Anda di halaman 1dari 54

Laporan Kasus

PARTUS SPONTAN YANG DIAWALI KETUBAN


PECAH SEBELUM WAKTUNYA

Disusun Oleh :

Chairunnisa, S.Ked.
NIM : 71.2020.012

Pembimbing Klinik:
Dr. dr. Hj. Aryani Aziz, Sp.OG (K), MARS.

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2021
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

Judul:

Partus Spontan yang diawali KPSW

Oleh:

Chairunnisa, S.Ked.

71.2020.012

Telah dilaksanakan pada bulan April 2021 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF/ Departemen Obstetri dan
Ginekologi Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang.

Palembang, Mei 2021

Dokter Pendidik Klinik

Dr. dr. Hj. Aryani Aziz, Sp.OG (K), MARS

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “
Partus Spontan yang diawali KPSW ” sebagai syarat mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior (KKS) di Departemen Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang. Salawat beriring salam selalu tercurah kepada
junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan
pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada:

1. Dr. dr. Hj. Aryani Aziz, Sp.OG (K)., MARS., selaku pembimbing
Kepaniteraan Klinik Senior di SMF/ Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang yang telah
memberikan masukan, arahan, serta bimbingan dalam penyelesaian
laporan kasus ini

2. Rekan-rekan co-assistant atas bantuan dan kerjasamanya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini


masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Palembang, Mei 2021

Penulis
iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................................ ii
KATA PENGANTAR..................................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ........................................................................................ 1
1.2 Maksud dan Tujuan ................................................................................ 2
1.3 Manfaat ................................................................................................... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persalinan ................................................................................................ 3
2.1.1.Definisi Persalinan.......................................................................... 3
2.1.2.Pembagian Persalinan..................................................................... 3
2.1.3 Diagnosis Persalinan....................................................................... 4
2.1.4.Faktor yang Mempengaruhi Proses Persalinan.............................. 5
2.1.5.Mekanisme Persalinan.................................................................... 8
2.2. Ketuban Pecah Dini................................................................................ 19
2.2 .1.Definisi........................................................................................... 19
2.2.2. Epidemiologi.................................................................................. 20
2.2.3. Klasifikasi...................................................................................... 20
2.2.4. Etiologi........................................................................................... 21
2.2.5. Patofisiologi .................................................................................. 23
2.2.6. Diagnosis ....................................................................................... 25
2.2.5. Penatalaksanaan ............................................................................ 27
2.2.6. Komplikasi..................................................................................... 30

BAB III LAPORAN KASUS


3.1 Identitas Pasien...................................................................................... 32
3.2 Anamnesis.............................................................................................. 32
3.3 Pemeriksaan Fisik.................................................................................. 34
3.4 Pemeriksaan Penunjang......................................................................... 37
3.5 Diagnosis Kerja Dokter......................................................................... 39
3.6 Penatalaksanaan..................................................................................... 39
3.7 Laporan Persalinan................................................................................ 39
iv
3.8Follow up .............................................................................................40

BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Apakah Penegakan Diagnosis pada Pasien ini Sudah Benar?............... 42
4.2 Apakah Penatalaksanaan pada Pasien ini Sudah Adekuat?.................... 43

BAB V SIMPULAN DAN SARAN


5.1 Simpulan................................................................................................. 45
5.2 Saran.....................................................................................................45

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 46

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Angka Kematian Ibu (AKI). AKI menggambarkan jumlah wanita yang
meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau
penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama
kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa
memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup.1
Angka Kematian Ibu (AKI) yang tinggi merupakan permasalahan kesehatan
di negara-negara berkembang dan merupakan salah satu indikator pelayanan
kesehatan masyarakat. Lebih dari 90 persen kematian ibu terjadi di negara
berkembang. AKI Indonesia masih tinggi, menurut hasil Survei Penduduk Antar
Sensus (SUPAS) 2015 yaitu 305 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih
jauh dari yang tercantum pada TPB Tujuan 3 yaitu untuk memastikan kehidupan
yang sehat dan mempromosikan kesejahteraan bagi semua individu pada semua
usia dan untuk mengurangi AKI secara global menjadi kurang dari 70 per100.000
kelahiran hidup pada tahun 2030.20
Di Indonesia sendiri, 38 ibu meninggal setiap harinya akibat
penyakit/komplikasi terkait kehamilan dan persalinan. Lima penyebab kematian
ibu terbesar di Indonesia yaitu perdarahan (30,3%), hipertensi dalam kehamilan
(27,1%), infeksi (7,3%), partus lama/macet (1,8%), dan abortus (1,6%).2
Salah satu penyebab infeksi maternal saat persalinan adalah ketuban pecah
sebelum waktunya (KPSW). Dalam keaadaan normal, selaput ketuban pecah
dalam proses persalinan. Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) atau
premature rupture of membrane (PROM) merupakan keadaan pecahnya selaput
ketuban sebelum persalinan. Namun, apabila ketuban pecah dini sebelum usia
kehamilan 37 minggu, maka disebut sebagai ketuban pecah dini pada kehamilan
prematur atau Preterm Premature Rupture of Membrane (PPROM). Pecahnya

1
selaput ketuban tersebut diduga berkaitan dengan perubahan proses biokimiawi
yang terjadi dalam

2
2

kolagen matriks ekstraseluler amnion, korion dan apoptosis membran janin.


Dalam kehamilan normal, 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami
KPSW. 4
Masalah KPSW memerlukan perhatian yang lebih besar, karena
prevalensinya yang cukup besar dan cenderung meningkat. Kejadian KPSW aterm
terjadi pada sekitar 6,46-15,6% kehamilan aterm dan PPROM terjadi pada terjadi
pada sekitar 2-3% dari semua kehamilan tunggal dan 7,4% dari kehamilan
kembar.3
Kejadian KPSW preterm berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan
mortalitas maternal maupun perinatal. Sekitar 1/3 dari perempuan yang
mengalami KPSW preterm akan mengalami infeksi yang berpotensi berat, bahkan
fetus/ neonatus akan berada pada risiko morbiditas dan mortalitas terkait KPSW
preterm yang lebih besar dibanding ibunya, hingga 47,9% bayi mengalami
kematian. Persalinan prematur dengan potensi masalah yang muncul, infeksi
perinatal, dan kompresi tali pusat in utero merupakan komplikasi yang umum
terjadi. KPSW preterm berhubungan dengan sekitar 18-20% kematian perinatal di
Amerika Serikat.3
Oleh karena hal tersebut, untuk mengenal lebih dekat mengenai ketuban
pecah dini atau ketuban pecah sebelum waktunya, sangat penting bagi para
pelayan kesehatan agar mampu menegakkan diagnosis kemudian memberikan
penatalaksanaan yang sesuai dan akurat, serta mencegah komplikasi yang dapat
terjadi akibat KPSW.

1.2. Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan kasus ini adalah sebagai berikut:
1. Diharapkan bagi semua dokter muda agar dapat memahami kasus
partus spontan dengan KPSW.
2. Diharapkan munculnya pola berfikir yang kritis bagi semua dokter
muda setelah dilakukannya diskusi dengan dosen pembimbing klinik
tentang kasus partus spontan dengan KPSW.
3

1.3. Manfaat
1.3.1. Manfaat Teoritis
Bagi institusi, diharapkan laporan kasus ini dapat menambah bahan
referensi dan studi kepustakaan dalam bidang ilmu obstetrik dan
ginekologi terutama tentang kasus partus spontan dengan KPSW.

