Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN ACUTE CHRONIC KIDNEY DISEASE


(ACKD)

OLEH :

NI PUTU SUTRESNI WULANDARI ANANTRA


C1219008

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA USADA BALI
2019
BAB I
KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Definisi
Acute on Chronic Kidney Disease (ACKD) merupakan penurunan tiba-tiba fungsi ginjal
pada pasien dengan penyakit ginjal kronis dikenal (CKD) yang memerlukan penilaian cepat,
diagnosis dan manajemen yang tepat untuk mencegah penurunan dan kerusakan yang
ireversibel pada fungsi ginjal (Lameire, 2008).
Acute on Chronic Kidney Disease (ACKD) merupakan penurunan fungsi ginjal berupa
penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (GFR), peningkatan nilai BUN dan Kreatinin yang
terjadi pada pasien dengan gagal ginjal kronis (CKD) (Madala, 2007)
Jadi, dapat disimpulkan Acute on Chronic Kidney Disease (ACKD) adalah penyakit
ginjal yang mengacu pada penurunan yang cepat tiba-tiba dari laju filtrasi glomerulus (GFR)
terjadi pada pasien dengan gagal ginjal kronis (CKD)

Gambar 1. Fungsi Ginjal Normal

B. Anatomi Fisiologi Ginjal


a. Anatomi Ginjal

Gambar Letak ginjal


Anatomi ginjal menurut price dan Wilson (2005) dan Smletzer dan Bare (2001), ginjal
merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak pada kedua sisi kolumna
vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri karena tekanan ke
bawah oleh hati. Katub atasnya terletak setinggi iga kedua belas. Sedangkan katub atas ginjal
kiri terletak setinggi iga kesebelas. Ginjal dipertahankan oleh bantalan lemak yang tebal agar
terlindung dari trauma langsung, disebelah posterior dilindungi oleh iga dan otot-otot yang
meliputi iga, sedangkan anterior dilindungi oleh bantalan usus yang tebal. Ginjal kiri
yang berukuran normal biasanya tidak teraba pada waktu pemeriksaan fisik karena dua
pertiga atas permukaan anterior ginjal tertutup oleh limfa, namun katub bawah ginjal kanan
yang berukuran normal dapat diraba secara bimanual.
Ginjal terbungkus oleh jaringan ikat tipis yang dikenal sebagai kapsula renis. Disebelah
anterior ginjal dipisahkan dari kavum abdomen dan isinya oleh lapisan peritoneum.
Disebelah posterior organ tersebut dilindungi oleh dinding toraks bawah. Darah dialirkan
kedalam setiap ginjal melalui arteri renalis dan keluar dari dalam ginjal melalui vena
renalis. Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis dan vena renalis membawa darah
kembali kedalam vena kava inferior.
Pada orang dewasa panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7-5,1 inci) lebarnya
6 cm (2,4 inci) tebalnya 2,5 cm (1 inci) dan beratnya sekitar 150 gram. Permukaan
anterior dan posterior katub atas dan bawah serta tepi lateral ginjal berbentuk cembung
sedangkan tepi lateral ginjal berbentk cekung karena adanya hilus. Gambar anatomi ginjal
dapat dilihat dalam gambarberikut:

Anatomi khusus Ginjal

Apabila dilihat melalui potongan longitudinal, ginjal terbagi menjadi dua bagian
yaitu korteks bagian luar dan medulla di bagian dalam. Medulla terbagi-bagi menjadi biji
segitiga yang disebut piramid, piranid- piramid tersebut diselingi oleh bagian korteks yang
disebut kolumna bertini. Piramid-piramid tersebut tampak bercorak karena tersusun oleh
segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papilla (apeks) dari piramid
membentuk duktus papilaris bellini dan masuk ke dalam perluasan ujung pelvis ginjal yang
disebut kaliks minor dan bersatu membentuk kaliks mayor, selanjutnya membentuk pelvis
ginjal. Gambar penampang ginjal dapat dilihat pada gambar berikut

