Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Malaria berasal dari bahasa Italia (mala=jelek;aria=udara). Jadi dahulu


orang menduga bahwa penyakit malaria ini disebabkan oleh udara kotor. (Nuraini
Widjajanti hal 39). Dalam penelitian lebih modern ternyata malaria merupakan
penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang
erirosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah.
Infeksi ini memberikan gejala klasik walaupun tidak selalu ditemukan berupa
demam, mengigil, dan berkeringat. Selain itu dapat pula didapatkan adanya
anemia ataupun splenomegali. Penyakit ini dapat berlangsung akut ataupun kronik
dan dapat pula terjadi komplikasi yang dapat menyebabkan kematian.Penyakit ini
termasuk dalam kategori penyakit menular yang ditularkan oleh nyamuk malaria
(Anopheles). Penyakit ini dapat menyerang semua orang dari anak sampai
dewasa, biasanya menyerang orang-orang yang tinggal pada daerah yang banyak
genangan air, semak-semak dan lingkungan yang tidak sehat.(Harijanto P.N
2000).

Protozoa genus plasmodium merupakan penyebab dari malaria yang terdiri


dari empat spesies, yaitu :

1) Plasmodium falcifarum penyebab malaria tropika


2) Plasmodium ovale penyebab malaria ovale
3) Plasmodium vivax penyebab malaria tertiana
4) Plasmodium malariae penyebab malarua Quartanu
Walaupun semuanya mungkin menyebabkan sakit berat,
namun P.falciparum bertanggung jawab atas hampir seluruh
komplikasi yang serius dan mematikan (Katzung, 2004)
Malaria juga melibatkan proses perantara yaitu manusia maupun vertebra
lainnya, dan rosper definitif yaitu nyamuk anopheles.
Diagnosa malaria yang pasti dibuat dengan menemukan
adanya parasit dalam sel darah merah. Hal ini dapat dilakukan
dengan pengecatan darah tebal atau darah tipis (Daily, 2006).
Diagnosis malaria dapat diketahui dengan adanya tes darah
yang dapat dilakukan secara uji mikroskopik atau non-
mikroskopik. Uji mikroskopik menyangkut cara mengecat darah
dan melihat langsung parasit di bawah mikroskop. Sedangkan
untuk uji non-mikroskopik yaitu dengan cara mengidentifikasi
antigen parasit atau antibodi antiplasmodial atau produk
metabolik parasit (Kakkilaya, 2006).

Tanda dan Gejala


Pada anamnesa adanya riwayat bepergian ke daeah yang endemis
malaria tanda dan gejala yang dapat ditemukan adalah :

1. Demam
Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang
(sporulasi) pada malaria tertiana (P. Vivax dan P. Ovale). Pematangan
skizon tiap 48 jam maka periodisitas demamnya setiap hari ke 3,
sedangkan malaria kuartania (P. Malariae) pematangannya tiap 72 jam dan
periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap seangan ditandai dengan bebeapa
serangan demam periodik. Demam khas malaria terdiri atas 3 stadium,
yaitu menggigil (15 menit – 1 jam), puncak demam (2 – 6 jam), dan
tingkat berkeringat (2 – 4 jam). Demam akan mereda secara bertahan
karena tubuh dapat beradaptasi terhadap parasit dalam tubuh dan ada
respon imun.

2. Splenomegali
Merupakan gejala khas malaria kronik. Limpa mengalami kongeori
menghitam dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit
dan jaringan ikat yang bertambah.

3. Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling kerap
adalah anemia karena P. Falciparum. Anemia disebabkan oleh :

a. Penghancuran eritrosit yang berlebihan


b. Eritrosit normal tidak dapat hidup lama
c. Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritrosit dalam
sum-sum tulang belakang.
d. Ikterus
Disebabkan karena hemolisis dan gangguan hepar.

