Anda di halaman 1dari 38

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Fraud

Menurut Rozmita (2017:2) Fraud adalah tindakan yang disengaja,

dirancang untuk menguntungkan diri sendiri dan atau kelompok, dan merugikan

pihak lain. Menurut Subagio, dkk (2013:21) Fraud adalah setiap tindakan tidak

sah yang ditandai dengan tindakan tidak jujur untuk penggelapan atau

pelanggaran akan kepercayaan. Adapun Menurut Karyono (2013:4) kecurangan

yang mengandung makna suatu penyimpangan dan perbuatan melanggar hukum

(illegal act), yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu misalnya

menipu atau memberikan gambaran keliru (mislead) kepada pihak-pihak lain,

yang dilakukan oleh orang-orang baik dari dalam maupun dari luar organisasi.

Menurut Amin Widjaja (2016:2) kecurangan (fraud) merupakan suatu istilah yang

umum, dan mencakup segala macam cara yang dapat digunakan dengan kelihatan

tertentu, yang dipilih oleh seorang individu, untuk mendapatkan keuntungan dari

pihak lain dengan melakukan representasi yang salah. Menurut Ayu dan Dewa

(2019:1) kecurangan (fraud) merupakan kelihaian tertentu, yang dipilih oleh

seorang individu, untuk mendapatkan keuntungan dari pihak lain dengan

melakukan representasi yang salah.

Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa Fraud

merupakan kecurangan yang dilakukan individu atau kelompok untuk

9
10

mendapatkan keuntungan secara pribadi dengan merugikan orang lain atau sebuah

organisasi dalam suatu bisnis.

2.1.2 Teori Fraud

2.1.2.1 Teori Fraud Triangle

Menurut Rozmita (2017:41) tentang fraud, ada tiga kunci elemen utama

penyebab fraud yang disebut dengan fraud triangle. Tiga kunci elemen penyebab

fraud triangle adalah sebagai berikut:

1. Pressure (Tekanan)

Pressure atau tekanan penyebab fraud menjadi empat kategori, yaitu :

a. Tekanan finansial, serangkaian penelitian yang dilakukan oleh

Albrecht menunjukkan bahwa hampir 95% tindakan Fraud didasari

oleh satu hal utama, yaitu tekanan finansial. Beberapa kondisi

menurut Albrecht yang menjadi pemicu tekanan finasial yaitu

Greed (ketamakan), Living beyond one’s means (besar pasak dari

pada tiang), High bills or personal debt (besarnya tagihan dan

utang), Poor credit (kredit yang tidak dapat terbayar), Personal

financial losses (kehilangan uang), Unexpected financial needs

(kebutuhan yang tidak terduga).

b. Kebiasaan buruk dari masa lalu yang terus dilakukan, kebiasaan

berbohong, berkata tidak jujur untuk menutupi sesuatu, kebiasaan

yang membuat ketagihan, seperti berjudi, minuman keras, alkohol

dan berbagai kebiasaan yang membutuhkan biaya mahal sebagai


11

pembunuhan ketagihannya, aspek kecanduan atau ketagihan inilah

yang memotivasi untuk melakukan fraud.

c. Tekanan yang muncul dari hal-hal yang berhubungan dengan

pekerjaan, ketidakpuasan terhadap upah atau gaji yang diterima,

ketidakpuasan ini biasanya memicu pelaku untuk melakukan asset

misappropriation atau penggelapan/pencurian aset perusahaan,

situasi lainnya yang juga menjadi trigger adalah takut kehilangan

pekerjaan, diabaikan untuk promosi, tidak dihargai potensi dan

lainnya.

d. Tekanan-tekanan dari berbagai faktor, ada kalanya fraud dipicu

oleh tekanan-tekanan lain, seperti pimpinan suatu organisasi yang

diadili karena kasus korupsi, dikarenakan tekanan dari berbagai

pihak baik dari internal keluarga yang menginginkan naiknya taraf

hidup yang diukur dengan bertambah berlipatnya materi duniawi

yang dimiliki seiring naiknya kedudukan atau jabatan dan tidak

terpenuhi dari gaji maupun banyaknya fasilitas yang diterima.

Begitupun tekanan dari pihak luar keluarga, seperti tekanan dari

golongan tertentu yang berjasa mendukung ketika pencalonan

sampai lolos menduduki jabatan, tidak ada bantuan atau dukungan

yang tanpa harapan imbalan balas jasa di kemudian hari.

2. Opportunity (Peluang)

Setidaknya terdapat enam faktor utama meningkatkan peluang atau

kesempatan bagi individu untuk melakukan fraud dalam organisasi, yaitu:


12

lemahnya control yang dapat mencegah dan atau mendeteksi perilaku yang

mengarah pada tindakan fraud, ketidakmampuan menilai kualitas kinerja,

ketidakmampuan dalam memberikan efek jera pada pelaku fraud,

kurangnya akses terhadap informasi, ketidaktahuan (apatis,

ketidakmampuan), dan kelemahan pada jejak audit.

3. Rationalization (Pembenaran)

Rasionalisasi adalah mencari pembenaran dari fraud yang akan dilakukan.

Contoh dari rasionalisasi adalah :

a. Pelaku berpikir bahwa perusahaan sudah berutang budi kepadanya

karena dia sudah berkontribusi dalam kelangsung hidup perusahaan

b. Pelaku berpikir, “saya hanya pinjam, akan saya kembalikan”

c. Pelaku berpikir tidak ada yang akan tersakiti atau dirugikan

d. Pelaku berpikir bahwa orang lain juga melakukan, kalau saya tidak

melakukan tidak akan kebagian

e. Pelaku berpikir bahwa yang dilakukan untuk menyenangkan

keluarganya dan memenuhi kebutuhan hidupnya

Kecurangan atau Fraud merupakan kasus yang sering terjadi dalam

perusahaan namun sulit dideteksi. Karena itu penting bagi perusahaan untuk

mengetahui karakteristik-karakteristik dari pelaku Fraud. Menurut Albrecht

(2003) dalam Rozmita (2017:3) karakteristik yang umumnya ada pada setiap

fraud, adalah sebagai berikut:

1. Pemalsuan fakta

2. Dilakukan dengan sadar dengan tujuan untuk melakukan penipuan


13

3. Fakta yang dipalsukan dipercayai oleh korban

4. Berakibat kerugian karena mempercayainya

Kecurangan atau Fraud pada lingkungan internal adalah bahaya yang

dapat terjadi pada sebuah perusahaan, dan pada umumnya dapat terjadi karena

sejumlah faktor. Menurut Rozmita (2017:4) faktor-faktor yang mendorong

seseorang untuk melakukan fraud adalah :

1. Lingkungan kerja

2. Tekanan dan stress

3. Pengaruh perilaku

4. Kebijakan organisasi, dan pertimbangan geografis.

Dari teori fraud triangle yang dikemukakan oleh pendapat ahli diatas

maka dapat disimpulkan bahwa kejadian fraud dipengaruhi karena adanya tekanan

baik di dalam organisasi atau diluar organisasi dalam arti pribadi karyawan

masing-masing, kemudian adanya kesempatan untuk melakukan tindakan fraud

tersebut, selanjutnya pembenaran atas tindakan yang dilakukannya adalah hal

yang wajar, sehingga tidak merasa bersalah ataupun takut untuk mengulangi

perbuatan yang sama.