Gambar Penampang Ginjal

Ginjal tersusun dari beberapa nefron. Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang
merupakan satuan fungsional ginjal, jumlahnya sekitar satu juta pada setiap ginjal yang pada
dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang sama. Setiap nefron terdiri dari kapsula
bowmen yang mengintari rumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung
henle dan tubulus kontortus distal yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul. Kapsula
bowman merupakan suatu invaginasi dari tubulus proksimal. Terdapat ruang yang
mengandung urine antara rumbai kapiler dan kapsula bowman dan ruang yang
mengandung urine ini dikenal dengan nama ruang bowmen atau ruang kapsular.
Kapsula bowman dilapisi oleh sel-sel epitel. Sel epitel parielalis berbentuk gepeng dan
membentuk bagian terluar dari kapsula, sel epitel veseralis jauh lebih besar dan membentuk
bagian dalam kapsula dan juga melapisi bagian luar dari rumbai kapiler. Sel viseral
membentuk tonjolan-tonjolan atau kaki- kaki yang dikenal sebagai pedosit, yang
bersinggungan dengan membrana basalis pada jarak-jarak tertentu sehingga terdapat daerah-
daerah yang bebas dari kontak antar sel epitel. Daerah-daerah yang terdapat diantara pedosit
biasanya disebut celah pori-pori.
Anatomi nefron

Vaskilari ginjal terdiri dari arteri renalis dan vena renalis. Setiap arteri renalis bercabang
waktu masuk kedalam hilus ginjal. Cabang tersebut menjadi arteri interlobaris yang
berjalan diantara pyramid dan selanjutnya membentuk arteri arkuata yang melengkung
melintasi basis piramid-piramid ginjal. Arteri arkuata kemudian membentuk arteriola-
arteriola interlobaris yang tersusun oleh parallel dalam korteks, arteri ini selanjutnya
membentuk arteriola aferen dan berakhir pada rumbai-rumbai kapiler yaitu glomerolus.
Rumbai-rumbai kapiler atau glomeruli bersatu membentuk arteriola eferen yang
bercabang-cabang membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan kapiler
peritubular.

