Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Kardiomiopati peripartum (peripartum cardiomyopathy, PPCM) adalah


 penyakit langka yang masih sedikit diketahui penyebabnya. Terdapat banyak
hipotesis etiologi dan patogenesis PPCM. Etiologi dan perjalanan penyakit masih
hipotetis membuat PPCM suatu penyakit gagal jantung dalam kategori tersendiri. 

Jantung ibu membuat penyesuaian kompensasi yang besar untuk


mengakomodasi tuntutan kehamilan dan menyusui. Pada beberapa wanita
di Amerika Serikat gagal jantung ditandai dengan disfungsi ventrikel kiri berat,
terjadi antara bulan terakhir kehamilan dan masa nifas awal dalam penyakit yang
dikenal sebagai kardiomiopati postpartum (PPCM).  Kardiomiopati peripartum
atau postpartum (PPCM) adalah penyakit serius dengan etiologi yang masih
kurang dipahami. Sekitar 80% dari pasien simptomatik sembuh, meskipun kurang
dari 30% mencapai pemulihan lengkap dengan normalisasi fungsi dan ukuran
ruang ventrikel kiri.1 

Elemen sentral dalam diagnosis PPCM adalah onset cepat dari disfung
sisistolik (fraksi ejeksi ventrikel kiri kurang dari 45%) dengan pembesaran
ventrikel kiri. Fenotip kardiomiopati dilatasi berkembang dekat dengan waktu
kelahiran anak (bulan terakhir dari kehamilan sampai 6 bulan setelah melahirkan).
Fungsi pompa ventrikel kiri yang terbatas mungkin berhubungan dengan
regurgitasi mitral beratakibat dilatasi ventrikel kiri. Adaptasi fisiologis terhadap
kehamilan dan kelahiran juga terkait dengan kecenderungan protombotik. Risiko
aritmia jantung dan kematian jantung mendadak juga meningkat pada wanita
dengan PPCM. EKG dan foto thoraks tidak begitu penting karena spesivisitas
mereka yang buruk dan penggunaan diagnostik yang terbatas.2,3

B.   Tujuan Penelitian

Penulisan referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penulis tentang


kardiomiopati peripartum.

C.   Manfaat Penelitian

 Referat  ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi dan


 pengetahuan tentang kardiomiopati peripartum

D.   Metode Penelitian

Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu


 pada berbagai literatur. 
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.  Definisi

European Society of Cardiology on the classification of cardiomyopathies


menyatakan bahwa PPCM adalah suatu bentuk non-familial, non-genetik dari
dilated cardiomyopathy yang berhubungan dengan kehamilan. American Heart
Association mendefinisikan PPCM sebagai penyakit langka dan adanya DCM
 primer yang didapat berhubungan dengan disfungsi ventrikel kiri dan gagal
 jantung.

 National Heart Lung and Blood Institute and the Office of Rare Diseases
menyatakan PPCM jika (1) gagal jantung timbul pada bulan terakhir kehamilan
atau pada 5 bulan post-partum, (2) tidak ada penyebab pasti timbulnya gagal
 jantung (3) tidak ada penyakit jantung yang ditemukan sebelum kehamilan (4)
disfungsi sistolik yang dapat dipastikan oleh echocardiography dengan kriteria
ventrikel kiri 2.7cm/ m2 body surface area. Definisi terkini dibuat oleh Heart
Failure Association of the European Society of Cardiology Working Group on
PPCM pada tahun 2010 yang menyatakan bahwa PPCM adalah suatu keadaan
kardiomiopati idiopatik, berhubungan dengan kehamilan, bermanifestasi sebagai
gagal jantung karena disfungsi sistolik ventrikel kiri, biasanya terjadi pada 1 bulan
terakhir kehamilan sampai 5 bulan masa postpartum; adalah diagnosis eksklusi,
terjadi pada wanita tanpa penyakit kardiovaskular lain, tidak harus disertai dengan
dilatasi ventrikel kiri, namun fraksi ejeksi biasanya selalu <45%.4

