Anda di halaman 1dari 40

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pasar Modal dan Mekanisme Perdagangan

Pasar modal merupakan pasar untuk berbagi instrumen keuangan

(sekuritas) jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk

hutang ataupun modal sendiri, baik yang diterbitkan pemerintah, public

autorities, maupun perusahaan swasta (Husnan, 2001). Dalam melaksanakan

fungsi ekonominya, pasar modal menyediakan fasilitas untuk memindahkan

dana dari lender ke borrower. Fungsi keuangan dilakukan dengan

menyediakan dana yang diperlukan oleh para borrowers dan para lenders

menyediakan dana tanpa harus terlibat langsung dalam kepemilikan aktiva riil

yang diperlukan untuk investasi tersebut.

Ada beberapa daya tarik pasar modal. Pertama, diharapkan pasar modal

ini akan bisa menjadi alternatif penghimpunan dana selain sistem perbankan.

Pasar modal memungkinkan perusahaan menerbitkan sekuritas yang berupa

surat tanda hutang (obligasi) ataupun surat tanda kepemilikan (saham). Dengan

demikian, perusahaan bisa menghindarkan diri dari kondisi debt to equity ratio

yang terlalu tinggi sehingga justru membuat cost of capital of the firm tidak lagi

minimal. Kedua, pasar modal memungkinkan para pemodal mempunyai

berbagai pilihan investasi yang sesuai dengan preferensi risiko mereka. Di

samping itu investasi pada sekuritas mempunyai daya tarik lain, pada

likuiditasnya. Sehubungan dengan ini pasar modal memungkinkan terjadinya

16
17

alokasi dana yang efisien. Hanya kesempatan-kesempatan investasi yang

menjanjikan keuntungan yang tertinggi (sesuai dengan risikonya) yang

mungkin memperoleh dana dari para lenders (Husnan, 2004).

Di dalam pasar modal terdapat beberapa pasar yang memiliki kriteria-

kriteria tersendiri. Kriteria pasar modal tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pasar Perdana

Menurut Mushawir (2017), Pasar perdana adalah penawaran efek

dari suatu perusahaan kepada masyarakat (publik) oleh suatu indikasi

penjaminan untuk pertama kalinya sebelum efek tersebut diperdagangkan

di Bursa Efek. Mekanisme perdagangannya adalah sebagai berikut :

pertama, saham atau efek yang diterbitkan oleh perusahaan penerbit

(emiten) akan ditawarkan kepada investor oleh pihak penjamin emisi

(underwriter) melalui perantara pedagang efek (broker-dealer) yang

bertindak sebagai agen penjual saham. Proses ini disebut dengan

Penawaran Umum Perdana (IPO).

Penjamin Emisi
Emiten Investor
Agen Penjual

Dana
Efek

Gambar 2.1. Proses Perdagangan pada Pasar Perdana

Prosedur penawaran dan pemesanan effek di pasar perdana dapat

dijelaskan sebagai berikut :


a. Penawaran perdana suatu saham atau obligasi suatu perusahaan kepada

investor publik dilakukan melalui penjamin emisi dan agen penjual.

Tata cara pemesanan saham atau obligasi seperti harga penawaran,

jumlah saham yang ditawarkan, masa penawaran dan informasi lain

yang penting harus dipublikasikan di surat berharga berskala nasional

dan juga dibagikan ke publik dalam bentuk prospektus.

b. Investor yang berminat dapat memesan saham atau obligasi dengan cara

menghubungkan penjamin emisi atau agen penjual dan kemudian

mengikuti prosedur yang telah ditetapkan.

c. Investor kemudian melakukan pemesanan saham atau obligasi tersebut

dengan disertai pembayaran.

d. Penjamin emisi dan agen penjual mengumumkan hasil penawaran

umum tersebut kepada investor yang telah melakukan pemesanan.

e. Proses penjatahan saham atau obligasi (biasanya disebut dengan

allotment) kepada investor yang telah memesan dilakukan oleh

penjamin emisi dan emiten yang telah mengeluarkan saham atau

obligasi. Dalam proses penjatahan ini ada beberapa istilah yang harus

diperhatikan.

f. Undersubscribed, adalah kondisi dimana total saham atau obligasi yang

dipesan oleh investor kurang dari total saham atau obligasi yang

ditawarkan. Dalam kondisi ini semua investor akan mendapatkan saham

atau obligasi sesuai dengan jumlah yang dipesannya.

g. Oversubscribed, adalah kondisi dimana total saham atau obligasi yang

dipesan oleh investor lebih dari total saham atau obligasi yang
ditawarkan. Dalam kondisi ini terdapat kemungkinan investor

mendapatkan saham atau obligasi kurang dari jumlah yang dipesan atau

bahkan tidak mendapatkan sama sekali.

h. Apabila jumlah saham atau obligasi telah terjadi oversubscribed maka

kelebihan dana investor akan dikembalikan (refund).

i. Saham atau obligasi tersebut kemudian didistribusikan kepada investor

melalui penjamin emisi dan agen penjual.

2. Pasar Sekunder

Pasar sekunder adalah pasar dimana efek-efek yang telah dicatatkan

di Bursa Efek diperjualbelikan. Pasar sekunder memberikan kesempatan

kepada para investor untuk membeli atau menjual efek-efek yang tercatat

di bursa setelah terlaksananya penawaran perdana. Di pasar ini efek-efek

diperdagangkan dari satu investor ke investor lain.

Investor Broker Beli BURSA EFEK Broker Jual Investor


Beli Jual

Dana
Efek

Gambar 2.2 Proses Perdagangan Pada Pasar Sekunder

Prosedur penawaran dan pemesanan effek di pasar sekunder dapat

dijelaskan sebagai berikut :

a. Sebelum dapat melakukan transaksi, investor harus menjadi nasabah di

salah satu perusahaan efek.


b. Selanjutnya investor tersebut harus mendepositkan sejumlah uang

tertentu sebagai jaminan bahwa nasabah tersebut layak melakukan jual

beli saham.

c. Proses perdagangan atau transaksi saham dan obligasi di pasar sekunder

diawali dengan order (pesanan) untuk harga tertentu.

d. Perdagangan saham di BEI harus menggunakan satuan perdagangan

(round lot) efek atau kelipatannya, yaitu 500 (lima ratus) efek.

e. Pesanan jual atau beli oleh para investor dari berbagai perusahaan

sekuritas akan bertemu di lantai bursa. Setelah terjadi pertemuan

(match) antar order tersebut, maka proses selanjutnya adalah proses

terjadinya transaksi.

Mekanisme matching umumnya berdasarkan kriteria prioritas harga

kemudian waktu.

