Anda di halaman 1dari 27

PENDAHULUAN

Deskripsi Mata Kuliah


Mata kuliah ini membahas tentang konsep Tuhan Yang Maha Esa dan Ke Tuhanan,
kesadaran untuk taat hukum Tuhan, akhlak mulia dalam kehidupan, kewajiban dalam
menuntut dan mengamalkan IPTEK dalam kaitannya menciptakan Ahli Madya Teknik
Kardiovaskular yang religius dan berkarakter dalam melaksanakan tugas sebagai tenaga
kesehatan.
Capaian Pembelajaran
Setelah mengikuti mata kuliah ini peserta didik mampu menjadikan dirinya sebagai
tenaga kesehatan profesional dan Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta mampu
menunjukkan sikap religius dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam menjalankan
tugas berdasarkan agama, moral, dan etika.
Bahan Kajian:
1. Tuhan Yang Maha Esa dan Ketuhanan
2. Kesadaran untuk Taat Hukum Tuhan
3. Akhlak Mulia dalam Kehidupan
4. Kewajiban Menuntut dan Mengamalkan Ilmu Pengetahuan danTeknologi
5. Kerukunan Antar Umat Beragama
6. Hakikat Martabat dan Tanggung Jawab Manusia
7. Agama sebagai Sumber Moral
8. Peranan Agama dalam Mewujudkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa

TUJUAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI PERGURUAN TINGGI


A. Tujuan Umum pelaksanaan Pendidikan agama adalah untuk membentuk manusia taqwa,
yaitu manusia yang patuh kepada Allah dalam menjalankan ibadah dengan menekankan
pembinaan kepribadian muslim, yakni pembinaan Akhlakul karimah, meski mata kuliah
agama tidak diganti dengan mata kuliah Akhlak atau Etika.
B. Tujuan Kuliah PAI adalah untuk melahirkan para agamawan yang berilmu, bukan para
ilmuwan dalam bidang agama. Artinya yang menjadi titik tekan PAI diperguruan tinggi
umum adalah pelaksanaan ajaran agama dikalangan para calon intelektual yang
ditunjukkan dengan adanya perubahan perilaku mahasiswa kearah kesempurnaan akhlak.
C. Pelaksanaan kuliah PAI adalah demi tercapainya keimanan dan ketaqwaan pada
mahasiswa serta tercapainya kemampuan menjadikan ajaran agama sebagai landasan
penggalian dan pengembangan disiplin ilmu yang ditekuninya. Oleh sebab itu pemilihan
materi yang disajikan harus relevan dengan pengembangan pemikiran dan dunia mereka.
D. Tujuan Utama Kuliah PAI adalah menumbuhkan dan mengembangkan serta membentuk
sikap positif dan disiplin serta cinta terhadap agama dalam pelbagai kehidupan, peserta
didik yang nantinya diharapkan menjadi manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT,
taat kepada perintah Allah dan Rasul-Nya.
Apabila rumusan tujuan PAI diaplikasikan kedalam Kurikulum Inti Teknik
Kardiovaskuler, maka akan menggambarkan sebagai Ahli Madia Teknik Kardiovaskuler
yang berkualifikasi, memiliki keahlian yang matang, memiliki wawasan berpikir
profesional yang luas dan memiliki kepribadian yang utuh sebagai anggota keluarga,
anggota masyarakat, warga negara yang baik, serta sebagai hamba Allah yang taat
beribadah. Oleh karena itu PAI di PTU mengandung suatu predikat untuk menganalisa
masa depan masyarakat dengan mengimajinasikan blue-print yang harus diformulasikan
dalam bentuk manusia utuh, menyandang predikat Hamba Allah dan Khalifah di muka
bumi atau predikat Insan Kamil.

1
Dari uraian tersebut menjadi jelas bahwa PAI di PTU, memiliki tujuan ganda yakni
membina kepribadian mahasiswa secara utuh, agar mereka menjadi pribadi muslim yang
taat kepada Allah dan membina kesadaran intelektual mereka agar menjadikan ajaran
Islam sebagai landasan penggalian dan pengembangan disiplin ilmu yang ditekuninya.

1
TUHAN YANG MAHA ESA DAN KETUHANAN
Allah zat yang Maha Esa, Al-Qur’an menjelaskan bahwa Allah SWT merupakan
Zat Yang Maha Esa. Diantaranya adalah; QS. AL-Ikhlas [112] : 1-4, dan QS. Al-Hasyr
[59] : 22-24.
Dari tiga ayat di atas, jelas sekali bahwa Allah SWT Maha Esa. Maha Esa dalam
Zat, sifat, asma’ dan af’al-Nya. Allah SWT tidak beranak dan tidak diperanakan, dan
tidak ada yang serupa dengan Allah SWT
A. Keimanan dan Ketakwaan
Pengertian Iman dari bahasa Arab yang artinya percaya. Sedang menurut Istilah,
pengertian Iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan
diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Dengan demikian pengertian Iman kepada Allah
adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada dengan segala sifat
keagungan dan kesempurnaan-Nya, kemudian itu diikrarkan dengan lisan, serta
dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.
Jadi seseorang dapat dikatakan mukmin (orang yang beriman) sempurna apabila
memenuhi ketiga unsur keimanan di atas. Apabila seseorang mengakui dalam hatinya
tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan
amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai mukmin yang
sempurna. Sebab, ketiga unsur keimanan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh
dan tidak dapat dipisahkan.
Dalam Al-Qur’an terdapat sejumlah ayat yang redaksinya terdapat kata iman,
diantaranya terdapat dalam QS. Al-Baqarah [2]: 165, yang artinya: ”Orang-orang yang
beriman (kepada Allah) adalah orang yang asyaddu hubban lillah.”
Berdasarkan teks ayat tersebut dapat diketahui bahwa Iman adalah identik
dengan asyaddu hubban lillah. Asyaddu hubban berarti sikap yang menunjukkan
kecintaan atau kerinduan yang luar biasa terhadap Allah. Dari ayat tersebut tergambar
bahwa iman adalah sikap atau attitude, yaitu kondisi mental yang menunjukkan
kecenderungan atau keinginan luar biasa terhadap Allah. Orang yang beriman kepada
Allah adalah orang yang rela mengorbankan jiwa dan raganya untuk mewujudkan
harapan atau kemauan yang dituntut Allah kepadanya.
Beriman kepada Allah adalah kebutuhan yang sangat mendasar bagi seseorang.
Allah memerintahkan agar ummat manusia beriman kepada-Nya, sebagaimana dalam
QS. An-Nisa [4]: 136, yang artinya: ”Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al-Qur’an)

2
yang diturunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang diturunkan sebelumnya.
Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kiab-kitab-Nya, Rasul-Rasul-
Nya dan hari kemudian, maka sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh.”

Ayat diatas memberikan penjelasan bahwa bila kita ingkar kepada Allah, maka
akan mengalami kesesatan yang nyata. Orang yang sesat tidak akan merasakan
kebahagiaan dalam hidup. Oleh karena itu, beriman kepada Allah sesungguhnya adalah
untuk kebaikan manusia.
Apabila iman sudah menjadi landasan hidup, maka akan mampu menguasai
keadaan yang dihadapi, dan bukan keadaan yang menguasainya. Pengaruh iman terhadap
kehidupan manusia sangat besar. Dibawah ini dikemukakan beberapa pokok manfaat dan
pengaruh iman pada kehidupan manusia sebagai berikut:
1. Melenyapkan kepercayaan kepada kekuasaan benda. Pegangan orang yang beriman
dalam hal ini, adalah firman Allah QS. Al- Fatihah [1]: 1-7.
2. Menanamkan semangat berani menghadapi maut.. Pegangan orang beriman mengenai
soal hidup dan mati adalah firman Allah,QS. surat An-Nisa [4]: 78
3. Menanamkan sifat “self help” dalam kehidupan. Pegangan orang beriman dalam hal
ini ialah firman Allah, QS. Hud [11]: 6
4. Memberikan ketentraman jiwa. Acapkali manusia dilanda resah dan duka cita,
digoncang oleh keraguan dan kebimbangan. Orang yang beriman mempunyai
keseimbangan, hatinya tentram (mutmainnah), jiwanya tenang (sakinah), seperti
firman Allah, QS. Ar-Ra’d [13]: 28
5. Mewujudkan kehidupan yang baik (hayatan tayibah). Hal ini diljelaskan dalam firman
Allah, QS. An-Nahl [16]: 97.
6. Melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen. Hal ini senantiasa berpedoman kepada firman
Allah, QS. Al-An’aam [6]: 162
7. Memberikan keberuntungan.Hal ini sesuai dengan firman Allah.QS.Al-Baqarah [2]:
5.
Pengertian Taqwa, secara harfiah bermakna: hati-hati, ingat, mawas diri, dan
waspada. Sesuai dengan makna harfiah tersebut, maka taqwa dapat diartikan sikap
memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengamalan ajaran agama Islam secara
utuh dan konsisten (istiqamah).
Dalam Tafsir Al-Azhar Hamka memberikan penjelasan mengenai takwa ini
sebagai berikut: ”Kalimat takwa diambil dari rumpun kata wikayah rtinya memelihara.
Memelihara hubungan yang baik dengan Tuhan. Memelihara diri jangan sampai
terperosok kepada suatu perbuatan yang tidak diridhai oleh Tuhan. Memelihara segala
perintah-Nya supaya dapat menjalankan. Memelihara kaki jangan terperosok ke tempat
yang lumpur atau berduri. Dalam takwa terkandung cinta, kasih, harap, cemas, tawakkal,
ridha, sabar, dan lain-lain sebagainya. Takwa adalah pelaksanaan dari iman dan amal
saleh. Memelihara hubungan dengan Tuhan, bukan saja karena takut , tetapi lebih lagi
karena ada kesadaran diri sebagai hamba.”
Kata takwa tidak dapat diartikan sama denga takut, sebab sifat takut lebih banyak
bercampur dengan rasa benci. Sebab persoalan takwa ialah segi hubungan manusia
dengan Tuhan (paradigma vartikal) dimana tidak boleh terdapat hubungan itu unsur
benci sedikitpun. Manusia yang berhasil mencapai derajat taqwa, kemudian berusaha
mempertahankannya, dipandang sebagai manusia sukses ibadahnya.
Karakteristik orang-orang taqwa, menurut firman Allah, dalam QS. Ali Imran [3]:
131, 133, dan 136, sebagai berikut, ialah mereka yang:
1. Selalu menuju kepada maghfirah (ampunan) Allah. Artinya senantiasa bekerja sesuai
dengan ridha Allah, bukan yang dilarang atau yang dimurkai-Nya, dan tersalah atau
terlupa cepat-cepat beristighpar (mohon ampun) kepada Allah.