2.2.  Epidemiologi

Tidak banyak yang diketahui tentang PPCM; dari berbagai literatur, kejadian
PPCM sekitar 1:2200-4000 (USA), 1:1000 (Afrika Selatan), dan 1:300 (Haiti). Di
Asia didapati 1:1374 (Rumah Sakit Tersier di India), 1:1000 (Jepang), 1:837
(Pakistan), 34:100000 (Malaysia). Analisis retrospektif di pusat kesehatan tersier di
Singapura mendapatkan insiden 0.89:1000 kelahiran hidup. Kasus tertinggi
dilaporkan di Nigeria, sebesar 1% dari semua kelahiran hidup. Hal ini karena
 budaya orang Nigeria yang mengharuskan setiap ibu postpartum memakan kanwa
(garam danau yang sudah dikeringkan) sembari tidur di atas tempat tidur lempung
yang dipanaskan 2 hari sekali selama 40 hari setelah melahirkan. Tingginya
masukan garam menyebabkan overload cairan. Kardiomiopati peripartum unik
untuk wanita hamil usia reproduktif. Di Amerika didapatkan umur rerata
 penderita 31 ± 6 tahun, sedangkan di India 31,81 ± 3,7 tahun. Sebagai acuan,
umur rerata kejadian PPCM adalah wanita antara 19-38 tahun.4,5,6
2.3.  Faktor Risiko

Secara garis besar, faktor risiko PPCM diidentifikasi berupa penyakit yang
menyebabkan gangguan kardiovaskuler, seperti hipertensi (tekanan darah >140/90
mmHg setelah kehamilan minggu ke-20), diabetes melitus, dan merokok.
Sedangkan faktor risiko yang berhubungan dengan kehamilan antara lain, umur
saat hamil >32 tahun, multipara (>3 kali hamil), kehamilan multifetal,
 preeclampsia, penggunaan obatobatan untuk membantu proses melahirkan, dan
malnutrisi terutama obesitas (BMI >30). Ras yang merupakan faktor risiko adalah
Afrika-Amerika. Masih belum jelas apakah ras merepresentasikan faktor risiko
independen atau suatu interaksi dari kebudayaan dan hipertensi yang
meningkatkan risiko PPCM.5 

2.4.  Patogenesis dan patofisiologi

Beberapa faktor yang berpotesi menjadi predisposisi terjadinya PPCM yaitu


kadar selenium yang rendah, infeksi virus,  stress-activated cytokines, inflamasi,
reaksi autoimun, respon patologi terhadap stress hemodinamic, dan stess oksidatif.
16-kDa prolaktin memiliki peranan penting sebagai faktor mayor yang
menginisiasi terjadinya PPCM. 16-kDa prolactin akan mengatur miR-146a yang
memediasi efek samping 16-kDa terhadap sel endotelial dan dikeluarkannya
mikropartikel (eksosom) ke sirkulasi yang nantinya akan menyerang cardiomiosit.
Dengan adanya faktor anti-angiogenik seperti 16-kDa prolactin menganggu
keseimbangan angiogenik pada saat peripartum yang nantinya menimbulkan
gangguan vascular sehingga terjadi gagal jantung. 7 

PPCM merupakan penyakit yang disebabkan oleh ketidakseimbangan stres


oksidatif, terganggunya kardioprotektif dan sinyal proangiogenic dan ekspresi
 berlebihan faktor anti-angiogenic. Ketidakseimbangan stress oksidatif
menyebabkan pembelahan proteolitik berupa perubahan hormon prolaktin
menjadi faktor angiostatic dan akhirnya menjadi fragmen pro-apoptosis 2.
Mekanisme ini dapat disebabkan oleh adanya komorbid pada awal kehamilan
seperti hipertensi gestasional dan penyakit infeksi 1. Faktor predisposisi lainnya
yaitu multipara, riwayat keluarga, etnis, merokok, diabetes, hipertensi,
 preeklampsia, malnutrisi, usia ibu yang terlalu muda ataupun usia ibu yang terlalu
tua.8