Sejak tahun 1995 proses perdagangan efek di pasar modal Indonesia

telah menggunakan sistem terkomputerisasi yang disebut dengan JATS

(Jakarta Automated Trading System) yang beroperasi berdasarkan sistem

tawar menawar (auction) secara terus-menerus selama periode

perdagangan. Perintah order beli dan jual dari investor dapat cocok

(matched) berdasarkan prioritas harga dan waktu. Prioritas harga artinya

siapapun yang memasukan order permintaan dengan harga beli (bid price)

yang paling tinggi akan mendapatkan prioritas utama untuk dapat bertemu

dengan siapa pun yang memasukkan order penawaran dengan harga jual

(offer price) yang paling rendah. Prioritas waktu artinya siapa pun yang
memasukkan order beli atau jual terlebih dahulu akan mendapatkan

prioritas pertama untuk dicocokkan (matched) oleh sistem.

Bursa Efek Indonesia menggolongkan perdagangan saham ke

dalam tiga pasar, yaitu :

a. Pasar reguler. Saham di pasar reguler diperdagangkan dalam satuan lot

dan berdasarkan mekanisme tawar menawar yang berlangsung secara

terus menerus selama proses perdagangan. Harga-harga yang terjadi di

pasar ini akan digunakan sebagai dasar perhitungan indeks di BEI.

b. Pasar negosiasi. Pasar ini dilaksanakan berdasarkan tawar menawar

individual antara anggota bursa beli dan anggota bursa jual dengan

berpedoman pada kurs terakhir di pasar reguler.

c. Pasar tunai. Pasar ini tersedia untuk menyelesaikan kegagalan anggota

bursa dalam memenuhi kewajibannya di pasar reguler dan pasar

negosiasi. Pasar tunai dilaksanakan dengan prinsip pembayaran dan

penyerahan seketika (cash and carry).

Perdagangan Efek di Pasar Reguler, Pasar Tunai dan Pasar

Negosiasi dilakukan selama jam perdagangan pada setiap Hari Bursa

dengan berpedoman pada waktu JATS.

Hari Sesi Pertama Sesi Kedua

Senin – Kamis 09:30 sampai 12:00 WIB 13:30 sampai 16:00 WIB

Jumat 09:30 sampai 11:30 WIB 14:00 sampai 16:00 WIB


B. Organisasi Pasar Modal Indonesia

Struktur Pasar Modal Indonesia diatur oleh Undang-undang No. 08

tahun 1995 tentang pasar modal yang menjelaskan bahwa kebijakan umum di

bidang pasar modal ditetapkan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia.

Secara umum, struktur pasar modal di Indonesia seperti pada gambar berikut

ini:

MENTERI KEUANGAN

BAPEPAM-LK

Badan Usaha Bursa efek


Perusahaan Efek Lembaga Penunjang Pasar Modal Perusahaan Efek Lembaga Penunjang Pasar Modal
Jakarta

Reksa Dana Bursa efek


Surabaya

Profesi Penunjang Profesi Penunjang


KPEI

KSEI

Agen/Penjualan Agen/Sub Agen Pemodal/ Masyarakat

Pasar Perdana Pasar Sekunder

Gambar 2.3 Struktur Organisasi Pasar Modal Indonesia

1. Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)

Memiliki kewenangan untuk melakukan pembinaan, pengaturan

dan pengawasan Pasar Modal di Indonesia. Bapepam berada di bawah dan

bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan. Tujuan adanya Bapepam

yaitu untuk mewujudkan terciptanya kegiatan pasar modal yang

teratur, wajar, dan efisien serta melindungi kepentingan pemodal dan

masyarakat.
a. Teratur : menjamin bahwa seluruh pelaku pasar modal wajib mengikuti

ketentuan yang berlaku dan melaksanakannya secara konsisten.

b. Wajar : seluruh pelaku pasar modal melakukan kegiatannya dengan

memperhatikan standar dan etika yang berlaku di dunia bisnis serta

mengutamakan kepentingan masyarakat banyak.

c. Efisien : kegiatan pasar modal dilakukan secara cepat dan tepat dengan

biaya yang relatif murah.

Wewenang BAPEPAM dan LK antara lain :

a. Memberikan izin usaha kepada:

1) Bursa Efek.

2) Lembaga Kliring dan Penjaminan.

3) Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian.

4) Reksa Dana.

5) Perusahaan Efek.

6) Penasehat Investasi.

7) Biro Administrasi Efek

b. Memberikan izin orang perseorangan bagi:

1) Wakil Penjamin Emisi Efek

2) Wakil Perantara Pedagang Efek

3) Wakil Manajer Investasi

4) Wakil Agen Penjual Reksa Dana

c. Memberikan persetujuan bagi Bank Kustodian.


d. Mewajibkan Pendaftaran kepada Profesi Penunjang Pasar

Modal, yaitu:

1) Notaris

2) Konsultan Hukum

3) Penilai

4) Akuntan

5) Wali Amanat

e. Menetapkan Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran serta

menyatakan, menunda atau membatalkan efektifnya pernyataan

pendaftaran.

f. Mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap Pihak dalam

hal terjadi peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran terhadap

Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya.

2. Perusahaan (Emiten)

Memperoleh dana di Pasar Modal dengan melaksanakan penawaran umum

atau investasi langsung (private placement).

3. Self Regulatory Organizations (SRO)

Adalah organisasi yang memiliki kewenangan untuk membuat peraturan

yang berhubungan dengan aktivitas usahanya.

Self Regulatory Organizations (SRO) terdiri dari :

a. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP)

Pihak yang menyelenggarakan kegiatan kustodian sentral bagi Bank

Kustodian, Perusahaan Efek, dan pihak lain. Lembaga yang telah


memperoleh izin usaha sebagai LPP oleh BAPEPAM adalah PT.

KSEI (PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia).

b. Bursa Efek

Pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau

sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-

pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek antara mereka.

Tugas Bursa Efek :

1) Menyelenggarakan perdagangan Efek yang teratur, wajar dan

Efisien,

2) Menyediakan sarana pendukung serta mengawasi kegiatan

anggota Bursa Efek,

3) Menyusun rancangan anggaran tahunan dan penggunaan laba

Bursa Efek, dan melaporkannya kepada Bapepam.

c. Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP),

Pihak yang menyelenggarakan jasa kliring dan penjaminan transaksi

bursa agar terlaksana secara teratur, wajar, dan efisien. Lembaga yang

telah memperoleh izin usaha sebagai LKP oleh BAPEPAM adalah PT.

KPEI (PT. Kliring Penjaminan Efek Indonesia).

Tugas LKP :

1) Menyediakan jasa kustodian sentral dan penyelesaian transaksi

yang teratur, wajar, dan efisien.

2) Mengamankan pemindahtanganan Efek.

3) Menyelesaikan (settlement).
4. Perusahaan Efek

Adalah perusahaan yang mempunyai aktifitas sebagai Perantara

Pedagang Efek, Penjamin Emisi Efek, Manajer Investasi, atau gabungan

dari ketiga kegiatan tersebut.

a. Penjamin Emisi Efek

Salah satu aktivitas pada perusahaan efek yang melakukan kontrak

dengan emiten untuk melaksanakan penawaran umum dengan atau

tanpa kewajiban untuk membeli sisa efek yang tidak terjual.