1.3.2. Manfaat Praktis


Bagi dokter muda, diharapkan laporan kasus ini dapat diaplikasikan
pada kegiatan kepaniteraan klinik dalam penegakkan diagnosis partus
spontan dengan KPSW yang berpedoman pada anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang lengkap dan runut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Persalinan
2.1.1. Definisi Persalinan
Persalinan (partus) adalah proses pengeluaran produk konsepsi yang
viabel melalui jalan lahir dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. 4
Menurut sumber lain dikatakan bahwa persalinan ialah serangkaian kejadian
yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir
cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput dari tubuh
ibu.6
2.1.2. Pembagian Persalinan
Menurut cara persalinan dibagi menjadi :7
1. Persalinan biasa atau normal (eutosia), disebut juga partus spontan
adalah proses kelahiran janin pada kehamilan cukup bulan (aterm,
37-42 minggu), pada janin letak memanjang, presentasi belakang
kepala yang disusul dengan pengeluaran plasenta dan seluruh
proses kelahiran itu berakhir dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa
tindakan/pertolongan buatan dan tanpa komplikasi.7
Tidak ada disporposi fetopelvik, tidak ada kehamilan ganda dan
tidak ada yang diobati dengan sedasi berat, analgesia konduksi,
oksitosin atau intervensi operatif.7
2. Persalinan abnormal adalah persalinan pervaginam dengan bantuan
alat-alat seperti dengan cunam atau ekstraktor vacum, versi dan
ekstraksi, dekapitasi, embriotomi, dan sebagainya maupun melalui
dinding perut dengan operasi caesarea, kelahiran janin prematur,
pada janin letak sungsang, letak melintang, terdapat disporposi
fetopelvik, dan kehamilan ganda.4
Dikenal beberapa istilah menurut umur kehamilan dan berat badan
bayi yang dilahirkan, yaitu 4,6:
a. Abortus adalah pengeluaran buah kehamilan sebelum kehamilan 20
minggu atau bayi dengan berat badan kurang dari 500 gram.
4

b. Partus imaturus adalah pengeluaran buah kehamilan antara 20


sampai 28 minggu atau bayi dengan berat badan antara 500 – 1000
gram.
c. Partus prematurus adalah pengeluaran buah kehamilan antara 28
sampai 37 minggu atau bayi dengan berat badan antara 1000 –
2500 gram.
d. Partus maturus atau partus aterm adalah pengeluaran buah
kehamilan antara 37 sampai 42 minggu atau dengan bayi dengan
berat badan 2500 gram atau lebih.
e. Partus postmaturus atau partus serotinus adalah pengeluaran buah
kehamilan setelah kehamilan 42 minggu.
2.1.3. Diagnosis Persalinan
Tanda-tanda Inpartu8
1. Rasa nyeri oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering, dan
teratur
2. Keluar lendir bercampur darah “bloody show” yang lebih banyak
karena robekan-robekan kecil pada serviks
3. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya
4. Pada pemeriksaan dalam, serviks mendatar dan telah ada
pembukaan.
Inpartu adalah suatu keadaan ibu mau melahirkan ditandai dengan
perut mules yang menjalar ke pinggang semakin lama semakin sering dan
kuat, disertai dengan keluar lendir, darah dan air-air dengan his minimal 1x
dalam 10 menit minimal 20 detik untuk primigravida dan his minimal 2x
dalam 10 menit lamanya minimal 20 detik untuk multigravida disertai
pendataran dan pembukaan serviks.4
Beberapa minggu menjelang persalinan, intensitas kontraksi Braxton
Hicks semakin meningkat. Pada masa itu terjadi pembentukan segmen
bawah uterus untuk mengakomodasi bagian terendah janin. Perbedaan true
labor dengan false labor :8

Kontraksi pada persalinan sejati Kontraksi pada persalinan palsu


5

(true labor) (false labor)


Kontraksi terjadi pada interval yang Kontraksi terjadi pada interval
teratur yang acak

Interval secara bertahap semakin Interval tetap lama


pendek

Intensitas secara bertahap meningkat Intensitas tidak berubah

Rasa tidak nyaman terasa di Rasa tidak nyaman terutama di


punggung dan abdomen abdomen bagian bawah

Serviks membuka Serviks tidak membuka

Rasa tidak nyaman tidak hilang Rasa tidak nyaman biasanya reda
dengan sedasi dengan sedasi

Diagnosis tahap dan fase dalam persalinan:


Gejala dan tanda Kala Fase
Serviks belum berdilatasi Persalinan
palsu/ belum
inpartu
Serviks berdilatasi kurang dari 4 I Laten
cm
Serviks 4-9 cm I Aktif
- Kecepatan pembukaan 1cm
atau lebih per jam
- Penurunan kepala
Serviks membuka lengkap (10cm) II Awal (non-ekspulsif)
- Penurunan kepala berlanjut
- Belum ada keinginan untuk
meneran
Serviks membuka lengkap (10cm) II Akhir (ekspulsif)
- Bagian terbawah telah
mencapai dasar panggul
- Ibu meneran
6

2.1.4. Faktor yang Mempengaruhi Proses Persalinan


Proses persalinan dipengaruhi oleh Power, Passage, Passenger,
Psyche: 6
Power, yang mendorong anak keluar, yaitu :
1. His
a. His ialah kontraksi otot-otot rahim pada persalinan. Pada bulan
terakhir kehamilan sebelum persalinan dimulai, sudah terdapat
kontraksi rahim yang disebut his pendahuluan atau his palsu.
His ini sebenarnya, hanya merupakan peningkatan kontraksi
Braxton Hicks, sifatnya tidak teratur dan menyebabkan nyeri di
perut bagian bawah dan lipat paha, tetapi tidak menyebabkan
nyeri yang memancar dari pinggang ke perut bagian bawah
seperti his persalinan. Lamanya kontraksi pendek, tidak
bertambah kuat jika dibawa berjalan, bahkan sering berkurang.
His pendahuluan tidak bertambah kuat seiring majunya waktu,
bertentangan dengan his persalinan yang makin lama makin
kuat. Hal yang paling penting adalah bahwa his pendahuluan
tidak mempunyai pengaruh pada serviks.
b. His persalinan merupakan kontraksi fisiologis otot-otot rahim.
Bertentangan dengan sifat kontraksi fisiologis lain, his
persalinan bersifat nyeri. Nyeri ini mungkin disebabkan oleh
anoksia dari sel-sel otot sewaktu kontraksi, tekanan oleh serabut
otot rahim yang berkontraksi pada ganglion saraf di dalam
serviks dan segmen bawah rahim, regangan serviks, atau
regangan dan tarikan pada peritoneum sewaktu kontraksi. His
yang sempurna bila terdapat (a) kontraksi yang simetris, (b)
kontraksi paling kuat atau adanya dominasi di fundus uteri, dan
(c) sesudah itu terjadi relaksasi.
c. Kontraksi rahim bersifat autonom, tidak dipengaruhi oleh
kemauan, tetapi dapat juga dipengaruhi oleh rangsangan dari
luar, misalnya rangsangan oleh jari-jari tangan. Seperti kontraksi
7

jantung, pada his juga terdapat pacemaker yang memulai


kontraksi dan mengontrol frekuensinya. Pacemaker ini terletak
pada kedua pangkal tuba. Kontraksi rahim bersifat berkala dan
yang harus diperhatikan ialah sebagai berikut :
 Lamanya kontraksi; berlangsung 47-75 detik
 Kekuatan kontraksi; menimbulkan naiknya tekanan
intrauterin sampai 35 mmHg.
 Interval antara dua kontraksi; pada permulaan persalinan his
timbul sekali dalam 10 menit, pada kala pengeluaran sekali
dalam 2 menit.

Gambar 7. Kontraksi uterus yang dominan di fundus


2. Tenaga mengejan/meneran
a. Selain his, setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah,
tenaga yang mendorong anak keluar terutama adalah kontraksi
otot-otot dinding perut yang mengakibatkan peninggian tekanan
intraabdominal. Tenaga mengejan hanya dapat berhasil jika
pembukaan sudah lengkap, dan paling efektif sewaktu kontraksi
rahim.
b. Tanpa tenaga mengejan anak tidak dapat lahir, misalnya pada
pasien yang lumpuh otot-otot perutnya, persalinan harus dibantu
dengan forceps. Tenaga mengejan juga melahirkan plasenta
setelah plasenta lepas dari dinding rahim.
8

Passage, adalah keadaan jalan lahir. Jalan lahir mempunyai


kedudukan penting dalam proses persalinan untuk mencapai kelahiran bayi.
Dengan demikian evaluasi jalan lahir merupakan salah satu faktor yang
menentukan apakah persalinan dapat berlangsung pervaginam atau sectio
secaria.
Passenger, adalah janinnya sendiri. Sikap, letak, presentasi dan posisi
janin di dalam rahim memain peran penting dalam proses persalinan.
Psyche, adalah kejiwaan ibu. Pada proses melahirkan bayi, pengaruh-
pengaruh psikis bisa menghambat dan memperlambat proses kelahiran, atau
bisa juga mempercepat kelahiran. Maka fungsi biologis dari reproduksi itu
amat dipengaruhi oleh kehidupan psikis dan kehidupan emosional wanita
yang bersangkutan.