Pencegahan dan Pengobatan

Ketika pasien diberi nasehat tentang pencegahan malaria,


penting sekali untuk menekankan tindakan-tindakan untuk
mencegah gigitan nyamuk. Biasanya digunakan penangkal
serangga, insektisida, kelambu tempat tidur, karena parasit
semakin resisten terhadap berbagai obat dan tidak ada regimen
kemoprofilaksis yang sepenuhnya melindungi (Shulman, dkk.,
1994). Penggunaan semprotan insecta dan pakaian pelindung
sangat dianjurkan. Nyamuk anopheles makan terutama dari
menjelang malam sampai fajar, sehingga wisatawan harus
membatasi keluar rumah pada waktu itu dan harus tidur di
dalam kelambu (Shulman, dkk., 1994). Hal terpenting yang harus
diingat adalah profilaksis bersifat relatif dan tidak mutlak, dan
apabila terjadi gigitan dapat menggunakan obat yang telah
direkomendasikan di seluruh dunia (Anonim, 2000). Tidak ada
profilaksis antimalaria yang benar-benar sempurna melindungi
dari infeksi malaria, tetapi kemoprofilaksis yang sesuai anjuran
dapat menghindarkan dari serangan yang berakibat fatal. Hal-hal
yang harus diperhatikan dalam pemberian kemoprofilaksis:
1) Dosis untuk anak-anak harus berdasar berat badan.
2) Untuk jenis antimalaria yang dikonsumsi tiap hari harus
diminum sehari
sebelum tiba di tempat endemic.
3) Chloroquin sekali seminggu dimulai seminggu sebelum tiba di
daerah endemic.
4) Mefloquin diberikan seminggu sekali dimulai 2-3 minggu
sebelum tiba.
5) Semua profilaksis di atas harus tetap dikonsumsi secara
teratur selama berada di area endemik dan dilanjutkan selama 4
minggu setelah pulang Untuk atovaquon-proguanil dapat
dihentikan seminggu setelah pulang. (WHO, 2007)
Obat antimalaria memiliki beberapa kategori dalam membasmi
parasit dan indikasi penggunaannya. Beberapa obat memiliki
lebih dari satu mekanisme anti malaria (Godman & Gilman,
2001).
a). Chloroquin
Chloroquin telah menjadi obat pilihan untuk pengobatan dan
kemoprofilaksis malaria sejak tahun 1943 (Katzung, 2004).
Chloroquin sangat murah dan, sampai saat ini, sangat efektif
yang menjadikannya sebagai obat pilihan antimalaria di sebagian
besar belahan dunia. Bagaimanapun, resistensi Plasmodium
falciparum terhadap chloroquin telah meluas baru-baru ini dari
Asia ke Afrika, membuat obat ini tidak efektif untuk melawan
strain Plasmodium yang lebih berbahaya di berbagai belahan
dunia (Anonim, 2007). Mekanisme aksi dari chloroquin belum
jelas. Dalam bentuk alkaline, obat terdapat di dalam vakuola
makanan parasit dengan konsentrasi tinggi dan meningkatkan
pH. Hal ini menyebabkan penggumpalan pigmen dengan cepat.
Chloroquin menghambat kerja enzim parasit heme polymerase
yang mengubah toksik heme menjadi non-toksik hemazoin, yang
menghasilkan akumulasi toksik heme di dalam tubuh parasit. Hal
inilah yang mungkin mengganggu biosintesis asam nukleat.
Mekanisme lain diduga terbentuknya ikatan kompleks (Anonim,
2007).
b). Quinin dan Quinidin
Quinin mempunyai grup quinoline yang terhubung dengan rantai
alkohol sekunder menjadi cincin quiniclidin. Quinidin lebih
potensial sebagai antimalaria dan lebih toksik jika dibandingkan
dengan quinine (Goodman & Gilman, 2001). Quinin bekerja
dengan cepat, dan merupakan skizontizida yang sangat efektif
terhadap empat spesies parasit malaria pada manusia. Obat
tersebut merupakan gametosida terhadap P. vivax dan P. ovale
tetapi tidak pada P. falciparum. Obat ini tidak aktif pada parasit
tahap hepatis. Mekanisme kerja dari quinin tidak diketahui
(Goodman & Gilman, 2001).
c). Sulfadoxin dengan Pyrimethamin
Sulfadoxin dengan pyrimethamin merupakan kombinasi obat
untuk mengobati malaria. Kombinasi ini digunakan untuk
mengobati malaria yang disebabkan oleh P. falciparum dalam
kondisi telah resisten terhadap chloroquin dosis tinggi dan untuk
pasien yang tidak merespon terhadap chloroquin; penambahan
quinin dapat diberikan untuk 3 hari (Anonim, 2004).
d). Amodiaquin
Digunakan untuk mengobati malaria tidak terkomplikasi yang