Kewajiban:

1) Mematuhi semua ketentuan dalam kontrak penjaminan Emisi.

2) Mengungkapkan dalam prospektus adanya hubungan afiliasi atau

hubungan lain yang bersifat material antara Perusahaan Efek dan

Emiten.

Penjamin Pelaksana Emisi Efek Bertugas :

1) Mejamin penjual Efek dan pembayaran keseluruhan nilai Efek

yang diemisikan kepada Emiten.

2) Mewakili para Penjamin Emisi Efek dalam hubungannya dengan

Emiten dan pihak ketiga.

3) Menetapkan bagian kewajiban masing-masing Penjamin Emisi

Efek sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati dalam

perjanjian antar Pemjamin Emisi Efek.

4) Mengumpulkan semua hasil penjualan Efek dilakukan oleh para

Penjamin Peserta Emisi dan para Agen Penjual.


5) Menyerahkan hasil penjualan Efek kepada Emiten serta

membayar Efek yang tidak terjual tepat pada tanggal yang

disepakati.

Penjamin Peserta Emisi Efek, bertugas:

1) Mengatur pengelolaan serta penyelenggaraan Emisi Efek.

2) Mengkoordinasikan seluruh Penjamin Emisi Efek dalam hal

pelaksanaan penjaminan Efek, serta kegiatan-kegiatan lainnya

sesuai dengan kewajiban para Penjamin Emisi Efek.

3) Menjamin penjualan Efek dan pembayaran nilai Efek kepada

Penjamin Pelaksana Emisi Efek sesuai dengan bagian penjaminan

yang diambil (disepakati dalam perjanjian).

Perjanjian Penjaminan

1) Penjaminan Emisi dengan kesanggupan penuh (full commitment

underwriting)

Penjamin Emisi disamping menyanggupi untuk menawarkan Efek

tersebut kepada masyarakat, juga menyanggupi untuk membeli

sendiri Efek yang tidak habis terjual.

b) Penjaminan Emisi dengan kesanggupan siaga (stand by

commitment underwriting)

Penjamin Emisi disamping menyanggupi untuk menawarkan Efek

tersebut kepada masyarakat juga menyanggupi untuk membeli

sisa Efek yang tidak habis terjual pada suatu tingkat harga tertentu

sesuai dengan syarat yang diperjanjikan.


c) Penjaminan Emisi dengan Kesanggupan terbaik (best efforts

underwriting)

Penjamin Emisi hanya mempunyai kewajiban untuk menawarkan

Efek tersebut sebaik-baiknya dan apabila tidak habis terjual maka

Efek tersebut akan dikembalikan ke Emiten.

d) All-or-none offering (kesanggupan semua atau tidak sama sekali)

Penawaran akan dibatalkan apabila tidak terjual semua.

e) Minimum – maksimum (paling sedikit – paling banyak)

Penawaran Efek akan dibatalkan apabila tidak tercapai batas

minimum.

b. Perantara Pedagang Efek

Salah satu aktifitas pada perusahaan efek yang melakukan kegiatan

usaha jual beli efek untuk kepentingan sendiri atau pihak lain.

Kewajiban:

1) Mendahulukan kepentingan nasabah sebelum melakukan

transaksi untuk kepentingan sendiri.

2) Dalam memberikan rekomendasi kepada nasabah untuk membeli

atau menjual Efek wajib memperhatikan keadaan keuangan dan

maksud serta tujuan investasi dari nasabah.

3) Membubuhi jam, hari, dan tanggal atas semua pesanan nasabah

pada formulir pemesanan. Memeberikan konfirmasi kepada

nasabah sebelum berakhirnya hari bursa setelah dilakukan

transaksi.
4) Menerbitkan tanda terima setelah menerima Efek atau uang dari

nasabah.

5) Menyelesaikan amanat jual/beli dari pemberi amanat.

6) Menyediakan data dan informasi bagi kepentingan para pemodal.

7) Membantu mengelola dana bagi kepentingan para pemodal.

8) Memberikan saran kepada para pemodal.

c. Manajer Investasi,

Pihak yang kegiatan usahanya mengelola portofolio efek untuk para

nasabah atau mengelola Portofolio Investasi Kolektif untuk sekelompok

nasabah, kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun, dan bank yang

melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan perundangundangan

yang berlaku.

Tugas manajer investasi :

1) Mengadakan riset

2) Menganalisa Kelayakan investasi

3) Mengelola dana portofolio.

d. Penasihat Investasi

Pihak yang member nasihat kepada pihak lain mengenai penjualan atau

pembelian efek.

Tugas:

1) Memberikan nasehat kepada pihak lain

2) Melakukan riset

3) Membuat rekomendasi
4) Memberikan analisa di bidang Efek dengan memperoleh imbalan

tertentu

5) Wajib memelihara segala catatan yang berhubungan dengan

nasehat yang diberikan.

5. Lembaga Penunjang Pasar Modal

a. Biro Administrasi Efek

Pihak yang berdasarkan kontrak dengan emiten melaksanakan

pencatatan pemilikan efek dan pembagian hak yang berkaitan dengan

efek.

Tugas BAE adalah untuk mendaftarkan dan mengadministrasikan

saham yang pemodal beli menjadi atas nama pemodal tersebut.

b. Kustodian

Pihak yang memberikan jasa penitipan efek dan harta lain berkaitan

dengan efek serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan

hak lain, menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang

rekening yang menjadi nasabahnya.

1) Jasa yang diberikan Kustodian:

a) Menyediakan TPH (tempat penitipan harta) yang aman bagi

surat-surat berharga (Efek).

b) Mencatat dan membukukan semua penitipan pihak lain

secara cermat. (jasa administrasi).

c) Mengamankan semua penerimaan dan penyerahan Efek

untuk kepentingan pihak yang diwakilinya.


d) Mengamankan pemindahtanganan Efek.

e) Menagih deviden saham, bunga obligasi, dan hak-hak lain

yang berkaitan dengan surat berharga yang dititipkan.

2) Yang dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai kustodian:

a) Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP),

b) Perusahaan efek,

c) Bank umum.

3) Wali Amanat

Pihak yang mewakili kepentingan pemegang efek bersifat

utang. Tugas :

a) Mewakili kepentingan pemegang Efek bersifat utang baik di

dalam maupun di luar pengadilan.

b) Memberikan ganti rugi kepada pemegang Efek bersifat utang

atas kerugian karena kelalaiannya dalam pelaksanaan

tugasnya sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini dan

atau peraturan pelaksanaannya serta kontrak

perwaliamanatan.

6. Profesi Penunjang Pasar Modal

a. Akuntan Publik

b. Notaris

c. Konsultan Hukum

d. Perusahaan Penilai
C. Saham

Menurut Sunariyah (2011), saham adalah surat berharga sebagai bukti

penyertaan atau pemilikan individu maupun institusi yang dikeluarkan oleh

sebuah perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Saham

menyatakan bahwa pemilik saham tersebut adalah juga pemilik sebagian dari

perusahaan tersebut. Dengan demikian apabila seorang investor membeli

saham, maka ia pun menjadi pemilik dan disebut pemegang saham perusahaan.

