ASMA
DI RUANG NURSE STASIUN I
RS ISLAM
PERIODE TANGGAL 6 DESEMBER – 19 DESEMBER 2021
Oleh :
1. Konsep penyakit
A. Definisi
Asma bronkial adalah penyakit jalan napas obstruktif intermitten reversibel
dimana trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu.
Asma bronkial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan
bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan
jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan
maupun hasil dari pengobatan (Musliha, 2010).
B. Etiologi
Etiologi Asma Bronkhial menurut Nurarif & Kusuma (2016) adalah sebagai
pemicu timbulnya serangan dapat berupa infeksi (infeksi virus, RSV), iklim
(perubahan mendadak suhu, tekanan udara), inhalan (debu, kapuk, sisa-sisa
seranga mati, bulu binatang, serbuk sari, bau asap, uap cat), makanan, obat
(aspirin), kegiatan fisik (olahraga berat, kecapaian, tertawa terbahak-bahak), dan
emosi. Etiologi Asma Bronkial menurut Muttaqin (2008) adalah sebagai berikut:
a. Alergen
Alergen adalah zat-zat yang bila dihisap atau dimakan dapat menimbulkan
serangan asma misalnya debu rumah, spora jamur, bulu kucing. Beberapa
makanan laut, dan sebagainya.
b. Infeksi saluran pernapasan
Infeksi saluran pernapasan terutama disebabkan oleh virus. Virus
influenza merupakan salah satu aktor pencetus yang paling sering
menimbulkan asma bronkial. Diperkirakan dua pertiga penderita asma
dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran pernapasan.
c. Tekanan jiwa
Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus asma, karena banyak
orang yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi penderita asma
bronkial, beberapa faktor ini mencetuskan serangan asma terutama pada
orang yang agak
Labil kepribadiannya. Hal ini lebih menonjol pada wanita dan anak.
d. Olahraga / kegiatan jasmani yang berat
Sebagai penderita asma bronkial akan mendapatkan serangan asma yang
bila melakukan olahraga atau aktivitas fisik yang berlebihan. Lari cepat
dan bersepeda adalah dua jenis kegiatan paling mudah menimbulkan
serangan asma. Serangan asma karena kegiatan jasmani tejadi setelah
olahraga atau aktivitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul
beberapa jam setelah olahraga.
e. Obat-obatan
Beberapa klien dengan asma bronkial sensitif terhadap obat tertentu seperti
penisilin. Salsilat, beta bloker, kodein, dan sebagainya.
f. Polusi udara
Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik, kendaraan,
asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida
fotokemikal, serta bau yang tajam.
g. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja diperkirakan merupakan faktor pencetus yang
menyumbang 2-5 % klien dengan asma bronkial.
D. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Sudoyo (2010):
A. Spirometri
Cara yang paling cepat dan sederhana untuk menegakkan diagnosis asma adalah
melihat respons pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri
dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator hirup (inhaler dan
nebulizer) golongan adrenergik beta. Peningkatan VEP 1 sebanyak > 12% atau
200 ml) menunjukkan diagnosis asma. Tetapi respons yang kurang dari 12% atau
(200 ml) tidak berarti bukan asma. Pemeriksaan spirometri selain penting untuk
menegakkan diagnosis, juga penting untuk menilai beratnya obstruksi dan efek
pengobatan. Banyak pasien asma tanpa keluhan, tetapi pemeriksaan spirometrinya
menunjukkan obstruksi. Hal ini mengakibatkan pasien mudah mendapat serangan
asma dan bahkan bila berlangsung lama atau kronik dapat berlanjut menjadi
penyakit paru obstruktif kronik.
B. Uji provokasi bronkus
Uji provokasi dilakukan beberapa cara seperti uji provokasi dengan histamin,
metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin, larutan garam hipertonik, dan bahkan
dengan aqua destilata. VEP 1 sebesar 20% atau lebih dianggap bermakna.
Dianggap bermakna bila APE paling sedikit 10 %. Akan halnya uji provokasi.
Pada pasien alergi terhadap alergen yang di uji.
C. Pemeriksaan sputum
Sputum eosinofil sangat karakteristik untuk asma, sedangkan neutrofil sangat
dominan pada bronkitis kronik.
D. Pemeriksaan eosinofil total
Jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat pada pasien asma dan hal ini
dapat membantu dalam membedakan antar asma dan bronchitis kronik.
Pemeriksaan ini dapat juga dipakai sebagai patokan untuk menentukan cukup
tidaknya dosis kortikosteroid yang dibutuhkan pasien asma.
E. Uji kulit
Tujuan uji kulit adalah untuk membedakan adanya antibodi IgE spesifik Dalam
tubuh. Uji ini hanya menyokong anamnesis karena uji alergen yang positif tidak
selalu merupakan penyebab asma, demikian pula sebaliknya.
F. Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum
Kegunaan pemeriksaan IgE total hanya untuk menyokong adanya atopi.
Pemeriksaan IgE spesifik lebih bermakna dilakukan bila uji kulit tidak dapat
dilakukan atau hasilnya kurang dapat dipercaya.