disebabkan oleh P. falciparum (Anonim, 2004). Toksisitas yang
penting dari amodiaquin adalah agranulositosis, dan sehubungan
dengan efek tersebut, maka penggunaannya dibatasi dalam
tahun-tahun belakangan ini. Evaluasi ulang yang dilakukan baru-
baru ini telah menunjukkan bahwa toksisitas hematologis yang
serius dari amodiaquin menjadi jarang dan beberapa pihak yang
berwenang saat ini menganjurkan penggunannya sebagai
pengganti chloroquin pada wilayah-wilayah dengan tingkat
resistensi yang tinggi tetapi dengan sumber daya yang terbatas
(Katzung, 2004).
e). Mefloquin
Mekanisme aksi yang pasti dari mefloquin tidak diketahui.
Mefloquin dapat menjadi obat cadangan dalam mencegah dan
mengobati malaria yang disebabkan karena adanya resistensi
chloroquin dan obat-obat lain yang resisten terhadap P.
falciparum (Goodman & Gilman, 2001).
f). Primaquin
Obat ini digunakan untuk menghilangkan bentuk intrahepatic
dari P. vivax dan P. ovale (anonim, 2004). Obat ini adalah
satusatunya agen aktif yang tersedia terhadap tahap-tahap
hipnozoit dorman dari P. vivax dan P. ovale. Primaquin juga
merupakan gametosida terhadap empat spesies malaria
manusia. Primaquin bekerja terhadap parasit tahap eritrositik,
tetapi aktivitas ini terlalu lemah untuk memainkan peran
penting. Mekanisme kerja antimalaria tidak diketahui (Katzung,
2004).
g). Halofantrin
Mekanisme aksi dari halofantrin hampir mirip dengan chloroquin,
quinin, dan mefloquin; dengan ferritoporphyrin IX membentuk
kompleks racun yang dapat merusak membran parasit.
Halofantrin biasa digunakan pada pengobatan yang telah
resisten terhadap chloroquin dan lainnya, serta pada pengobatan
malaria P.
falciparum yang tidak terkomplikasi. Respon klinik berupa
absorbs obat dari pengobatan ini kemungkinan tidak dapat
diramalkan dengan pasti (Kakkilaya, 2006).
h). Proguanil (Chloroguanid)
Merupakan agen antimalaria yang bekerja sebagai skizontisida
darah dengan tidak adanya infeksi pada tingkat hepatik.
Mekanisme aksi tidak diketahui. Digunakan untuk malaria
dengan resistensi tinggi, dan tidak digunakan jika pasien sedang
mengkonsumsi mefloquin untuk pencegahan. Obat ini tidak
dapat digunakan sebagai terapi pencegahan (Daily, 2006). Aksi
antimalaria dari proguanil yaitu dengan menghambat reduktase
enzim dihidrofolat dari parasit. Obat ini digunakan untuk
mencegah dan menekan aktivitas dari agen P. falciparum dan
pengobatan pada infeksi akut. Obat ini juga efektif untuk
menekan serangan dari P. vivax (Kakkilaya, 2006).
i). Doksisiklin
Doksisiklin (Vibramycin®, Vibra-Tabs®, Doryx®) digunakan untuk
profilaksis atau pengobatan malaria. Ketika digunakan untuk
pengobatan malaria yang disebabkan oleh P. falciparum, maka
obat ini harus digunakan sebagai kombinasi terapi (biasa
dikombinasikan dengan quinin) (Daily, 2006). Obat ini digunakan
pada pengobatan malaria P. falciparum yang telah resisten. Aksi
kerjanya relatif lebih lambat dan biasa digunakan sebagai
kombinasi dengan obat yang aksi kerjanya lebih cepat seperti
quinin. Tidak dapat digunakan untuk anak di bawah 8
tahun dan wanita hamil karena efek samping dari obat ini
berpengaruh
pada tulang dan gigi (Kakkilaya, 2006).
j). Artemisin
Ester yang dapat larut dalam air disebut artesunat dan dua
lainnya yang larut dalam minyak disebut artemeter dan
arteether saat ini mulai dikembangkan. Artemisin beraksi dengan
menghambat P. falciparum-encoded sarcoplasmic-endoplasmic
reticulum calcium ATPase dan tidak menghambat jalur haem
metabolic. Obat ini digunakan sebagai monoterapi tetapi
dianjurkan agar dikombinasikan dengan antimalaria lain untuk
memperoleh efikasi yang maksimum (Kakkilaya, 2006) Obat ini
menghambat perkembangan dari tropozoit sehingga mencegah
penyebaran penyakit. Artesunat bekerja hingga 12 jam dan
merupakan agen yang efektif untuk mengobati strain P.
falciparum yang telah resisten terhadap chloroquin. Obat ini
sangat berguna dalam mengatasi complicated P. falciparum
malaria (Kakilaya, 2006).