Menurut Jogiyanto Hartono (2016) saham (stock) adalah hak kepemilikan

perusahaan yang dijual. Saham (stock) terdapat tiga jenis, yaitu :

1. Saham Biasa (common stock)

Saham biasa adalah saham yang mana jika perusahaan hanya mengeluarkan

satu kelas saham. Saham biasa sendiri memilik hak untuk pemegangnya di

antaranya hak kontrol, hak menerima pembagian keuntungan, dan hak

preemptif (hak presentasi).

2. Saham Preferen (preferred stock)

Saham preferen merupakan saham yang sifat gabungan antara obligasi dan

saham biasa. Pada saham ini sendiri memiliki banyak keistimewahan.

3. Saham Treasuri (treasury stock)

Saham milik perusahaan yang sudah pernah dikeluarkan dan beredar yang

kemudian dibeli kembali oleh perusahaan untuk disimpan sebagai treasuri

yang nantinya dapat dijual kembali.


Sesuai dengan definisi saham di atas maka saham juga dapat diartikan

sebagai surat bukti atau kepemilikan bagian modal suatu perusahaan dan juga

merupakan salah satu sekuritas sumber dana yang diperoleh perusahaan yang

berasal dari pemilik modal dengan konsekuensi perusahaan harus membayar

deviden kepada pembeli sekuritas atau pemilik sekuritas dalam hal ini saham.

Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2004) Sekuritas merupakan secarik

kertas yang menunjukan hak pemodal (yaitu pihak yang memiliki kertas

tersebut) untuk memperoleh bagian dari prospek atau kekayaan organisasi yang

menerbitkan sekuritas tersebut, dan berbagai kondisi yang memungkinkan

pemodal tersebut menjalankan haknya. Sekuritas ini sendiri terdiri dari tiga

jenis yakni obligasi, saham dan instrumen jangka pendek. Sedangkan untuk

saham sendiri, apabila pemodal atau investor membeli saham, berarti pemodal

atau investor itu telah membeli prospek perusahaan, dan jika prospek

perusahaan itu membaik maka harga saham tersebut meningkat. Memiliki

saham berarti memiliki perusahaan. Kalau pemodal atau investor memiliki 1%

dari seluruh saham yang diedarkan perusahaan, berarti kepemilikanya juga

sebesar 1%. Penghasilan yang dinikmati oleh pembeli saham dalam hal ini

pemodal atau investor adalah pembagian deviden dari saham tadi dan juga

keuntungan lain dapat diperoleh dari kenaikan harga saham tersebut (capital

gains). Dengan demikian dipandang dari segi kepastian, maka penghasilan

pemilik saham atau pemodal tadi tidak pasti. Hal ini disebabkan karena

pembayaran deviden sendiri akan dipengaruhi oleh prospek perusahaan yang

tidak pasti.
D. Harga Saham

Menurut Fred dan Copeland (dalam Ina Rinati, 2011) selembar saham

mempunyai nilai atau harga yang dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu :

1. Harga Nominal

Harga yang tercantum dalam sertifikat saham yang ditetapkan oleh emiten

untuk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkan. Besarnya harga

nominal memberikan arti penting saham karena deviden minimal biasanya

ditetapkan berdasarkan nilai nominal.

2. Harga Perdana

Harga pada waktu saham tersebut dicatat di bursa efek. Harga saham pada

pasar perdana biasanya ditetapkan oleh penjamin emisi (underwriter) dan

emiten. Dengan demikian akan diketahui berapa harga saham emiten itu

akan dijual kepada masyarakat biasanya untuk menentukan harga perdana.

3. Harga Pasar

Kalau harga perdana merupakan harga jual dari perjanjian emisi kepada

investor, maka harga pasar adalah harga jual dari investor yang satu dengan

investor yang lain. Harga ini terjadi setelah saham tersebut dicatatkan di

bursa. Transaksi di sini tidak lagi melibatkan emiten dari penjamin emisi

harga ini yang disebut sebagi harga di pasar sekunder dan harga inilah yang

benar-benar mewakili harga perusahaan penerbitnya, karena pada transaksi

di pasar sekunder, kecil sekali terjadi negosiasi harga investor dengan


perusahaan penerbit. Harga yang setiap hari diumumkan di surat kabar atau

media lain adalah harga pasar.

Menurut Jogiyanto Hartono (2016) yang mana mengungkapkan harga

saham sebagai nilai saham, menjelasakan bahwa nilai (harga) saham terdiri dari

tiga nilai (harga) saham yang mana sebagai berikut:

1. Nilai Buku (book value)

Nilai buku merupakan nilai saham menurut pembukuan perusahaan emiten.

Yang mana nilai buku sendiri dipengaruhi oleh nilai-nilai lain seperti nilai

nominal (par value), agio saham (additional paid capital atau in excess of

par value), nilai modal yang disetor (paid in capital), dan laba yang ditahan

(retained earnings).

2. Nilai Pasar (market value)

Nilai pasar (market value) berbeda dengan nilai buku. Jika nilai buku

merupakan nilai yang dicatat pada saat saham dijual oleh perusahaan, maka

nilai pasar adalah harga saham yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu

yang ditentukan oleh pelaku pasar. Nilai pasar ini ditentukan oleh

permintaan dan penawaran saham bersangkutan di pasar bursa.

3. Nilai Intrinsik (intrinsic value)

Nilai intrinsik (intrinsic value) atau nilai fundamental (fundamental value)

adalah nilai seharusnya dari suatu saham perusahaan atau nilai sebenarnya

suatu saham perusahaan.

Harga saham pada umumnya menunjukkan harga yang tercipta dari

pergerakan pasar atau bursa, yang dimaksud dengan pergerakan pasar disini
adalah pergerakan yang dilakukan oleh penjual dan pembeli. Sehingga yang

dimaksud dengan harga saham adalah harga pasar saham. Kerena harga itu

merupakan perwujudan dari harga atau nilai sekarang (present value) yang

berlaku pada pasar saham.

Menurut Jumiyanti Indah Lestari (2004) saham perusahaan publik,

sebagai komoditi investasi tergolong beresiko tinggi, karena sifat komoditasnya

yang sangat peka terhadap perubahan yang terjadi, baik perusahaan di luar

negeri maupun di dalam negeri, perubahan politik, ekonomi, dan moneter.

Perubahan tersebut dapat berdampak positif yang berarti naiknya harga saham

atau yang berdampak negatif yang berarti turunya harga saham. Dari

penjelasan ini dapat dimaknai bahwa harga saham sangatlah dinamis dalam

mengalami perubahan dari waktu ke waktu dan perubahan harga saham ini

dipengaruhi oleh banyak faktor. Fluktuasi saham yang disebabkan oleh faktor

tersebut memberikan dampak pada harga saham yang berada di pasar saham

atau bursa yang mana bisa berdampak positif maupun negatif.