3
2. Suka menafkahkan (infaq) sebagian harta bendanya, baik diwaktu lapang maupun
diwaktu sempit, membayar zakat, memberi makan kepada fakir miskin dan anak
yatim.
3. Sanggup Menahan amarahnya, artinya orang yang dapat mengendalikan emosi dan
nafsunya, membuat dia menjadi manusia yang bejiwa besar.
4. Memaafkan kesalahan orang lain, tidak menaruh dendam terhadap seseorang karena
suatu kesalahan, baik disengaja maupun tidak.
5. Berbuat baik, pemaaf dan jujur. Semua menjadi tanda taqwa kepada Allah.
6. Apabila berbuat keji (faahisyah) dan menganiaya diri sendiri, segera mengingat
Allah, lalu memohon ampun. Perbuatan faahisyah ini adalah dosa besar yang mana
bahayanya tidak hanya menimpah diri sendiri, tetapi juga orang lain.
Disamping karakteristik taqwa tersebut di atas, ada lagi karakteristik orang-orang
taqwa yang dijelaskan dalam Al-Qur’an, surat Al-Baqarah ayat 177, secara umum dapat
dikelompokkan dalam lima indikator ketaqwaan yaitu:
Pertama, Iman kepada Allah, para Malaikat, Kitab-Kitab dan para Nabi. Indikator
ketaqwaan yang pertama adalah memelihara fitrah iman. Kadua, mengeluarkan harta
yang dicintai kepada para kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang
terputus diperjalanan, orang-orang yang meminta dana, orang-orang yang tidak memiliki
dana, orang-orang yang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban,
memerdekakan hamba sahaya. Indikator taqwa yang kedua adalah mencintai sesama
umat manusia yang diwujudkan melalui kesanggupan mengorbankan harta. Katiga,
Mendirikan Shalat dan menunaikan zakat. Indikator taqwa yang ketiga adalah
memelihara ibadah formal. Keempat, menepati janji, yang dalam pengertian lain adalah
memelihara kehormatan diri. Kelima, sabar disaat kepayahan, kesusahan, dan waktu
perang, atau dengan kata lain memiliki semangat perjuangan.
B. Implementasi Iman dan Ketaqwaan dalam Kehidupan Modern
Dalam menegakkan Tauhid, seseorang harus menyatukan iman dan amal, konsep
dan pelaksanaan, pikiran dan perbuatan, serta teks dan konteks. Dengan demikian
bertauhid adalah mengesakan Tuhan, artinya yakin dan percaya kepada Allah semata
melalui fikiran dan mengamalkan dengan perbuatan. Oleh karena itu seseorang baru
dinyatakan beriman dan bertaqwa, apabila sudah mengucapkan kalimat Tauhid dalam
Syahadat asyhadu allaa ilaaha illa Allah (Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah), kemudian diikuti dengan mengamalkan semua perintah Allah dan meninggalkan
segala larangan-Nya.
C. Filsafat Ketuhanan dalam Islam
Perkataan Filsafat berasal dari bahasa Arab falsafah yang diturunkan dari bahasa
Yunani philosophiah, artinya cinta kepada pengetahuan atau cinta pada kebenaran.
Orang cinta pada pengetahuan disebut philosophos, atau Failosuf dalam bahasa Arab,
Filsuf dalam bahasa Indonesia.
Filsafat adalah pengetahuan tentang yang benar (knowledge of truth). Disinilah
terlihat persamaan Falsafat dan Agama. Tujuan agama adalah menerangkan apa yang
benar dan apa yang baik, sedang falsafat juga menerangkan apa yang benar dan apa yang
baik. Yang benar pertama (alhaqqul awwalu = the First Truth), menurut Al-Kindi adalah
Tuhan. Falsafat yang paling tinggi adalah falsafat tentang Tuhan, sebagaimana
dinyatakan Al-Kindi: ”Falsafat yang termulia dan tertinggi derajatnya adalah falsafat
utama, yaitu ilmu tentang yang Benar Pertama, yang menjadi sebab bagi segala yang
benar.”
Sesuai dengan faham yang ada dalam Islam, Tuhan menurut Al-Kindi adalah
Pencipta. Alam bagi Al-Kindi bukan kekal di zaman lampau (qadim), tetapi mempunyai
permulaan. Oleh karena itu Al-Kindi dalam hal ini lebih dekat pada falsafat Plotinus,

4
yang mengatakan bahwa Yang Maha Satu adalah sumber dari alam dan sumber dari
segala yang ada. Alam adalah emanasi dari Yang Maha Satu.
Obyek pemikiran kefilsafatan adalah segala yang ada, yaitu Tuhan, manusia dan
alam. Jika yang menjadi obyek pemikiran adalah Tuhan, maka lahirlah filsafat
ketuhanan. Jika yang menjadi obyek pemikiran adalah agama, maka lahirlah filsafat
agama, dan seterusnya. Demikian juga halnya, bila yang menjadi pemikiran adalah
agama dan ajaran agama Islam, lahirlah filsafat Islam. Filsafat Islam adalah pemikiran
rasional, kritis, sistimatis dan radikal tentang aspek-aspek agama dan ajaran Islam.
Pengertian filsafat Islam seperti yang dikemukakan diatas telah ada bersamaan
dengan sejarah pemikiran umat Islam. Al-Qu’an sejak semula telah memerintahkan umat
manusia untuk menggunakan akalnya, khususnya untuk menyingkap rahasia alam
semesta yang akan mengantarkan manusia kepada keyakinan tentang adanya Tuhan yang
menciptakan dan memeliharanya. Keyakinan kepada adanya Tuhan harus didasarkan atas
kesadaran akal, bukan sekedar kesadaran yang bersifat tradisional yakni melestarikan
warisan nenek moyag betapapun corak dan konsepnya.
Oleh karena itu, sesungguhnya, pada hakekatnya umat Islam telah berfilsafat sejak
mereka menggunakan penalaran rasioanal dalam memahami agama dan ajaran Islam,
yaitu memahami ajaran Islam mempergunakan akal pikiran (rakyu).
Sebagai ilmu dan bidang studi, filsafat Islam muncul bersamaan dengan munculnya
filsuf muslim pertama, Al-Kindi pada pertengahan abad IX M. atau bagian pertama abad
III H. Sebagai penutup uraian singkat tentang filasafat ini perlu dikemukakan bahwa
filsafat Islam mencapai puncaknya di zaman Al-Farabi dan Ibnu Sina pada abad XI dan
XII M. atau abad IV dan V H.

5
2
KESADARAN UNTUK TAAT HUKUM TUHAN
A. Konsep Hukum, HAM, dan Demokrasi
Hukum Islam adalah hukum yang ditetapkan oleh Allah melalui Wahyu-Nya yang
kini terdapat dalam Al-Qur’an dan dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul-
Nya melalui Sunnah beliau yang kini terhimpun dengan baik dalam kitab-kitab Hadis.
Dalam masyarakat Indonesia berkembang berbagai macam istilah, dimana istilah satu
dengan yang lainnya mempunyai persamaan dan sekaligus juga mempunyai perbedaan.
Istilah-istilah dimaksud adalah syari’at Islam, fikih Islam dan hukum Islam. Di dalam
kepustakaan hukum Islam berbahasa Inggris, syari’at Islam diterjemahkan dengan Islamic
Law, sedangkan fikih Islam diterjehkan dengan Islamic Jurisprudence. Di dalam bahasa
Indonesia, untuk syari’at Islam sering dipergunakan istilah hukum Syari’at atau hukum
syara’, untuk fikih Islam dipergunakan istilah hukum fikih atau kadang-kadang hukum
Islam. Dalam praktek seringkali, kedua istilah itu dirangkum dalam kata hukum Islam,
tanpa menjelaskan apa yang dimaksud. Hal ini dapat difahami karena keduanya sangat erat
hubungannya, dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Syari’at merupakan landasan
fikih, dan fikih merupakan pemahaman orang yang memenuhi syarat tentang syari’at. Oleh
karena itu seseorang yang akan memahami hukum Islam dengan baik dan benar harus dapat
membedakan antara syari’at Islam dengan fikih Islam.
Hukum Islam baik dalam pengertian syari’at maupun fikih dibagi kedalam dua bagian
besar, yaitu bidang ibadah dan bidang mu’amalah. Hukum Islam itu sangat luas , bahkan
luasnya hukum Islam tersebut masih dapat dikembangkan lagi sesuai dengan aspek-aspek
yang berkembang dalam masyarakat yang belum dirumuskan oleh para fukaha (para yuris
Islam) di masa lampau seperti hukum bedah mayat, hukum bayi tabung, keluarga
berencana, hukum bunga bank, dan lain-lain
Adapun tujuan hukum Islam secara umum adalah untuk mencegah kerusakan pada
manusia dan mendatangkan kemaslahatan bagi mereka, mengarahkan mereka kepada
kebenaran untuk mencapai kebahagiaan hidup manusia di dunia ini dan di akhirat kelak,
dengan jalan mengambil segala yang manfaat dan mencegah atau menolak yang mudlarat
yakni yang tidak berguna bagi hidup dan kehidupan manusia. Abu Ishaq al-Shatibi
merumuskan lima tujuan hukum Islam, yakni: memelihara (1) agama, (2) jiwa, (3) akal, (4)
keturunan, dan (5) harta yang disebut “ maqashid al-khamsah. Kelima tujuan ini kemudian
disepakati oleh para ahli hukum Islam.
Jika diperhatikan dengan sungguh-sungguh hukum Islam ditetapkan oleh Allah adalah
untuk memenuhi keperluan hidup manusia itu sendiri, baik keperluan hidup yang bersifat
primer, sekunder maupun tertier. Oleh karena itu apabila seorang muslim mengikuti
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Allah, maka ia akan selamat baik dalam hidupnya di
dunia maupun di akhirat kelak.
B. Hak Asasi Manusia Menurut Ajaran Islam
Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa secara kodrati dianugrahi hak dasar
yang disebut hak asasi, tanpa perbedaan antara satu dengan lainnya. Dengan hak asasi
tersebut, manusia mengembangkan diri pribadi, peranan dan sumbangannya bagi
kesejahteraan hidup manusia. Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai suatu hak dasar yang
melekat pada diri tiap manusia”
Pemikiran Barat menempatkan manusia pada posisi bahwa manusialah yang menjadi
tolak ukur segala sesuatu, maka di dalam Islam melalui firman-Nya Allahlah yang menjadi
tolak ukur segala sesuatu, sedangkan manusia adalah ciptaan Allah untuk mengabdi
kepada-Nya. Disinilah letak perbedaan yang fundamental antara hak-hak asasi manusia
menurut pola pemikiran Barat dengan hak-hak asasi menurut pola ajaran Islam. Makna