2.1.5. Mekanisme Persalinan


Mekanisme persalinan terdiri dari 4 kala, yaitu 10 :
a. Kala I (Kala Pembukaan)
Kala 1 merupakan waktu untuk pembukaan serviks sampai menjadi
pembukaan lengkap 10 cm.8
Secara klinis dapat dikatakan partus dimulai apabila timbul his dan
wanita tersebut mengeluarkan lendir yang bersemu darah (bloody
show). Lendir yang bersemu darah ini berasal dari lendir kanalis
servikalis mulai membuka atau mendatar. Proses membukanya
serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase.
1. Fase Laten : Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi
sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm
2. Fase Aktif : Dibagi dalam 3 fase lagi yakni:
 Fase akselerasi : dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi
menjadi 4 cm
 Fase dilatasi maksimal : dalam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat, dari 4cm, menjadi 9 cm
9

 Fase deselerasi : pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam


waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.
Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida
pun terjadi demikian, akan tetapi fase laten, fase aktif, dan fase
deselerasi terjadi lebih pendek.

Gambar 8. Fase Persalinan Normal

Pendataran serviks adalah pemendekan kanalis servikalis uteri yang


semula berupa sebuah saluran dengan panjang 1-2 cm, menjadi satu
lubang saja dengan pinggir yang tipis.6
Pembukaan serviks adalah pembesaran ostium externum yang
tadinya berupa suatu lubang dengan diameter beberapa millimeter,
menjadi lubang yang dapat dilalui anak dengan diameter sekitar 10
cm. Pada pembukaan lengkap, tidak teraba lagi bibir portio,
segmen bawah rahim, serviks dan vagina telah merupakan suatu
saluran.6
10

Gambar 9 Proses Pendataran serviks pada Multigravida dan Primigravida

Gambar 10. Pendataran dan dilatasi serviks sempurna pada Multigravida dan
Primigravida

b. Kala II (Kala Pengeluaran Janin)


Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2
sampai 3 menit sekali. Karena biasanya kepala janin sudah masuk
di ruang panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot
dasar panggul, yaitu secara reflektoris menimbulkan rasa
mengedan. Ibu merasa pula : 6
1. Tekanan pada rektum
2. Hendak buang air besar
3. Perineum mulai menonjol dan melebar
4. Anus membuka
11

5. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin


tampak dalam vulva pada waktu his.
Dengan his dan kekuatan mengedan maksimal kepala janin
dilahirkan dengan suboksiput di bawah simfisis dan dahi, muka,
dan dagu melewati perineum. Setelah istirahat sebentar, his mulai
lagi untuk mengeluarkan badan dan anggota bayi. Pada
primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada
multipara rata-rata 0,5 jam.2
Gerakan-gerakan anak pada persalinan yang paling sering kita
jumpai ialah presentasi belakang kepala dan kebanyakan presentasi
ini masuk ke dalam pintu atas panggul dengan sutura sagitalis
melintang. Ubun-ubun kecil kiri melintang lebih sering daripada
ubun-ubun kecil kanan melintang. Karena itu, akan diuraikan
pergerakan anak dalam presentasi belakang kepala dengan posisi
ubun-ubun kecil kiri melintang.
Gerakan-gerakan pokok persalinan adalah Engagement, Descens
(penurunan kepala), Fleksi, Rotasi interna (putaran paksi dalam),
Ekstensi, Rotasi eksterna (putaran paksi luar), dan Ekspulsi.
Mekanisme persalinan terdiri dari suatu gabungan gerakan-gerakan
yang berlangsung pada saat yang sama. Misalnya, sebagai bagian
dari proses engagement terjadi fleksi dan penurunan kepala.
Gerakan-gerakan tersebut tidak mungkin diselesaikan bila bagian
terbawah janin tidak turun secara bersamaan. Seiring dengan itu,
kontraksi uterus menghasilkan modifikasi penting pada sikap atau
habitus janin, terutama setelah kepala turun ke dalam panggul. 2,6,7
12

Gambar 11. Gerakan-gerakan utama kepala pada persalinan

1. Engagement
Mekanisme yang digunakan oleh diameter biparietal-diameter
transversal kepala janin pada presentasi oksiput untuk melewati
pintu atas panggul disebut sebagai engagement. Fenomena ini
terjadi pada minggu-minggu terakhir kehamilan. Turunnya
kepala dapat dibagi menjadi masuknya kepala ke dalam pintu
atas panggul dan majunya kepala.

Gambar 12 Pengukuran engagement


Pembagian ini terutama berlaku bagi primigravida. Masuknya
kepala ke dalam pintu atas panggul pada primigravida sudah
13

terjadi pada bulan terakhir kehamilan. Tetapi pada multipara


biasanya baru terjadi pada permulaan persalinan. Masuknya
kepala ke dalam pintu atas panggul biasanya terjadi dengan
sutura sagitalis melintang dan dengan fleksi yang ringan.6
2. Descens (penurunan kepala)
Hal ini merupakan syarat utama kelahiran bayi. Pada wanita
nulipara, engagement dapat terjadi sebelum awitan persalinan
dan desensus lebih lanjut mungkin belum terjadi sampai
dimulainya persalinan kala dua. Pada wanita multipara, desensus
biasanya mulai bersamaan dengan engagement. Descens terjadi
akibat satu atau lebih dari empat gaya7:
a. Tekanan cairan amnion
b. Tekanan langsung fundus pada bokong saat kontraksi
c. Usaha mengejan yang menggunakan otot-otot abdomen
d. Ekstensi dan pelurusan badan janin
3. Fleksi
Ketika desens mengalami tahanan, baik dari serviks, dinding
panggul, atau dasar panggul, biasanya terjadi fleksi kepala. Pada
gerakan ini, dagu mendekat ke dada janin dan diameter
suboksipitobregmatika yang lebih pendek menggantikan
diameter oksipitofrontal yang lebih panjang.
14

Gambar 13. Proses Fleksi

Gambar 14. Empat derajat fleksi kepala (A). Fleksi buruk, (B). Fleksi
sedang, (C) Fleksi lebih lanjut, (D) Fleksi lengkap

4. Rotasi Interna (Putaran Paksi Dalam)


Yang dimaksud dengan putaran paksi dalam ialah pemutaran
bagian depan sedemikian rupa sehingga bagian terendah dari
bagian depan memutar ke depan, ke bawah simfisis. Pada
15

presentasi belakang kepala, bagian yang terendah adalah daerah


ubun-ubun kecil dan bagian inilah yang akan memutar ke depan,
ke bawah simfisis. Putaran paksi dalam mutlak diperlukan untuk
kelahiran kepala, karena putaran paksi merupakan suatu usaha
untuk menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir,
khususnya bentuk bidang tengah dan pintu bawah panggul.
Putaran paksi dalam tidak terjadi tersendiri, tetapi selalu
bersamaan dengan majunya kepala dan tidak terjadi sebelum
kepala sampai ke Hodge III kadang-kadang baru terjadi setelah
kepala sampai di dasar panggul.6

Gambar 15. Mekanisme


persalinan pada posisi oksiput anterior kiri
5. Ekstensi
Setelah putaran paksi dalam selesai dan kepala sampai di dasar
panggul terjadilah ekstensi atau defleksi kepala. Hal ini
disebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah panggul
mengarah ke depan dan ke atas sehingga kepala harus
mengadakan ekstensi untuk melaluinya. Kalau tidak terjadi
ekstensi, kepala akan tertekan pada perineum dan
menembusnya. Pada kepala, bekerja dua kekuatan yang satu
mendesaknya ke bawah, dan yang satunya disebabkan oleh
tahanan dasar panggul yang menolaknya ke atas. Resultannya
ialah kekuatan ke arah depan atas.6
16

Gambar 16 Permulaan Ekstensi Kepala

Gambar 17. Ekstensi Kepala

6. Rotasi Eksterna (putaran paksi luar) 6


Setelah kepala lahir, belakang kepala anak memutar kembali
kearah punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher
yang terjadi karena putaran paksi dalam. Gerakan ini disebut
putaran restitusi (putaran balasan : putaran paksi luar).
Selanjutnya putaran dilanjutkan hingga belakang kepala
berhadapan dengan tuber ischiadicum sesisi. Gerakan yang
terakhir ini adalah putaran paksi luar yang sebenarnya dan
disebabkan karena ukuran bahu menempatkan diri dalam
diameter anteroposterior pintu bawah panggul.
17

Gambar 18. Rotasi eksterna

7. Ekspulsi6
Setelah putaran paksi luar, bahu depan sampai di bawah simfisis
dan menjadi hipomoklion untuk kelahiran bahu belakang.
Kemudian bahu depan menyusul dan selanjutnya seluruh badan
anak lahir searah dengan paksi jalan lahir.