Harga saham dapat mengalami perubahan karena adanya pengaruh dari

faktor-faktor lain. Menurut Ina Rinati (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi

harga saham dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu:

1. Faktor yang bersifat fundamental.

Faktor fundamental sendiri merupakan faktor yang memberikan informasi

tentang kinerja perusahaan dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya

diantaranya seperti:
a. Kemampuan manajemen dalam mengelolah kegiatan operasional

perusahaan.

b. Prospek bisnis perusahaan di masa akan datang.

c. Prospek pemasaran dari bisnis yang dilakukan.

d. Perkembangan teknologi yang digunakan dalam kegiatan operasi

perusahaan.

e. Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan.

2. Faktor yang bersifat teknis

Faktor teknis yaitu faktor yang menyajikan informasi dan menggambarkan

pasaran suatu efek, baik secara individu maupun secara kelompok. Yang

mana sebagai berikut:

a. Perkembangan kurs

b. Keadaan pasar modal

c. Volume dan frekuansi transaksi suku bunga

d. Kekuatan pasar modal dalam mempengaruhi harga saham suatu

perusahaan.

3. Faktor sosial politik

Faktor sosial politik adalah faktor yang timbul dari kegiatan sosial politik

dalam suatu negara, yang mana sebagai berikut:

a. Tingkat inflasi yang terjadi

b. Kebijakan moneter yang dilakukan oleh pemerintah

c. Kondisi perekonomian

d. Keadaan politik suatu negara


E. Indeks Harga Saham

Seiring dengan meningkatnya aktivitas perdagangan, kebutuhan untuk

memberikan informasi yang lebih lengkap kepada masyarakat mengenai

perkembangan bursa, juga semakin meningkat. Salah satu informasi yang

diperlukan adalah indeks harga saham sebagai cerminan dari pergerakan harga

saham. PT. Bursa Efek Indonesia memiliki 11 jenis indeks harga saham yang

secara terus menerus disebarluaskan melalui media cetak maupun elektronik

sebagai salah satu pedoman bagi investor untuk berinvestasi di pasar modal.

1. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), menggunakan semua emiten yang

tercatat sebagai komponen perhitungan indeks. Saat ini beberapa emiten

tidak dimasukkan dalam perhitungan IHSG, misalnya emiten-emiten eks

Bursa Efek Surabaya karena alasan tidak (atau belum ada) aktivitas

transaksi sehingga belum tercipta harga di pasar.

2. Indeks Sektoral, menggunakan semua emiten yang ada pada masing-

masing sektor.

3. Jakarta Islamic Index (JII), menggunakan 30 emiten yang masuk dalam

kriteria syariah, (Daftar Efek Syariah yang diterbitkan oleh Bapepam-LK)

dan termasuk saham yang memiliki kapitalisasi besar dan likuiditas tinggi.

4. Indeks Kompas 100, menggunakan emiten yang dipilih berdasarkan

pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang

telah ditentukan.
5. Indeks LQ45, menggunakan 45 emiten yang dipilih berdasarkan

pertimbangan likuiditas dan kapatalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang

telah ditentukan.

6. Indeks BISNIS-27, menggunakan 27 emiten yang dipilih berdasarkan

kriteria tertentu dan merupakan kerjasama antara PT Bursa Efek Indonesia

dengan Harian Bisnis Indonesia.

7. Indeks PEFINDO25, menggunakan 25 emiten yang dipilih berdasarkan

kriteria tertentu dan merupakan kerjasama antara PT Bursa Efek Indonesia

dengan lembaga rating PEFINDO.

8. Indeks SRI-KEHATI, menggunakan 25 emiten yang dipilih berdasarkan

kriteria tertentu dan merupakan kerjasama antara PT Bursa Efek Indonesia

dengan Yayasan KEHATI.

9. Indeks Papan Utama, menggunakan emiten yang masuk dalam kriteria

papan utama.

10. Indeks Papan Pengembangan, menggunakan emiten yang masuk dalam

kriteria papan pengembangan.

11. Indeks Individual, yaitu indeks harga saham masing-masing emiten.

Seluruh indeks yang terdapat di BEI menggunakan metode perhitungan

yang sama, yaitu metode rata-rata tertimbang berdasarkan jumlah saham

tercatat. Perbedaan utama pada masing-masing indeks adalah jumlah emiten

dan nilai dasar yang digunakan untuk penghitungan indeks. Indeks-indeks

tersebut ditampilkan terus menerus melalui display wall di lantai bursa dan

disebarkan ke masyarakat luas oleh data vendor melalui data feed.


F. Analisis Harga Saham

Dengan fluktuasi yang terjadi pada harga saham yang mana disebabkan

oleh faktor-faktor di atas maka dibutuhkan kemampuan dari investor dalam

menganalisis harga saham. Menurut Jogiyanto Hartono (2016) dua macam

analisis yang banyak digunakan adalah analisis sekuritas fundamental

(fundamental security analysis) atau analisis perusahaan dan analisis teknis

(technical analysis). Analisis fundamental menggunakan data yang

fundamental, yaitu data yang berasal dari keuangan perusahaan (misalnya laba,

deviden yang dibayar, penjualan dan lain sebagainya), sedangkan analisis

teknis menggunakan data pasar dari saham (misalnya harga dan volume

transaksi saham) untuk menentukan nilai dari saham.

Sedangkan menurut Pudjiastuti (dalam Patriawan, 2011) perkiraan

harga saham yang akan datang dalam penentuan keputusan investasi terdapat 2

macam analisis yaitu :

1. Analisis Teknikal

Analisis teknikal adalah menganalisis harga saham berdasarkan informasi

yang mencerminkan kondisi perdagangan, keadaan pasar, permintaan dan

penawaran harga pasar saham, fluktuasi kurs, volume transaksi pada masa

yang lalu. Harga saham juga ditentukan oleh kekuatan pasar (permintaan

dan penawaran). Informasi yang digunakan adalah kondisi perdagangan

saham, fluktuasi kurs dan volume transaksi yang terjadi di pasar modal.
2. Analisis Fundamental

Analisis fundamental adalah analisis yang mencoba memperkirakan harga

saham di masa yang akan datang dengan mengestimasi nilai-nilai faktor

fundammental yang mempengaruhi haraga saham di masa yang akan datang

dan mengharapkan hubungan-hubungan variabel tersebut sehingga

memperoleh taksiran saham.

Perubahan harga saham yang begitu cepat di pasar saham atau bursa

efek membuat investor kadang takut dalam melakukan pembelian, hal ini

disebabkan saham merupakan salah satu sekuritas yang mana resiko

kegagalanya begitu besar, sehingga analisis yang bagus sangat dibutuhkan oleh

investor. Pada penelitian ini akan dilakukan analisis harga saham yang mana

secara fundamental, di sini akan dilakukan analisis berdasarkan kinerja

keuangan perusahaaan yang mana diukur dengan rasio keuangan perusahaan.