6
teosentris bagi orang Islam adalah manusia pertama-tama harus meyakini ajaran pokok
Islam yang dirumuskan dalam dua kalimatsyahadat yakni pengakuan tiada Tuhan selain
Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya. Barulah setelah itu manusia melakukan
perbuatan-perbuatan yang baik, menurut isi keyakinannya itu.
Dari uraian tersebut diatas, sepintas lalu nampak bahwa seakan-akan dalam Islam
manusia tidak mempunyai hak-hak asasi. Dalam konsep Islam seseorang hanya mempunyai
kewajiban-kewajiban atau tugas-tugas kepada Allah karena ia harus mematuhi hukum-Nya.
Namun secara pradoks,didalam tugas-tugas inilah terletak semua hak-hak kemerdekaannya.
Menurut ajaran Islam, manusia mengakui hak-hak dari manusia lain, karena hal ini
merupakan sebuah kewajiban yang dibebankan oleh hukum agama untuk mamatuhi Allah.
Oleh karena itu, hak asasi manusia dalam Islam tidak semata-mata menekankan kepada hak
asasi manusia saja, akan tetapi hak-hak itu dilandasi kewajiban asasi manusia untuk
mengabdi kepada Allah sebagai penciptaNya.
Kewajiban yang diperintahkan kepada umat manusia dapat dibagi dua kategiri, yaitu
huququllah dan huququl‘ibad. Huququllah (hak-hak Allah) adalah kewajiban-kewajiaban
manusia terhadap Allah SWT yang diwujudkan dalam berbagai ritual ibadah, sedangkan
huququl‘ibad (hak-hak manusia) merupakan kewajiban-kewajiban manusia terhadap
sesamanya dan terhadap makhluk-makhluk Allah lainya. Hak-hak Allah tidak berarti bahwa
hak-hak yang diminta oleh Allah karena bermanfaat bagi Allah, karena hak-hak Allah
bersesuaian dengan hak-hak makhluk-Nya.
C. Demokrasi dalam Islam.
Kedaulatan mutlak dan Keesaan Tuhan yang terkandung dalam konsep tauhid dan
peranan manusia yang terkandung dalam konsep khilafah memberikan kerangka yang
dengannya para cedekiawan belakangan ini mengembangkan teori politik tertentu yang
dapat dianggap demokratis. Di dalamnya tercakup definisi khusus dan pengakuan terhadap
kedaulatan rakyat, tekanan pada kesamaan derajat manusia, dan kewajiban rakyat sebagai
pengemban pemerintah. Penjelasan mengenai demokrasi dalam kerangka konseptual Islam,
banyak memberikan perhatian pada beberapa aspek khusus dari ranah sosial dan politik.
Demokrasi Islam dianggap sebagai sistem yang mengukuhkan konsep-konsep Islam yang
sudah lama berakar, yaitu musyawarah (sura’), persetujuan (ijma’), dan penilaian
interpretatif yang mandiri (ijtihad). Seperti banyak konsep dalam tradisi politik Barat,
istilah-istilah ini tidak selalu dikatakan dengan pranata demokrasi dan mempunyai banyak
konteks dalam wacana Muslim dewasa ini. Namun, lepas dari konteks dan pemakaian
lainnya, istilah-istilah ini sangat penting dalam perdebatan menyangkut demokratisasi
dikalangan masyarakat muslim.
Perlunya musyawarah merupakan konsekuensi politik kekhalifahan manusia. Masalah
musyawarah ini juga dengan jelas disebutkan dalam QS, Asy Syuura [42]: 38, yang isinya
berupa perintah kapada para pemimpin dalam kedudukan apapun untuk menyelesaikan
urusan mereka yang dipimpinnya dengan cara bermusyawah. Dengan demikian, tidak akan
terjadi kesewenang-wenangan dari seorang pemimpin terhadap rakyat yang dipimpinnya.
Oleh karena itu “perwakilan rakyat dalam sebuah negara Islam tercermin terutama dalam
doktrim musyawarah (syura’). Dalam bidang politik, umat Islam mendelegasikan
kekuasaan mereka kepada penguasa dan pendapat mereka harus diperhatikan dalam
menangani masalah negara.
Di samping musyawarah ada hal lain yang sangat penting dalam masalah demokrasi,
yakni konsensus atau ijma’. Konsensus memainkan peranan yang menentukan dalam
perkembangan hukum Islam dan memberikan sumbangan sangat besar korpus hukum atau
tafsir hukum. Namun hampir sepanjang sejarah Islam konsensus sebagai salah satu sumber
hukum Islam cenderung dibatasi pada konsensus para cedekiawan, sedangkan konsensus
rakyat kebanyakan mempunyai makna yang kurang begitu penting dalam kehidupan umat
Islam. Namun dalam pemikiran modern muslim modern, potensi fleksibilitas yang

7
terkandung dalam konsep konsensus akhirnya mendapat saluran yang lebih besar untuk
mengembangkan hukum Islam dan menyesuikan dengan kondisi yang terus berubah.
Dalam pengertian yang lebih luas, konsensus dan musyawarah sering dipandang
sebagai landasan yang efektif bagi demokrasi Islam modern. Konsep konsensus
memberikan dasar bagi penerimaan sistem yang mengakui suara mayorita.
Selain syura’ dan ijma’ ada konsep yang sangat penting dalam proses demokrasi
Islam, yakni ijtihad. Bagi para pemikir muslim, upaya ini merupakan langkah kunci menuju
penerapan perintah Tuhan di suatu tempat atau waktu. Musyawarah, konsensus, dan ijtihad
merupakan konsep-konsep yang sangat penting bagi artikulasi demokrasi Islam dalam
kerangka Keesaan Tuhan dan kewajiban-kewajiban manusia sebagai khalifah-Nya.
Meskipun istilah-istilah ini layak diperdebatkan maknanya, namun lepas dari ramainya
perdebatan maknanya di dunia Islam, istilah-istilah ini memberi landasan yang efektif untuk
memahami hubungan antara Islam dengan demokrasi di dunia kontemporar.
D. Sumber Hukum Islam
Menurut QS. An-Nisa [4]: 59, setiap muslim wajib menaati (mengikuti) kemauan
atau kehendak Allah, kehendak Rasul dan kehendak Ulilamri yakni orang yang mempunyai
kekuasaan atau penguasa. Kehendak Allah yang berupa ketetapan tersebut kini tertulis
dalam Al-Qur’an, kehendak Rasulullah sekarang terhimpun dalam kitab-kitab hadis,
kehendak penguasa sekarang termaktub dalam kitab-kitab fikih. Yang dimaksud penguasa
dalam hal ini adalah orang-orang yang memenuhi syarat untuk brijtihad karena “kekusaan”
berupa ilmu pengetahuan untuk mengalirkan (ajaran) hukum Islam dari dua sumber
utamanya yakni Al-Qur’an dan Hadis yang memuat sunnah Nabi Muhammad saw. Yang
ditetapkan Allah dalam Al-Qur’an tersebut kemudian dirumuskan dengan jelas dalam
percakapan antara Nabi Muhammad dengan salah seorang sahabat yang akan ditugaskan
untuk menjadi Gubernur di Yaman. Sebelum Mu’az bin Jabal berangkat ke Yaman, Nabi
Muhammad menguji dengan menanyakan sumber hukum yang akan dia pergunakan untuk
menyelesikan masalah atau sengketa yang dia hadapi di daerah yag baru itu. Pertanyaan itu
dijawab oleh Mu’az bahwa dia akan menggunakan Al-Qur’an. Jawaban itu kemudian
disusul oleh Nabi Muhammad dengan pertanyaan berikut: “Jika tidak terdapat petunjuk
khusus (mengenai suatu masalah) dalam Al-Qur’an bagaimana ?” Mu’az menjawab: “Saya
akan mencarinya dalam sunnah Nabi Muhammad. Kemudian Nabi bertanya:”Kalau engkau
tidak menemukan petujuk pemecahan dalam Sunnah Nabi Muhammad, bagaimana ?
Kemudian Mu’az menjawab: ”jika demikian saya akan berusaha sendiri mencari sumber
pemecahannya dengan mempergunakan akal saya dan akan mengikuti pendapat saya itu.
Nabi sangat senang atas jawaban Mu’az itu dan berkata: “Aku bersyukur kepada Allah
yang telah menuntun utusan Rasul-Nya”
Dari Hadis yang dikemukakan, para ulama menyimpulkan bahwa sumber hukum
Islam ada tiga, yakni: Al-Qur’an, As-Sunnah dan akal pikiran orang yang memenuhi syarat
untuk berijtihad. Akal pikiran ini dalam kepustakaan hukum Islam diistilahkan denga al-
ra’yu, yakni pendapat orang atau orang-orang yang memenuhi syarat untuk menentukan
nilai dan norma pengukur tingkah laku manusia dalam segala hidup dan kehidupan. Ketiga
sumber itu merupakan rangkaian kesatuan dengan urutan seperti yang sudah disebutkan.
Al-Qu’an dan An-Sunnah merupakan sumber utama ajaran Islam, sedangkan al-ra’yu
merupakan sumber tambahan atau sumber pengembangan.
E. Fungsi Hukum Islam dalam Kehidupan Bermasyarakat
Fungsi hukum Islam dalam kehidupan bermasyarakat sebenarnya cukup banyak,
namun dalam pembahasan ini hanya akan dikemukakan peranan utamanya saja, yakni:
a. Fungsi ibadah, fungsi paling utama hukum Islam adalah untuk beribadah kepada Alah
SWT
b. Fungsi amar m’ruf nahi munkar,
c. Fungsi zawajir
8
d. Fungsi tanzim wa Islah al-Ummah.
Fungsi hukum Islam selanjutnya adalah sebagai sarana untuk mengatur sebaik
mungkin dan memperlancar proses interaksi sosial sehingga terwujudlah masyarakat yang
harmonis, aman dan sejahtara.
F. Kontribusi Umat Islam dalam Perumusan dan Penegakan Hukum
Kotribusi Umat Islam dalam perumusan dan penegakan hukum pada akhir-akhir ini
semakin nampak jelas dengan diundangkannya beberapa peraturan perundang-undangan
yang barkaitan dengan hukum Islam, seperti misalnya Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan; Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977
Tentang Perwakafan tanah Milik; Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam; Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38
Tahun 1999 Tentang pengelolaan Zakat; dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Adapun upaya yang harus dilakukan untuk menegakkan hukum Islam dalam praktik
bermasyarakat dan bernegara memang harus melalui proses, yakni proses kultural dan
dakwah. Apabila Islam sudah memasyarakat, maka sebagai konsekwensinya hukum harus
ditegakkan. Di dalam negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, kebebasan
mengeluarkan pendapat atau kebebasan bepikir wajib ada. Kebebasan mengeluarkan
pendapat ini diperlukan untuk mengembangkan pemikiran hukum Islam yang betul-betul
teruji, baik dari segi pemahaman maupun dalam segi pengembangannya.
Dalam ajaran Islam ditetapkan bahwa umat Islam mempunyai kewajiban untuk
mentaati hukum yang ditetapkan Allah. Masalahnya kemudian, bagaimanakah sesuatu yang
wajib menurut hukum Islam, menjadi wajib pula menurut perundang-undangan. Hal ini
jelas diperlukan proses dan waktu untuk merealisasikannya.