2.1.2.2 Teori Fraud Scale

Menurut Ayu dan Dewa (2019:36) teori Fraud Scale penyebab terjadinya

sama dengan teori fraud triangle. Dan teori scale ini merupakan teori lanjutan dari

teori Fraud Triangle yang merupakan pengukuran dari teori tersebut. Ada 3 (tiga)
14

faktor penyebab seseorang melakukan fraud atau kecurangan dilihat dari

karakteristik khusus menurut teori fraud scale adalah:

1. Hidup di luar kemampuan mereka

2. Keinginan yang besar untuk keuntungan

3. Hutang pribadi yang tinggi

Dalam scale dijelaskan bahwa kemungkinan tindakan penipuan dapat

dinilai dengan mengevaluasi kekuatan tekanan, kesempatan dan integritas pribadi.

Tekanan yang tinggi, kesempatan besar dan integritas pribadi rendah

memungkinkan risiko terjadinya fraud tinggi. Sebaliknya tekanan yang rendah,

kesempatan kecil, dan integritas pribadi tinggi menyebabkan risiko terjadinya

fraud rendah. Tujuan teori ini adalah untuk mengukur kemungkinan pelanggaran

etika, kepercayaan dan tanggung jawab. Teori ini berlaku untuk beberapa

pelanggaran salah satunya pelanggaran yang mengarah ke penipuan laporan

keuangan. Sumber tekanan menurut teori ini adalah perkiraan penjualan, laba

manajemen.

Gambar 2.1
Fraud Scale

Sumber: Ayu dan Dewa (2019:37)


15

2.1.2.3 Teori Fraud Diamond

Fraud diamond adalah pengembangan dari teori Fraud Triangle, dimana

dalam Fraud Triangle faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi seseorang

melakukan tindakan kecurangan ada 3 (tiga) yaitu Pressure, Opportunity dan

Rationalization sedangkan dalam fraud Diamond menambahkan satu faktor lagi

yaitu Capability. Banyak fraud yang umumnya bernominal besar tidak mungkin

terjadi apabila tidak ada orang tertentu dengan capability (kemampuan) khusus

yang ada dalam perusahaan. Opportunity membuka peluang atau pintu masuk bagi

fraud dan pressure dan rationalization yang mendorong seseorang untuk

melakukan fraud. Menurut Ayu dan Dewa (2019:38) Individual capability adalah

sifat dan kemampuan pribadi seseorang yang mempunyai peranan besar yang

memungkinkan melakukan suatu tindak kecurangan. Pada elemen Individual

Capability terdapat beberapa komponen kemampuan (Capability) untuk

menciptakan fraud yaitu:

1. Posisi/fungsi seseorang dalam perusahaan, Posisi seseorang atau fungsi

dalam organisasi dapat memberikan kemampuan untuk membuat atau

memanfaatkan kesempatan untuk penipuan. Seseorang dalam posisi

otoritas memiliki pengaruh lebih besar atas situasi tertentu atau

lingkungan.

2. Kecerdasan (brain), Pelaku kecurangan ini memiliki pemahaman yang

cukup dan mengeksploitasi kelemahan pengendalian internal dan untuk

menggunakan posisi, fungsi, atau akses berwenang untuk keuntungan

terbesar.
16

3. Tingkat kepercayaan diri/ego (confident/ego), individu harus memiliki ego

yang kuat dan keyakinan yang besar bahwa dia tidak akan terdeteksi. Tipe

kepribadian umum termasuk seseorang yang didorong untuk berhasil di

semua biaya, egois, percaya diri, dan sering mencintai diri sendiri

(narsisme). Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorder, gangguan kepribadian narsisme meliputi kebutuhan untuk

dikagumi dan kurangnya empati untuk orang lain. Individu dengan

gangguan ini percaya bahwa mereka lebih unggul dan cenderung ingin

memperlihatkan prestasi dan kemampuan mereka.

4. Kemampuan pemaksaan (coercion skills), pelaku kecurangan dapat

memaksa orang lain untuk melakukan atau menyembunyikan penipuan.

Seorang individu dengan kepribadian yang persuasif dapat lebih berhasil

meyakinkan orang lain untuk pergi bersama dengan penipuan atau melihat

ke arah lain.

5. Kebohongan yang efektif (effective lying), penipuan yang sukses

membutuhkan kebohongan efektif dan konsisten. Untuk menghindari

deteksi, individu harus mampu berbohong meyakinkan, dan harus melacak

cerita secara keseluruhan.

6. Kekebalan terhadap stres (immunity to stress), individu harus mampu

mengendalikan stres karena melakukan tindakan kecurangan dan

menjaganya agar tetap tersembunyi sangat bisa menimbulkan stres.

Dalam fraud diamond, sifat-sifat dan kemampuan individu memainkan

peran utama dalam terjadinya fraud. Banyak kecurangan-kecurangan besar tidak


17

akan terjadi tanpa orang-orang yang memiliki kemampaun individu/capability.

Walaupun peluang/opportunity membuka jalan untuk melakukan fraud dan

insentif dan rasionalisasi dapat menarik orang ke arah itu tapi seseorang harus

memiliki kemampuan untuk melihat celah melakukan fraud sebagai kesempatan

dan untuk mengambil keuntungan dari itu, tidak hanya sekali, tetapi terus

menerus. Individual capability adalah sifat dan kemampuan pribadi seseorang

yang mempunyai peranan besar yang memungkinkan melakukan suatu tindak

kecurangan. Competence merupakan perkembangan dari elemen opportunity yaitu

kemampuan individu untuk mengesampingkan internal kontrol dan

mengontrolnya sesuai dengan kedudukan sosialnya untuk kepentingan pribadinya.