Menurut Ferdianto (2014) rasio keuangan merupakan suatu informasi yang

menggambarkan hubungan antara berbagai macam akun (accounts) dari

laporan keuangan yang mencerminkan keadaan keuangan serta hasil

operasional perusahaan.

G. Analisis Rasio Keuangan

Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2015) analisis rasio keuangan

dilakukan untuk mempermudah penganalisa (analis) memahami kondisi

keuangan perusahaan. Dengan melihat angka-angka apa adanya yang tercantum

pada neraca dan laba rugi, sering sulit untuk memperoleh gambaran yang jelas
tentang kondisi perusahaan. Untuk melakukan analisis rasio keuangan

diperlukan perhitungan rasio-rasio keuangan yang mengukur aspek-aspek

tertentu.

Rasio keuangan sendiri dapat dikelompokan menjadi 5 (lima) jenis

berdasarkan ruang lingkup atau tujuan yang ingin dicapai (Robert Ang dalam

Patriawan, 2011) di antaranya yaitu:

1. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratios)

Rasio ini berfungsi untuk mengukur kemampuan jangka pendek (kurang dari

satu tahun) perusahaan dalam memenuhi kewajiban yang jatuh tempo. Rasio

ini sendiri dapat dibagi menjadi tiga yaitu: Current Ratio (CR), Quik Ratio

(QR) dan Nat Working Capital (NWC).

2. Rasio Aktivitas (Activity Ratios)

Rasio ini menunjukan kemampuan serta efisiensi perusahaan di dalam

memanfaatkan harta-harta yang dimilikinya. Rasio aktivitas sendiri terbagi

menjadi lima yaitu : Total Asset Turnover (TAT), Fixed Asset Turnover

(FAT), Accounts Receivable Turnover (ART), Avarage Collection Period

(ACP) dan Days Sales in Inventory (DSI).

3. Rasio Rentabilitas atau Profitabilitas (Profitability Ratio)

Rasio ini menunjukan keberhasilan perusahaan di dalam menghasilkan

keuntungan. Rasio ini sendiri dapat dibagi menjadi 6 (enam) jenis yaitu:

Gross Proffit Margin (GPM), Net Profit Margin (NPM), Operating Return

On Assets (OPROA), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE) dan

Operating Ratio (OPR).


4. Rasio Solvabilitas atau Leverage (Solvability Ratio)

Rasio ini menunjukan kemampuan perusahaan untuk memenuhi

kemampuan jangka panjangnya rasio ini juga sering disebut dengan rasio

leverage namun pada dasarnya sama yaitu untuk mengukur kemampuan

perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjang. Rasio ini sendiri

terdiri dari beberapa jenis seperti : Debt Ratio (DR), Debt To Equity Ratio

(DER), Long-Term Debt To Equity Ratio (LDTER), Times Interest Earned

(TIE) dan Cash Flow Ratio (CFR),

5. Rasio Pasar (Market Ratio)

Rasio ini menunjukan informasi penting yang diungkapkan dalam basis per

saham. Rasio ini terdapat tujuh jenis yaitu : Dividen Yield (DY), Dividend

Per Share (DPS), Earning Per Share (EPS), Dividend Payout Per Ratio

(DPR), Price Earning Ratio (PER), Book Value Per Share (BVS) dan Price

toBook Value (PBV).

Pada penelitian ini sendiri rasio keuangan yang digunakan hanya terdiri

dari 4 (empat) rasio keuangan yang mana dijabarkan sebagai berikut:

1. Earnings Per Share (EPS)

Menurut Darmadji dan Fakhruddin (dalam Patriawan, 2011)

Earnings Per Share (EPS) merupakan perbandingan antara pendapatan yang

dihasilkan (laba bersih) dari jumlah saham yang beredar. Earnings Per

Share (EPS) dengan rumus sebagai berikut :

Laba Bersih
EPS =
Jumlah Saham Beredar
Sedangkan menurut Abied Luthfi Safitri (2013) Earnings Per Share

(EPS) sendiri merupakan perbandingan yang menunjukan antara besarnya

keuntungan bersih yang diperoleh investor atau pemegang saham terhadap

jumlah lembar saham. Semakin tinggi nilai Earnings Per Share (EPS) maka

keuntungan dari pemegang saham semakin besar.

2. Return On Equity (ROE)

Menurut Mardiyanto (dalam Ina Rinati,) Return On Equity (ROE)

adalah rasio yang digunakan untuk mengukur keberhasilan perusahaan

dalam menghasilkan laba bagi para pemegang saham. Return On Equity

(ROE) dianggap sebagai representasi dari kekayaan pemegang saham atau

nilai perusahaan. Sedangkan menurut Harahap dan Sofyan (2007) Return

On Equity (ROE) digunakan untuk mengukur besarnya pengembalian

terhadap investasi para pemegang saham. Angka tersebut menunjukan

seberapa baik manajemen memanfaatkan investasi pemegang saham.

Adapun menurut Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhrudin

(dalam Patriawan, 2006) Return On Equity (ROE) merupakan rasio

keuangan yang banyak digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan,

khususnya menyangkut profitabilitas perusahaan. Return On Equity (ROE)

untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba atas

modalnya sendiri. Sehingga dapat dikatakan bahwa rasio ini mengukur

kinerja keuangan pada suatu perusahaan dari sisi profitabilitas yang mana

mengambil perbandingan atas laba bersih yang didapat oleh perusahaan

terhadap modal
yang dimiliki perusahaan dalam hal ini modal sendiri. Return On Equity

(ROE) dapat dirumuskan sebagai berikut:

Laba Bersih
ROE =
Modal Sendiri

3. Debt To Equity Ratio (DER)

Debt To Equity Ratio (DER) merupakan rasio utang yang paling

sering digunakan dalam menghitung atau mengukur kemampuan perusahaan

untuk melunasi utang atau kewajibannya. Besarnya utang yang terdapat

dalam struktur modal perusahaan sangat penting untuk memahami

perimbangan antara resiko dan laba yang didapat (Ricky Setiawan, 2011).

Utang dapat memberikan sokongan dana bagi perusahaan yang ingin

mengembangkan perusahaannya namun utang juga membawa resiko karena

setiap utang pada umumnya akan menimbulkan beban bagi perusahaan

berupa kewajiban untuk membayar beban bunga beserta cicilan kewajiban

pokoknya secara periodik. Debt To Equity Ratio (DER) dapat dirumuskan

sebagai berikut:

Total Utang
DER
Modal Sendiri
=

4. Net Profit Margin (NPM)

Net Profit Margin (NPM) adalah sebuah pengukuran untuk

mengukur presentase keuntungan perusahaan setelah dikurangi semua biaya

dari pengeluaran termasuk bunga dan pajak. Net Profit Margin (NPM)

termasuk
dalam rasio profitabilitas karena merupakan rasio perbandingan antara laba

bersih dengan penjualan. Rasio ini menggambarkan laba bersih perusahaan

yang dibandingkan dengan penjualan (Ferdianto, 2014). Sedangkan menurut

Bastian dan Suhardjono (2008) Net Profit Margin (NPM) adalah

perbandingan antara laba bersih dengan penjualan. Semakin besar Net Profit

Margin (NPM) maka perusahaan akan semakin produktif dan dari hasil

tersebut akan meyakinkan para penanam modal atau investor. Hal ini

dikarenakan hubungan antara laba bersih sesudah pajak dengan penjualan

bersih menunjukan kemampuan manajemen dalam mengendalikan

perusahaan menuju keberhasilan dan hasil dari itu akan menyisahkan margin

tertentu sebagai kompensasi bagi para investor yang telah memberikan

modal.

