumor,batu
ringan hingga berat empedu dll

Illeus obstruktif

Akumulasi gas dan cairan


dalam lumen yang
obstruksi

Distensi abdomen

Tekanan intra lumen


meningkat
Iskemia dinding usus

Metabolisme anaerob

Merangsang pengeluaran
mediator kimia

Merangsang respon nyeri

Nyeri akut

Mukosa bibir kering, Hernia, askariasis Kekurangan volume cairan


turgor kulit tidak volvulus, tumor,batu
elastis, output empedu dll
berkurang
Illeus obstruktif

Akumulasi gas dan cairan


dalam lumen yang
obstruksi

Distensi abdomen
menghalangi pasokan
darah ke dalam usus
sehingga menghambat
absorbsi usus

Dinsing usus membengkak


ketika air, natrium, serat
kalium disekresikan de
dlm usus dan tidak
diabsorbsi kembali dari
dalam usus

Dehidrasi

Keurangan volume cairan

Feses keras dan Hernia, askariasis Konstipasi


mengalami penurunan volvulus, tumor,batu
karena obstruksi empedu dll

Illeus obstruktif
Akumulasi gas dan cairan
dalam lumen yang
obstruksi

Distensi abdomen
Peristaltik usus menurun

Disfungsi motilitas
gastrointestinal

Konstipasi

3. Diagnosa
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubunan dengan distensi abdomen.
2. Nyeri akut b.d iritasi intestinal, distensi abdominal
3. Resiko kekurangan volume cairan b/d intake yang tidak adekuat,
kehilangan cairan yang berlebih
4. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan
disfungsi motilitas usus
5. Resiko syok ( hipovolemik ) b.d penurunan volume
darah,penurunan dehidrasi, ketidakmampuan absorbs cairan oleh
kolon.
4. Intervensi

Diagnosa Kriteria hasil Intervensi


(NOC) (NIC)
Ketidakefektifan pola Dalam waktu ...x24 jam 1. Monitor pola nafas
nafas berhubunan dengan diharapkan terjadi 2. Kaji suara nafas
distensi abdomen perubahan pola nafas yang 3. Kaji adanya
buruk dengan kriteria hasil penggunaan otot
a. Klien tidak sesak bantu pernafasan
b. RR dalam rentang 4. Monitor saturasi
normal 12-20 oksigen
x/menit 5. Kaji warna kulit
c. Tidak ada 6. Posisikan pasien
penumpukan cairan untuk
memaksimalkan
ventilasi
7. Pasang mayo bila
perlu
8. Lakukan fisioterapi
dada
jika perlu
9. Keluarkan sekret
dengan batuk atau
10. Bersihkan mulut,
hidung
dan secret trakea
11. Pertahankan jalan
nafas
yang paten
12. Ajarkan
bagaimana batuk
efektif

Nyeri akut b.d iritasi Setelah dilakukan asuhan 1. Lakukan


intestinal, distensi keperawatan selama..x3 jam pengkajian nyeri
abdominal diharapkan nyeri berkurang secara komrehensif
Dengan kriteria hasil termasuk lokasi,
1. Mampu mengontrol karateristik, durasi,
nyeri ( tahu frekuensi, kualitas,
penyebab nyeri, dan faktor
mampu presipitasi.
menngunakan teknik 2. Observasi reaksi
nonfarmakologi nonverbal dari
untuk mengurangi ketidaknyaman.
nyeri, mencari 3. Gunakan teknik
bantuan ) komunikasi
2. Melaporkan baha terapautik untuk
nyeri berkurang mengetahui
dengan pengalaman nyeri
menggunakan pasien.
manajemen nyeri. 4. Kaji kultur yang
3. Mampu mengenali mempengaruhi
nyeri ( skala, respon nyeri.
intensitas, frekuensi 5. Evaluasi
dan tandan nyeri) 4. pengalaman masa
Menyatakan rasa lalu lampau.
nyaman setelah nyeri 6. Evaluasi bersama
berkurang pasien dalam tim
kesehatan lain
tentang 45
ketidakefektifan
kontrol nyeri masa
lampau.
7. Bantu pasien dan
keluarga untuk
mencari dan
menemukan
dukungan.
8. Kontrol
lingkungan yang
dapat
mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan,
pencahayaaan dan
kebisingan.
9. Kurangi faktor
presipitasi nyeri.
10. Pilih dan lakukan
penangan nyeri
( farmakologi, non
farmakologi dan
inter personal).
11. Kaji tipe dan
sumber nyeri untuk
menentukan
intervensi.
12. Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi
13. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri.
14. Evaluasi
keefektifan kontrol
nyeri.
15. Tingkatkan
istirahat.
16. Kolaborasikan
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan nyeri
tidak berhasil.
17. Monitor pasien
tentang manajemen
nyeri.