Gambar 19. Kelahiran bahu depan

Gambar 20. Kelahiran bahu belakang


18

c. Kala III (Kala Pengeluaran uri)


Terdiri dari 2 fase, yaitu : (1) fase pelepasan plasenta, (2) fase
pengeluaran plasenta. Setelah anak lahir, his berhenti sebentar,
tetapi timbul lagi setelah beberapa menit. His ini dinamakan his
pelepasan plasenta yang berfungsi melepaskan plasenta, sehingga
terletak pada segmen bawah rahim atau bagian atas vagina. Pada
masa ini, uterus akan teraba sebagai tumor yang keras, segmen atas
melebar karena mengandung plasenta, dan fundus uteri teraba
sedikit di bawah pusat. 13
Pada kala II persalinan, miometrium berkontraksi mengikuti
penyusutan rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ini
menyebabkan berkurangnya ukuran rongga tempat melekatnya
plesenta. Karena tempat perlekatan ini semakin mengecil,
sedangkan plasenta tidak berubah, maka plasenta akan berlipat,
menebal kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas,
plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina.
Jika telah lepas, bentuk plasenta menjadi bundar, dan tetap bundar
sehingga perubahan bentuk ini dapat dijadikan tanda pelepasan
plasenta. Jika keadaan ini dibiarkan, setelah plasenta lepas, fundus
uteri naik, sedikit hingga setinggi pusat atau lebih, bagian tali pusat
diluar vulva menjadi lebih panjang.3
Naiknya fundus uteri disebabkan karena plasenta jatuh dalam
segmen bawah rahim bagian atas vagina sehingga mengangkat
uterus yang berkontraksi. Seiring lepasnya plasenta, dengan
sendirinya bagian tali pusat yang lahir menjadi lebih panjang.
Lamanya kala plasenta kurang lebih 8,5 menit, dan pelepasan
plasenta hanya memakan waktu 2-3 menit.
Tanda-tanda pelepasan plasenta mencakup beberapa atau semua
hal-hal di bawah ini :
 Perubahan bentuk dan tinggi fundus
19

Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi,


uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di
bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong
ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau
alpukat dan fundus berada di atas pusat
 Tali pusat memanjang
Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (Tanda Ahfeld)
 Semburan darah mendadak dan singkat
Darah yang terkumpul di belakang plasenta membantu
mendorong plasenta keluar dan dibantu oleh gaya gravity.
Apabila kumpulan darah dalam ruang di antara dinding uterus
dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya
maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.
Perdarahan agak banyak (±250 cc)
d. Kala IV (Kala Pengawasan)
Merupakan kala pengawasan selama 1 jam setelah bayi dan
plasenta lahir untuk mengamati keadaan ibu terutama terhadap
bahaya perdarahan postpartum. Tujuh pokok penting yang harus
diperhatikan pada kala 4 : 1) kontraksi uterus harus baik, 2) tidak
ada perdarahan pervaginam atau dari alat genital lain, 3) plasenta
dan selaput ketuban harus sudah lahir lengkap, 4) kandung kencing
harus kosong, 5) luka-luka di perineum harus dirawat dan tidak ada
hematoma, 6) resume keadaan umum bayi, dan 7) resume keadaan
umum ibu.

2.2. Ketuban Pecah Sebelum Waktunya


2.2.1. Definisi
Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (premature rupture of the
membrane, PROM) adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi
proses kehamilan dan persalinan. Secara klinis diagnosa KPSW ditegakkan
bila seorang ibu hamil mengalami pecah selaput ketuban dan dalam waktu
20

satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan, dengan demikian
untuk kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut merupakan waktu untuk
melakukan pengamatan adanya tanda-tanda awal persalinan. Bila terjadi
pada kehamilan < 37 minggu maka peristiwa tersebut disebut KPSW
Preterm (PPROM = preterm premature rupture of the membrane - preterm
amniorrhexis.11
Ketuban pecah sebelum waktunya adalah pecahnya ketuban sebelum
terdapat tanda persalinan, dan setelah ditunggu satu jam belum terdapat
tanda persalinan. Waktu sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi rahim
disebut ketuban pecah dini (periode laten). Kondisi ini merupakan penyebab
persalinan premature dengan segala komplikasinya.12
Sebagian besar ketuban pecah sebelum waktunya terjadi pada
kehamilan aterm lebih dari 37 minggu, sedangkan kurang dari 36 minggu
tidak terlalu banyak. Ketuban pecah sebelum waktunya merupakan masalah
kontroversi obstetri.13 Waktu sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi
rahim disebut kejadian ketuban pecah dini atau periode laten.12

2.2.2. Epidemiologi
Ketuban pecah sebelum waktunya terjadi pada sekitar 8-10%
kehamilan. Risiko infeksi intrauteri yang meningkat bila interval antara
pecah ketuban dan pelahiran semakin lama. KPSW Preterm terjadi pada
kira-kira 1% dari seluruh kehamilan dan berkaitan dengan 30-40% kelahiran
prematur. Hal ini kemudian menjadi penyebab utama yang teridentifikasi
dari kelahiran prematur dan komplikasinya, termasuk sindroma distress
pernapasan, infeksi neonatus, dan perdarahan intraventrikular. Setelah
ketuban pecah sebelum waktunya aterm, 90% kasus memulai persalinan
dalam 24 jam, dan 95% dalam 72 jam.14

2.2.3. Klasifikasi
1. KPSW Preterm
Ketuban pecah sebelum waktunya preterm adalah pecah ketuban
yang terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan tes fern atau
21

IGFBP-1 (+) pada usia < 37 minggu sebelum onset persalinan.


KPSW sangat preterm adalah pecah ketuban saat umur kehamilan
ibu antara 24 samapai kurang dari 34 minggu, sedangkan KPSW
preterm saat umur kehamilan ibu antara 34 minggu sampai kurang
37 minggu. Definisi preterm bervariasi pada berbagai kepustakaan,
namun yang paling diterima dan tersering digunakan adalah
persalinan kurang dari 37 minggu.3
2. KPSW pada kehamilan aterm
Ketuban pecah sebelum waktunya atau premature rupture of
membranes (PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya
yang terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin, dan tes fern (+),
IGFBP-1 (+) pada usia kehamilan lebih dari sama dengan 37
minggu.3

2.1.1. Etiologi
KPSW dapat terjadi karena berbagai alasan. Meskipun pecah ketuban
merupakan istilah dari fisiologis normal dimana terjadinya kelemahan pada
ketuban akibat adanya kontraksi dari uterus, KPSW dapat terjadi akibat
berbagai mekanisme patologis. Infeksi intraamniotik telah terbukti secara
umum terkait dengan KPSW, terutama pada usia kehamilan yang masih
muda.5
Riwayat KPSW sebelumnya merupakan faktor risiko utama untuk
terjadinya KPSW pada kehamilan berikutnya. Faktor risiko lainnya yaitu,
serviks yang pendek, perdarahan pada trimester kedua dan ketiga, indeks
masa tubuh yang rendah, status sosial ekonomi yang rendah, dan
penggunaan narkoba. Selain itu KPSW juga dapat terjadi akibat faktor lain
yang belum jelas penyebabnya.5
Penyebab KPSW meliputi13:
a) Serviks inkopeten
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada
otot-otot leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah,
22

sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak


mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Serviks
smemiliki suatu kelainan anatomi yang nyata, yang bisa disebabkan
laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu
kelainan congenital pada serviks sehingga memungkinkan
terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam
masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang
diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta
keluarnya hasil konsepsi.

b) Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, dan


kelainan genetik)
c) Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban
Infeksi genitalia dan meningkatnya enzim proteolitik. Masa interval
sejak ketuban pecah sampai terjadinya kontraksi disebut fase laten.
Makin panjang fase laten makin tinggi kemungkinan infeksi.
Makin muda usia kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya
tanpa menimbulkan morbiditas janin dan komplikasi ketuban pecah
dini meningkat.
23

d) Multipara/grandemultipara
Pada kehamilan yang terlalu sering akan mempengaruhi proses
embriogenesis sehingga selaput ketuban yang terbentuk akan lebih
tipis dan yang akan menyebabkan selaput ketuban pecah sebelum
tanda – tanda inpartu.
e) Overdistensi uterus pada hidramnion, kehamilan ganda, dan
sevalopelvik disproporsi.
Hidramnion atau sering disebut polihidramnion adalah banyaknya
air ketuban melebihi 2000 cc. Hidramnion dapat terjadi pada kasus
anensefalus, atresia esophagus, gemeli, dan ibu yang mengalami
diabetes melitus gestasional. Ibu dengan diabetes melitus
gestasional akan melahirkan bayi dengan berat badan berlebihan
pada semua usia kehamilan sehingga kadar cairan amnion juga
akan berlebih. Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua
janin atau lebih sehingga kemungkinan terjadinya hidramnion
bertambah 10 kali lebih besar.
f) Kelainan letak yaitu letak lintang.