PPCM merupakan kardiomiopati idiopatik dengan tampilan gagal jantung


sekunder berupa disfungsi sistolik LV pada akhir kehamilan dan beberapa bulan
setelah melahirkan. EF pada LV < 45 %. 8 
2.5.  Manifestasi klinis

Gejala klinis pada pasien dengan peripartum kardiomiopati sama dengan


 pasien yang mengalami disfungsi sistolik yang tidak hamil. Pasien bisa
mengeluhkan batuk, ortopnu, paroksismal nokturnal dispnue, fatigue, palpitasi
meningkatnya berat badan, rasa tidak nyaman di abdomen. 9

Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya kardiomegali, takikardia, tekanan


darah bisa ditemukan dalam batas normal, peningkatan jugular venous pressure
(JVP), bunyi jantung S3 dan ronki basah halus 3. Gejala dan tanda klinis pasien
dengan PPCM mirip dengan gagal jantung. Namun, manifestasi klinis ini
tersamarkan oleh gambaan fisiologi kehamilan normal. 8

2.6.  Pemeriksaan Penunjang

1.   B-type natriuretic peptide

Akibat peningkatan LV end-diastolic pressure karena disfungsi sistolik,


sebagian besar pasien PPCM memiliki konsentrasi BNP plasma atau N-terminal
 pro-BNP (NTproBNP) meningkat. Dari 38 pasien PPCM, semua mempunyai
kadar NT-proBNP plasma abnormal (rata-rata 1727,2 fmol/ mL) dibandingkan
dengan 21 wanita post partum sehat.

2.   Rontgen Thoraks

Diagnosis harus cepat ditegakkan. Dispnea akut, takikardia atau hipoksia,


harus disertai Ro thorax untuk mendeteksi edema pulmoner, mencari etiologi dan
menyingkirkan pneumonia; dilaksanakan dengan menggunakan pelindung
abdomen. Fetal radiation exposure dengan 2 maternal chest radiographs
menggunakan abdominal shielding adalah sekitar 0.00007 rads. Sedangkan
 batasan yang diterima untuk fetal radiation exposure selama kehamilan adalah 5
rads.Patchy infi ltrates di daerah paru bawah, dengan vascular redistribution/
cephalization, kardiomegali, dan efusi pleura, mengindikasikan adanya gagal
 jantung kongestif. Harus dipertimbangkan bahwa noncardiogenic pulmonary
edema dapat ditemukan jika wanita hamil terkena infeksi berulang, juga pada
keadaan tekanan jantung normal dan tidak ditemukan adanya cephalization
 pembuluh darah.

3.   EKG

Pada dua penelitan melibatkan 97 pasien Afrika Selatan, didapatkan 66%


mempunyai hipertrofi ventrikel kiri dan 96% mempunyai gelombang ST-T
abnormal. Kadang terdapat aritmia kordis kronis. Studi lain menemukan QRS
kompleks memanjang lebih dari 120 ms pada EKG pasien PPCM sebagai
 prediktor mortalitas.

4.   Echocardiografi

Ekocardiografi merupakan baku emas diagnosis PPCM.1 Tidak semua pasien


datang dengan dilatasi LV, tetapi LV end-diastolic diameter >60 mm
memprediksi kesembuhan minimal fungsi LV (sama halnya dengan LVEF).

Pencitraan diperlukan untuk mencari trombus yang terbentuk akibat


gangguan LVEF. Ekocardiografi dianjurkan diulang sebelum pasien pulang, pada
6 minggu, 6 bulan dan kemudian setiap tahun untuk menilai efi kasi terapi
medis.1 Morfologi katup jantung biasanya dalam batas normal, tetapi dilatasi
ventrikel kiri bisa menyebabkan regurgitasi mitral sekunder terhadap dilatasi
anulus. Efusi perikardium minimal dapat juga ditemukan pada awal dan
 pertengahan periode postpartum.