Analgesic
administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan
derajat nyeri
sebelum pemberian
obat.
2. Cek instruksi
dokter tentang jenis
obat, dosis, dan
frekuensi.
3. Cek riwayat alergi.
4. Pilih analgesik
yang diperlukan
atau kombnasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih
dari satu
Resiko kekurangan Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan
volume cairan b/d intake keperawatan selama….x24 catatan intake dan
yang tidak adekuat, jam defisit volume cairan output yang akurat
kehilangan cairan yang teratasi dengan kriteria 2. Monitor status
berlebih hasil: hidrasi
1. Mempertahankan ( kelembaban
urine output sesuai membran mukosa,
dengan usia dan BB, nadi adekuat,
BJ urine normal, tekanan darah
2. Tekanan darah, nadi, ortostatik ), jika
suhu tubuh dalam diperlukan
batas normal 3. Monitor hasil lab
3. Tidak ada tanda yang sesuai dengan
tanda dehidrasi, retensi cairan
Elastisitas turgor (BUN , Hmt ,
kulit baik, membran osmolalitas urin,
mukosa lembab, albumin, total
tidak ada rasa haus protein )
yang berlebihan 4. Monitor vital sign
4. Orientasi terhadap setiap 15menit – 1
waktu dan tempat jam
baik 5. Kolaborasi
5. Jumlah dan irama pemberian cairan
pernapasan dalam IV
batas normal 6. Monitor status
6. Elektrolit, Hb, Hmt nutrisi
dalam batas normal 7. Berikan cairan oral
7. pH urin dalam batas 8. Berikan
normal penggantian
nasogatrik sesuai
output (50 –
100cc/jam)
9. Dorong keluarga
untuk membantu
pasien makan
10. Kolaborasi dokter
jika tanda cairan
berlebih muncul
meburuk
11. Atur kemungkinan
tranfusi
12. Persiapan untuk
tranfusi
13. Pasang kateter jika
perlu
14. Monitor intake dan
urin output setiap 8
jam