2.1.2. Patofisiologi
Kekuatan selaput ketuban ditentukan oleh keseimbangan sintesa dan
degradasi matriks ekstraseluler. Bila terjadi perubahan di dalam selaput
ketuban, seperti penurunan kandungan kolagen, perubahan sruktur kolagen
dan peningkatan aktivitas kolagenolitik maka KPSW dapat terjadi.4
Degradasi kolagen yang terjadi diperantarai oleh Matriks
Metalloproteinase (MMP) dan dihambat oleh Penghambat Matriks
Metalloproteinase (TIMP) serta penghambat protease. Keutuhan selaput
ketuban terjadi karena kombinasi dari aktivitas MMP yang rendah dan
konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi. Mikroorganisme yang
menginfeksi host dapat membentuk enzim protease disertai respon
imflamasi dari host sehingga mempengaruhi keseimbangan MMP dan TIMP
24

yang menyebabkan melemahnya ketegangan selaput ketuban dan pecahnya


selaput ketuban.4
Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi
prostaglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan
ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan irritabilitas pada uterus
dan terjadi degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu
dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor
prostaglandin dari membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi
juga menyebabkan produksi prostaglandin oleh sel korion akibat
perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat
dalam induksi enzim Siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam
arakhidonat menjadi prostaglandin. Prostaglandin mengganggu sintesis
kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan
MMP-3.4
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh
kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena
pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput
ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.4
Terdapat ketidakseimbangan antara sintesis dan degenerasi
ekstraseluelr matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme
kolagen menyebabkan aktivasi kolagen berubah dan menyebabkan selaput
ketuban pecah.4
25

Mekanisme KPSW antara lain13:

1. Terjadinya premature serviks.


2. Membran terkait dengan pembukaan terjadi
i. Devaskularisasi
ii. Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan
iii. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin
berkurang
iv. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan adanya
infeksi yang mencegah enzim proteolitik dan enzim
kolagenase.

2.1.3. Diagnosis
Penilaian awal dari ibu hamil yang datang dengan keluhan KPSW
aterm harus meliputi 3 hal, yaitu konfirmasi diagnosis, konfirmasi usia
gestasi dan presentasi janin, dan penilaian kesejahteraan maternal dan fetal.
Tidak semua pemeriksaan penunjang terbukti signifikan sebagai penanda
yang baik dan dapat memperbaiki luaran.3
 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik (termasuk pemeriksaan
spekulum)
26

KPSW aterm didiagnosis secara klinis pada anamnesis pasien dan


visualisasi adanya cairan amnion pada pemeriksaan fisik. Dari
anamnesis perlu diketahui waktu dan kuantitas dari cairan yang
keluar, usia gestasi dan taksiran persalinan, riwayat KPSW aterm
sebelumnya, dan faktor risikonya. Pemeriksaan digital vagina yang
terlalu sering dan tanpa indikasi sebaiknya dihindari karena hal ini
akan meningkatkan risiko infeksi neonatus. Spekulum yang
digunakan dilubrikasi terlebih dahulu dengan lubrikan yang
dilarutkan dengan cairan steril dan sebaiknya tidak menyentuh
serviks. Pemeriksaan spekulum steril digunakan untuk menilai
adanya servisitis, prolaps tali pusat, atau prolaps bagian terbawah
janin (pada presentasi bukan kepala); menilai dilatasi dan
pendataran serviks, mendapatkan sampel dan mendiagnosis KPSW
aterm secara visual.3
Dilatasi serviks dan ada atau tidaknya prolaps tali pusat harus
diperhatikan dengan baik. Jika terdapat kecurigaan adanya sepsis,
ambil dua swab dari serviks (satu sediaan dikeringkan untuk
diwarnai dengan pewarnaan gram, bahan lainnya diletakkan di
medium transport untuk dikultur.3
Jika cairan amnion jelas terlihat mengalir dari serviks, tidak
diperlukan lagi pemeriksaan lainnya untuk mengkonfirmasi
diagnosis. Jika diagnosis tidak dapat dikonfirmasi, lakukan tes pH
dari forniks posterior vagina (pH cairan amnion biasanya ~ 7.1-7.3
sedangkan sekret vagina ~ 4.5 - 6) dan cari arborization of fluid
dari forniks posterior vagina. Jika tidak terlihat adanya aliran cairan
amnion, pasien tersebut dapat dipulangkan dari rumah sakit,
kecuali jika terdapat kecurigaan yang kuat ketuban pecah dini.
Semua presentasi bukan kepala yang datang dengan KPSW aterm
harus dilakukan pemeriksaan digital vagina untuk menyingkirkan
kemungkinaan adanya prolaps tali pusat.3

 Ultrasonografi
27

Pemeriksaan USG dapat berguna untuk melengkapi diagnosis


untuk menilai indeks cairan amnion. Jika didapatkan volume cairan
amnion atau indeks cairan amnion yang berkurang tanpa adanya
abnormalitas ginjal janin dan tidak adanya pertumbuhan janin
terhambat (PJT) maka kecurigaan akan ketuban pecah sangatlah
besar, walaupun normalnya volume cairan ketuban tidak
menyingkirkan diagnosis. Selain itu USG dapat digunakan untuk
menilai taksiran berat janin, usia gestasi dan presentasi janin, dan
kelainan kongenital janin.3
 Pemeriksaan Laboratorium
Pada beberapa kasus, diperlukan tes laboratorium untuk
menyingkirkan kemungkinan lain keluarnya cairan/ duh dari
vagina/ perineum. Jika diagnosis KPSW aterm masih belum jelas
setelah menjalani pemeriksaan fisik, tes nitrazin, dan tes fern, dapat
dipertimbangkan. Pemeriksaan seperti insulin-like growth factor
binding protein 1(IGFBP-1) sebagai penanda dari persalinan
preterm, kebocoran cairan amnion, atau infeksi vagina terbukti
memiliki sensitivitas yang rendah9 . Penanda tersebut juga dapat
dipengaruhi dengan konsumsi alkohol. Selain itu, pemeriksaan lain
seperti pemeriksaan darah ibu dan CRP pada cairan vagina tidak
memprediksi infeksi neonatus pada KPSW preterm.3

2.1.4. Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan KPSW adalah untuk mencegah
mortalitas dan morbiditas perinatal pada ibu dan bayi yang dapat meningkat
karena infeksi atau akibat kelahiran preterm pada kehamilan dibawah 37
minggu. Prinsipnya penatalaksanaan ini diawali dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan beberapa pemeriksaan penunjang yang mencurigai
tanda-tanda KPSW. Setelah mendapatkan diagnosis pasti, dokter kemudian
melakukan penatalaksanaan berdasarkan usia gestasi. Hal ini berkaitan
28

dengan proses kematangan organ janin, dan bagaimana morbiditas dan


mortalitas apabila dilakukan persalinan maupun tokolisis.3
Terdapat dua manajemen dalam penatalaksanaan KPSW, yaitu
manajemen aktif dan ekspektatif. Manajemen ekspektatif adalah
penanganan dengan pendekatan tanpa intervensi, sementara manajemen
aktif melibatkan klinisi untuk lebih aktif mengintervensi persalinan. Berikut
ini adalah tatalaksana yang dilakukan pada KPSW berdasarkan masing-
masing kelompok usia kehamilan.3
Penatalaksanan ketuban pecah sebelum waktunya sesuai dengan umur
kehamilannya, yaitu16:
1. Usia Kehamilan ≥ 37 minggu dan Usia Kehamilan 34 – 36 minggu
Lebih disarankan untuk dilakukan terminasi kehamilan terutama jika
usia kehamilan sudah aterm. Bila Bishop skor < 5, lakukan
pematangan pelvis, kemudian induksi. Jika tidak berhasil dapat
dilakukan seksio sesarea. Bila skor pelviks > 5 lakukan induksi
persalinan Bila tanda – tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi
sebelum dilakukan terminasi persalinan.
2. Usia Kehamilan 24 -33 minggu
Lebih disarankan untuk dilakukan terapi konservatif kehamilan.
Antibiotik dapat diberikan ampisilin 4x500mg atau eritromisin bila
tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2x500mg selama 7
hari. Jika belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif berikan
dexametason, observasi tanda – tanda infeksi, dan kesejahteraan janin.
Pemberian dexametason untuk memicu pematangan paru janin dan
mengatasi sindrom gangguan pernapasan pada prematuritas.
3. Usia kehamilan < 24 minggu
Risiko kematianan perinatal bisa mencapai 60 % pada usia ini. Terapi
konservatif dapat diberikan dengan pemberian antibiotic,
kortikosteroid dan tokolitik dengan opsi terminasi kehamilan jika ada
tanda infeksi.
29