Beberapa penelitian menunjukan bahwa telah terjadi resistensi


(kekebalan) pada plasmodium (penyebab penyakit malaria) terhadap
beberapa obat, diantaranya terhadap quinine yang berasal dari
tanaman kina yang telah digunakan lebih dari 20 tahun di Indonesia
(Irwan Suhanda hal 200).
BAB III
ISU TERKINI
1. MALARIA JADI ANCAMAN TERBESAR MASYARAKAT

Penyakit malaria menjadi ancaman terbesar bagi masyarakat yang ada di


negaranegara tropis termasuk Indonesia. Dalam sambutannya yang disampaikan
oleh Wali kota Gorontalo, Adhan Dambea, Menteri kesehatan mengatakan,
ancaman malaria sangat berpengaruh pada tingginya angka kesakitan dan bahkan
kematian bayi, anak balita, ibu hamil. “Menurut laporan dari WHO, penderita
malaria di dunia yang tercatat sampai dengan tahun 2007 berjumlah 500 juta, dan
yang meninggal tercatat sebanyak 1 juta penduduk, data ini menunjukkan kepada
kita bahwa malaria merupakan ancaman bagi kesehatan masyarakat,” ujarnya,
Selasa.

Dia menjelaskan, penyakit malaria adalah suatu penyakit menular yang


banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis. Penyakit tersebut
semula banyak ditemukan di daerah rawa-rawa dan dikira disebabkan oleh udara
rawa yang buruk.

“Penularan penyakit malaria dari orang yang sakit kepada orang sehat,
sebagian besar melalui gigitan nyamuk. Bibit penyakit malaria dalam darah
manusia dapat terhisap oleh nyamuk, berkembang biak di dalam tubuh nyamuk,
dan ditularkan kembali kepada orang sehat yang digigit nyamuk tersebut,”
jelasnya.