2.7.  Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis PPCM secara garis besar sama dengan terapi


Congestive Heart Failure (CHF) karena disfungsi sistolik, dengan pengecualian
 pemberian terapi pada ibu hamil harus dipikirkan efek toksisitas pada janin.
Tujuan akhir penatalaksanaan medis pasien PPCM adalah memperbaiki
oksigenasi dan menjaga cardiac output demi meningkatkan prognosis ibu dan
anak. Penatalaksanaan awal PPCM adalah istirahat, pembatasan garam, dan terapi
diuretik. Oksigen dapat diberikan lewat face mask atau continuous positive airway
 pressure (CPAP) dengan tekanan 5-7,5 cm H2 O untuk membantu meringankan
cardiac output dan mendapatkan saturasi oksigen arteri ≥95%. Pembatasan garam
kurang dari 2 g/ hari dapat mencegah retensi air, sedangkan loop-diuretic dengan

dosis efektif terkecil dapat menurunkan pulmonary congestion. Restriksi cairan


kurang dari 2 L/hari mungkin tidak diperlukan pada kasus PPCM ringan sedang.

Terapi angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-I) adalah terapi lini


 pertama pada wanita postpartum, tetapi kontraindikasi pada ibu hamil karena efek
teratogeniknya terutama pada trimester kedua dan ketiga, adanya hubungan
 peningkatan angka abortus, fetopati karena hipotensi fetus, oligohidramnion-
anuria, dan renal tubular dysplasia. ACE-I dapat dan harus digunakan pada pasien
PPCM masa postpartum dan aman untuk wanita menyusui. Selain ACE-I,
angiotensin receptor blocker (ARB) juga dikontraindikasikan pada saat kehamilan
karena efek toksisitasnya pada janin. Hydralazine dan nitrat mengurangi afterload
dan merupakan terapi dasar untuk wanita hamil dengan PPCM. Nitrogliserin
harus diberikan secara parenteral untuk mengurangi afterload jika tekanan darah
sistolik di atas 110 mmHg. Pemberian dengan titrasi mulai dosis 10-20 μg/menit
sampai maksimum 200 μg/menit. Nitroprusside dikontraindikasikan pada wanita
hamil karena adanya risiko penumpukan thiocyanate dan cyanide pada fetus.

Dobutamin dan milrinon dapat digunakan untuk memberikan support


inotropic pada pasien dengan cardiac output rendah yang mempunyai gejala kulit

dingin dan lembap, vasokonstriksi sistemik yang menyebabkan asidosis, gagal


ginjal, disfungsi hati, dan gangguan kesadaran. Dobutamin memerlukan β-
receptors untuk efek inotropiknya, sedangkan milrinon tidak; hal ini penting
dalam terapi pasien yang juga mendapat β-blocker. Milrinon mempunyai sifat
vasodilatasi sistemik dan pulmoner; pada wanita dengan tekanan sistolik kurang
dari 90 mmHg, dobutamin lebih menguntungkan dibanding milrinon.Digoxin,
digitalis dengan efek inotropik, aman untuk kehamilan, dapat digunakan untuk
memaksimalkan kontraksi dan kontrol laju denyut jantung, tetapi kadar dalam
serum harus dipantau, karena jika berlebihan dapat menyebabkan prognosis
 buruk.