Tindakan konservatif (mempertahankan kehamilan) di antaranya


pemberian antibiotik dan pencegahan infeksi dengan tidak melakukan
pemeriksaan dalam. Tindakan aktif (terminasi/ mengakhiri kehamilan) yaitu
dengan seksio sesaria ataupun partus per vaginam. Dalam penetapan
langkah pelaksanaan tindakan yang dilakukan apakah langkah konservatif
ataukah aktif, sebaiknya perlu mempertimbangkan umur kehamilan,
kondisi ibu dan janin, fasilitas perawatan intensif, kondisi, waktu dan tempat
perawatan, fasilitas/kemampuan monitoring, kondisi/status imunologik ibu
dan kemampuan finansial keluarga.17
1) Konservatif
a) Rawat di rumah sakit
b) Antibiotik (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin, atau
metronidazol 2x500 mg selama 7 hari)
c) Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban
masih ke luar, atau sampai air ketuban tidak lagi ke luar
d) Jika umur kehamilan 34 minggu dipertimbangkan terminasi
e) Jika umur kehamilan 34-37 minggu, belum inpartu, tidak ada
infeksi, tes busa negatif beri deksametason, observasi tanda-tanda
infeksi, dan kesejahteraan janin
f) Jika umur kehamilan 34-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada
infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi
setelah 24 jam
g) Jika umur kehamilan 34-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik
dan lakukan induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit,
tanda-tanda infeksi intrauterin)
2) Aktif
Kehamilan 37 minggu dilakukan induksi dengan oksitosin, tetapi
jika gagal maka dilakukan seksio sesaria. Bila ada tanda-tanda
infeksi, berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri. Bila
bishop score < 5, lakukan pematangan serviks kemudian induksi,
30

tetapi jika gagal, akhiri persalinan dengan seksio sesaria. Bila bishop
score > 5, lakukan induksi persalinan.4
Tabel 2.2 Bishop Score18
Skor 0 1 2 3
Pembukaan 0 1-2 3-4 5-6
Pendataran 0-30 % 0-50% 60-70% 80%
Station -3 -2 -1 +1, +2
Konsistensi Keras Sedang Lunak Amat lunak
Posisi ostium Posterior Tengah Anterior Anterior

3) Indikasi Induksi pada KPSW


Induksi dilakukan dengan pertimbangan waktu dan berat janin
dalam rahim disertai tanda infeksi intrauterin yaitu suhu meningkat
lebih dari 38oC (pengukuran per rektal), hasil pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan air ketuban.13
Penatalaksanaan KPSW dahulu umumnya mencakup stimulasi
kontraksi jika persalinan belum dimulai setelah 6 hingga 12 jam.
Induksi segera dengan oksitosin dibuktikan merupakan penanganan
yang dianjurkan berdasarkan penurunan angka infeksi intra dan
postpartum. Persalinan dirangsang dengan oksitosin jika selaput
ketuban telah pecah pada kehamilan aterm sementara persalinan
belum dimulai secara spontan yaitu persalinan per vaginam tanpa
tindakan bedah kebidanan seperti forcep, ekstraktor vakum dan
bukan dengan tindakan seksio sesaria.19
Terminasi kehamilan dapat dilakukan dengan induksi persalinan
maupun seksio sesaria. Induksi persalinan dapat dilakukan dengan
menggunakan oksitosin maupun prostaglandin dengan
memperhatikan kematangan serviks. Pada induksi gagal atau
indikasi pemberat lainnya dapat langsung diputuskan dilakukan
seksio sesaria.4

2.1.5. Komplikasi
KPSW menyebabkan komplikasi pada 8% kehamilan dan biasanya
diikuti dengan persalinan segera. Komplikasi paling signifikan sebagai
31

akibat dari KPSW pada ibu adalah infeksi intrauterin, yang risikonya
meningkat sebanding dengaan durasi pecahnya ketuban.3
Infeksi intraamniotik terbukti secara klinis terjadi pada 15-35% kasus
KPSW dan infeksi postpartum terjadi pada sekitar 15-25% kasus. Insiden
infeksi lebih tinggi pada usia kehamilan awal. Abruptio placentae menjadi
komplikasi pada 2-5% kehamilan dengan KPSW.3

 Komplikasi ibu
Komplikasi pada ibu yang terjadi biasanya berupa infeksi
intrauterin. Infeksi tersebut dapat berupa endomyometritis, maupun
korioamnionitis yang berujung pada sepsis. Pada sebuah penelitian,
didapatkan 6,8% ibu hamil dengan KPSW mengalami
endomyometritis purpural, 1,2% mengalami sepsis, namun tidak
ada yang meninggal dunia.3
Diketahui bahwa yang mengalami sepsis pada penelitian ini
mendapatkan terapi antibiotik spektrum luas, dan sembuh tanpa
sekuele. Sehingga angka mortalitas belum diketahui secara pasti.
40,9% pasien yang melahirkan setelah mengalami KPSW harus
dikuret untuk mengeluarkan sisa plasenta,, 4% perlu mendapatkan
transfusi darah karena kehilangan darah secara signifikan. Tidak
ada kasus terlapor mengenai kematian ibu ataupun morbiditas
dalam waktu lama.3
 Komplikasi janin
Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi adalah persalinan
lebih awal. Periode laten, yang merupakan masa dari pecahnya
selaput amnion sampai persalinan secara umum bersifat
proporsional secara terbalik dengan usia gestasi pada saat KPSW
terjadi. Sebagai contoh, pada sebuah studi besar pada pasien aterm
menunjukkan bahwa 95% pasien akan mengalami persalinan dalam
1 hari sesudah kejadian. Sedangkan analisis terhadap studi yang
mengevaluasi pasien dengan preterm 1 minggu, dengan sebanyak
32

22 persen memiliki periode laten 4 minggu. Bila KPSW terjadi


sangat cepat, neonatus yang lahir hidup dapat mengalami sekuele
seperti malpresentasi, kompresi tali pusat, oligohidramnion,
necrotizing enterocolitis, gangguan neurologi, perdarahan
intraventrikel, dan sindrom distress pernapasan3
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Pasien
Nama : Ny. K
TTL : Palembang, 01 November 1995
Umur : 25 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Alamat : Jl. Lebak Jaya 3, No. 24, Kalidoni, Palembang
No. RM : 64.67.24
MRS : 22 April 2021 (Pukul 23.30 WIB)

Suami Pasien
Nama : Tn. O
Umur : 26 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Alamat : Jl. Lebak Jaya 3, No. 24, Kalidoni, Palembang

3.2. Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 23 April 2021 ( 05.35 WIB)

A. Keluhan Utama
Hamil cukup bulan dan mengeluh keluar air-air.

32
33

B. Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang hamil cukup bulan dengan gerakan janin masih
bisa dirasakan. Pasien mengeluh keluar air-air sejak 4 jam SMRS. Air
yang keluar bewarna jernih dan tidak berbau. Keluhan juga disertai
mules yang menjalar ke pinggang dan keluar lendir darah dari jalan
lahir sejak 2 jam SMRS. Saat sampai, bidan mengatakan bahwa pasien
sudah mengalami bukaan 1. Pasien juga mengaku memiliki Riwayat
keputihan. Riwayat terjatuh dan demam tidak ada.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Asma (-), alergi obat (-) alergi makanan (-), kejang-kejang saat
hamil (-), penyakit hipertensi kehamilan (-), penyakit hipertensi saat
tidak hamil (-), penyakit diabetes melitus (-), penyakit jantung (-),
penyakit ginjal (-), penyakit TBC (-), penyakit hepar (-).

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Asma (-), alergi obat dan makanan (-), kejang-kejang saat hamil (-),
penyakit hipertensi (-), penyakit diabetes melitus (-), penyakit
jantung (-), penyakit ginjal (-), penyakit TBC (-), penyakit hepar (-).