Gambar 2.2
Fraud Diamond

Sumber: Ayu dan Dewa (2019:40)

2.1.2.4 Teori Fraud Crowe Pentagon

Sesuai dengan perkembangan zaman, teori fraud juga mengikuti

perubahan. Dari awal Cressey mencetuskan teori Fraud Triangle dengan 3 hal

yang mendukung terjadinya fraud, kemudian menjadi Fraud Diamond dengan

ditambah 1 faktor lagi yaitu capability dan yang terbaru dewasa ini adalah “Fraud
18

Crowe Pentagon” . Kondisi perusahaan yang kini semakin berkembang dan

kompleks dibanding sebelumnya, serta para pelaku fraud yang kini lebih cerdik

dan mampu mengakses berbagai informasi perusahaan. Hal ini menyebabkan teori

fraud perlu dikembangkan dari fraud triangle menjadi fraud pentagon. Lima (5)

elemen dalam fraud pentagon adalah pressure, opportunity, rationalization,

competence/ capability, dan arrogance. Arrogance adalah sikap superioritas dan

keserakahan dalam sebagian dirinya yang menganggap bahwa kebijakan dan

prosedur perusahaan sederhananya tidak berlaku secara pribadi. Dengan sifat

seperti ini, seseorang dapat melakukan kecurangan dengan mudah karna

merasa/menganggap dirinya paling unggul diantara yang lain dan menganggap

kebijakan tidak berlaku untuknya. Menurut Crowe dalam Ayu dan Dewa

(2019:41), arogansi adalah sikap superioritas atas hak yang dimiliki dan merasa

bahwa kontrol internal atau kebijakan perusahaan tidak berlaku untuk dirinya.

Horwath (2011) dalam Ayu dan Dewa (2019:41) mengemukakan bahwa ada lima

elemen dari arogansi dari perspektif CEO, sebagai berikut :

1. Ego yang besar – CEO terlihat seperti selebriti daripada seorang

pengusaha.

2. Mereka menganggap pengendalian internal tidak berlaku untuk dirinya.

3. Memiliki karakteristik perilaku pengganggu.

4. Memiliki gaya kepemimpinan yang otoriter.

5. Memiliki ketakutan akan kehilangan posisi dan status.


19

Gambar 2.3
Fraud Pentagon

Sumber: Ayu dan Dewa (2019:42)

2.1.3 Karakteristik Fraud

Menurut Subagio, dkk (2013:24) adapun 4 karakteristik utama yang

menunjukkan terjadinya fraud:

1. Tindakan yang bersifat material dan keliru

2. Adanya kesepakatan/sepengetahuan bahwa tindakan tersebut keliru ketika

dilakukan

3. Adanya keyakinan atau pengakuan dari pelaku akan tindakan yang salah

tersebut

4. Adanya kerugian yang diderita oleh pihak lain

Pelaku tindak kecurangan fraud ditentukan oleh kewenangan,

pengambilan keputusan orang yang dapat akses ke informasi dan akses terhadap

aset. Dengan demikian peluang atau kesempatan merupakan pendorong tindak

kriminal. Berdasarkan karakteristik fraud diatas dapat dilihat bahwa kecurangan

atau fraud selalu ditandai dengan kerugian yang dialami sebuah perusahaan atau

organisasi.
20

2.1.4 Tanda-Tanda Kecurangan di Tingkat yang Lebih Rendah

Perilaku bawahan cenderung mencontoh perilaku atasannya, Menurut

Karyono (2013:102) pelaku kecurangan pada karyawan memiliki gejala sendiri

antara lain:

1. Bonus-bonus bergantung pada tingkat kinerja jangka pendek, dan tidak

mempertimbangkan kenyataan keadaan ekonomi maupun persaingan yang

terjadi. Akibatnya timbul rasa tidak puas yang memicu tindak fraud

2. Pengendalian intern tidak ada atau tidak dilaksanakan sehingga membuka

peluang bagi karyawan untuk melakukan fraud

3. Pengendalian manajemen terutama berupa penekanan pada kinerja

“Penuhi targetmu atau kami akan mencari orang lain”

4. Kepentingan ekonomi lebih diutamakan dari pada etika bisnis sehingga

karyawan merasa tidak dihargai

5. Banyak sekali ketidakjelasan mengenai tugas dan tanggung jawab di

antara bawahan

6. Tingkat permusuhan yang tinggi antara bawahan dan antara manajer di

tingkat yang lebih rendah dengan atasan, staf dan lini mereka

7. Karyawan yakin tingkat tanggung jawab yang ada melampaui uraian tugas

yang sebenarnya

Berdasarkan tanda-tanda tersebut, kecurangan karyawan lebih dominan

didorong oleh faktor lingkungan organisasi sehingga deteksinya di arahkan ke

masalah lingkungan organisasi.


21

2.1.5 Klasifikasi Fraud atau Kecurangan

Menurut Amin Widjaja (2016:9) kecurangan didasarkan pada korban

dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu:

1. Kecurangan dengan perusahaan atau organisasi sebagai korbannya

a. Kecurangan pegawai : pelaku kecurangan adalah pegawai dan

organisasi yang menjadi korbang kecurangan tersebut

b. Kecurangan pemasok : pelaku kecurangan adalah pemasok, tempat

organisasi membeli barang/jasa

c. Kecurangan pelanggan : pelaku kecurangan adalah pelanggan dan

organisasi yang bersangkutan

2. Kecurangan Manajemen : korban merupakan pemegang saham atau

pemegang surat utang perusahaan

3. Penipuan investasi dan kecurangan pelanggan lainnya : korbannya adalah

para individu yang tidak berhati-hati

Menurut Karyono (2013:13) klasifikasi Fraud yang dapat ditinjau dari

beberapa sisi/sudut korban kecurangan adalah sebagai berikut:

1. Kecurangan Ditinjau dari Sisi Pelaku Kecurangan

Kecurangan dapat juga diklasifikasikan menurut pelaku kecurangannya

yaitu kecurangan dari dalam organisasi (intern), dari luar organisasi

(ekstern), dan melibatkan orang dalam dan orang luar organisasi (kolusi).

Kecurangan oleh pelaku intern organisasi terdiri atas kecurangan

manajemen dan kecurangan karyawan yaitu:

a. Kecurangan Manajemen (Kecurangan Fraud)


22

Kecurangan manajemen antara lain berupa kesalahan penyajian

mengenai tingkat kinerja perusahaan atau unit organisasi yang

sengaja dilakukan oleh karyawan dalam peran manajerialnya,

dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan dari kecurangan

tersebut. Manajemen Fraud dilakukan oleh manajer puncak dalam

suatu perusahaan yang dengan sengaja memberikan data informasi

yang salah kepada para pemegang saham, kreditur, fiskus, maupun

auditor manajemen. Pada umumnya dengan cara menerbitkan

laporan keuangan yang keliru dengan maksud memberikan

gambaran keuntungan perusahaan yang besar dan keuangan yang

sehat (overstated), atau sebaliknya tergantung untuk pihak

manakah laporan keuangan itu ditujukan. Untuk pemegang saham

atau kreditur, laporan keuangan disajikan dengan memberikan

gambaran keuntungan yang besar sehingga manajemen

memperoleh kenaikan gaji dan bonus dari kinerja yang bagus

tersebut. Sedang laporan keuangan untuk fiskus disajikan secara

keliru dengan mengecilkan laba, dengan tujuan untuk menghindari

pajak atau memperkecil pajak. Manajemen fraud mungkin dapat

juga mencakup penyewaan atau pengambilan aset perusahaan

untuk kepentingan pribadi.