Calcium channel blockers (CCB), kecuali amlodipin, memberikan efek

i no tr op i k ne g a ti f d a n h a r u s d ih i n d a r i.
d i h i d r o p i rid i n t e l a h d ib u k ti k a n d ap a t m en i
A m l o d ip i , su a tu C C B g o l o g a n
ng k at k a n a n g ka k e h id up a n p a d a n o n - ischemic
cardiomyopathy. Pada studi prospective randomized amlodipine survival evaluation
(PRAISE), ditemukan adanya penurunan kadar interleukin-6 yang merupakan
proinfl ammatory interleukin pada plasma. Beta-blockers, seperti metoprolol, dapat
menurunkan denyut jantung, memperbaiki fungsi diastolik ventrikel kiri dan
melindungi terhadap aritmia. Beta-blockers digunakan sebagai terapi lini kedua
karena penggunaan jangka panjang pada masa prenatal dapat menyebabkan berat
badan lahir rendah (BBLR) pada bayi, meskipun beta-blocker relatif aman untuk
wanita menyusui.11 β-1 selective beta blocker lebih disukai dibanding β-2 receptor
blockade, karena secara teori β-2 dapat mempunyai aksi anti-tocolytic. Diuretik
harus digunakan secara terbatas pada kehamilan karena

dapat mengurangi peredaran darah plasenta. Diuretik terutama yang digunakan


adalah loop diuretic (furosemide) dan golongan thiazide (hydrochlorothiazide/
HCT). Aldosteron antagonis, seperti spironolakton, ditemukan memiliki efek anti-
androgenik pada trimester pertama. Karena efek eplerenon pada fetus manusia
tidak dapat diprediksi, maka disarankan untuk dihindari pemakaiannya pada saat
kehamilan. Levosimendan merupakan agen kardiotropik lain yang dapat
memperbaiki cardiac output dengan meningkatkan respons miofi lamen terhadap
kalsium intraseluler, dan peningkatan kadar kalsium intraseluler. Levosimendan
telah terbukti efektif meningkatkan cardiac output dan menurunkan mortalitas.
Levosimendan digunakan per parenteral dengan laju 0,1-0,2 μg/kg/menit pada
gagal jantung dengan atau tanpa loading dose 3-12 μg/kg dalam 10
menit.Antikoagulan disarankan untuk pasien PPCM, terutama bagi yang
mempunyai ejection fraction <35% dan mempunyai beberapa faktor risiko, seperti
dilatasi ventrikel berat, fi brilasi atrium, dan adanya trombus mural pada
echocardiography atau riwayat adanya trombus.

Low-molecular-weight heparin (enoxaparin) lebih disukai pada saat


kehamilan karena tidak menembus plasenta dan mempunyai risiko rendah untuk
terjadinya osteoporosis dan trombositopenia, selain itu bioavailabilitas lebih dapat

diprediksi. Enoxaparin tidak boleh digunakan pada wanita yang mempunyai artifi
cial valves. Dosis yang biasa diberikan adalah 40 mg qd atau bid. The American
Society of Anesthesiology merekomendasikan bahwa wanita dengan dosis tinggi
LMWH tidak mendapatkan anestesi spinal dan epidural untuk 24 jam setelah
injeksi terakhir. LMWH tidak dapat secara pasti dibalikkan efeknya dengan
 protamine. Fresh Frozen Plasma dapat digunakan untuk menetralkan jika
 pembedahan diperlukan. Selain itu, dapat pula digunakan low dose unfractionated
heparin (UFH). Pada PPCM dosisnya adalah 5.000 unit UFH subcutan dua atau
tiga kali sehari pada trimester pertama, 7.500 unit di trimester kedua, dan 10.000
unit dua kali sehari di trimester ketiga. Pada dasarnya, pasien dengan PPCM
disarankan untuk mendapatkan terapi antikoagulan sampai fungsi ventrikel kiri
menjadi normal menurut kriteria ekokardiografi.

Implantable Cardioverters/Defi brillators Jika pasien PPCM mempunyai


 persistently severe LV-dysfunction 6 bulan setelah didiagnosis, walaupun telah
menerima terapi medis secara optimal, banyak yang menganjurkan pemasangan
ICD (implantable cardioverters/ defi brillator) yang dapat dikombinasi dengan
CRT (cardiac resynchronization therapy) jika pasien tersebut juga memiliki gejala
 NYHA (New York Heart Association) FC III atau IV dan durasi QRS > 120 ms.