Dia menambahkan, pada tanggal 25 April 2007 silam, seluruh anggota


WHO menyatakan komitmennya untuk memberantas malaria sampai titik
eliminasi. “Oleh karena itu, tanggal tersebut dijadikan tonggak sejarah, dan
ditetapkan sebagai hari peringatan malaria sedunia,” tambahnya. Dia menghimbau
kepada semua pelaku pembangunan harus mendukung dan berperan aktif. Serta
peran masyarakat dalam peningkatan derajat kesehatan, merupakan unsur penting
yang selalu harus dilibatkan dalam eliminasi malaria.

2. Data Penyakit Malaria

Salah satu penyakit menular yang menjadi masalah global dalam bidang
kesehatan adalah penyakit malaria. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi
yang masih menjadi ancaman penduduk di daerah tropis/sub-tropis dan negara
berkembang (termasuk Indonesia) maupun negara yang sudah maju dan dapat
menyebabkan kematian terutama pada bayi, anak balita dan ibu melahirkan.(1, 2,
3, 4). Di dunia berdasarkan The World Malaria Report 2006, diperkirakan 247
juta kasus malaria di dunia (91% atau 230 juta disebabkan oleh P. Falciparum)
dan 881 ribu orang termasuk anak-anak setiap tahun meninggal akibat malaria
dimana 90% kematian terjadi di Afrika, dan 4% di Asia (termasuk Eropa Timur).
Dimana 85% kematian terjadi pada anak dibawah 5 tahun. Secara keseluruhan
terdapat 3,3 Miliyar orang bertempat tinggal di daerah endemis malaria di dunia
yang terdapat di 109 negara. Malaria di dunia paling banyak terdapat di Afrika
yaitu di sebelah selatan Sahara dan malaria muncul kembali di Asia Tengah,
Eropa Timur dan Asia Tenggara.(5)

Di Indonesia, menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)


tahun 2001, 70 juta penduduk tinggal di daerah endemik malaria dengan 15 juta
kasus malaria klinis dengan kematian 38.000 setiap tahunnya. Dari 293
Kabupaten / Kota yang ada di Indonesia, 167 kabupaten/Kota merupakan wilayah
endemis malaria.(2)

Walaupun upaya penanggulangan malaria sejak lama dilaksanakan, namun


dalam beberapa tahun terakhir terutama sejak krisis ekonomi 1997 daerah
endemis malaria bertambah luas, bahkan menimbulkan Kejadian Luar Biasa
(KLB) pada daerah-daerah yang telah berhasil menanggulangi malaria.
Ketidakstabilan politik, bencana alam, dan perpindahan penduduk ikut
mengakibatkan terjadinya wabah (outbreak) dan munculnya daerah-daerah
endemik baru yang sebelumnya bebas malaria. Adanya krisis ekonomi
menyebabkan bisnis swasta yang terbengkalai atau tidak terurus seperti budidaya
udang dan ikan merupakan tempat yang subur untuk perkembangbiakan vektor
malaria (nyamuk Anopheles). Menurut Deputi Principal Recipiend Global Fund
Ads Tubercolosis Malaria, Ferdinand J Laihad (25/4/2007). Indonesia benar-benar
seperti 'kerajaan' malaria. 310 Kabupaten/kota dinyatakan endemis penyakit ini.
Sebanyak 107.785.000 penduduk berisiko tertular. 310 Kabupaten/kota itu
merupakan 70,3 persen dari total kabupaten / kota yang ada di Indonesia.

Sedangkan menurut Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan


Lingkungan (PP&PL) Depkes, dr. I Nyoman Kandun (30/04/2008). Indonesia
termasuk negara berisiko malaria. Pada tahun 2006 terdapat sekitar 2 juta kasus
malaria klinis, sedangkan tahun 2007 menjadi 1,75 juta kasus. Jumlah penderita
positif malaria (hasil pemeriksaan mikroskop positif terdapat kuman malaria)
tahun 2006 sekitar 350 ribu kasus, dan pada tahun 2007 sekitar 311 ribu kasus.
Pada tahun 2007 masih terjadi KLB dan peningkatan kasus malaria di 8 Propinsi,
13 kabupaten, 15 kecamatan, 30 desa dengan jumlah penderita malaria positif
sebesar 1256 penderita, 74 kematian (Case Fatality Rate =5,9%). Jumlah ini
mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2006, dimana terjadi KLB di 7
propinsi, 7 kab, 7 kec dan 10 desa dengan jumlah penderita 1107 dengan 23
kematian (Case Fatality Rate = 2,07%).