b. Kecurangan Karyawan (Non-management Fraud)

Non-management fraud merupakan tindakan-tindakan tidak jujur

di dalam suatu perusahaan/organisasi yang dilakukan oleh


23

karyawan walaupun manajemen telah menciptakan langlah-

langkah dan usaha-usaha tertentu untuk mencegahnya. Kecurangan

karyawan ini biasanya melibatkan perpindahan aktiva/aset dari

pemberi kerja, dan merupakan tindakan langsung dari pencurian

atau manipulasi. Contohnya antara lain menaikkan pembayaran

perusahaan untuk menutupi item yang digunakan pribadi

karyawan, produknya disimpan atau dijual untuk kepentingan

pribadi.

c. Kecurangan dari Pihak Luar Organisasi (Ekstern)

Kecurangan dari pihak luar organisasi antara lain dilakukan oleh

pemasok, levensir dan oleh kontraktor dengan cara:

1) Pengiriman barang yang lebih sedikit, dan pengganti barang

dengan kualitas rendah

2) Penyerahan pekerjaan dengan kualitas yang rendah

3) Penagihan ganda atau penagihan lebih besar dari prestasi

yang diberikan

d. Kecurangan melibatkan orang dalam dan Luar Organisasi

Kecurangan ini dilakukan melalui kerjasama yang tidak sehat

(kolusi) atau persekongkolan antara orang dalam dan luar

organisasi, seperti:

1) Pimpinan instansti/proyek pemerintah bersama kontraktor

sepakat untuk menandatangani berita acara serah terima

pekerjaan yang akan dijadikan dasar pembayaran lunas


24

terhadap pekerjaan yang tercantum dalam kontrak, padahal

kenyataannya pekerjaan tersebut belum selesai

2) Pemberian kredit oleh bank-bank kepada debitur tertentu

tanpa jaminan yang memadai, yang sengaja dilakukan

sehingga sudah dapat dipastikan akan menjadi kredit macet

di kemudian hari.

2. Kecurangan Ditinjau dari Sisi Korban Kecurangan

Kecurangan dari sisi korban dibedakan menjadi kecurangan yang

mengakibatkan kerugian entitas organisasi dan kecurangan yang ditujukan

untuk kepentingan entitas atau kecurangan yang mengakibatkan kerugian

bagi pihak lain.

a. Kecurangan yang mengakibatkan kerugian bagi entitas organisasi

Kecurangan ini dapat dilakukan oleh pihak intern dan pihak

ekstren organisasi dan merugikan bagi organisasi. Adapun

kecurangan yang dilakukan oleh pihak intern dan ekstren

organisasi antara lain:

1) Meninggikan upah melalui penambahan karyawan fiktif

2) Kecurangan pengadaan barang dengan mark up atau

menggelembungkan harga

3) Manipulasi dengan pengadaan barang/jasa fiktif

4) Kecurangan oleh leveransir, pemasok, kontraktor melalui

pengiriman barang yang lebih kecil, atau mengganti barang

dengan kualitas yang lebih rendah, dan penagihan ganda


25

b. Kecurangan yang mengakibatkan kerugian bagi pihak lain, bentuk

kecurangannya antara lain:

1) Merendahkan biaya atau kerugian

2) Meninggikan penjualan dan keuntungan

3) Meninggikan persediaan akhir

4) Merendahkan hutang para pemegang saham atau kreditur

5) Merugikan pemerintah dari penerimaan pajak

6) Meninggikan biaya dengan maksud mengelabuhi pihak

fiskus dengan merendahkan laba kena pajak

7) Merendahkan pendapatan dengan maksud merendahkan

laba kena pajak

8) Merugikan pemegang saham atau kreditur

9) Menipu pelanggan dengan menggunakan alat seperti

timbangan, pengukuran yang direndahkan, Merugikan

pemberi kerja, dan Merendahkan penggunaan material

pembangunan dalam jumlah dan kualitas Meninggikan

biaya dalam kontrak kerja

3. Kecurangan ditinjau dari Sisi Akibat Hukum yang Ditimbulkan

Perbuatan curang merupakan tindakan melawan hukum atau suatu

tindakan kriminal. Perbuatan curang tersebut dapat diklasifikasikan

menurut akibat hukum yang ditimbulkan yaitu: kasus pidana umum,

pidana khusus, dan kasus perdata. Kasus perdata karena ada pelanggaran

perikatan dan adanya gugatan dari pihak yang merasa dirugikan. Selain
26

itu, di pemerintahan akibat hukum perbuatan curang dapat dikenakan

tuntutan ganti rugi (TGR) dan tuntutan perbendaharaan.

Dari pendapat para hali diatas dapat disimpulkan bahwa klasifikasi fraud

merupakan orang-orang yang terlibat didalamnya dan terkena dampak dari

tindakan tersebut yaitu adanya tersangka, korban dan hukum yang diberikan

dalam kejadian tersebut.

2.1.6 Bentuk-Bentuk Fraud

Menurut Rozmita (2017:18) Fraud terbagi dalam 3 (tiga) kelompok besar

yaitu:

1. Corruption (Korupsi), korupsi dilakukan oleh orang-orang yang memiliki

kedudukan di instansi/perusahaannya, atau bisa dikatakan penyalahgunaan

wewenan. Studi dari para Certified Fraud Examiners (CFE) menunjukkan

empat jenis utama korupsi: conflicts of interest (konflik kepentingan),

bribery (penyuapan), illegal gratuities (persenan ilegal) dan economic

extortion (pemerasan ekonomi).

2. Asset Misappropriation (Penyalahgunaan Aset), aset dapat disalahgunakan

dan digelapkan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk

kepentingan sang pelaku. Transaksi-transaksi yang melibatkan kas,

persediaan, perlengkapan, dan peralatan adalah yang paling banyak

disalahgunakan.

3. Financial Statement Fraud (Manipulasi Laporan Keuangan), berkaitan

dengan fraud yang dilakukan oleh manajemen yang termotivasi


27

melakukan fraud agar mendapatkan bonus yang lebih besar yang

didasarkan dari penilaian kinerja keuangan kasus fraudulent statements

fraud ini selalu paling sedikit intensitas terjadinya dibandingkan dengan

kasus dari dua skema yang lain. fraud yang dilakukan di skema ini

dilakukan pada :

a. Financial

1) Pendapatan dicatat lebih besar dari yang sebenarnya

2) Utang dan biaya dicatat lebih kecil dari yang sebenarnya

b. Non-Financial

1) Employment Crendentials

2) Internal Documents

3) External Documents

Dari pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk fraud

yang umumnya terjadi didalam suatu perusahaan meliputi adanya korupsi,

manipulasi laporan keuangan, dan penyalah gunaaan aset.