METODE MELAHIRKAN

Pasien PPCM selama kehamilan memerlukan perawatan bersama spesialis

 jantung dengan spesialis obstetri ginekologi. Kecuali terdapat penurunan kondisi


maternal atau fetal, tidak diperlukan terminasi kehamilan lebih awal. Persalinan
darurat tanpa memikirkan umur gestasi, hanya dipertimbangkan pada PPCM berat
dan status hemodinamik tidak stabil. Kemungkinan terbaik untuk ibu dan anak
harus didiskusikan oleh tim yang terdiri dari kardiolog, ahli kandungan,
anestesiologis, neonatologis, dan internis. Pada dasarnya, melahirkan spontan per
vaginam lebih dianjurkan untuk wanita PPCM dengan kondisi jantung terkontrol
dan fetus sehat. Sectio caesarea terencana dianjurkan untuk wanita dalam keadaan
kritis dan memerlukan terapi inotropik atau support mekanis. Pada kala II
melahirkan spontan dapat dibantu menggunakan forsep atau vakum untuk
mempersingkat waktu melahirkan dan mengurangi beban jantung. Komplikasi
kardiovaskuler selama proses melahirkan diantaranya supine hypotension,
 peningkatan cardiac output, dan kehilangan darah. Cairan intravena beserta
continuous urinary catheter harus terpasang untuk mencegah overload cairan dan
edema pulmoner. Fetus harus dipantau dengan kardiotokografi. Posisi left lateral
decubitus (LLD) lebih dianjurkan untuk memastikan venous return yang memadai
dari vena cava inferior. Analgesik epidural lebih dianjurkan pada kala 1 karena
dapat menstabilisasi cardiac output. Pada sectio caesarea continuous spinal
anesthesia dan kombinasi anestesi spinal dan epidural telah dianjurkan. Kala III
dalam fase melahirkan dapat dibantu dengan pemberian oxytocin IM. Ergometrin
merupakan kontraindikasi. Setelah melahirkan, auto transfusi darah dari
ekstremitas bawah dan uterus yang berkontraksi dapat meningkatkan preload
secara signifi kan, dianjurkan pemberian furosemide iv.

2.8.  Risiko Untuk Kehamilan Selanjutnya

Pada pasien yang memiliki fungsi ventrikel kiri yang gagal mengalami
 perbaikan hingga normal selama follow upt, kehamilan berikutnya membawa
risiko tinggi untuk mengalami penurunan fungsi ventrikel kiri dan gagal jantung

 progresif, dan kehamilan sengan berisiko untuk mengancam nyawa ibu. Angka
kematian dilaporkan berada di kisaran8 hingga 17 persen dalam studi besar dalam
kelompok ini jika dibandingkan0 hingga 2% pada pasien dengan ejeksi ventrikel
kiri normal fraksi sebelum kehamilan berikutnya. 

Sebuah survei retrospektif besar baru-baru ini menunjukkanbahwa pada


wanita dengan fraksi ejeksi normal ,ada perkiraan saat kehamilan selanjutnya
memiliki 21% risikoperkembangan gagal jantung, dan penurunan ejeksi rata-
ratafraksi dari 0,56 ke 0,49. Namun tidak ada komplikasi seriusdicatat dan
sebagian besar wanita-wanita ini berhasilpengiriman pada jangka waktu dengan
 pemantauan ketat dan hati-hati. Rekomendasi keseluruhan jelas adalah bahwa
kehamilan dihindari pada wanita dengan fungsi ventrikel kiri yang lemah. 11 

