Anda di halaman 1dari 1

Nama : Muhammad Rawsyan Fiqri

NIM : D300190017
Kelas : Permukiman dan Perkotaan A
Judul : Kota madani dan Masyarakat madani
Istilah Kota Madani pada dasarnya tidak begitu populer dalam perjalanan kehidupan masyarakat
Indonesia pada saat sebelum Illiza Sa’aduddin Jamal melabelkannya pada kota Banda Aceh, yang
dipimpinnya saat itu. Sebelumnya malah istilah masyarakat madani yang ditarik dari istilah civil society
yang lebih popular dalam sejarah peradaban manusia, yang diangkat oleh para ilmuan dari berbagai
pandangan dan pemikiran baik dari timur maupun dari barat.
Antara masyarakat madani dengan kota madani merupakan satu pasang istilah yang tidak boleh
tidak harus melekat pada keduanya ketika yang satu disebut. Karena tidak mungkin adanya kota madani
apabila tidak ada masyarakat madani di dalamnya, demikian juga sebaliknya tidak mungkin ada
masyarakat madani tanpa adanya kota madani sebagai tempat berkiprah baginya. Kalau ada kota
madani tetapi tidak ada masyarakat madani, maka kota itu kosong melompong.
Berpijak pada pengalaman dari konsep masyarakat madani, maka kota madani baru dapat
diwujudkan ketika masyarakat madani sudah menghuni sesuatu kota yang kemudian disebut kota
madani. Maknanya, untuk mewujudkan sebuah kota madani, maka harus duluan menciptakan
masyarakat madani, tanpa masyarakat madani tidak akan pernah mungkin wujudnya kota madani.
Karena kota madani itu merupakan sebuah kota yang di dalamnya dipenuhi oleh masyarakat madani
yang bersyariah islamiyah, yang berperadaban islamiyah, yang berukhuwwah islamiyah, di bawah
kepemimpinan muslim.
Sebagian orang mengidentikkan istilah kota madani dengan Kota Madinah yang dibangun
Rasulullah saw pada 622 M. Kota Madinah adalah kota suci yang subur makmur dan penuh berkah
setelah kedatangan Muhammad saw. Masyarakat Madinah adalah masyarakat yang terkenal dengan
keramahannya, sehingga Rasulullah saw menjulukinya sebagai kaum Anshar, yang bermakna para
penolong. Banyak kota di dunia ditaklukkan dengan perang, namun kota Madinah ditaklukkan dengan
ayat suci Alquran dan dibangun dengan keteladanan pemimpin (Muhammad saw) kepada
masyarakatnya. Beliau membangun Madinah dengan menjunjung keadilan, kebersamaan dan
menghargai hak-hak asasi manusia (HAM).
Dalam konteks kajian Syar’i, kota madani wujud berlandaskan kepemimpinan Islam
sebagaimana yang pernah berlaku di zaman Nabi dan khulafaurrasyidin. Kota madani dalam konteks ini
harus berdimensikan akidah, syariah dan akhlaq karimah bagi segenap penghuninya. Sebuah kota tidak
bisa dijuluki kota madani kalau penghuni kota tersebut tidak shalat lima waktu sehari semalam, atau
penduduk kota tersebut tidak bertuhan kepada Allah Swt dalam konteks iman dan tauhid. Tidak
mungkin pula kota tersebut disebut kota madani kalau penghuni kotanya tidak menjalankan hukum
Allah atau syariat Islam.

Anda mungkin juga menyukai