Gangguan pola eliminasi: Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen


konstipasi berhubungan keperawatan selama …. konstipasi
dengan disfungsi konstipasi pasien teratasi 2. Identifikasi faktor-
motilitas usus dengan kriteria hasil: faktor yang
1. Pola BAB dalam menyebabkan
batas normal konstipasi
2. Feses lunak 3. Monitor tanda-
3. Cairan dan serat tanda ruptur
adekuat bowel/peritonitis
4. Aktivitas adekuat 4. Jelaskan penyebab
5. Hidrasi adekuat dan rasionalisasi
tindakan pada
pasien
5. Konsultasikan
dengan dokter
tentang
peningkatan dan
penurunan bising
usus
6. Kolaburasi jika ada
tanda dan gejala
konstipasi yang
menetap
7. Jelaskan pada
pasien manfaat diet
(cairan dan serat)
terhadap eliminasi
8. Jelaskan pada klien
konsekuensi
menggunakan
laxative dalam
waktu yang lama
9. Kolaburasi dengan
ahli gizi diet tinggi
serat dan cairan
10. Dorong
peningkatan
aktivitas yang
optimal
11. Sediakan privacy
dan keamanan
selama BAB
Resiko syok Setelah dilakukan asuhan Syok prevention
( hipovolemik ) b.d keperawatan selama..x3 jam 1. Monitor status
penurunan volume diharapkan tidak terjadi sirkulasi BP, warna
darah,penurunan syok hipovolemik dengan kulit, suhu kulit,
dehidrasi, Kriteria hasil : denyut jantung,
ketidakmampuan absorbs 1. Nadi dalam batas HR, dan ritme,
cairan oleh kolon. yang diharapkan. nadi perifer, dan
2. Irama jantung dalam kapiler refilil.
batas yang 2. Monitor tanda
diharapkan. inadekuat
3. Frekuensi nafas oksigeniasasi
dalam batas yang jaringan.
diharapkan 3. Monitor suhu dan
4. Irama pernapasan pernfasan.
dalam batas yang 4. Monitor input dan
diharapkan output.
5. Natrium serum dbn. 5. Pantau nilai labor :
6. Kalium serum dbn. HB, HT, AGD, dan
7. Klorida serum dbn. elektrolit.
8. Kalsium serum dbn. 6. Monitor
9. Magnesium serum hemodinamik
dbn. invasi yang sesuai.
10. PH darah serum dbn. 7. Monitor tanda dan
gejala asites.
8. Monitor tanda awal
syok.
9. Tempatkan pasien
pada posis supine,
kaki elevasi untuk
peningkatan
preload, dengan
tepat. 10. Lihat dan
pelihara
Syok management
1. Monitor fungsi
neurologis.
2. Monitor fungsi
renal (e.g BUN dan
Cr Lavel).
3. Monitor tekanan
nadi.
4. Monitor satus
cairan, input ouput.
5. Catat gas dan arteri
dan oksigen
dijaringan.
6. Monitor EKG,
sesuai.
7. Memanfaatkan
pemantauan jalur
arteri untuk
menigkatkan
akurasi pembacaan
tekanan darah,
sesuai
8. Menggambar gas
darah arteri dan
memonitor
jaringan
oksigenasi.
9. Memantau tren
dalam parameter
hemodiamik
( misalnya, CVP,
MAP, tekanan
kapiler pulmonal /
arteri).
10. Memantau faktor
penentu
pengiriman
jaringan oksigen
( misalnya PaO2
kadar hemoglobin
SaO2, CO), jika
tersedia.
11. Memonitor gejala
gagal pernafasan
( misalnya, rendah
PaO2 peningkatan
PaCO2 tingkst,
kelelahan otot
pernafasan).
12. Monitor nilai
laboratorium
( misalnya CBC,
dengan diferensial)
koagulasi profil,
ABC, tingkat
laktat, budaya, dan
profil komia.
13. Masukkan dan
memelihara
besarnya kebosana
akses IV.

5. Evaluasi

Diagnosa Evaluasi
Ketidakefektifan pola nafas a. Klien tidak sesak
berhubunan dengan distensi abdomen b. RR dalam rentang normal 12-20
x/menit
c. Tidak ada penumpukan cairan
Nyeri akut b.d iritasi intestinal, distensi a. Mampu mengontrol nyeri ( tahu
abdominal penyebab nyeri, mampu
menngunakan teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri, mencari bantuan )
b. Melaporkan baha nyeri berkurang
dengan menggunakan manajemen
nyeri.
c. Mampu mengenali nyeri ( skala,
intensitas, frekuensi dan tandan
nyeri) 4. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
Resiko kekurangan volume cairan b/d a. Mempertahankan urine output
intake yang tidak adekuat, kehilangan sesuai dengan usia dan BB, BJ urine
cairan yang berlebih normal,
b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh
dalam batas normal
c. Tidak ada tanda tanda dehidrasi,
Elastisitas turgor kulit baik,
membran mukosa lembab, tidak ada
rasa haus yang berlebihan
d. Orientasi terhadap waktu dan
tempat baik
e. Jumlah dan irama pernapasan dalam
batas normal
f. Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas
normal
g. pH urin dalam batas normal

Gangguan pola eliminasi: konstipasi a. Pola BAB dalam batas normal


berhubungan dengan disfungsi b. Feses lunak
motilitas usus c. Cairan dan serat adekuat
d. Aktivitas adekuat
e. Hidrasi adekuat

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ileus obstruktif merupakan suatu keadaan yang menyebabkan isi usus
tidak bisa melewati lumen usus sebagai akibat adanya sumbatan atau
hambatan mekanik. Ileus obstruktif merupakan suatu keadaan yang
menyebabkan isi usus tidak bisa melewati lumen usus sebagai akibat
adanya sumbatan atau hambatan mekanik. Hal ini dapat terjadi
dikarenakan kelainan di dalam lumen usus, dinding usus, atau benda
asing di luar usus yang menekan, serta kelainan vaskularisasi pada
suatu segmen usus yang dapat menyebabkan nekrosis segmen usus.
Ileus obstruktif merupakan suatu keadaan yang darurat sehingga
memerlukan penanganan segera.
B. Saran
Semoga asuhan keperawatan ini bermanfaat bagi para pembaca.

Anda mungkin juga menyukai