2.1.7 Mencegah Fraud Menurut Teori Triangle Fraud

Menurut segitiga fraud (Triangle fraud) dalam karyono (2013:61) faktor

pendorong terjadinya fraud adalah tekanan, kesempatan, dan pembenaran. Untuk

mencegahnya diperlukan langkah-langkah untuk meminimalisir sebab terjadinya

yaitu:

1. Mengurangi “Tekanan” situasional yang menimbulkan kecurangan


28

a. Hindari tekanan eksternal yang mungkin menggoda pegawai

akunting untuk menyusun laporan keuangan menyesatkan

b. Hilangkan hambatan operasional yang menahan kinerja keuangan,

yang efektif seperti pembatasan modal kerja, pembatasan

persediaan

c. Tetapkan prosedur akutansi yang jelas dan seragam

d. Hilangkan tekanan keuangan dengan penggajian yang memadai

e. Ciptakan lingkungan kerja yang baik dengan menghargai prestasi

kerja

2. Mengurangi “Kesempatan” melakukan kecurangan

a. Peningkatan pengendalian baik dalam rancangan struktur

pengendalian maupun dalam pelaksanaannya

b. Ciptakan catatan akutansi yang akurat dan jelas dan berfungsi

sebagai sarana kendali

c. Pantau secara hati-hati transaksi bisnis dan hubungan pribadi

pemasok pembeli

d. Tetapkan pengamanan fisik terhadap aset dengan inventarisasi fisik

secara berkala dan pengamanan lokasi/tempat penyimpanan

e. Lakukan pemisah fungsi di antara pegawai sehingga ada

pemisahan otorisasi penyimpanan dan pencatatan

f. Pelihara catatan personalia yang akurat dan lakukan pengujian latar

belakang pegawai baru

g. Penetapan sanksi tegas dan tanpa pandang bulu terhadap fraud


29

h. Tetapkan sistem penilaian prestasi kerja yang adil

3. Mengurangi “Pembenaran” melakukan kecurangan dengan memperkuat

integritas pribadi pegawai

a. Ada aturan perilaku jujur dan tidak jujur harus didefinisikan dalam

kebijakan organisasi

b. Ada contoh perilaku jujur dari para manajer dan berperilaku seperti

apa yang mereka inginkan

c. Ada aturan sanksi tugas dan jelas bila ada penyimpangan aturan

bagi perilakunya

2.1.8 Kegagalan Pencegahan Fraud

Menurut Karyono (2013:85) kegagalan pencegahan fraud disebabkan oleh

faktor intern dan ekstern organisasi. Tindakan utama untuk pencegahan fraud

adalah menciptakan dan menerapkan sistem pengendalian intern yang andal pada

aktivitas organisai, selain masalah moral dan etika kegagalan pencegahan fraud

juga disebabkan oleh lemahnya pengendalian intern. Kegagalan pencegahan fraud

karena kelemahan pengendalian intern terutama merupakan faktor internal

organisasi yaitu lemahnya rancangan struktur pengendalian dan lemahnya

pelaksanaannya. Kelemahan rancangan struktur pengendalian karena adanya

anggapan bahwa pengendalian intern yang andal atau baik memerlukan biaya

yang mahal baik sumber dana mapun sumber daya lain. Anggapan ini kurang

dapat diterima karena pengendalian intern harus mempertimbangkan azas manfaat

dan biaya. Pengendalian yang dirancang dan dilaksanakan tergantung ruang


30

lingkup atau besar kecilnya organisasi, sesuai dengan salah satu jenis

pengendalian yaitu pengendalian kompensasi (compensative control). Contohnya:

pengendalian pada suatu organisasi kecil misalnya toko tidak perlu diciptakan

sarana kendali seperti pemisahan fungsi karena masalah biaya yang tidak sesuai

manfaat. Sebagai penggantinya pemilik toko melakukan pengendalian langsung

atas aktivitas toko dan pegawainya atau diciptakan pengendalian pengganti lain

yang murah dan efektif.

Masalah biaya juga disebabkan oleh kurang pekanya manajemen terhadap

risiko kecurangan yang yang mungkin dapat menimpa organisasinya. Manajemen

tidak yakin ada atau terjadi kecurangan dalam organisasinya, dan kalaupun terjadi

kecurangan akan terdeteksi oleh auditor eksternal. Kelemahan pelaksanaan

pengendalian dapat terjadi dari pihak manajemen atau dari pihak karyawan. Hal

ini terjadi terutama karena manajemen mengabaikan atau membiarkan terjadinya

penyimpangan dalam aktivitas organisasinya. Pengendalian yang ada

dikompromikan bahkan manajemen justru terlibat dalam penyimpangan

pengendalian tersebut. Kelemahan pelaksanaan pengendalian intern oleh

karyawan biasanya dilakukan dengan persengkongkolan atau kolusi antar

karyawan yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan di antara mereka atau

golongannya.

2.1.9 Elemen-Elemen Program Pemberantasan Fraud

Penting bagi perusahaan/organisasi untuk mempertimbangkan ukuran dan

kompleksitas program, sumber daya dan anggaran sebelum menyusun program


31

pemberantasan fraud. Menurut Silviana, dkk (2020:82) terdapat 11 elemen yang

harus diperhatikan oleh sebuah organisasi maupun perusahaan dalam melakukan

program pemberantasan fraud :

1. Peran dan Tanggungjawab

Memahami peran dan tanggungjawab karyawan pada setiap tingkatkan

organisasi terkait dengan pemberantasan fraud ini sangat penting untuk

dilakukan. Karena memang ditujukan untuk memastikan berjalannya suatu

program pemberantasan fraud yang secara efektif. Hal ini mencakup

pendefinisian peran dan tanggungjawab terhadap kebijakan, uraian tugas,

piagam, dan pendelegasian otoritas terkait dengan pemberantasan fraud.

2. Komitmen

Pada dasarnya komitmen atas pemberantasan fraud ini harus

dikomunikasikan oleh sesorang komisaris dan manajemen tertinggi. Untuk

metode yang bisa digunakan yaitu dengan menanamkan komitmen dalam

bentuk nilai organisasi maupun aturan perilaku. Metode lain yang bisa

digunakan yaitu dengan penerbitan dokumen singkat yang diedarkan pada

seluruh pegawai, supplier dan pelanggan. Dalam dokumen tersebut

ditekankan atas pentingnya pemberantasan fraud.