E. Riwayat Menstruasi
Usia Menarke : 12 tahun
Sikluas Haid : 40 hari
Lama Haid : 7 hari, 3 kali ganti pembalut/hari
Keluhan Saat Haid : Nyeri perut pada hari pertama
HTHP : 16 Juli 2020
34

F. Riwayat Perkawinan
Status Pernikahan : 1x
Lama Menikah : 3 Tahun
Usia saat Menikah : 22 tahun

G. Riwayat Kontrasepsi
Pasien belum pernah menggunakan kontrasepsi apapun.

H. Riwayat ANC
Satu bulan sekali, di bidan.

I. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


1. th.2018/perempuani/2900/ Lahir normal/ Bidan.
2. Hamil saat ini.

3.3. Pemeriksaan Fisik


Dilakukan pada tanggal 22/04/2021 (23.30 WIB)

A. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan : 66 kg
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5°C
35

Keadaan Spesik
Kepala : Normocephali
Pemeriksaan luar

MataLeopold I : : Fundus teraba


Conjungtiva anemi bokong, TFUikterik
(-/-), sklera 2 jari (-/-)
diatasedema
pusat periorbital
Leopold II (-/-): Punggung kanan teraba bagian kecil janin
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar thyroid (-)
Leopold
Thorax III: : Teraba
Inspeksi bagianretraksi
: simetris, janin sela
bulatiga
keras
(-) dan melenting di
bagian
Palpasi bawah
: stem perut ibu
fremitus (Preskep)
(+/+) sama kanan dan kiri
Leopol IV : Sudah
Perkusi: masuk
sonor PAP (devergen)
di kedua lapang paru
DJJ Auskultasi : vesikuler (+/+) ronki (-/-) wheezing (-/-)
: 135x/mnt
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
TFU : 32 cm
Palpasi : iktus kordis teraba
HIS : Adekuat, 4 / 10’ / 40’’
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
TBJ : 3255 gram
Auskultasi : bunyi jantung I/II (+/+) normal, regular. Murmur
Pemeriksaan Dalam
(-) gallop (-)
Abdomen : Inspeksi: cembung, skar operasi (-), striae gravidarum (+)
Vaginal Toucher:
Auskultasi : bising usus (+) normal
- Konsistensi portio : Lunak
Perkusi : timpani
- Posisi portioPalpasi : hepar
: Medial
lien tidak teraba pembesaran
Genitalia : Darah (+) : 2 cm
- Pembukaan
Ekstremitas : Akral dingin (-/-) edema (-/-)
- Pendataran : 25%
- Selaput ketuban :-
- Presentasi : Kepala
- Hodge : Hodge 1

b. Status Obstetri
36

3.4. Pemeriksaan penunjang


1. Pemeriksaan Nitrazine (+)
2. Pemeriksaan Laboratorium ( 23-04-2021, pukul 00.24 WIB)
Hematologi Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 11,9 12-14 g/dl
Eritrosit - 4-4,5 10*6/uL
Leukosit 9.000 5.000 – 10.000/ul
Trombosit 241.000 150.000 – 400.000/ul
Hematokrit 33,5% 37-43%
Waktu Perdarahan 8 <6
Waktu Pembekuan 3 <15
Hitung Jenis
Basofil 0,3 0 – 1%
Eosinofil 5,3 (H) 1 – 3%
Neutrofil Batang - 2 – 6%
Neutrofil Segmen 55,7 50 – 70%
Limfosit 30,4 20 – 40%
Monosit 8,3 (H) 2 – 8%
LED 1 Jam 18 < 20
Golongan Darah
ABO O
Rhesus +
Masa pembekuan/CT 10 < 15 menit
Masa perdarahan/Bt 4 < 6 menit
Kimia Klinik
Glukosa Darah 83 70-140 mg/dl
Sewaktu
Immunoglobulin - -
Rapid Test Covid- Non reaktif Non reaktif
19
IgG Non reaktif Non reaktif
IgM Non reaktif Non reaktif

3. Pemeriksaan Urin
Urin Rutin

Warna Kuning Kuning


37

Kejernihan Agak keruh


4.5

pH 7.0 7.5
1

1
.
0
Berat Jenis 1.015 5
Ne
gati
Glukosa Negatif f
Ne
gati
Protein Negatif f
Ne
gati
Bilirubin Negatif f
Ne
gati
Urobilinogen Negatif f
Ne
gati
Darah Negatif f
Ne
gati
Nitrit Negatif f
Keton Negatif Ne
gati
38

f
Sedimen
Eritrosit 6-7 <3
Leukosit 10 – 13 <5
Epitel 7 1 - 15
Silinder Negatif Negatif
Kristal Negatif Negatif
Bakteri Negatif Negatif

3.5. Diagnosis Kerja Dokter


G2P1A0 hamil aterm dengan KPSW 4 jam inpartu fase laten, janin tunggal
hidup dengan presentasi kepala.

3.6. Penatalaksanaan
 Observasi keadaan umum, tanda vital, HIS, dan DJJ
 IVFD Ringer Laktat drip oksitoksin 1 amp gtt 20x/menit
 Inj. Ceftriaxone 2x1 gr/i.v
 Tindakan: terminasi pervaginam

3.7. Laporan persalinan


Nama bidan : Bidan Meica
Nama Tindakan : Persalinan pervaginam
Catatan persalinan:
Pada tanggal 23 April 2021 pukul 06:30 WIB, bayi lahir spontan dengan
jenis kelamin laki-laki, BB 3150 gr, PB 50 cm. Placenta lahir spontan.
Perineum episiotomi, Hecting s/d jelujur.
Terapi yang diberikan: - Cefadroxil 500 mg 2 x1
- Asam Mefenamat 500 mg 3 x 1
39

3.8. Follow Up
Sebelum Partus
Tanggal Catatan Tindakan
23 April S : Pasien mengatakan - Observasi keadaan umum,
2021, Pukul ingin melahirkan tanda vital ibu dan DJJ
05.45 HPHT: 16-07-2020 - IVFD Ringer Lactate 500 cc +
R/: 2018/ sp / perempuan oksitoksin 1 amp gtt
/ 2.900 20x/menit
Riwayat penyakit
sebelumnya (-)

O:
KU: Baik
TD: 120/80 mmHg
HR: 80 x/menit
RR: 20 x/menit
T: 36,5ºC
Kontraksi (+)
DJJ: 140x/mnt
Air ketuban (-)
VT:
-Konsistensi portio :
Lunak
-Posisi portio : Medial
-Pembukaan: 10 cm
-Pendataran: 80%
-Selaput ketuban: -
-Presentasi: Kepala
-Hodge: Hodge 3

A : G2P1A0 hamil aterm


dengan KPSW 4 jam
inpartu fase laten, janin
tunggal hidup dengan
presentasi kepala.
40

Sesudah Partus
23 April S : Pasien mengatakan - IVFD Ringer Lactate 500 cc
2021, Pukul nyeri pada tempat gtt 20x/menit.
10.00 WIB hecting - Rencana AFF infus.
- Mobilisasi bertahap.
O: - Diet TKTP.
KU: Baik - Asi on demand.
TD: 120/70 mmHg - Latihan berkemih.
HR: 82 x/menit - Perawatan luka.
RR: 22 x/menit - Terapi oral.
T: 36,4ºC - Cefadroxil 2x500 mg tab/oral
Perdarahan (+) - As.mefenamat 3x500 mg
Lochia rubra tab/oral .
TFU: 2 jari di bawah
pusat

A : P2A0 postpartum
spontan dengan hecting
24 April S : Pasien mengatakan - Rencana Pulang.
2021, pukul nyeri kontraksi - Diet TKTP.
10:00 - Perawatan luka.
O: - Asi on demand.
KU: Baik - Terapi oral.
TD: 120/80 mmHg - Cefadroxil 2x500 mg
HR: 81 x/menit tab/oral.
RR: 20 x/menit - As.mefenamat 3x500 mg
T: 36,4ºC tab/oral.
Kontraksi (+)
TFU: 2 jari bawah pusat
Perdarahan: aktif (+)
Lochea : rubra
Hb : 7,0 gr

A : P2A0 postpartum
spontan dengan hecting
hari-1
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Apakah penegakan diagnosis pada pasien ini sudah benar?