3
9
AKHLAK MULIA DALAM KEHIDUPAN
Pada dasarnya manusia harus mengetahui dan mempunyai wawasan yang
berkaitan dengan moral atau dalam istilah Islam adalah akhlak. Dengan adanya wawasan
tentang moral atau akhlak, manusia akan mampu membedakan mana yang baik dan mana
yang buruk, sehingga akan berupaya melakukan kebaikan-kebaikan dan menghindarkan
diri dari perbuatan yang tidak baik.

A. Pengertian, Etika, moral dan Akhlak


Etika adalah sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu
masyarakat tertentu. Etika lebih banyak dikaitkan dengan ilmu atau filsafat, karena itu
yang menjadi standar baik dan buruk adalah akal manusia. Jadi etika adalah talaah dan
penilaian kelakuan manusia ditinjau dari sudut rukun kesusilaan. bahkan kesusilaan dapat
dipandang baik sebagai ukuran kelakuan yang disusun oleh perseorangan bagi diri
sendiri atau kumpulan yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Moral secara lugawi berasal dari bahasa latin “mores” kata jamak dari kata “mos”
yang berarti adat kebiasaan lahir saja, susila. Yang dimaksud adat kebiasaan dalam hal ini
adalah tindakan manusia yang sesuai dengan ide-ide umum yang diterima oleh
masyarakat, mana yang baik dan wajar. Jadi bisa juga dikatakan moral adalah perilaku
yang sesuai dengan ukuran-ukuran tindakan yang oleh umum diterima meliputi kesatuan
sosial atau lingkungan tertentu. Jadi moral adalah tata tertib tingkah laku yang dianggap
baik dan luhur dalam suatu lingkungan atau masyarakat.
Kata akhlak merupakan bentuk jamak dari kata “khuluk” secara etimologis artinya
adalah budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi’at. Sedangkan secara terminologis
akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang terbaik dan
tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan bathin.
Dalam definisi yang agak panjang Ahmad Amin menjelaskan bahwa akhlak adalah
ilmu yang menjelaskan baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh
sebagian manusia kepada yang lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh
manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukan jalan untuk melakukan apa yang harus
diperbuat.
Menurut Imam Al-Gazali :”Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang
daripadanya timbul perbuatan-perbuatan yang mudah, dengan tidak membutuhkan pikiran
dan pertimbangan”.
Perbedaan antara akhlak dengan etika dan moral dapat dilihat dari segi standar
ukuran baik dan buruk yang digunakannya. Akhlak menggunakan standar baik dan buruk
dengan berdasarkan Al-Qura’an dan Sunnah Rasul. Etika dan moral berdasarkan adat
istiadat atau kesepakatan yang dibuat oleh suatu masyarakat.
Dalam pandangan Islam, kedudukan akhlak sangat penting, karena akhlak yang
baik merupakan cerminan jiwa seseorang, yang pada dasarnya akumulasi dari aqidah dan
syariah dalam diri seseorang. Inilah yang merupakan misi kerasulan Muhammad SAW
sebagaimana sabdanya:
“Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia”. (H.R. Ahmad).
Al-Qur’an menyatakan keagungan akhlak beliau (QS. Al-Qalam[68] : 4)
B. KArakteristik Etika Islam (Akhlak)
Berbeda dengan etika filsafat, etika Islam mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Etika Islam mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang baik dan
manjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk
2. Etika Islam menetapkan bahwa yang menjadi sumber moral, ukuran baik buruknya
perbuatan, didasarkan kepada ajaran Allah SWT.
3. Etika Islam bersifat universal dan komprehensif, dapat diterima dan dijadikan
pedoman oleh seluruh umat manusia disegala waktu dan tempat.
10
4. Etika Islam mengatur dan mengarahkan fitrah manusia kejenjang akhlak luhur dan
meluruskan perbuatan manusia.
C. Hubungan Tasawuf dengan Akhlak
Tasawuf adalah sebuah sarana yang berusaha memberikan pencerahan kepada
seluruh umat manusia agar dapat menempuh jalan hidup yang lurus dan benar, serta
tercapainya hakikat kebahagiaan hidup. Pelakunya disebut dengan istilah sufi yaitu
mereka yang berusaha mensucikan lahir dan batinnya dengan mengikuti ajaran yang
tertuang dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW.
Tasawuf adalah proses pendekatan diri kepada Tuhan dengan cara mensucikan
hati sesuci-sucinya. Tuhan yang Maha Suci tidak dapat didekati kecuali oleh orang yang
suci hatinya. Cara bagaimana mensucikan hati dijelaskan dalam ilmu tasawuf. Dalam
pengamalan tasawuf tidak dapat lepas dari fiqih, sebab fiqih merupakan aspek zhahir
ajaran Islam sementara tasawuf merupakan aspek bathinnya. Islam yang sebenarnya
adalah paduan aspek zhahir dan bathin secara seimbang.
Orang yang suci hatinya akan tercermin dalam air muka dan perilakunya yang
baik (akhlak mahmuda). Akhlak yang baik sebenarnya merupakan gambaran dari hati
yang suci, sebaliknya akhlak yang buruk merupakan gambaran hati yang busuk. Dengan
demikian, agar seorang mukmin memiliki akhlak yang baik (akhlak mahmudah) adalah
dengan mengamalkan tasawuf secara sistimatis. Yaitu Ada al-wajibaat (melaksanakan
semua kewajiban) ada al-naafilaat (melaksnakan yang sunat-sunat) dan al-riyaadlooh
(latihan spiritual). Inti riyaadlooh dalam tasawuf adalah zikir.
D. Akhlak Terhadap Allah, Manusia, HAM dan Lingkungan Hidup
1. Akhlak terhadap Allah, meliputi:
- Mentauhidkan Allah (QS. Al-Ikhlas [112 : 1-4)
- Beribadah kepada Allah. Hal ini merupakan konsekwensi logis daripada adanya
iman kepada Allah. (QS. Az-Zariyaat [51] : 56)
- Berzikir kepada Allah, mengingat Allah dalam berbagai situasi dan kondisi baik
diucapkan dengan mulut maupun dalam hati. (QS. Ar-Ra’d [13] ; 28)
- Tawakkal kepada Allah. (QS. Huud [11] ; 123)
- Tawadhu kepada Allah, yaitu rendah hati dihadapan Allah, sebagaimana Hadis
Nabi Muhammad SAW: “Sedekah tidak mengurangi harta dan Allah tidak
menambah selain kehormatan pada seseorang yang memberi maaf dan tidak
seorang yang tawadhu secara ikhlas karena Allah, melainkan dimuliakan Allah”
(HR. Muslim)
2. Akhlah Terhadap Manusia dan H A M
a. Akhlak kepada diri sendiri, meliputi:
- Sabar (QS. Al-Baqarah [2]: 153)
- Syukur (QS.An-Nisa [4]: 140)
- Tawadhu (QS. Luqman [31] : 18-19)
- Iffah, yaitu pengendalian diri dari perbuatan terlarang. (QS. An-Nisa [4] : 6)
- Amanah (QS. Al-Baqarah [2] : 282-283)
- Syaja’ah, yaitu berani dalam kebenaran. (QS. At-Taubah [9]: 111).
b. Akhlak kepada Kedua Orang Tua, yaitu berbuat baik kepada keduanya dan
mendo’kannya, baik ketika masih hidup maupun setelah meninggal dunia (QS. Al-
Israa’ [17]: 23-24)
c. Akhlak kepada keluarga, yaitu mengembangkan kasih sayang, keadilan dan
perhatian (QS. An-Nahl [16]: 90)
d. Akhlak kepada tetangga, yaitu berbuat baik dan menghormatinya (QS. An-Nisa [4]:
36)
Sabda Rasulullah SAW. :

11
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat janganlah menyakiti
hati tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat
hendaklah memuliakan tamunya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan
Hari Akhirat hendaklah berkata yang baik atau diam “ (H.R. Bukhari).
e. Akhlak terhadap Lingkungan.
Berakhlak terhadap lingkungan hidup adalah dimana manusia menjalin dan
mengembangkan hubungan yang harmonis dengan alam sekitarnya. Allah
menyediakan kekayaan alam yang melimpah hendaknya disikapi dengan cara
mengambil dan memberi manfaat dari dan kepada alam serta tidak dibenarkan
segala bentuk perbuatan yang merusak alam. Alam yang terkelolah dengan baik
dapat memberi manfaat berlipat ganda, sebaliknya alam yang dibiarkan merana dan
diambil manfaatnya saja justru mendatangkan malapetaka bagi manusia. (QS. Al-
Qasas [28] .