3. Kesadaran Fraud

Dalam hal ini kunci suatu keberhasilan dalam pemberantasan fraud ini

adalah dikarenakan adanya program penyadaran yang secara terus-

menerus. Hal ini juga bisa digunakan sebagai kendali pencegahan yang

efektif. Kesadaran ini dilakukan dengan cara penilaian periodik, pelatihan


32

dan komunikasi secara terus-menerus. Dengan adanya pemberantasan

fraud ini mampu membantu menciptakan kesadaran fraud.

4. Proses Penguatan

Penentuan proses isu ilegal terkait dengan proses penguatan yang

diinginkan oleh direktur, karyawan maupun kontraktor ini ditujukan untuk

menyatakan bahwasannya mereka telah membaca, memahami, dan akan

taat dengan perilaku dan program pemberantasan fraud dalam

mendukunhg adanya pemberantasan fraud

5. Pengungkapan Konflik

Dalam mendeteksi beberapa konflik yang aktual dan potensial secara

internal, maka diperlukan untuk suatu proses ini diimplementasikan untuk

direktur, karyawan dan kontraktor. Jika terdapat konflik, keputusan yang

dapat diambil yaitu :

a. Menghendaki seseorang untuk menghentikan kegiatan karena

dinilai ada suatu konflik kepentingan

b. Menentukan tidak ada konflik kepentingan setelah manajemen

menerima internal disclosure

c. Manajemen menentukan adanya konflik kepentingan dan

menetapkan pembatasan seseorang dalam mengelola risiko untuk

memastikan tidak ada peluang untuk melakukan fraud

6. Penilaian Risiko Fraud

Pada dasarnya akar dari pemberantasan fraud yang efektif yaitu dengan

penilaian risiko, pengawasan yang baik. Di mana ini mengidentifikasi


33

fraud yang bisa saja terjadi ada suatu organisasi. Untuk penilaian sendiri

dapat dilakukan dengan melibatkan personal yang memang pantas, dengan

mempertimbangkan skenario dan juga skema fraud.

7. Perlindungan Pengadu dan Prosedur Pelaporan

Pada pemberantasan fraud tidak hanya mengumumkan tidak ada toleransi

terhadap fraud. Tetapi pada dasarnya fraud ini harus dilaporkan dengan

segera dan menyediakan cara untuk melaporkan fraud.

8. Proses Investigasi

Proses investigasi harus ditetapkan oleh suatu organisasi, karena sekali

fraud itu dicurigai dan dilaporkan, maka untuk menindakinya perlu

dilakukan investigasi.

9. Tindakan Koreksi

Penetapan secara jelas terkait dengan konsekuensi dan proses yang harus

dilalui pelaku fraud ini ditujukan untuk menghalangi terjadinya fraud.

Kebijakan pemberantasan fraud sendiri harus menegaskan bahwasannya

organisasi mempunyai hak dalam mengadakan tindakan perdata dan

pidana pada siapa saja yang berani melakukan fraud.

10. Perbaikan dan Evaluasi Proses

Penggambaran terkait bagaimana manajemen secara periodik

mengevaluasi efektivitas dari program pemberantasan fraud dan

memonitor perubahannya mencakup pengukuran, analisis statistik,

benchmarkin, dan survei. Hal ini harus dijalankan dalam program

pemberantasan fraud.
34

11. Monitoring Berkelanjutan

Merevisi dan mereview program pemberantasan fraud dan dokumen

terkait berdasarkan perubahan kebutuhan organisasi harus dilakukan.

Untuk merefleksikan kondisi sekarang dan komitmen organisasi terhadap

pemberantasan fraud.

2.1.10 Strategi Dalam Pencegahan Fraud

Menurut Amin Widjaja (2016:38) ada dua aktivitas dasar dalam

pencegahan fraud yaitu :

1. Mengambil tahapan untuk menciptakan dan mempertahankan budaya jujur

dan beretika, adapun cara untuk membangun budaya jujur dan beretika

untuk membantu mengurangi terjadinya kecurangan adalah :

a. Memastikan bahwa manajemen puncak memberikan contoh

perilaku yang tepat

b. Mempekerjakan pegawai yang tepat

c. Mengomunikasikan sejumlah ekspektasi di seluruh posisi yang ada

dalam struktur organisasi dan meminta konfirmasi tertulis atas

penerimaan ekspetasi secara periodik

d. Menciptakan lingkungan kerja yang positif

e. Mengembangkan dan mempertahankan kebijakan yang efektif

untuk menangani kecurangan ketika hal itu benar-benar terjadi


35

2. Menilai risiko kecurangan dan mengembangkan respons yang konkrit

untuk mengurangi risiko dan mengeliminasi kesempatan terjadi

kecurangan

Adapun menurut Silviana, dkk (2020:104) ada beberapa strategi dalam

pencegahan fraud yaitu:

1. Membangun budaya anti fraud

Dalam melakukan pencegahan fraud langkah pertama yang bisa dilakukan

yaitu dengan membangun kesadaran bagi semua stakeholder

perusahaan/organisasi akan budaya fraud. Dan untuk langkah selanjutnya

bisa dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip good governance dan

penguatan corporate culture di mana dalam hal ini tidak ada toleransi

untuk pelaku fraud. Langkah-langkahnya yaitu:

a. Memperlihatkan teladan pimpinan (the ton at top)

b. Menciptakan lingkungan kerja yang positif

c. Merekrut dan mempromosikan karyawan yang layak

d. Konfirmasi ketaatan

2. Penguatan budaya anti fraud

Metode triangle ini digunakan untuk membantu memahami adanya fraud

yang biasa digunakan sebuah organisasi untuk memahami bagaimana cara

untuk mencegah adanya fraud di mana dengan metode triangle ini yaitu

mencakup rasionalisasi, tekanan, dan kesempatan. Pembatasan pada faktor

tersebut dapat menjadi sebuah langkah dalam mencegah dan memperkuat


36

program pembangunan budaya anti-fraud. Mekanisme penguatan tersebut

antara lain:

a. Merekrut dan mempromosikan pegawai

b. Mengevaluasi program kompensasi dan kinerja

c. Kewajiban mengambil cuti tahunan secara bergilir

d. Persetujuan dan proses otorisasi dengan tanda tangan dan

countersign

e. Pendokumentasian setiap transaksi dan kejadian

f. Melaksanakan wawancara orang yang keluar

3. Internalisasi nilai dan budaya anti-kecurangan

Sebenarnya nilai dan budaya anti-kecurangan ini sudah dilakukan akan

tetapi hanya pada batas masalah-masalah tertentu saja. Seperti halnya yang

terjadi pada kasus kampanye, maka perlu dilakukan nilai dan budaya anti-

kecurangan. Hal ini dilakukan untuk agar tidak melakukan perbuatan

kecurangan. Nilai budaya anti-kecurangan sendiri tidak akan sendiri tidak

akan berjalan efektif dalam sebuah perusahaan atau instansi jika tidak

diwujudkan. Dalam hal ini banyak cara yang dapat digunakan dalam

mewujudkannya seperti halnya dengan melakukan pelatihan regular dan

bergilir, menciptakan corporate culture yang mampu mendukung

terbentuknya nilai dan budaya anti- kecurangan, membuat stiker, plakat

dan sebagainya guna untuk menanamkan nilai dan budaya anti-

kecurangan. Dan tidak lupa dengan teladan dari para pemimpin karena

halite sangat penting sebagai contoh untuk bawahan:


37

a. Penyaringan (pree-employee screenin)

b. Sistem kepemimpinan yang kuat dan bersih

c. Efektivitas kebijakan dan penegakan peraturan

2.1.11 Menyusun Kebijakan Pemberantasan Fraud

Dalam kebijakan pemberantasan fraud pastinya mengidenfikasi tindakan-

tindakan atau perilaku yang dianggap sebagai tindakan fraud, dan juga termasuk

tindakan yang menyimpang dan tidak pantas, sehinggan dengan itu menetapkan

standar yang konsisten untuk menanganinya.

Menurut Silviana, dkk (2020:85) dalam penyusunan kebijakan

pemberantasan fraud sendiri diperlukan pengetahuan terkait dengan sifat dari

kebijakan pemberantasan fraud, antara lain meliputi :

1. Merupakan sebuah kerangka kerja dan arah dalam upaya pemberantasan

fraud

2. Harus efektif biaya

3. Adanya dukungan prosedur, kebijakan dan pedoman yang tepat dan

direview secara periodik membuat kebijakan pemberantasan fraud akan

efektif

4. Adanya dukungan dokumen sebagai buku pembantu dalam kebijakan

pemberantasan fraud

5. Pengevaluasian kebijakan pemberantasan fraud

6. Kebijakan pemberantasan fraud bersifat makro dan terintegrasi


38

2.1.12 Pengendalian Fraud

Menurut Silviana, ddk (2020:78) kekhawatiran akan terjadinya kecurangan

atau fraud di lingkungan perusahaan maupun sebuah instansi pemerintah dapat

dimaklumi karena mengingat kasus ini tidak mudah di deteksi. Berdasarkan

praktiknya, kecurangan ini memang hampir semuanya merupakan perbuatan

kolusi, di mana artinya tidak dilakukan sendiri melainkan dua atau bahkan bisa

lebih. Fraud sendiri dilakukan dengan kecerdasan yang sangat tinggi, maka dari

itu perlu (control) yang ketat dari perusahaan, sehingga siapa pun akan sulit

melakukan kecurangan. Sehingga di sini fungsi sistem kendali kecurangan (fraud

control system) meliputi pendeteksian, pencegahan, pelaporan dan penanganan

kecurangan.

1. Pendeteksian

Pengendalian yang baik dan sinyal kecurangan merupakan dua hal yang

dapat dilihat dalam pendeteksian. Pendeteksian kecurangan dapat

dilakukan dengan penerapan sistem akutansi yang efektif dan mengenali

bentuk/variasi-variasi berbagai anomalu yang terjadi dari praktik standar.

Tanda-tanda yang harus diwaspadai oleh manajemen dan seluruh pegawai

dari kemungkinan terjadinya kecurangan yaitu:

a. Membiarkan dengan alasan-alasan yang tidak logis terhadap

kejadian dan tindakan yang tidak biasa/normal

b. Pelibatan diri penjaga dan pegawai dalam proses kerja rutin seperti

penggandaan, pembelian, pemesanan, dan penerimaan barang

c. Gaya/pola hidup yang diluar kemampuannya seorang pegawai


39

d. Perangkapan tugas seperti memproses dan menyetujui suatu

transaksi ada pada satu orang

e. Kerahasiaan yang hanya orang tertentu saja yang punya akses

informasi rahasia tersebut

f. Pengubahan sistem dan prosedur kerja yang tidak sah

g. Dokumen transaksi keuangan yang tercecer

h. Penggandaan faktur yang sama, manipulasi pembayaran, atau

memalsukan klaim perjalanan

i. Penandatanganan yang dilakukan tanpa melihat dokumen aslinya

j. Dokumen seperti buku log, buku harian, dan laporan rutin yang di

ubah

k. Menggunakan aset untuk kepentingan pribadi

l. Mengambil keuntungan pribadi dari uang rekanan

m. Kerja sama untuk mendapatkan tender baru atau kontraktor

mengirimkan faktur palsu

n. Melakukan bisnis swasta saat jam kerja

o. Pemberian suap untuk penutupan terhadap layanan yang tidak

sesuai

2. Pencegahan

Pencegahan agar tidak terjadi kecurangan merupakan tanggungjawab oleh

penjabat dan pegawai. Tanggungjawab tersebut harus dimasukkan dalam

berbagai dokumen yang mendukung diantaranya seperti fakta integritas,

pedoman perilaku, dan pernyataan komitmen penerapan sistem kendali


40

kecurangan. Tersedianya pegawai/staf yang mempunyai pengetahuan yang

baik tentang bahaya kecurangan serta siap mengungkapnkan perilaku

korupsi merupakan perangkat yang paling efektif untuk mengungkap

kecurangan. Kode etik dan standar perilaku (code of conduct) penting

untuk dimiliki sebuah perusahaan atau instansi. Karena untuk mendorong

staf melaporkan semua insiden perilaku curang yang merugikan, dan

kemungkinan terjadinya pemborosan yang signifikan pada daya publik.

Adanya manajemen diharapkan mampu menciptakan budaya yang etis.

Sehingga mampu menjadi panutan bagi pegawai, manajemen di sini juga

melakukan penilaian risiko kecurangan di wilayah kerjanya sekaligus

menerapkan pengendalian yang tepat dalam menghadapi kecurangan.

Dalam menjaga lingkungan kerja yang etis dan efektif, manajemen perlu

melakukan kerja sama. Sehingga dapat mencegah kemungkinan terjadinya

kecurangan pun melakukan pengendaliannya.