2.9.  Prognosis

Berdasarkan data di USA, angka mortalitas bervariasi dari 0%-9% pada


 populasi kulit putih dan mencapai 15% pada populasi Afrika Amerika. Sedangkan
untuk data di Eropa saat ini belum ada. Penurunan fungsi ventrikel kiri dilaporkan
saat ini mencapai 50% walaupun sudah mendapat terapi oprimal. Untuk
kehamilan selanjutnya beresiko 30%-50% untuk menderita peripartum
cardiomiopati. Ketika fraksi ejeksi tidak normal, kehamilan selanjutnya harus
lebih diperhatikan. Bahkan ketika fraksi ejeksi normal, konseling masih
10
diperlukan karena risiko terjadinya rekurensi pada kehamilan selanjutnya.
BAB III

KESIMPULAN

Kardiomiopati peripartum jarang terjadi tetapi berpotensi mengancam

nyawa dengan etiologi yang tidak diketahui, ditemukan di akhir kehamilan atau
 pada periode post partum. Diagnosis PPCM ditegakkan berdasarkan hasil
ekokardiografi dan didapatkan disfungsi ventrikel kiri. peran biopsi
endomiokardial untuk diagnosis saat ini masih kontroversial. Manfaat
diuretik,vasodilator, digoxin, beta blocker dan antikoagulan secara medis sudah
dibuktikan. ACE inhibitor dan beta blocker harus dihindari selama kehamilan
tetapi harus dimulai pada periode post partum. Pada kasus resisten,
 pentoxifylline,imunoglobulin dan obat imunosupresif dapat digunakan.Kasus
yang parah mungkin memerlukan advance life suport danbahkan transplantasi

 jantung. Prognosis tergantung pada pemulihanfungsi ventrikel kiri. Pada


kehamilan selanjutnya, mortalitas yang sangat tinggi pada mereka yang fungsi lV
tidak membaik bahkan enam bulan setelah postpartum. Pada kondisi inimaka
kehamilan harus dihindari. Pada pasiendengan fungsi jantung yang normal pada
evaluasi echo berikutnya, kehamilan dapat terjadi tetapi harus dibawah
 pengawasan.11 
DAFTAR PUSTAKA

1.   Clapp C, et al. Hormones and postpartum cardiomyopathy. TRENDS


inEndocrinology and Metabolism 2007; 18(9) 
2.   Sliwa K, Fett J, Elkayam U: Peripartum cardiomyopathy. Lancet 2006;
368:687. 
3.   Hilfiker-Kleiner D, et al. Postpartum Cardiomyopathy. Dtsch Arztebl
Int2008; 105(44): 751 
4.   Sliwa K, et al. Position statement on current state of kowledge on
aetiology, diagnosis, management, and therapy of peripartum
cardiomyopathy: a position statement from the Heart Failure Association
of the European Society of Cardiology Working Group on Peripartum
Cardiomyopathy. European J. Heart Failure 2012;12:767-78.
5.   Pearson GD, et al. Peripartum cardiomyopathy: National Heart, Lung, and
Blood Institute and Offi ce of Rare Diseases (National Institutes of Health)
Workshop Recommendation and Review. JAMA 2000; 283(9):1183-8.
6.   Mishra VN, Mishra N, Devanshi. Review article: Peripartum
cardiomyopathy. JAPI 2013;61:268-73.
7.   Hilfiker-kleiner D, Haghikia A, Nonhoff J, Bauersachs J. Clinical update
Peripartum cardiomyopathy : current management and future perspectives.
Eur Heart J. 2015;1090 –7  .
8.  Regitz-zagrosek V et al. ESC Guidelines on the management of
cardiovascular diseases during pregnancy. Eur Heart J. 2011;3147 –9  7.
9.   Mishra VN, Mishra N. Peripartum Cardiomyopathy. J Assoc Physician
India. 2013;61:42 – 7  .
10.  Zagrosek VR, Lundqvist CB, Borghi C, Cifkora R, Ferreira R,Foidart
JM,Baergolf CG, et al. ESC Guidelines on the management of
cardiovascular disease during pregnancy. European Heart Journal. 2011,
32:3175-3177. 
11.  Mishra VN, Mishra N, Devanshi. Peripartu cardiomyopathy. JAPI.2013,
61:42-47 

Anda mungkin juga menyukai