4
12
KEWAJIBAN MENUNTUT DAN MENGAMALKAN ILMU
PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

A. Konsep Ilmu Pengetahuan, Teknologi (IPTEK)


Ilmu adalah pengetahuan yang sudah diklasifikasikan, diorganisasi, disistimatisasi,
dan diinterpretasi, menghasilkan kebenaran obyektif, sudah diuji kebenarannya, dan dapat
diuji ulang secara ilmiah.
Secara Etimologis, kata ilmu berarti kejelasan, karena itu segala yang terbentuk dari
akar katanya ciri kejelasan. Kata ilmu dengan berbagai bentuknya terulang 854 kali
dalam Al-Quar’an. Kata ini digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan
obyek pengetahuan. Setiap ilmu membatasi diri pada salah satu bidang kajian. Oleh sebab
itu seseorang yang memperdalam ilmu-ilmu tertentu disebut sebagai spesialis. Dari sudut
pandang filsafat, ilmu lebih khusus dibandingkan dengan pengetahuan.
Teknologi merupakan salah satu budaya sebagai hasil penerapan praktis dari ilmu
pengetahuan. Teknologi dapat membawa dampak positif berupa kemajuan dan
kesejahteraan bagi manusia, tetapi juga sebalikya dapat membawa dampak negatif berupa
ketimpangan-ketimpangan dalam kehidupan manusia dan alam semesta yang berakibat
kehancuran alam semesta. Oleh sebab itu teknologi bersifat netral, artinya bahwa
teknologi dapat digunakan untuk kemanfaatan sebesar-besarnya atau bisa juga digunakan
untuk kehancuran manusia itu sendiri. Adapun seni termasuk bagian dari budaya
manusia, sebagai hasil ungkapan akal dan budi manusia dengan segala prosesnya. Seni
merupakan hasil ekspresi jiwa yang berkembang menjadi bagian dari budaya manusia.
Dalam pemikiran Islam, ada dua sumber ilmu, yaitu wahyu dan akal. Keduanya
tidak boleh dipertentangkan. Manusia diberi kebebasan dalam mengembangkan akalnya
dengan catatan dalam pengembangannya tetap terikat dengan wahyu dan tidak
bertentangan dengan syari’at. Atas dasar itu ilmu terbagi dua bagian, yaitu ilmu yang
besifat abadi (perennial knowledge), tingkat kebenarannya bersifat mutlak (absolute),
karena bersumber dari wahyu Allah, dan ilmu yang bersifat perolehan (aquired
knowledge), tingkat kebenarannya bersifat nisbi (relative), karena bersumber dari akal
pikiran manusia.
B. Integrasi Iman, Ipteks, dan Amal
Islam merupakan ajaran agama yang sempurna. Kesempurnaannya dapat
tergambar dalam keutuhan inti ajarannya. Ada tiga inti ajaran Islam, yaitu Iman, Islam,
dan Ihsan. Ketiga inti ajaran itu teritegrasi didalam sebuah sistem ajaran yang disebut
Dinul slam.
Iman, Ilmu, dan Amal merupakan satu kesatuan yang utuh, tidak dapat dipisahkan
antara satu sama lain. Iman diidentikan dengan akar dari sebuah pohon yang menopang
tegaknya ajaran Islam. Ilmu bagaikan batang dan dahan pohon itu yang mengeluarkan
cabang-cabng ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Sedangkan amal ibarat buah dari
pohon. Ipteks yang dikembangkan diatas nilai-nilai iman dan takwa akan menghasilkan
amal shaleh bukan kerusakan amal.
Perbuatan baik seseorang tidak akan bernilai amal shaleh apabila perbuatan tersebut
tidak dibangun diatas nilai-nilai iman dan takwa. Sama halnya pengembangan ipteks yang
lepas dari keimanan dan ketakwaan, tidak akan bernilai ibadah serta tidak akan
menghasilkan kemaslahatan bagi umat manusia dan alam lingkungannya apabila tidak
dikembangkan atas dasar nilai-nilai iman dan takwa.

D. Keutamaan Orang Beriman dan Barilmu

13
Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna.
Kesempurnaannya karena dibekali seperangkat potensi yang paling utama dalam diri
manusia adalah akal. Akal berfungsi untuk berpikir, dan hasil pemikirannya itu adalah
ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu-ilmu yang dikembangkan atas dasar keimanan dan
ketakwaan kepada Allah SWT, akan memberikan jaminan kemaslahatan bagi kehidupan
umat manusia termasuk bagi lingkungkungannya.
Berkenaan dengan keutamaan orang-orang yang berilmu, Al-Ghazalai mengatakan,
“Barang siapa berilmu,membimbing manusia dan memanfaatkan ilmunya bagi orang lain,
bagaikan matahari, selain menerangi dirinya, juga menerangi orang lain. Dia bagaikan
minyak kesturi yang harum dan menyebarkan keharumannya kepada orang yang
berpapasan dengannya.
Dari pernyataan diatas tampak bahwa Al-Ghazali sangat menghargai orang yang
berilmu dan mengamalkan ilmunya dengan ikhlas. Salah satu pengamalannya adalah
mengajarkan kepada orang lain.
D. Tanggungjawab Ilmuwan Terhadap Lingkungannya
Ada dua fungsi utama manusia didunia, yaitu sebagai ‘abdun (hamba Allah) dan
sebagai khalifah Allah dibumi. Esensi dari ‘abdun adalah ketaatan, ketundukan, dan
kepatuhan kepada kebenaran dan keadilan Allah. Adapun esensinya sebagai khalifah
Allah dimuka bumi, ia mempunyai tanggungjawab untuk menjaga keseimbangan alam
dan ligkungannya tempat mereka tinggal. Manusia diberikan kebebasan untuk
mengeksplorasi, menggali sumber-sumber daya, serta memanfaatkannya dengan sebesar-
besar kemanfaatan. Karena alam diciptakan untuk kehidupan manusia sendiri, untuk
menggali potensi alam dan memanfaatkannya diperlukan ilmu pengetahuan yang
memadai.

5
14
KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
A. Pengertian Kerukunan
Kata kerukunan mengandung pengertian, saling pengertian, saling membantu, dan
saling memberikan kemudahan. Dalam bahasa Arab kata kerukunan semakna dengan
kata fasamuh, saling bermurah hati, saling memberikan kemudahan atau ta’awwun, yang
berarti saling membantu. QS. Al-Maidah [5]: 2.
Arti :” Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan
jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”
Dalam bahasa pepuler, kerukunan hidup bagi umat beragama sering digunakan kata
toleransi atau tasamuh, artinya berlapang dada bila orang lain berbeda dengan dirinya.
Kata tersebut menunjukkan sikap yang memiliki keluasan pandangan dalam menghadapi
aneka ragam perbedaan pendapat atau keyakinan. Sebaliknya sikap tidak toleran
menandakan kesempitan dan kekerdilan bila orang lain berbeda pendapat atau pendirian.
Perbedaan dalam kehidupan umat beragama dapat terjadi pada umat yang berbeda
agama, dan dapat pula terjadi pada umat seagama karena berbeda pemikiran, baik dalam
bentuk aliran maupun pemikiran secara individual. Perlunya penekanan akan kerukunan
hidup bagi umat beraagama karena masalah agama adalah masalah yang sensitif, yang
berkaitan dengan keyakinan sehingga sering tidak rasional,dan cendrung emosional,
karena itu perlu kearifan dalam menyikapi perbedaan-perbedaan yang terjadi sehingg
ada peran yang seimbang antara rasio, emosi, dan keyakinan
B. Agama Islam Merupakan Rahmat Bagi Seluruh Alam
Kata Islam berarti damai , selamat, sejahtera, penyerahan diri, taat, dan patuh.
Pengertian tersebut menunjukkan bahwa agama Islam adalah agama yang mengandung
ajaran untuk menciptakan kedamaian, keselamatan, dan kesejahteraan kehidupan manusia
pada khususnya dan semua makhluk Allah pada umumnya, serta penyerahan diri,
mentaati, dan mematuhi ketentuan-ketentuan Allah.
Menurut ajaran Islam, manusia yang diberikan amanat oleh Allah untuk menjadi
khalifah dibumi, harus dapat menciptakan kemaslahatan bagi sesama makhluk Allah.
Artinya bahwa, setiap perbuatan yang dilakukan manusia harus memberikan kebaikan
dan tidak boleh merugikan atau menyakiti pihak lain dengan cara menegakkan aturan
Allah. Itulah wujud rahmat dari agama Islam sebagaimana dinyatakan oleh Allah dalam
QS. Al-Anbiya [21]: 107, ketika menjelaskan visi Rasulullah untuk menyampaikan
agama Islam bagi umat manusia, yang artinya: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu,
melaikan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.
C. Ukhuwah Islamiyah dan Ukhuwah Insaniyah
Kata Ukhuwah berarti persaudaraan, maksudnya perasaan simpati dan empati
antara dua orang atau lebih. Masing-masing pihak memiliki satu kondisi atau perasaan
yang sama, baik suka maupun duka, baik senang maupun sedih. Jalinan perasaan itu
menimbulkan sikap timbal balik untuk saling membantu bila pihak lain mengalami
kesulitan dan sikap untuk saling membagi kesenangan kepada pihak lain bila salah satu
pihak menemukan kesenangan. Ukhuwah atau persaudaraan berlaku sesama umat Islam,
yang disebut ukhuwah Islamiyah, dan berlaku pada semua umat manusia secara
universal tanpa membedakan agama, suku, dan aspek-aspek kekhususan lainnya, yang
disebut ukhuwah insaniyah.
Konsep persaudaraan sesama manusia, ukhuwah Insaniyah dilandasi oleh ajaran
bahwa semua umat manusia adalah makhluk Allah. Sekalipun Allah memberikan
petunjuk kebenarandalam bentuk ajaran Islam, tetapi Allah juga memberikan kebebasan
kepada setiap manusia untuk memilih jalan hidup berdasarkan pertimbangan rasionya.
Karena itu sejak awala penciptaan, Allah tidak tetapakan manusia sebagai satu umat,
padahal Allah kuasa bila mau. Itulah fitrah manusia, sebagaimana Allah jelaskan dalam
15
QS. Al-Maidah [5]: 48. Artinya; “ Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu
dijadikan-Nya satu umat, tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya
kepadamu”
Perbedaan agama yang terjadi diantara umat manusia merupakan konsekwensi dari
kebebasan yang diberikan oleh Allah, maka perbedaan agama itu tidak menjadi
penghalang bagi manusia untuk saling berinteraksisosial dan saling membantu, selama
masih bersifat kemanusiaan
D. Kebersamaan Umat Beragama dalam Kehidupan Sosial
Umat manusia mempunyai tanggung jawab bersama untuk menciptakan harmoni
kehidupan sosial. Masing-masing elemen masyarakat berkewajiban melaksanakan peran
sosial sesuai dengan bidang tugas dan kemampuannya. Konstribusi sosial yang
ditekankan oleh Islam adalah kebaikan dan tidak berbuat kerusakan. (QS. al-Qasas [28]:
77).
Prinsip tolong menolong sesama manusia makna universalisme nilai-nilai kebaikan
yang diinginkan oleh setiap manusia. Nilai-nilai itu didalam Al-Qur’an diformulasikan
dengan amar ma’ruf nahi munkar