Presentase Net Profit Margin (NPM) dapat dirumuskan sebagai berikut:

Laba Bersih
NPM
Penjualan
=

H. Penelitian Terdahulu

1. Dwitama Patriawan (2008

Penilitian ini dilakukan dengan mengambil sampel 15 perusahaan dari 24

perusahaan Wholesale and Retail Trade yang terdaftar di Bursa efek

Indonesia periode 2006-2008. Penelitiannya menggunakan kinerja

perusahaan yang mana menggunakan rasio pasar Earning Per Share (EPS),

profitabilitas Return On Equity (ROE) dan solvabilitas Dept to Equity Ratio


(DER) untuk melihat pengaruhnya terhadap harga saham. Hasil penilitian

ini menunjukan Earning Per Share (EPS) berpengaruh positif dan signifikan

terhadap harga saham, Return On Equity (ROE) berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap harga saham. Sedangkan untuk Dept to Equity Ratio

(DER) berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap harga saham. Sehingga

dari penilitian yang dilakukan harga saham dipengaruhi oleh Earning Per

Share (EPS).

2. Ina Rinati (2011)

Penilitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh baik secara simultan dan

parsial dari faktor variabel keuangan yang terdiri dari Net Profit Margin

(NPM), Return On Asset (ROA) dan Return On Equity (ROE) berpengaruh

terhadap harga saham. Sampel yang digunakan adalah laporan keuangan 11

perusahan yang terdaftar di Indeks 45 pada periode 2004-2008. Hasil dari

penilitian ini sendiri diketahui bahwa Net Profit Margin (NPM), Return On

Asset (ROA) dan Return On Equity (ROE) secara simultan mempengaruhi

harga saham. Secara parsial Net Profit Margin (NPM) dan Return On Equity

(ROE) tidak mempunyai pengaruh terhadap harga saham sedangkan

variabel yang lain yaitu Return On Asset (ROA) berpengaruh secara

signifikan terhadap perubahan harga saham namun tidak diteliti dalam

penelitian ini.

3. Rescyana Putri Hutami (2012)

Melakukan penelitian tentang pengaruh Dividend Per Share (DPS), Return

On Equity (ROE) dan Net Profit Margin (NPM) terhadap harga saham
perusahaan industri manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI)

pada periode tahun 2006-2010. Sampel penilitian sendiri berjumlah 31

perusahaan dari 152 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

periode tahun 2006-2010, hasil penelitian menunjukan bahwa Dividend Per

Share (DPS) berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham

perusahan industri manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI),

Return On Equity (ROE) berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga

saham perusahan industri manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

(BEI) dan Net Profit Margin (NPM) berpengaruh positif dan signifikan

terhadap harga saham sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga variabel

inpenden ini berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham.

4. Dorothea Ratih (2013)

Sampel dari penelitian ini sebanyak 30 perusahaan pertambangan yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2010-2012. Penelitian

ini dilakukan pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia (BEI) untuk mengetahui pengaruh Earning Per Share (EPS),

Price Earning Ratio (PER), Debt Equity Ratio (DER), Return On Equtiy

(ROE) terhadap harga saham sektor pertambangan. Hasil dari penelitian ini

secara parsial Earning Per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER), dan

Return On Equtiy (ROE) berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga

saham, sedangkan Debt Equity Ratio (DER) berpengaruh signifikan dan

negatif terhadap harga saham. Berdasarkan uji simultan Earning Per Share

(EPS), Price Earning Ratio (PER), Debt Equity Ratio (DER), Return On
Equtiy (ROE) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap harga

saham sektor pertambangan.

5. Very Dwi Nugroho (2015)

Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh rasio keuangan yang terdiri dari

Net Profit Margin (NPM), Return On Asset (ROA), Debt To Equity Ratio

(DER), Price Earning Rasio (PER), Dividend Per Share (DPS), terhadap

Stock Price di perusahaan Property and Real Estate yang tercatat pada BEI

periode 2010-2013. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebanyak 10 dari 46 perusahaan. Hasil penelitiannya secara simultan

variabel independen berpengaruh signifikan terhadap harga saham tetapi

secara parsial, variabel dari Net Profit Margin (NPM) dan Debt To Equity

Ratio (DER) tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham, sedangkan

Return On Asset (ROA), Price Earning Rasio (PER) dan Dividend Per

Share (DPS) berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham.

6. Safitri (2016)

Penelitiannya menggunakan rasio Price Earning Ratio (PER), Return On

Equtiy (ROE) dan Debt Equity Ratio (DER) untuk mengetahui pengaruh

ketiga rasio tersebut terhadap harga saham pada perusahaan sub sektor

lembaga pembiayaan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 15 perusahaan pembiayaan

yang tercatat di Bursa Efek Indonesia tahun 2015. Hasil penelitian

menyimpulkan bahwa ketiga rasio yaitu Price Earning Ratio (PER),

Return On Equtiy (ROE) dan


Debt Equity Ratio (DER) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

harga saham pada perusahaan sub-sektor lembaga pembiayaan di Bursa

Efek Indonesia (BEI) baik secara parsial maupun simultan.

I. Kerangka Pemikiran

Dari penjelasan teoritis dan hasil penelitian-penetilian terdahulu maka

maka yang menjadi variable dalam penelitian ini adalah Earning Per Share

(X1), Return On Equity (X2), Debt to Equity Ratio (X3) dan Net Profit Margin

(X4) sebagai variable independen (bebas) dan harga saham (Y) sebagai variable

dependen (variabel terikat) sehingga kerangka pemikiran yang terbentuk adalah

sebagai berikut :

Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran

EPS

X1
X2 X3
ROE

HARGA SAHAM

DER

X4

NPM
X5

J. Hipotesis

1. Earning Per Share (EPS) dan Harga Saham

Rasio Earning Per Share (EPS) adalah suatu rasio yang mana melakukan

perhitungan utamanya antara laba bersih setelah pajak dengan jumlah

lembar
saham. Hasil perhitungan rasio ini sendiri menunjukan laba per lembar

saham suatu perusahaan. Informasi Earning Per Share (EPS) menunjukan

besarnya laba yang siap dibagikan kepada para investor atau pemilik saham.