Pada kasus ini dilaporkan Ibu usia 25 tahun datang ke IGD RSMP pada
tanggal 22 April 2021 pukul 23.30 WIB, berdasarkan anamnesa yang
dilakukan ibu datang dengan keluhan keluar air-air sejak 4 jam SMRS. Air
yang keluar berwarna jernih dan tidak berbau. Keluhan juga disertai mules
yang menjalar ke pinggang dan keluar lendir darah dari jalan lahir sejak 2 jam
SMRS. Saat sampai, bidan mengatakan bahwa pasien sudah mengalami
bukaan 1. Pasien juga mengaku memiliki riwayat keputihan. Riwayat terjatuh
dan demam tidak ada.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah: 120/80 mmHg,
nadi 80 x/m, suhu 36,5o C, laju pernafasan 20 x/m, Berat badan 66 kg dan
tinggi badan 155 cm. Sedangkan pada pemeriksaan abdomen, palpasi TFU 2
jari dibawah pusat, punggung kanan teraba bagian kecil janin, presentasi
kepala, belum masuk PAP, DJJ 135x/ menit. Pada pemeriksaan genitalia
didapatkan pembukaan dalam 2 cm, selaput ketubn (-), kepala HI.
Untuk diagnosis pada kasus ini sudah tepat yaitu, G2P1A0 hamil aterm
dengan KPSW 4 jam inpartu kala 1 fase laten, janin tunggal hidup dengan
presentasi kepala. Jika ditinjau dari segi penulisannya diagnosis obstetri pada
pasien ini sudah tepat, dimana diawali dengan diagnosis ibu dan komplikasi,
diagnosis kehamilan, diagnosis persalinan, dan terakhir diikuti dengan
diagnosis janin.
Berdasarkan hasil anamnesis, diketahui bahwa pasien G2P1A0 hamil
aterm (40 minggu) dan sudah terdapat tanda inpartu. Berdasarkan teori,
inpartu adalah suatu keadaan ibu mau melahirkan ditandai dengan perut
mules yang menjalar ke pinggang semakin lama semakin sering dan kuat,
disertai dengan keluar lendir, darah dan air-air dengan his minimal 1x dalam
10 menit minimal 20 detik untuk primigravida dan his minimal 2x dalam 10

42
43

menit lamanya minimal 20 detik untuk multigravida disertai pendataran dan


pembukaan serviks.4
Berdasarkan anamnesis, yaitu adanya keluar air-air sejak 4 jam yang
lalu. Air yang keluar bewarna jernih dan tidak berbau. Hal ini merupakan
manifestasi klinis dari ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) dimana air
yang keluar merupakan cairan amnion pada saat belum inpartu. Hal ini sesuai
menurut teori yang mengatakan bahwa Ketuban Pecah Sebelum Waktunya
(premature rupture of the membrane, PROM) adalah pecahnya selaput
korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan. Secara klinis diagnosa
KPSW ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah selaput ketuban
dan dalam waktu satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan,
dengan demikian untuk kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut merupakan
waktu untuk melakukan pengamatan adanya tanda-tanda awal persalinan.11

4.2. Apakah penatalaksanaan pasien ini sudah adekuat?


Secara keseluruhan, penatalaksanaan berdasarkan diagnosa sudah
diberikan secara adekuat. G2P1A0 hamil aterm dengan KPSW 4 jam inpartu
fase laten, janin tunggal hidup dengan presentasi kepala, diberikan tatalaksana
awal yang berupa IVFD Ringer Laktat 500 cc + oksitoksin 1 amp gtt
20x/menit, injeksi ceftriaxone 2x 1 gr, serta dilakukan observasi keadaan
umum, tanda vital, HIS dan DJJ.
Pemberian IVFD Ringer Laktat 500 cc + oksitoksin 1 amp gtt 20x/menit,
bertujuan untuk memperbaiki kontaraksi uterus pada ibu. Injeksi ceftriaxone 2
x 1 gr/i.v diberikan sebagai antibiotik profilaksis.
Untuk mentatalaksana pasien KPSW, sebelumnya harus dipastikan
terlebih dahulu usia kehamilan, posisi janin, serta pemantauan DJJ untuk
menilai status janin. Profilaksis streptokokus grup B harus diberikan
berdasarkan hasil kultur sebelumnya atau berdasarkan pola kuman di rumah
sakit jika kultur belum dilakukan sebelumnya.5
Pada pasien ini dilakukan persalinan pervaginam karena usia
kehamilannya sudah mencapai 40 minggu (>37 minggu) dan penilaian bishop
44

score >5 sehingga induksi persalinan lebih bermanfaat. Induksi dapat


membantu mengurangi infeksi pada ibu dan janin tanpa meningkatkan risiko
kelahiran sesar.4,5
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, penunjang, dan tatalaksana
yang diberikan dapat disimpulkan bahwa:
1. Diagnosis pada kasus ini sudah tepat.
2. Tatalaksana pada kasus ini adekuat.

5.2 Saran
Berdasarkan uraian tersebut, adapun saran yang bisa diberikan yaitu:
1. Pada pasien hamil yang mengalami ketuban pecah sebelum waktu
persalinan hendaknya segera dibawa ke rumah sakit untuk mencegah
terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan seperti infeksi maternal
dan fetal distress.
2. Pada tenaga penolong untuk lebih memperhatikan faktor apa saja yang
berkaitan dengan kejadian ketuban pecah sebelum waktunya.

45
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia


Tahun 2019. 2019. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
2. Kemenkes RI, 2019. Kematian Maternal dan Neonatal di Indonesia.
https://www.kemkes.go.id/resources/download/info-terkini/rakerkesnas
2019/SESI%20I/Kelompok%201/1-Kematian-Maternal-dan-Neonatal-di-
Indonesia.pdf. Diakses pada tanggal 25 April 2021.
3. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) & Himpunan
Kedokteran Feto-Maternal. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
(PNPK): Ketuban Pecah Dini. Indonesia: POGI & HKFM, 2016. 1-17.
4. Sarwono Prawirohardjo. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
5. Prelabor Rupture of Membranes: ACOG Practice Bulletin Summary,
Number 217. Obstet Gynecol. 2020 Mar;135(3):739-743.
doi: 10.1097/AOG.0000000000003701. PMID: 32080044.
6. Fakultas Kedokteran UNPAD. 2004. Obstetri Fisiologi. Ilmu Kesehatan
Produksi. Edisi 2. Jakarta : EGC.
7. Mandriwati, G.A. 2011. Asuhan Kebidanan Antenatal: Penununtun Belajar.
Jakarta: EGC.
8. Sofian, Amru. 2011. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.
9. Chandranita, ida ayu. 2019. Buku ajar patologi obstetric untuk mahasiswa
kebidanan. Jakarta:EGC.
10. Henderson C. 2016. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC.
11. Gahwagi MM, Busarira MO, Atia M. Premature Rupture of Membranes
Characteristics, Determinants, and Outcomes of in Benghazi, Libya. Open
Journal of Obstetrics and Gynecology. 2015. 5, 494-504.

46
47

12. Yulaikhah L. 2019. Kehamilan: Seri asuhan kebidanan. Jakarta: EGC.


13. Manuaba I.B.G, Chandranita Manuaba I.A, Fajar Manuaba I.B.G.(eds).
2009. Pengantar Kuliah Obstertri. Bab 6: Komplikasi Umum Pada
Kehamilan. Ketuban Pecah Dini. Cetakan Pertama. Jakarta. Penerbit EGC..
14. Jazayeri A, Talavera F, Smith CV. 2015. Premature Rupture of Membranes.
http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview#a7. Diakses pada
tanggal 26 April 2021.
15. Oxom, H dan Forte. WR. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi
Persalinan. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica.
16. Bryant A. 2013. Management of Premature Rupture of Membranes. The
American College of Obstetricians and Gynecologists.Practice bulletin no.
139: Premature rupture of membranes.
http://www.jwatch.org/na32758/2013/11/14/management-premature-
rupture-membranes#sthash.NVlBDZcd.dpuf - diakses: 26 April 2021.
17. Rahmawati EN. 2011. Ilmu praktis kebidanan: Kelainan-kelainan dan
penyakit telur. Surabaya: Victory Inti Cipta.
18. Achadiat, C.M. 2014. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi, EGC,
Jakarta.
19. Cunningham Gary F, Leveno J Kenneth , Bloom L Steven , Hauth C John
, III Gilstrap Larry , Wenstrom D Katharine . 2014. Williams Obstetrics
Edisi 24. New York: McGraw-Hill Companies Inc.
20. Badan Pusat Statistik. 2020. Profil Kesehatan Ibu dan Anak 2020. Jakarta:
Badan Pusat Statistik

Anda mungkin juga menyukai