Di Sulawesi Selatan, menurut laporan Dinas Kesehatan Provinsi Sul-Sel


tahun 2007 terdapat 4.964 kasus malaria dari 7.675.893 penduduk yang tersebar
pada 23 Kabupaen / Kota yang ada. Selayar merupakan daerah dengan penderita
malaria terbanyak yaitu sebanyak 1.857 kasus, Annual Malaria Incidence (AMI)
=15,93%, kemudian Bulukumba (752 kasus, AMI=1,95%), dan Soppeng (561
kasus, AMI=2,46%).(6)

Dalam pencegahan malaria berdasarkan komitmen internasional yang


dikeluarkan WHO dikenal suatu pendekatan Roll Back Malaria. Di Indonesia,
bentuk operasional dari Roll Back Malaria dikenal dengan GEBRAK Malaria
(Gerakan Berantas Kembali Malaria) dengan strategi: deteksi dini dan pengobatan
yang tepat, peran serta aktif masyarakat dalam pencegahan malaria, dan perbaikan
kualitas dari pencegahan dan pengobatan malaria melalui perbaikan kapasitas
personel kesehatan yang terlibat.(2, 5)

Dengan adanya masalah kesehatan dalam hal ini terhadap penyakit malaria
yang merupakan masalah global, maka sistem informasi tentang penyakit tersebut
sangat diperlukan. Dengan alasan ini, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana
karakteristik penderita malaria di R.S.U.P. dr. Wahidin Sudirohusodo periode 1
Januari 2006 – 31 Desember 2007.
DAFTAR PUSTAKA

Nasry.NN, Prof.Dr.MPH.2000. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular.


Jakarta: PT Rineka Cipta.

Waiman,Sulaiman. Alternatif Penanggulangan malaria Falcifarum


Resisten:Hasil Penelusuran Dan Analisi beberapa penelitian.Jurnal
kedokteran dan Kesehatan no 2 hal 1015.tahun 2005:Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Munif,Amrul,dkk. Polimorfisme Genetik Dari Anopheles barbirostris kaitannya


Dengan Prevalensi Malaria di kecamatan Cineam,Kabupaten
Tasikmalaya.Buletin Penelitian Kesehatan Vol.32 No.1-
2004:Departemen Kesehatan republic Indonesia.

Nalim,Sutriayu & Barodji dkk. Efektivitas Penggunaan Kelambu Berinsektisida


Etofenprox untuk Pemberantasan Malaria.Majalah
Medika.Jakarta:Grafiti Medika Pers.

Gunawan, S.2000. Epidemiologi Malaria.Dalam Harijanto P.N.Malaria :


Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi klinik & penanganan Jakarta:ECG

Prabowo,dr.Arfan. Malaria:Mencegah dan Mengatasinya. Jakarta:Puspa Swara.

Widjajanti, Nuraini.2001. Obat-obatan. Yogyakarta:Kanisius.

Michael,Carter.2005.Profilaksis kotrimoksazol Sangat Terhadap Malaria.


http://spiritia.or.id/news/bacanews.php?nwno=0001, diakses tanggal 19
Juni 2010.

Keith,Alcorn.2007.Pengobatab Pencegahan malaria Berselang Selama Kehamilan


Para Perempuan HIV-Positif.
http://spiritia.or.id/news/becanewa.php/nwno=0545
Suhanda, Irwan 2006.Sehat dengan Makanan Berkhasiat.Jakarta:Kompas.

Anda mungkin juga menyukai