Investor membeli saham atau mempertahankanya karena memiliki tujuan

utama yaitu mendapatkan dividend dan capital gain. Laba biasanya menjadi

dasar penentuan pembayaran devidend dan kenaikan nilai saham di masa

datang. Sehingga jika angka Earning Per Share (EPS) perusahaan

meningkat akan menarik perhatian investor dalam saham perusahaan,

dengan permintaan saham yang meningkat maka harga saham perusahaan

pun juga akan ikut meningkat. Pernyataan ini didukung oleh oleh hasil

penilitian yang dilakukan oleh Patriawan (2011) dan Dorothea Ratih (3013),

yang menemukan bahwa Earning Per Share (EPS) berpengaruh signifikan

terhadap harga saham.

Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya, maka hipotesis

penelitian ini adalah sebagai berikut :

H1: Earning Per Share (EPS) berpengaruh positif terhadap harga saham.

2. Return On Equity (ROE) dan Harga Saham

Return On Equity (ROE) adalah rasio penting bagi para pemilik dan

pemegang saham karena rasio tersebut menunjukan kemampuan perusahaan

dalam mengelola modal dari pemegang saham untuk mendapatkan laba

bersih. Return On Equity (ROE) merupakan rasio yang digunakan untuk

mengukur seberapa banyak keuntungan yang menjadi hak pemilik modal.

Selain itu juga Return On Equity (ROE) adalah rasio yang memberikan

informasi bagi para investor tentang seberapa besar tingkat pengembalian


modal dari perusahaan yang berasal dari kinerja menghasilkan laba.

Semakin besar nilai Return On Equity (ROE) maka perusahaan dianggap

semakin menguntungkan sehingga akan menarik perhatian investor dan

menyebabkan permintaan bertambah dan harga saham pun akan naik.

Penelitian yang dilakukan oleh Anggi Saputra (2010) dan Recyana Putri

Hutami (2012) menunjukkan bahwa Return On Equity (ROE) berpengaruh

positif dan signifikan terhadap harga saham.

Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya, maka hipotesis

penelitian ini adalah sebagai berikut :

H2: Return On Equity (ROE) berpengaruh positif terhadap harga saham.

3. Debt to Equity Ratio (DER) dan Harga Saham

Menurut Dharmastuti (dalam Patriawan, 2004) Debt to Equity Ratio (DER)

adalah perbandingan antara hutang yang dimiliki perusahaan dan total

ekuitasnya. Debt to Equity Ratio (DER) mencerminkan kemampuan

perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajiban yang ditunjukkan oleh

beberapa bagian dari modal sendiri yang digunakan untuk membayar utang.

Sedangkan menurut Egi Ferdianto (2014) Debt to Equity Ratio (DER)

mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh

kewajibannya yang ditunjukan oleh seberapa besar dari modal sendiri yang

digunakan untuk membayar utang. Semakin besar Debt to Equity Ratio

(DER) menandakan struktur pemodalan usaha lebih banyak memanfaatkan

utang ketimbang modal atau ekuitas sendiri. Menurut Kanti (2008) semakin

besar Debt to Equity Ratio (DER) berarti laba perusahaan juga besar namun
digunakan juga untuk pembayaran hutangnya, sehingga investor tertarik

menginvestasikan dananya walaupun investor mengetahui perusahaan

menanggung resiko yang berat. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin

besar rasio Debt to Equity Ratio (DER) harga saham semakin naik sesuai

dengan teori Modligani dan Miller (dalam Ricky Setiawan, 2011) sejauh

mana pembayaran bunga bisa dipergunakan untuk mengurangi beban pajak

maka penggunaan hutang memberikan manfaat bagi pemilik perusahaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Novasari (2013) dan Safitri (2016)

menunjukkan bahwa Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh positif dan

signifikan terhadap harga saham.

Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya, maka hipotesis

penelitian ini adalah sebagai berikut :

H3: Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh positif terhadap harga saham.

4. Net Profit Margin (NPM) dan Harga Saham

Rasio Net Profit Margin (NPM) adalah rasio untuk mengukur presentase

keuntungan perusahaan setelah dikurangi semua biaya dari pengeluaran

perusahaan termasuk bunga dan pajak (Egi Ferdianto, 2014). Net Profit

Margin (NPM) termasuk dalam rasio profitabilitas karena merupakan rasio

perbandingan antara laba bersih dengan penjualan. Rasio ini

menggambarkan laba bersih perusahaan yang dibandingkan dengan

penjualan, semakin tinggi Net Profit Margin (NPM) perusahaan maka

perusahaan beropersi semakin baik begitu juga jika Net Profit Margin

(NPM) semakin rendah maka perusahaan akan memburuk dalam

beroperasi. Menurut Hutami (2012)


semakin besar rasio ini semakin baik karena kemampuan perusahaan dalam

mendapatkan laba melalui penjualan cukup tinggi serta kemampuan

perusahaan dalam menekan biaya-biaya cukup baik. Dengan meningkatnya

laba hal ini akan menarik investor untuk membeli saham pada perusahaan

yang Net Profit Margin (NPM) tinggi. Dengan demikian hal ini akan

menyebabkan naiknya harga saham. Namun apabila jika manajemen

perusahaan berjalan kurang bagus maka Net Profit Margin (NPM) juga

dapat memberikan dampak yang buruk. Penelitian yang dilakukan oleh

Santy Sitohang (2010), Donny Siahaan (2011) dan Resyana Putri Hutami

(2012), menunjukkan bahwa Net Profit Margin (NPM) berpengaruh positif

dan signifikan terhadap harga saham.

Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya, maka hipotesis

penelitian ini adalah sebagai berikut :

H3: Net Profit Margin (NPM) berpengaruh positif terhadap harga saham.

5. Earning Per Share (EPS), Return On Equity (ROE), Debt to Equity Ratio

(DER) dan Net Profit Margin (NPM)

Penelitian yang dilakukan oleh Resyana Putri Hutami (2012) tidak

menggunakan rasio Debt to Equity Ratio (DER) tetapi yang digunakan

hanya 3 (tiga) rasio keuangan yaitu Devidend Per Share (DPS), Return On

Equity (ROE), dan Net Profit Margin (NPM) sebagaimana Dwiatma

Patriawan dalam penelitiannya juga menggunakan 3 rasio keuangan yaitu

Earning Per Share (EPS), Return On Equity (ROE) dan Debt to Equity

Ratio (DER) namun tidak menggunakan rasio Net Profit Margin (NPM).

Dalam penelitian
Resyana Putri Hutami dan Dwiatma Patriawan, rasio Earning Per Share

(EPS), Return On Equity (ROE), Debt to Equity Ratio (DER) dan Net Profit

Margin (NPM) secara simultan (bersama-sama) berpengaruh terhadap harga

saham.

Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya, maka hipotesis

penelitian ini adalah sebagai berikut :

H5: Earning Per Share (EPS), Return On Equity (ROE), Debt to Equity

Ratio (DER) dan Net Profit Margin (NPM) secara simultan

berpengaruh terhadap harga saham.

Anda mungkin juga menyukai