6
HAKIKAT, MARTABAT DAN TANGGUNG JAWAB MANUSIA

16
A. Konsep Manusia dalam Berbagai Perspektif
Al-Qur’an memandang manusia memiliki tiga aspek pembentukan totalitas yang
secara tegas dapat dibedakan, namun secara pasti tidak dapat dipisahkan. Ketiga aspek itu
adalah aspek jasmaniah (fisik, biologis), asfek nafsiah (psikis, psiologis), dan asfek
ruhaniah (spiritual, transedental). Manusia sebagai basyar tunduk pada takdir Allah,
sama dengan makhluk lain. Manusia sebagai insan dan al-nas bertalian dengan hembusan
Ilahi atau roh Allah yang memiliki kebebasan dalam memilih untuk tunduk atau
menentang takdir Allah.
Menurut pandangan Murtadlo Mutahhari manusia adalah makhluk serba dimensi.
Dimensi pertama, secara fisik manusia hampir sama dengan hewan, membutuhkan
makan, minum, istirahat, dan menikah, supaya ia dapat hidup, tumbuh, dan berkembang.
Dimensi kedua, manusia memiliki sejumlah emosi yang bersifat etis, yaitu ingin
memperoleh keuntungan dan menghindari kerugian. Dimensi ketiga, manusia
mempunyai perhatian terhadap keindahan. Dimensi keempat, manusia memiliki dorongan
untuk menyembah Tuhan. Dimensi kelima, manusia memiliki kemampuan dan kekuatan
yang berlipat ganda, karena ia dikarunia akal, fikiran dan kehendak bebas, sehingga ia
mampu menguasai hawa nafsu dan dapat menciptakan keseimbangan dalam hidupnya.
Dimensi keenam, manusia mampu mengenal dirinya sendiri. Jika ia sudah mengenal
dirinya, ia akan mencari dan ingin mengetahui siapa penciptanya, mengapa ia diciptakan,
dari apa ia diciptakan (Ali-Imran : 59, Al-Kahfi : 37, Al-Hajj : 5), bagaimana proses
penciptaannya, dan untuk apa ia diciptakan. (Al-Mukminun : 12-14)
B. Eksistensi dan Martabat Manusia
Al-Qur’an menggambarkan manusia sebagai makhluk pilihan Tuhan, sebagai
khalifahnya dimuka bumi, serta sebagai makhluk semi-samawi, yang dalam dirinya
ditanamkan sifat mengakui Tuhan, bebas terpercaya, rasa tanggung jawab terhadap
dirinya maupun alam semesta, serta karunia keunggulan atas alam semesta, langit dan
bumi. Manusia dipusakai dengan kecenderungan ke arah kebaikan maupun kejahatan.
Kemaujudan manusia dimulai dari kelemahan dan ketidakmampuan, yang kemudian
bergerak kearah kekuatan, tetapi hal itu tidak akan menghapuskan kegelisahan, kecuali
manusia dekat dengan Tuhan dan mengingat-Nya. Kapasitas manusia tidak terbatas, baik
dalam kemampuan belajar maupun dalam menerapkan ilmu. Manusia memilki suatu
keluhuran dan martabat naluriah. Motivasi dan pendorong manusia, dalam banyak hal,
tidak bersifat kebendaan. Manusia dapat secara leluasa memanfaatkan rahmat dan
karunia yang dilimpahkan kepada dirinya, namun pada saat yang sama, manusia harus
menunaikan kewajiban kepada Tuhan. (lihat dalam Al-Qur’an surat Az-Zaariyaat : 56)
C. Tanggung Jawab Manusia Sebagai Hamba dan Khalifah Allah
Sebagai makhluk Allah, manusia mendapat amanah Allah, yang harus
dipertanggung jawabkan dihadapan-Nya. Tugas hidup yang dipikul manusia di muka
bumi adalah tugas kekhalifaan, yaitu tugas kepemimpinan, wakil Allah di muka bumi
untuk mengelolah dan memelihara alam. (lihat Al-Qur’an surat Al-Baqarah : 30)
Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang kekuasaan. Manusia menjadi
khalifah, berarti manusia memperoleh mandat Tuhan untuk mewujudkan kemakmuran di
muka bumi. Kekuasaan yang diberikan kepada manusia bersifat kreatif, yang
memungkinkan dirinya mengolah serta mendayagunakan apa yang ada di muka bumi
untuk kepentingan hidupnya sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Allah.
Agar manusia dapat menjalankan kekhalifahannya dengan baik, Allah telah
mengajarkan kepada manusia kebenaran dalam segala ciptaan-Nya dan melalui
pemahaman serta penguasaan terhadap hukum-hukum yang terkandung dalam ciptaan-
Nya, manusia dapat menyusun konsep-konsep serta melakukan rekayasa membentuk
wujud baru dalam alam kebudayaan.

17
Di samping peran manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi yang memiliki
kebebasan, ia juga sebagai hamba Allah (‘abdullah). Seorang hamba Allah harus taat dan
patuh kepada perintah Allah.
Kekuasaan manusia sebagai khalifah Allah dibatasi oleh aturan-aturan dan
ketentuan-ketentuan yang telah digariskan olah yang diwakilinya, yaitu hukum-hukum
Tuhan baik yang tertulis dalam kitab suci (Al-Qu’an), maupun yang tersirat dalam
kandungan alam semesta (al-Kaun). Seorang wakil yang melanggar batas ketentuan yang
diwakili adalah wakil yang mengingkari kedudukan dan perannya, serta menghianati
kepercayaan yang diwakilinya. Oleh karena itu, ia diminta pertanggung jawaban
terhadap penggunaan kewenangannya dihadapan yang diwakilinya, sebagaiman Firman
Allah dalam QS.Faathir [35]: 39.
Makna yang esensial dari kata ‘abd (hamba) adalah ketaatan, ketundukkan dan
kepatuhan. Ketaatan, ketundukkan, dan kepatuhan manusia hanya layak diberikan kepada
Allah yang dicerminkan pada kebenaran dan keadilan.
Dua peran yang dipegang manusia di muka bumi, sebagai khalifah dan ‘abd
merupakan keterpaduan tugas dan tanggung jawab yang malahirkan dinamika hidup yang
serat dengan kreatifitas dan amaliah yang selalu berpihak pada nilai-nilai kebenaran.
Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami, bahwa kualitas kemanusiaan sangat
tergantung pada kualitas komunikasinya dengan Allah melalui ibadah dan kualitas
intraksi sosialnya dengan sesama manusia melalui muamlah.
D. Manusia Makhluk Allah yang Paling Sempurna
Menurut Islam, manusia berasal dari keturunan yang sama yaitu dari seorang diri
(Adam) dan dari padanya diciptakan istrinya (Hawa). Kemudian dari keduanya
berkembang biak menjadi bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Tidak ada yang memiliki
superioritas etnis dan bangsa, yang termulia ialah yang paling bertakwa kepada Allah
SWT. ( QS. Al-Hujurat [49]: 13). Kewajiban dan tujuan hidup manusia ialah ibadah
kepada Penciptanya (Allah,SWT).

7
AGAMA SEBAGAI SUMBER MORAL

18
Agama memiliki peranan penting dalam usaha menghapus krisis moral dengan
menjadikan agama sebagai sumber moral. Allah SWT telah memberikan agama sebagai
pedoman dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Dalam konteks Islam sumber moral
itu adalah Al-Qur’an dan Hadits.
Menurut kesimpulan A.H. Muhaimin dalam bukunya Cakrawala Kuliah Agama
bahwa ada beberapa hal yang patut dihayati dan penting dari agama, yaitu:
- Agama itu mendidik manusia menjadi tenteram, damai, tabah, dan tawakal
- Agama itu dapat membentuk dan mencetak manusia menjadi: berani berjuang
menegakkan kebenaran dan keadilan, sabar, dan takut berbuat dosa
- Agama memberi sugesti kepada manusia agar dalam jiwanya tumbuh sifat-sifat
mulia dan terpuji, toleransi, dan manusiawi.
Dengan demikian peran agama sangat penting dalam kehidupan manusia, salah
satunya, sebagai sumber akhlak. Agama yang diyakini sebagai wahyu dari Tuhan sangat
efektif dan memiliki daya tahan yang kuat dalam mengarahkan manusia agar tidak
melakukan tindakan amoral
Sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya yang kemudian melahirkan
perbuatan yang baik, maka itulah yang dinamakan akhlak mulia. Jika tidak sesuai
dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya, maka dinamakan akhlak tercela.
Menurut Imam Al-Ghazali ada empat sendi yang menjadi dasar bagi perbuatan-
perbuatan baik, yaitu:
 Kekuatan ilmu yang berwujud hikmah, yaitu bisa menentukan benar dan salah
 Kekuatan amarah yang wujudnya adalah berani, keadaan kekuatan amarah yang
tunduk kepada akal pada waktu dinyatakan atau dikekang.
 Kekuatan nafsu syahwat (keinginan) yang wujudnya adalah iffah, yaitu keadaan
syahwat yang terdidik oleh akal.
 Kekuatan keseimbangan di antara yang tiga di atas.
Empat sendi akhlak tersebut akan melahirkan perbuatan-perbuatan baik, yaitu
jujur, suka memberi kepada sesama, tawadu, tabah, berani membela kebenaran,
menjaga diri dari hal-hal yang haram. Sementara empat sendi-sendi akhlak batin yang
tecela adalah.
 Keji, pintar busuk, bodoh
 Tidak bisa dikekang
 Rakus dan statis
 Aniaya
Keempat sendi akhlak tercela itu akan melahirkan berbagai perbuatan yang
tercela yang dikendalikan oleh nafsu seperti sombong, khianat, dusta, serakah, malas,
kikir, dll. yang akan mendatangkan malapetaka bagi diri sendiri maupun orang lain.
Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang
seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik.
Islam menjadikan kebersihan sebagian dari iman. Seseorang muslim harus suci,
bersih dari pakaian maupun tempat, terutama saat akan melaksanakan beribadah
kepada Allah, disamping suci dari kotoran maupun hadas.
Makan dan minum merupakan kebutuhan vital bagi tubuh manusia, jika tidak
ada makan dan minum dalam keadaan tertentu yang normal maka manusia akan mati.
Allah SWT memerintahkan kepada manusia agar makan dan minum dari yang halal
dan tidak berlebihan.
Menjaga kesehatan bagi seorang muslim adalah wajib dan merupakan bagian dari
ibadah kepada Allah SWT dan sekaligus melaksanakan amanah dari-Nya.
Dari segi kebutuhan alaminya, badan manusia perlu ditutup dan dilindungi dari
gangguan bahaya alam sekitarnya, seperti dingin, panas dll. Karena itu Allah SWT

19
memerintahkan manusia menutup auratnya dan Allah menciptakan bahan-bahan di
alam ini untuk dibuat pakaian sebagai penutup badan.
Taubat adalah meninggalkan seluruh dosa dan kemaksiatan, menyesali
perbuatan dosa yang telah lalu dan berkeinginan teguh untuk tidak mengulangi lagi
perbuatan dosa tersebut pada waktu yang akan datang.
Muraqabah adalah rasa kesadaran seorang muslim bahwa dia selalu diawasi
oleh Allah SWT. Dengan demikian dia tenggelam dengan pengawasan Allah dan
kesempurnaan-Nya sehingga ia merasa akrab, merasa senang, merasa berdampingan,
dan menerima-Nya serta menolak selain Dia.
Bermuhasabah, Yang dimaksud dengan muhasabah adalah menyempatkan diri
pada suatu waktu untuk menghitung-hitung amal hariannya. Apabila terdapat
kekurangan padayang diwajibkan kepadanya maka menghukum diri sendiri dan
berusaha memperbaikinya.Mujahadah adalah berjuang, bersungguh-sungguh,
berperang melawan hawa nafsu.

