Anda di halaman 1dari 3

PSIKOLOGI PERDAMAIAN

Secara umum perdamaian dapat diartikan sebagai keadaan tanpa perang, kekerasan
atau konflik sebagaimana yang tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Terdapat berbagai simbol dan istilah perdamaian antara lain seperti logo peace dan burung
merpati. Psikologi perdamaian berusaha mengembangkan teori dan praktik yang ditujukan
untuk pencegahan dan mitigasi kekerasan langsung dan struktural. Dibingkai secara positif,
psikologi perdamaian mempromosikan pengelolaan konflik tanpa kekerasan dan mengejar
keadilan sosial, yang masing-masing kita sebut sebagai penciptaan perdamaian dan
pembangunan perdamaian. Gagasan terkait perdamaian muncul beriringan dengan adanya
perang sehingga diperlukan perdamaian untuk mencegah perang.
Jika ditanya apa itu damai? Maka damai yang terlintas di pikiran kita adalah:
a. keseimbangan kekuatan politik di antara berbagai kelompok dalam suatu masyarakat,
wilayah, atau dunia
b. legitimasi bagi pengambil keputusan dan pelaksana keputusan di mata kelompoknya
masing-masing, maupun pihak eksternal, yang didukung dengan baik melalui transparansi
dan akuntabilitas
c. lembaga yang andal dan tepercaya untuk menyelesaikan konflik
d. rasa kesetaraan dan rasa hormat, dalam sentimen dan praktik, di dalam dan di luar
kelompok dan sesuai dengan standar internasional
e. mengakui dan menghargai hubungan saling bergantung di antara kelompok-kelompok
yang mendorong kerjasama jangka panjang selama periode kesepakatan,
ketidaksepakatan, normalitas, dan krisis
f. saling pengertian tentang hak, kepentingan, maksud, dan fleksibilitas meskipun tidak
kompatibel
g. hubungan kontraktual yang menyiratkan pengakuan dan kesepakatan bersama
Selain ada perdamaian, juga ada konflik. Konflik dapat timbul antara dua atau lebih
pihak dari kepentingan, tujuan, nilai, keyakinan, preferensi, atau kesalahpahaman mereka
yang berlawanan tentang hal-hal di atas. Konflik dapat terbagi menjadi dua, yakni konflik
positif (konflik produktif) dan konflik negatif (konflik destruktif). Konflik produktif memiliki
dampak positif bagi pelakunya yakni meningkatkan kinerja, produktivitas, kreatifitas, inovasi
dan solusi, sedangkan konflik destruktif mengakibatkan penurunan kinerja dan hubungan
yang memburuk. Konflik produktif akan menimbulkan kerjasama antar pihak yang
berkonflik sedangkan konflik destruktif akan menimbulkan kompetisi.
Konflik sendiri berbeda dengan kekerasan. Kekerasan memberikan dampak negatif
seperti kerusakan atau pelanggaran hak. Terdapat tiga bentuk kekerasan yaitu, kekerasan
langsung, struktural dan kultural. Dimensi kekerasan antara lain, Fisik vs. Psikologis, Negatif
vs. Positif, Dengan vs. Tanpa Obyek, Ada vs. Tidak Ada Subyek, Intended vs. Unintended
dan Manifest vs. Latent.
MENYELESAIKAN KONFLIK : PEACEMAKING AND PEACEBUILDING
Suatu konflik yang terjadi sejatinya timbul karena adanya perbedaan maupun
kesalahpahaman. Penyelesaian konflik dapat dilakukan melalui peacemaking (upaya
berdamai) atau melalui peacebuilding (membangun perdamaian). Penyelesaian konflik
tersebut dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yakni power-based, rights-based dan
interest-based. Peacemaking merupakan suatu upaya untuk mencari suatu perdamaian atau
juga bisa disebut dengan resolusi konflik, istilah lainnya yang dipakai untuk penyelesaian
konflik adalah manajemen konflik dan transformasi konflik. Konflik manajemen merupakan
proses menyusun konflik dengan tujuan untuk mendapatkan resolusi yang dinginkan, yang
didalamnya ditandai dengan adanya konflik yang tidak bisa dihilangkan. Sedangkan
transformasi konflik merupakan suatu hubungan atau situasi yang saling menghancurkan
kemudian ditranformasikan menjadi sebuah dukungan bagi diri sendiri, mengoreksi diri
sendiri dan berkelanjutan untuk masa depan mendatang/hubungan. Dalam menyelesaikan
suatu konflik, terdapat cara-cara yang digunakan secara non-violent bukan dominasi atau
operasi dan memenuhi kebutuhan semua pihak. Resolusi konflik memiliki empat prinsip
diantaranya adalah cooperation, integrative solution, interest based dan nonviolence.
Berdasarkan agenda perdamaian PBB pada tahun 1992, peacebuilding adalah upaya
komprehensif untuk mengidentifikasi dan mendukung struktur yang akan cenderung
memperkuat kedamaian dan memajukan rasa percaya diri dan kesejahteraan di antara umat
manusia. Melalui persetujuan yang mengakhiri pertikaian sipil, hal ini dapat mencakup
melucuti pihak-pihak yang sebelumnya saling berperang dan restorasi ketertiban, hak asuh
dan kemungkinan pengrusakan senjata, memulangkan para pengungsi, memberikan
dukungan penasihat dan pelatihan bagi personel keamanan, memonitor pemilu, memajukan
upaya untuk melindungi hak asasi manusia, mereformasi atau memperkuat institusi
pemerintahan dan mempromosikan proses partisipasi politik formal dan informal. Menurut
Montiel, struktur dari peacebuilding adalah proses psikologis sosial mengubah hubungan
yang relatif permanen dan tidak seimbang antara kolektif dalam struktur sosial dengan
seperangkat hubungan antar kelompok baru di mana semua kelompok memiliki kontrol yang
lebih adil atas sumber daya politik dan ekonomi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
dasar. Berikut merupakan perbandingan antara peacemaking dan peacebuilding menurut
Christie, Wagner dan Winter:

Peacebuilding Peacemaking
Mengurangi kekerasan struktural Mengurangi kekerasan langsung
Penekanan pada keadilan sosial Penekanan pada cara tanpa kekerasan
Proaktif Reaktif
Ada dimana-mana Dibatasi secara temporal dan spasial
Promosi keadilan sosial Pencegahan episode kekerasan
Ancaman terhadap status quo Ketertarikan pada status quo
Hubungan Antar Kelompok
Hubungan antar kelompok adalah setiap perilaku yang melibatkan interaksi antara
satu atau lebih perwakilan dari dua atau lebih kelompok yang terpisah. Dalam artian yang
lebih luas, perilaku antar kelompok adalah setiap persepsi, kognisi atau perilaku yang
dipengaruhi oleh pengakuan orang bahwa mereka dan orang lain adalah anggota kelompok
sosial yang berbeda. Menurut (Sherif, 1954) hubungan antar kelompok adalah “Hubungan
antara dua kelompok atau lebih dengan anggotanya masing-masing. Setiap kali individu yang
termasuk dalam satu kelompok berinteraksi, secara kolektif atau individual, dengan
kelompok lain atau anggotanya dalam hal identifikasi kelompok mereka”.
Di dalam hubungan antar kelompok, tidak lepas dari konflik. Terkait teori konflik
nyata (Realistic Conflict Theory) adalah model sosial yang mencoba menjelaskan mengapa
prasangka, stereotip negatif, dan diskriminasi berkembang terhadap anggota kelompok sosial
lain. Status sosial ekonomi, etnis, dan gaya hidup yang berbeda sering menjadi contoh faktor
yang memisahkan orang ke dalam kelompok yang berbeda. RCT adalah teori sosial yang
menunjukkan bahwa konflik dapat muncul antara kelompok orang yang berbeda yang
memiliki tujuan berbeda dan bersaing memperebutkan sumber daya yang terbatas. Pada
eksperimen yang dilakukan oleh Sheriff dkk pada tahun 1949, 1953, 1954 dengan
Eksperimen Gua Perampok di Oklahoma, diketahui dua kelompok anak laki-laki muda di
lingkungan perkemahan musim panas yang awalnya tidak mengenali satu sama lain,
kemudian bersahabat, lalu dipisahkan dan menjalani persaingan, kemudian berkumpul
menjadi kelompok untuk bekerja sama lagi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa orang-orang
itu egois dan akan berusaha memaksimalkan imbalan mereka sendiri, konflik adalah hasil
dari kepentingan kelompok yang tidak sesuai dan aspek psikologis sosial dari perilaku
antarkelompok bukanlah penentu -tetapi, lebih tepatnya, terutama ditentukan oleh-kesesuaian
atau ketidaksesuaian kepentingan kelompok.
Teori identitas sosial adalah Proses psikologis perilaku antarkelompok. Teori identitas
sosial dalam prosesnya terdiri atas kategorisasi sosial, identitas sosial, perbandingan sosial
dan kekhasan kelompok psikologis. Dalam proses kategorisasi dipengaruhi oleh nilai dan
norma yang dimililki (sehingga jelas mana yang in-group dan out-group), pengelompokan
yang dilakukan juga akan mempengaruhi status. Depersonalisasi dalam proses kategori
adalah ketika orang mendefinisikan diri mereka sendiri dan orang lain sebagai anggota dari
kategori yang sama, mereka akan membuat stereotipe diri dalam kaitannya dengan kategori
tersebut dan cenderung melihat diri mereka lebih mirip dalam hal atribut yang
mendefinisikan kategori tersebut. Sementara, Teori deprivasi relative adalah persepsi adanya
disparitas atau diskrepansi antara yang seharusnya/selayaknya didapat dan yang aktual
dimiliki yang timbul sebagai hasil perbandingan antara pengalaman/kenyataan dan harapan.
Prosesnya dimulai dengan adanya ketidakpuasan (discontent) yang kemudian menimbulkan
Perilaku/aksi kolektif, contohnya adalah ‘Gold rush’ di tahun 1850an di Australia
menyebabkan merosotnya penghasilan per kapita para penambang, diikuti dengan
pembantaian para penambang Cina. Deprivasi relative merupakan pra-kondisi utama dari
adanya kekerasan kolektif.

Anda mungkin juga menyukai