3. Pelaporan

Berbagai sarana pengaduan/pelaporan kecurangan dan program

perlindungan terhadap pelapor ini perlu dibangun oleh perusahaan atau

instansi yaitu dengan:

a. Sarana penyampaian pengaduan kecurangan

b. Terhadap pelapor kecurangan

c. Tindak lanjut terhadap pengaduan/laporan kecurangan

4. Penanganan
41

Manajemen perlu melakukan investigasi kecurangan ketika sudah

diidentifikasi terjadi kecurangan. Investigasi sendiri dilakukan dengan

melakukan penyelidikan dugaan kecurangan yang dilakukan sesuai dengan

prinsip keadilan universal yaitu:

a. Dianggap tidak bersalah sampai ada bukti bersalah

b. Memiliki hak untuk menanggapi tuduhan dan terwakili dalam

proses keputusan yang resmi

Dalam penanganan kasus kecurangan penting untuk memperhatikan:

a. Kecurangan maupun dengan adanya kecurangan bisa menyebabkan

gangguan di lingkungan kerja

b. Informasi adanya penyelidikan kecurangan hanya pada lingkungan

terbatas saja

c. Diusahakan pegawai hanya menduga adanya kasus saja tanpa tahu

ada penyelidikan

d. Penjabat di lingkungan kantor tidak akan mempromosikan atau

menoleransi gosip

e. Setelah penyelidikan diadakan briefing staf. Sehingga memberi

dampak positif dan meningkatkan moral/semangat pegawai yang

tidak terlibat

2.1.13 Perilaku Individual

Menurut Irham (2013:34) salah satu penilaian yang dilakukan untuk

menentukan seseorang layak atau tidak menjadi karyawan dilihat dari segi
42

perilaku (behaviour). Perilaku individual merupakan suatu reaksi yang dimiliki

oleh seseorang individual terhadap segala sesuatu yang dilihat, dirasa dan

dipahami untuk selanjutnya terbentuk dalam perbuatan dan sikap.

Menurut Lilis (2011:148) perilaku karyawan (individu) dalam sebuah

organisasi ditentukan oleh budaya organisasi. Dimana budaya organisasi adalah

keyakinan semua orang dalam suatu organisasi akan nilai-nilai tertentu sehingga

semua orang sadar atau tidak berperilaku sesuai dengan keyakinan tersebut.

Dalam perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika, karyawan akan

cenderung untuk juga peduli pada nilai-nilai etika. Oleh karena itu, dalam

perusahaan yang etis, karyawan akan cenderung sungkan memilih perilaku tidak

etis bahkan andai ada peluang untuk curang.

Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku indvidual

yang terbentuk melalui sebuah sikap atau perbuatan ditentukan bagaimana budaya

yang tercipta dalam lingkungan hidup seorang individu.

2.2. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian sebelumnya beserta hasil penelitian sebelumnya

dengan hasil penelitian akan disajikan antara lain


43

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu

No
Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
.
1. Dewi Sartika Analisis pengawasan Hasil penelitian dari uji
(2018) sistem kerja, regresi linier berganda
karyawan dalam menunjukkan bahwa
meminimalisasi fraud pengawasan dan sistem
Universitas
pada CV. Citra kerja memiliki pengaruh
Dharmawangsa
Mandiri Raya Medan positif dalam
meminimalisasi fraud.
Pengawasan dan sistem
kerja secara parsial dan
secara simultan
berpengaruh signifikan
dalam meminimalisasi
fraud. Dimana variabel
pengawasan dan sistem
kerja mempengaruhi
fraud sebesar 87,40%,
sedangkan sisanya
sebesar 13,60%
dipengaruhi oleh faktor
lain yang tidak diteliti
dalam penelitian ini,
seperti sistem
pengendalian intern,
perilaku tidak etis,
jabatan, tekanan dan
lain sebagainya tidak
diteliti dalam penelitian
ini.
2. Ni Putu Emy Pengaruh tekanan, Hasil penelitian
Suryandari, Made Arie kesempatan, menunjukkan bahwa :
Wahyuni, dan Putu rasionalisasi 1) Tekanan berpengaruh
(triangle) dan positif terhadap tindak
Julianto
efektivitas Penerapan kecurangan, 2)
(2019) pengendalian internal Kesempatan
terhadap tindak berpengaruh positif
Universitas kecurangan (fraud) terhadap tindak
Pendidikan Ganesha (Studi Pada LPD Se- kecurangan, 3)
Singaraja, Indonesia Kecamatan Negara) Rasionalisasi
berpengaruh positif
terhadap tindak
kecurangan, 4)
44

Efektivitas penerapan
pengendalian internal
berpengaruh positif
terhadap tindak
kecurangan.
3. Michael Sihombing Analisis Pengaruh Hasil yang ditemukan
dan I Ketut Fraud Triangle adalah tekanan,
Budiartha Terhadap Kecurangan peluang, dan
(2020) Akademik (Academic rasionalisasi
Fraud ) Mahasiswa berpengaruh positif dan
Universitas Udayana, Akuntansi Universitas signifikan terhadap
Indonesia Udayana kecurangan akademik.

2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis

Menurut Suryani dan Hendryadi (2015:93) kerangka teoritis merupakan

model konseptual dari sebuah teori yang memberikan penjelasan logis mengenai

hubungan satu atau beberapa faktor yang berhasil diidentifikasi sebagai faktor

penting untuk menjelaskan masalah yang akan diteliti. Berdasarkan teori tersebut

dapat dijelaskan bahwa manajemen perusahaan memberikan tanggung jawab dan

meminta laporan mengenai pengurusan SDM dan kinerja SDM ke divisi

personalia, kemudian divisi personalia menggunakan metode fraud triangle dalam

menganalisis kecurangan karyawan melalui tekanan yang dialami karyawan,

peluang atau kesempatan yang ada, dan pembenaran dalam diri setiap karyawan

yang menjadikan kecurangan itu bukan hal besar. Setelah divisi operasional yakni

staf administrasi yang diberikan tugas dan tanggung jawab oleh GA coordinator

mengetahui laporan tindak kecurangan apa yg terjadi dalam perusahaan maka

dicari tahu penyebab mengapa itu terjadi dan kendala apa yg dihadapi divisi

personalia dalam mendeteksi kecurangan karyawan, kemudian dicari solusi atas

kecurangan yang terjadi melalui komitmen,perencanaan, pelaksanaan, evaluasi


45

dan respon. Dimana melalui komitmen, pimpinan menentukan arah upaya

pencegahan kecurangan oleh karyawan dalam suatu korporasi, yang tercermin

dalam kebijakan dan strategi korporasi. Kemudian melalui pembuatan

perencanaan yang efektif untuk meminimalisir tindak kecurangan. Kemudian

melaksanakan perencanaan yang sudah dibuat, kemudian mengevaluasi tahapan

dari perencanaan awal hingga pelaksanaan serta melakukan tahapan respon

melalui aksi kolektif dan lapor dapat menciptakan iklim kerja yang kondusif.

Sehingga dapat digambarkan melalui kerangka pemikiran teoritis sebagai berikut :

Gambar 2.4
Kerangka Pemikiran Teoritis

Manajemen Perusahaan

Divisi Personalia

Staf Admin

Metode Fraud Triangle

Tekanan Kesempatan Rasionalisasi

Kecurangan Karyawan

Penyebab Kendala

1. Komitmen
2. Perencanaan
3. Pelaksanaan
4. Evaluasi
5. Respon
46

Solusi dalam Meminimalisir


Kecurangan Karyawan

Sumber : diolah penulis 2021

Anda mungkin juga menyukai