8
PERANAN AGAMA DALAM MEWUJUDKAN PERSATUAN

20
DAN KESATUAN BANGSA

Pengertian Persatuan dan Kesatuan. Persatuan/kesatuan berasal dari kata


satu yang berarti utuh atau tidak terpecah-belah. Persatuan/kesatuan
mengandung arti “bersatunya macam-macam corak yang beraneka ragam menjadi
satukebulatan yang utuh dan serasi. p e r s a t u a n d a n k e s a t u a n B a n g s a Indonesia
berarti persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia. Persatuan itu didorong
untuk mencapai kehidupan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan
berdaulat.
Pentingnya Persatuan dan Kesatuan Bangsa, Persatuan dan kesatuan bangsa
merupakan hal yang sangat penting demi berlangsungnya kehidupan suatu
bangsa. Ada beberapa hal yang dapat menjadi perekat persatuan dan
kesatuan bangsa diantaranya adalah bahasa dan agama. Agama Islam yang
merupakan agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk Indonesia secara
historis telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam mewujudkan
persatuan dan kesatuan bangsa baik ketika merebut kemerdekaan maupun
pasca kemerdekaan.
Agama adalah prinsip kepercayaan kepada Tuhan dengan aturan-aturan syariat
tertentu. Dapat dikatakan bahwa agama adalah sebuah kepercayaan. Agama merupakan
aspek yang sangat penting dalam kehidupan. Dengan adanya agama membuat hidup
manusia menjadi teratur dan terarah. Agama dalam hal ini agama Islam mengatur
kehidupan umatnya di berbagai aspek seperti ekonomi, sosial, budaya, politik,
pendidikan, akhlak, ilmu pengetahuan dan lain sebagainya.
Politik adalah hal-hal yang berkenaan dengan tata negara, urusan yang
mencakup siasat dalam pemerintahan negara atau terhadap negara lain-
lain. Politik dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyâsah. Politik artinya
adalah mengurusi urusan umat. Berkecimpung dalam dunia politik berarti
memperhatikan kondisi kaum Muslim dengan cara menghilangkan kezaliman penguasa
dan melenyapkan kejahatan kaum kafir atas mereka.
Politik Islam berarti mengurusi urusan masyarakat melalui kekuasaan, melarang
dan memerintah, dengan landasan hukum/syariah Islam. Landasan hukum Islam
tersebut adalah Al-quran.
A.    Kontribusi Agama Dalam Bidang Politik.
Agama itu sangat penting disegala aspek kehidupan umat manusia selain itu
agama juga berperan untuk menenangkan jiwa dan raga. Dengan agama kita akan lebih
bijak menyikapi sesuatu.  Oleh karena itu agama itu dibutuhkan oleh setiap umat
manusia.
 Islam adalah solusi segala permasalahan di dunia ini dengan kesempurnaan
ajarannya (syumul). Kesempurnaan ajaran Islam dapat ditelaah dari sumber aslinya,
yaitu Alquran dan Sunnah yang mengatur pola kehidupan manusia, mulai dari hal
terkecil hingga terbesar baik ekonomi, sosial, politik, hukum, ketatanegaraan, budaya,
seni, akhlak/etika, keluarga, dan lain-lain. Bahkan, bagaimana cara membersihkan najis
pun diatur oleh Islam.
Ajaran Islam merupakan rahmatan lil 'alamin (rahmat bagi semesta alam),
artinya Islam selalu membawa kedamaian, keamanan, kesejukan, dan keadilan bagi
seluruh makhluk hidup yang berada diatas dunia. Islam tidak memandang bentuk atau
rupa seseorang dan membedakan derajat atau martabat manusia dalam level apapapun.
Islam menghormati dan memberikan kebebasan kepada seseorang untuk menganut
suatu keyakinan atau agama tanpa memaksakan ajaran Islam tersebut dijalankan (laa
ikrahaa fiddiin).

21
Islam bukanlah semata agama (a religion) namun juga merupakan sistem politik
(a political sistem), Islam lebih dari sekedar agama. Islam mencerminkan teori-teori
perundang-undangan dan politik. Islam merupakan  sistem peradaban yang lengkap,
yang mencakup agama dan negara secara bersamaan. Dalam hal politik Islam mengatur
bagaimana seorang pemimpin harus bersikap terhadap rakyatnya. Dan bagi seorang
pemimpin ada pertanggung jawaban atas apa yang telah dilakukan terhadap rakyatnya
di akhirat nanti. Ada batas-batas yang diberikan terhadap seorang pemimpin.
B.  Politik yang Dilakukan Rasulullah SAW
Nabi Muhammad SAW adalah seorang politikus yang bijaksana. Di Madinah
beliau membangun negara Islam yang pertama dan meletakkan prinsip-prinsip utama
undang-undang Islam. Nabi Muhammad pada waktu yang sama menjadi kepala agama
dan kepala negara.
1. sebelum diangkat sebagai nabi dan rasul. Nabi Muhammad SAW ber-
tahanuts di Gua Hira. Namun, setelah dipilih sebagai utusan Allah, Beliau langsung
diperintahkan untuk memberikan peringatan di tengah-tengah masyarakat mulai dari
keluarga terdekat dan kawan-kawannya. Nabi Muhammad SAW pun menyebarkan
dakwah di tengah-tengah mereka.
2. Rasulullah SAW melakukan pemantapan akidah. Sejak awal, Nabi
Muhammad SAW memproklamirkan: Lâ ilâha illâ Allâh, Muhammad Rasûlullâh.
Dengan syahadat tersebut berarti tidak ada yang wajib disembah, diibadahi dan
dipatuhi selain Allah SWT. Menaati Allah SWT haruslah dengan mengikuti utusan-
Nya, Muhammad SAW. Jadi, syahadat merupakan pengingkaran
terhadap thâghût serta keimanan kepada Allah dan Rasul.
3. Dakwah Nabi Muhammad SAW menyerukan pengurusan masyarakat (ri‘âyah
syu’ûn al-ummah). Ayat-ayat Makiyyah banyak mengajari akidah seperti takdir,
hidayah dan dhalâlah (kesesatan), rezeki, tawakal kepada Allah.
Ratusan ayat al-Quran dan hadits di Makkah dan Madinah diturunkan
kepada Nabi tentang pengaturan masyarakat di dunia. Semua ini menegaskan bahwa
apa yang didakwahkan Nabi Muhammad SAW bukan hanya persoalan ritual,
spiritual dan moral. Dakwah Nabi Muhammad SAW berisi juga tentang hal-hal
pengurusan masyarakat. Artinya, dilihat dari isinya dakwah Rasulullah SAW juga
bersifat politik.
4. Rasulullah melakukan pergulatan pemikiran. Pemikiran dan pemahaman batil
masyarakat Arab kala itu dikritisi. Terjadilah pergulatan pemikiran. Akhirnya,
pemikiran dan pemahaman Islam dapat menggantikan pemikiran dan pemahaman
lama. Konsekuensinya, hukum-hukum yang diterapkan di masyarakat pun berubah.
Rasulullah SAW dengan al-Quran menyerang kekufuran, syirik, kepercayaan
terhadap berhala, ketidak percayaan akan Hari Kebangkitan. Hikmah, nasihat, dan
debat secara baik terus dilakukan oleh Nabi saw
5. Para pembesar Quraisy banyak menzalimi rakyat, kasar, menghambur fitnah,
dan banyak bersumpah tanpa ditepati. Rasulullah SAW  dengan tegas menyerang
mereka karena kesombongan dan penentangan mereka. Selain itu, Nabi Muhammad
SAW  menyampaikan wahyu dari Allah yang berisi pembongkaran terhadap
tipudaya para penguasa Quraisy itu (QS ath-Thariq [86]: 15-17; al-Anfal [8]: 30).
Semua ini merupakan perjuangan politik. Arahnya adalah menghentikan kezaliman
pembesar terhadap rakyatnya, seraya menyerukan Islam sebagai keadilan yang
menggantikannya.
6. Nabi saw. menentang hubungan-hubungan merusak di masyarakat dan
menyerukan Islam sebagai gantinya. Pada saat itu, kecurangan dalam takaran dan
timbangan sudah merupakan hal lumrah dalam jual-beli. Sistem masyarakat yang
diterapkan penguasa/pembesar kala itu membiarkan pembunuhan terhadap anak-

22
anak karena takut miskin, khawatir tidak terjamin makan dan kehidupannya. Rasul
saw. justru berteriak lantang bahwa tindakan tersebut adalah dosa besar. Beliau
menyerukan: tidak perlu takut dan khawatir miskin karena Allahlah yang mengatur
rezeki.
7. Setelah berhijrah dari Makkah ke Madinah, Beliau mendirikan institusi politik
berupa negara Madinah. Beliau langsung mengurusi urusan masyarakat. Misal:
dalam bidang pendidikan, Beliau menetapkan tebusan tawanan perang Badar dengan
mengajari baca-tulis kepada sepuluh orang kaum Muslim pertawanan. Dalam
masalah pekerjaan Nabi saw. mengeluarkan kebijakan dengan memberi modal dan
menyediakan lapangan pekerjaan berupa pencarian kayu bakar untuk dijual (HR
Muslim dan Ahmad). Nabi Muhammad SAW. pernah menetapkan kebijakan tentang
lebar jalan selebar tujuh hasta (HR al-Bukhari). Beliau juga mengeluarkan kebijakan
tentang pembagian saluran air bagi pertanian (HR al-Bukhari dan Muslim).
Begitulah, Nabi saw. sebagai kepala pemerintahan telah memberikan arahan dalam
mengurusi masalah rakyat.
C.     Penjelasan Qs. An-Nisa ayat 59
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan Ulil
Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika
kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa: 59)

Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata tentang firman-Nya,


“Taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan Ulil Amri di antara kamu.” Ayat ini turun
berkenaan dengan ‘Abdullah bin Hudzafah bin Qais bin ‘Adi, ketika diutus oleh
Rasulullah di dalam satu pasukan khusus. Demikianlah yang dikeluarkan oleh
seluruh jama’ah kecuali Ibnu Majah.
Rasulullah SAW sudah memberi batasan kepada kita, bahwasannya ketaatan
hanya pada yang ma’ruf, dan bukannya pada yang tidak ma’ruf. Ayat juga ini
disebutkan oleh ulama sebagai hak para pemimpin yang menjadi kewajiban rakyat.
Sedangkan pada ayat sebelumnya QS. An-Nisa': 58, sebagai hak rakyat yang menjadi
kewajiban para pemimpin. Yaitu agar para pemimpin menunaikan amanat
kepemimpinan dengan sebaik-baiknya. Memberikan hak kepada yang berhak
menerimanya, dan memutuskan hukum di antara rakyatnya dengan seadil-adilnya.
Allah SWT menjelaskan bahwa ciri-ciri utama Ulil Amri Minkum yang
sebenarnya ialah komitmen untuk selalu mengembalikan segenap urusan yang
diperselisihkan kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya). Para pemimpin
sejati di antara orang-orang beriman tidak mungkin akan rela menyelesaikan
berbagai urusan kepada selain Al-Qur’an dan Sunnah Ar-Rasul.
D.    Hadits Tentang Politik
Hal mengenai politik tidak hanya diatur dalam Al-quran saja tapi ada beberapa
hadits yang mengaturnya yaitu:
1.   Pemimpin suatu kaum adalah pengabdi (pelayan) mereka. (HR. Abu Na'im).
Rasulullah Saw berkata kepada Abdurrahman bin Samurah, "Wahai
Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau menuntut suatu
jabatan. Sesungguhnya jika diberi karena ambisimu maka kamu akan
menanggung seluruh bebannya. Tetapi jika ditugaskan tanpa ambisimu maka
kamu akan ditolong mengatasinya." (HR. Bukhari dan Muslim)
2.  Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi suatu kaum maka dijadikan pemimpin-
pemimpin mereka orang-orang yang bijaksana dan dijadikan ulama-ulama
mereka menangani hukum dan peradilan. Juga Allah jadikan harta-benda