G. Foto dada
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran
nafas dan adanya kecurigaan terhadap proses patologi di paru atau komplikasi
asma seperti pneumotoraks, pneumodiastinum, atelektasis, dan lain-lain
H. Analisis gas darah
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yang berat. Pada fase awal serangan,
terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PaCO2, 35 mmHg) kemudian pada stasium
yang lebih berat PaCO2 justru mendekati normal sampai normo-kapnia.
Selanjutnya pada asma yang sangat berat terjadi hiperkapnia (PaCO2 > 45
mmHg), hipoksemia, dan asidosis respiratorik.
E. Penatalaksanaan
1. Terapi oksigen adalah tindakan pemberian oksigen melebihi pengambilan oksigen
melalui atmosfir atau FiO2 > 21 %. Tujuan terapi oksigen adalah mengoptimalkan
oksigenasi jaringan dan mencegah respirasi respiratorik, mencegah hipoksia
jaringan, menurunkan kerja napas dan kerja otot jantung, serta mempertahankan
PaO2 > 60 % mmHg atau SaO2 > 90 %.
2. Inhalasi oksigen (pemberian oksigen) yaitu tindakan keperawatan dengan cara
memberikan oksigen kedalam paru-paru melalui saluran pernapasan dengan
menggunakan alat bantu oksigen.
3. Fisioterapi dada yaitu indakan keperawatan yang dilakukan dengan cara postural
drainase, clapping, dan vibrating, pada pasien dengan gangguan sistem
pernapasan. Tindakan ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan efisiensi pola
pernapasan dan membersihkan jalan napas.
4. Napas dalam dan batuk efektif cara bernapas untuk memperbaiki ventilasi
alveolus atau memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasis, meningkatkan
efisiensi batuk, dan mengurangi stress. Latihan batuk efektif merupakan cara yang
dilakukan untuk melatih pasien untuk memiliki kemampuan batuk secara efektif
dengan tujuan untuk membersihkan laring, trakea, dan bronkiolus, dari sekret atau
benda asing di jalan napas, dan terakhir penghisapan lender atau subtioning yakni
tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang tidak mampu
mengeluarkan sekret atau lender sendiri. Tindakan ini memiliki tujuan untuk
membersihkan jalan napas dan memenuhi kebutuhan oksigen.
F. Komplikasi
Berbagai komplikasi menurut Arief Mansjoer (2000: 477) yang mungkin timbul
adalah :
1. Pheuno thoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang
dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat
menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan
nafas .Kerja pernapasan meningkat, kebutuhan 02 meningkat. Orang asam tidak
sanggup memenuhi kebutuhan O2 yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk
bernapas melawan spasme bronkhiolus, pembengkakan bronkhiolus, dan mukus
yang kental. Situasi ioni dapat menimbulkan pneumothoraks akibat besarnya
teklanan untuk melakukan ventilasi.
2. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal sebagai
emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di mediastinum.
Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini dapat disebabkan
oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru,
saluran udara atau usus ke dalam rongga dada
3.Emfisema subkutis
4.Ateleltaksis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (hronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan
yang sangat dangkal.
5.Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pemafasan yang disebabkan oleh jamur dan
tersifat olch adanya gangguan pernafasan yang berat. Penyakit ini juga dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata.
Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
1. Intervensi Keperawatan
Pemantauan Respirasi
Observasi :
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
- Monitor pola napas (bradipnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes,
biot, ataksik)
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigenasi
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik :
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Terapi Oksigen :
Observasi :
- Monitor kecepatan
- Monitor posisi alat terapi oksigen
- Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi yang diberikan cukup
- Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. oksimetri, analisa gas darah), jika perlu
- Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
- Monitor tanda-tanda hipoventilasi
- Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelektasis
- Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
Terapeutik :
- Bersihkan sekret pada mulut, hidung, dan trakea, jika perlu
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
- Berikan oksigen tambahan, jika perlu
- Tetap berikan oksigenasi saat pasien ditransportasi
- Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas pasien
Edukasi :
- Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen di rumah
Kolaborasi :
- Kolaborasi penentuan dosis oksigen
- Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau tidur
DAFTAR PUSTAKA
Khoirunnisak, L. Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Dasar Pada Tn. D
Dengan Kebutuhan Oksigenasi.
Suprapti Budyasih, Fakultas Ilmu Kesehatan Ump, 2014. 3. Eki. (2017). Asuhan
Keperawatan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen Pada Pasien Dengan
Congestive Heart Failure (Chf) Di Irna Penyakit Dalam Rsup Dr. M. Djamil
Padang Tahun 2017.
Sasmi, A. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Nn. R Dengan Gangguan Kebutuhan
Oksigenasi Di. 0–27.
Pradana, F. A. A. (2019). Pada Pasien Dengan Gangguan Oksigenasi. (201902040042).
Tortora, GJ, Derrickson, B. 2014. Principles of Anatomy & Physiology 13th Edition.
United States of America: John Wiley & Sons, Inc
Haswita & Reni, 2017. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Tim.