23
ditangan orang-orang yang dermawan. Namun, jika Allah menghendaki
keburukan bagi suatu kaum maka Dia menjadikan pemimpin-pemimpin mereka
orang-orang yang berakhlak rendah. DijadikanNya orang-orang dungu yang
menangani hukum dan peradilan, dan harta berada di tangan orang-orang kikir.
(HR. Ad-Dailami)
3.  Kami tidak mengangkat orang yang berambisi berkedudukan. (HR. Muslim)
4.  Ada tiga perkara yang tergolong musibah yang membinasakan, yaitu:
a.  Seorang penguasa bila kamu berbuat baik kepadanya, dia tidak mensyukurimu
dan bila kamu berbuat kesalahan dia tidak mengampuni.
b. Tetangga apabila melihat kebaikanmu dia pendam (dirahasiakan atau diam
saja) tapi bila melihat keburukanmu dia sebarluaskan
c.  Isteri bila berkumpul dia mengganggumu (diantaranya dengan ucapan dan
perbuatan yang menyakiti) dan bila kamu pergi (tidak di tempat) dia akan
mengkhianatimu. (HR. Ath-Thabrani)
5.  Allah melaknat penyuap, penerima suap dan yang memberi peluang bagi mereka.
(HR. Ahmad)
6.   Akan datang sesudahku penguasa-penguasa yang memerintahmu. Di atas mimbar
mereka memberi petunjuk dan ajaran dengan bijaksana, tetapi bila telah turun
mimbar mereka melakukan tipu daya dan pencurian. Hati mereka lebih busuk
dari bangkai. (HR. Ath-Thabrani
7.  Jabatan (kedudukan) pada permulaannya penyesalan, pada pertengahannya
kesengsaraan (kekesalan hati) dan pada akhirnya azab pada hari kiamat. (HR.
Ath-Thabrani)
8.  Aku mendengar Rasulullah Saw memprihatinkan umatnya dalam enam perkara:
a. Diangkatnya anak-anak sebagai pemimpin (penguasa).
b. Terlampau banyak petugas keamanan.
c. Main suap dalam urusan hukum.
d. Pemutusan silaturahim dan meremehkan pembunuhan.
e. Generasi baru yang menjadikan Al Qur'an sebagai nyanyian.
f. Sesungguhnya umatku tidak akan bersatu dalam kesesatan. Karena itu jika
terjadi perselisihan maka ikutilah suara terbanyak. (HR. Anas bin Malik
E. Norma Politik dalam Islam
Dalam pelaksanaan politik, Islam juga memiliki norma-norma yang harus
diperhatikan. Norma-norma ini merupakan karakteristik pembeda politik Islam dari
sistem poltik lainnya. Diantara norma-norma itu ialah :
1.  Politik merupakan alat atau sarana untuk mencapai tujuan, bukan dijadikan
sebagai tujuan akhir atau satu-satunya.
2.  Politik Islam berhubungan dengan kemashlahatan umat.
3.  Kekuasaan mutlak adalah milik Allah.
4.  Manusia diberi amanah sebagai khalifah untuk mengatur alam ini secara baik.
5.  Pengangkatan pemimpin didasari atas prinsip musyawarah.
6.  Ketaatan kepada pemimpin wajib hukumnya setelah taat kepada Allah dan
Rasul .
7.  Islam tidak menentukan secara eksplisit bentuk pemerintahan negara.   
     Prinsip-Pinsip Politik dalam Pandangan Islam
       a. Prinsip-prinsip dasar politik Islam
1) Tauhid berarti mengesakan Allah SWT selaku pemilik kedaulatan tertinggi.
Pandangan Islam terhadap kekuasaan tidak terlepas dari ajaran tauhid bahwa
penguasa tertinggi dalam kehidupan manusia, termasuk dalam kehidupan
politik dan bernegara adalah Allah SWT (QS.5:18)

24
2)  Risalah merupakan medium perantara penerimaan manusia terhadap hukum-
hukum Allah SWT. Manusia baik dia pejabat pemerintah atau rakyat jelata
adalah Khalifah-Nya, mandataris atau pelaksana amanah-Nya dalam
kehidupan ini (QS.2:30).
3)  Khalifah berarti pemimpin atau wakil Allah di bumi. Pemerintahan baru
wajib di patuhi kalau politik dan kebijaksanaannya merujuk kepada Al-Quran
dan hadist atau tidak bertentangan dengan keduanya.
Prinsip-prinsip dasar siasyah dalam Islam meliputi antara lain :
1) Musyawarah.
2) Pembahasan Bersama.
3) Tujuan bersama, yakni untuk mencapai suatu keputusan.
4) Keputusan itu merupakan penyelesaian dari suatu masalah yang dihadapi
bersama
5) Keadilan
6) Al-Musaawah atau persamaan
7) Al-hurriyyah (kemerdekaan/kebebasan).
8) Perlindungan jiwa raga dan harta masyarakat
b.  Prinsip-prinsip politik luar negeri dalam Islam (Siasah Dauliyyah)
Dalam Al-Quran, ditemui beberapa prinsip politik luar negeri dalam Islam, yaitu
1)  Menjaga perdamaian abadi, QS.5:61.
2) Menjaga kenetralan negara-negara lain, QS.4:89,90..
3) Memberikan perlindungan dan dukungan kepada orang-orang Islam yang
hidup di negara lain, QS.8:72.
Peranan Agama dalam Mewujudkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Agama memberikan penerangan kepada manusia dalam hidup bersama
termasuk dalam bidang politik atau bernegara. Penerangan itu antara lain
1) Perintah untuk bersatu
Islam melalui Al-Quran menganjurkan agar antarkelompok, antargolongan
maupun antarpartai saling melakukan ta’aruf (perkenalan). Allah berfirman:
Artinya :
“ Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal “.
( QS. Al Hujurat :13)
Pemahaman terhadap Al-Quran surat al-Hujarat ayat 13 menunjukkan
bahwa manusia diciptakan bersuku-suku, dan surat al-Mukminun ayat 52
menjelaskan bahwa manusia adalah umat yang satu. Ini berarti berbagai suku,
berbagai golongan, berbagai kelompok, termasuk di dalamnya kelompok
politik atau yang lainnya supaya tetap bersatu. Pengikat persatuan adalah
takwa. Karakter takwa antara lain menjalankan semua perintah Allah sejauh
yang diketahui dan menjauhi larangan-Nya. Jadi, ukurannya gampang kalau
orang itu takwa pasti iman dan senang bersatu dan menjaga persatuan dan
kesatun.
2) Larangan untuk saling curiga
Islam melarang kepada semua orang baik dalam kapasitasnya sebagai
individu, sebagai kelompok sosial, maupun kelompok-kelompok yang lain
termasuk kelompok politik untuk saling curiga, saling melecehkan atau yang
semakna dengannya. Allah berfirman:
Artinya :

25
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah
mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama
lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya
yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi
Maha Penyayang “. ( QS. Al Hujurat : 12 ).

Dengan demikian, terhadap orang lain atau kelompok lain haruslah


saling mengembangkan husnuzhan (berprasangka baik). Kalau masing-masing
kelompok saling menaruh husnuzhan tentu akan mempererat hubungan mereka
sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 13 surat al-Hujarat tersebut.
Akibatnya dari pelecehan, pasti timbul saling mencurigai di antara
mereka. Saling curiga tentu mudah menigkat menjadi disintegrasi bahkan
konflik di antara mereka. Itulah sebabnya Allah melarang umat yang saling
bercerai berai. Sebaliknya orang yang tetap istikamah dalam kesatuan umat,
mereka itulah sebagai orang yang mempererat petunjuk ilahi dan dapat
merasakan kenikmatan bersaudara (bersatu). Mencermati perintah Allah agar
kita bersatu dan larangan-Nya untuk bercerai berai itu ternyata akibatnya
kembali kepada manusia itu sendiri. “Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh”
merupakan kesimpulan padat dari perintah untuk bersatu dan larangan bercerai.

DAFTAR PUSTAKA
Abubakar Muhammad,1994. Pembinaan Manusia Didalam Islam, Al Ikhlas,
Surabaya.
Achmad Sunarto, 2007. Mutiara Hadits Kudsi,Karya Agung Surabaya.
Fatihuddin, 2010. Dahsyatnya Silatuohmi. DeltaPrima Press,
Hamka,1984. Pelajaran Agama Islam, Bulan Bintang, Jakarta.
Hasbi Ash-Shiddiey, 1980. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Bulan
Bintang, Jakarta
-------------------------,1974. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir.
Bulan Bintang Jakarta.
------------------------,1978. Hukum-Hukum Figh Islam. Bulan Bintang
Yogyakarta.
Kamil Hasan Al-Mahami Muhammad, 2001. Seluk Beluk Surga. Pustaka
Hidayah, Bandung.
Multazam, 2013. Al-Quran Tafsir Bil Hadis. Cordoba
Nasruddin Razak,1989. Dienul Islam. PT. Alma’rif, Bandung.
Nur Hasanah,2002. Hakekat Ibadah, Bintang Usaha Jaya, Surabaya.
Tim Pengajar Pendidikan Agama Islam, 2001. Pedidikan Agama Islam
(Bahan Ajar). Universitas Hasanuddin, Makassar.
Sulaiman Rasyid,2000., Fiqh Islam. PT. Sinar Baru Algensiando, Bandung.
Sujana, 2010. Mengislamkan Orang Islam. SWS Press Bukit Kencana,
Pondok Gede Bekasi.
Syahidin dkk,2002. Modul Acuan Proses Pembelajaran Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama Islam. Direktorat
Pendidikan Tinggi, Jakarta.

26
27

Anda mungkin juga menyukai