Anatomi Glomerolus

Darah yang mengalir melalui sistem portal akan dialirkan ke dalam jalinan vena menuju
vena intelobaris dan vena renalis selanjutnya mencapai vena kava inferior. Ginjal dilalui
oleh darah sekitar 1.200 ml permenit atau 20%-25% curah jantung (1.500 ml/menit).
b. Fisiologi Ginjal
1. Fungsi Ginjal
Menurut Price dan Wilson (2005), ginjal mempunyai berbagai macam fungsi yaitu
ekskresi dan fungsi non-ekskresi. Fungsi ekskresi diantaranya adalah :
a. Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 mOsmol dengan
mengubah-ubah ekskresi air.
b. Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal.
c. Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan
membentuk kembali HCO)
d. Mengekresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein, terutama urea,
asam urat dan kreatinin.
Sedangkan fungsi non-ekresi ginja adalah :
a. Menghasilkan rennin yang penting untuk pengaturan tekanan darah.
b. Menghasilkan eritropoetin sebagai faktor penting dalam stimulasi produksi
sel darah merah oleh sumsum tulang
c. Metabolism vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
d. Degradasi insulin.
e. Menghasilkan prostaglandin.
2. Fisiologi Pembentukan Urine
Pembentukan urine diginjal dimulai dari proses filtrasi plasma pada glomerolus.
Sekitar seperlima dari plasma atau 125 ml/menit plasma dialirkan di ginjal melalui
glomerolus ke kapsula bowman. Halini dikenal dengan istilah laju filtrasi
glomerolus/glomerular filtration rate (GFR) dan proses filtrasi pada glomerolus
disebut ultrafiltrasi glomerulus. Tekanan darah menentukan beberapa tekanan dan
kecepatan alirn darah yang melewati glomeruls. Ketika darah berjalan melewati
struktur ini, filtrasi terjadi. Air dan molekul- molekul yang kecil akan dibiarkan
lewat sementara molekul-molekul besar tetap bertahan dalam aliran darah. Cairan
disaring melalui dinding jonjot-jonjot kapiler glomerulus dan memasuki tubulus,
cairan ini disebut filtrate. Filrat terdiri dari air, elektrolit dan molekul kecil lainnya.
Dalam tubulus sebagian substansi ini secara selektif diabsobsi ulang kedalam darah.
Substansi lainnya diekresikan dari darah kedalam filtrat ketika filtrat tersebut
mengalir di sepanjang tubulus. Filtrate akan dipekatkan dalam tubulus distal serta
duktus pengumpul dan kemudian menjadi urine yang akan mencapain pelvis ginjal.
Sebagian substansi seperti glukosa normalnya akan diabsorbsi kembali seluruhnya
dalam tubulus dan tidak akan terlihat dalam urine. Berbagai substansi yang secara
normal disaring oleh glomerulus, diabsorbsi oleh tubulus dan diekresikan kedalam
urine mencakupnatrium, klorida, bikarbinat, kalium, glukosa, ureum, kreatinin dan
asam urat.
Terdapat 3 proses penting yang berhubungan dengan proses pembentukan urine,
yaitu :
a. Filtrasi (penyaringan) : kapsula bowman dari badan malpighi menyaring
darah dalam glomerus yang mengandung air, garam, gula, urea dan zat
bermolekul besar (protein dan sel darah) sehingga dihasilkan filtrat glomerus
(urine primer). Di dalam filtrat ini terlarut zat yang masih berguna bagi tubuh
maupun zat yang tidak berguna bagi tubuh, misal glukosa, asam amino dan
garam-garam.
b. Reabsorbsi (penyerapan kembali) : dalam tubulus kontortus proksimal zat
dalam urine primer yang masih berguna akan direabsorbsi yang dihasilkan
filtrat tubulus (urine sekunder) dengan kadar urea yang tinggi.
c. Ekskesi (pengeluaran) : dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah
menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi reabsornsi aktif ion
Na+ dan Cl- dan sekresi H+ dan K+. Di tempat sudah terbentuk urine yang
sesungguhnya yang tidak terdapat glukosa dan protein lagi, selanjutnya akan
disalurkan ke tubulus kolektifus ke pelvis renalis.
Fungsi lain dari ginjal yaitu memproduksi renin yang berperan dalam pengaturan
tekanan darah. Apabila tekanan darah turun, maka sel-sel otot polos
meningkatkan pelelepasan reninnya. Apabila tekanan darah naik maka sel-sel otot
polos mengurangi pelepasan reninnya. Apabila kadar natrium plasma berkurang,
maka sel-sel makula dansa memberi sinyal pada sel-sel penghasil renin untuk
meningkatkan aktivitas mereka. Apabila kadar natrium plasma meningkat,
maka sel-sel makula dansa memberi sinyal kepada otot polos untuk menurunkan
pelepasan renin. Setelah renin beredar dalam darah dan bekerja dengan mengkatalisis
penguraian suatu protein kecil yaitu angiotensinogen menjadi angiotensin I yang
terdiri dari 10 asam amino, angiotensinogen dihasikan oleh hati dan konsentrasinya
dalam darah tinggi.
Pengubahan angiotensinogen menjadi angiotensin I berlangsung diseluruh plasma,
tetapi terutama dikapiler paru-paru. Angoitensin I kemudian dirubah menjadi
angiotensin II oleh suatu enzim konversi yang ditemukan dalam kapiler paru-paru.
Angiotensin II meningkatkan tekanan darah melalui efek vasokontriksi arteriola
perifer dan merangsang sekresi aldosteron. Peningkatan kadar aldosteron akan
merangsang reabsorbsi natrium dalam tubulus distal dan duktus pengumpul
selanjutnya peningkatan reabsorbsi natrium mengakibatkan peningkatan reabsorbsi
air, dengan demikian volume plasma akan meningkat yang ikut berperan dalam
peningkan tekanan darah yang selanjutnya akan mengurangi iskemia ginjal.
C. Etiologi/Predisposisi
Cronik Kidney Disease (ACKD) terjadi setelah berbagai macam penyakit yang
merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan
bilateral.
- Nekrosis tubular akut
Pasien dengan CKD beresiko untuk mengalami nekrosis Tubular, yang terjadi sebagai
akibat dari iskemia atau paparan nephrotoxins. Nekrosis tubular akut iskemik adalah hasil
dari dikoreksi hipoperfusi ginjal berkepanjangan dan sebagian besar penyebab kegagalan
prerenal memiliki potensi untuk menyebabkan nekrosis tubular.
- Nefritis interstitial akut
Gejala akut yang diinduksi obat adalah interstitial nephritis penyebab umum intrinsik
gagal ginjal akut yang dapat menyebabkan ACKD pada pasien CKD. Faktor presipitasi
adalah NSAID dan penisilin. Infeksi menyebabkan kerusakan langsung ke
tubulointerstitium mengakibatkan pielonefritis akut. CKD yang sudah ada juga
merupakan faktor risiko penting untuk pengembangan kristal yang dapat menyebabkan
gagal ginkal akut.
- Obstruksi kemih atas dan bawah
- Infeksi : pielonefritis kronik
- Penyakit peradangan : glomerulonefritis
- Penyakit vaskuler hipertensif : nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis
arteri renalis
- Gangguan jaringan penyambung: SLE, Poli arteritis nodosa, Sklerosis sistemik progresif
- Gangguan congenital dan herediter: Penyakit ginjal polikistik, Asidosis tubuler ginjal
- Penyakit metaboliK : DM, Gout, Hiperparatiroidisme, Amiloidosis
- Nefropati obstruktif : Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale
- Nefropati obstruktif :
 Sal. Kemih bagian atas :Kalkuli, neoplasma, fibrosis,netroperitoneal
 Sal. Kemih bagian bawah : Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra

D. Klasifikasi
a) Stadium I : merupakan stadium awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya
oliguria.
b) Stadium II : Oliguria. Volume urine 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar
BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini
berbeda-beda, tergantung dari kadar dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin serum
mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan kecuali bila penderita
mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung atau dehidrasi. Pada stadium ini pula
mengalami gelala nokturia (diakibatkan oleh kegagalan pemekatan) mulai timbul. Gejala-
gejala timbul sebagai respon terhadap stress dan perubahan makanan dan minuman yang
tiba-tiba. Penderita biasanya tidak terlalu memperhatikan gejala ini. Gejala pengeluaran
kemih waktu malam hari yang menetap sampai sebanyak 700 ml atau penderita terbangun
untuk berkemih beberapa kalipada waktu malam hari. Dalam keadaan normal
perbandingan jumlah kemih siang hari dan malam hari adalah 3 : 1 atau 4 : 1. Sudah tentu
nokturia kadang-kadang terjadi juga sebagai respon teehadap kegelisahan atau minum
yang berlebihan. Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang
terutamam menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3
liter/hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5%-25
%. Faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gelala-gejala kekurangan farahm tekanan
darah akan naik, terjadi kelebihan, aktifitas penderita mulai terganggu.
c) Stadium III : Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana tak
dapat melakukan tugas sehari-hari sebagaimana mestinya. Gejala-gejala yang timbul
antara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang, kurang tidur, kejang-kejang dan
akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Stadium akhir timbul pada sekitar 90
% dari masa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar
kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml/menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatnin serum
dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada
stadium akhir gagal ginjal, penderita merasakan gejala yang cukup parah karene ginjal
tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh.
Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari karena
kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal.
Kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala
yang dinamakan sindrom uremik memepengaruhi setip sisitem dalam tubuh.
d) Stadium IV : Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita memerlukan pengobatan dalam
bentuk transplantasi ginjal atau dialisis

Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate)/CCT (Clearance Creatinin Test) dapat
digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatinin serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

E. Manifestasi Klinis
a. Haluaran urin sedikit , mengandung darah
b. Peningkatan BUN dan kreatinin
c. Anemia
d. Hiperkalemia
e. Asidosis metabolic
f. Edema
g. Mual muntah .
h. Nyeri pinggang hebat (kolik)
i. Kelainan Urin : protein darah/eritrosit , seldarahputih/Leukosit,bakteri.

F. Patofisiologi
Patogenesis gagal ginjal kronik yaitu semakin buruk dan rusaknya nefron-nefron yang
disertai berkurangnya fungsi ginjal, ketika kerusakan ginjal berlanjut dan jumlah nefron
berkurang, maka kecepatan filtrasi dan beban solute bagi nefron demikian tinggi hingga
keseimbangan glomerolus tubulus (keseimbangan antar peningkatan filtrasi dan peningkatan
reabsorpsi oleh tubulus) tidak dapat dipertahankan lagi.
Pada gagal ginjal terjadi penurunan fungsi renal yang mengakibatkan produk akhir
metabolism protein tidak dapat diekskresikan ke dalam urine sehingga tertimbun didalam
darah yang disebut uremia. Uremia dapat mempengaruhi setiap system tubuh, dan semakin
banyak timbunan produk sampah uremia maka gejala yang ditimbulkan semakin berat.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan menempatkan urine
24 jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya filtrasi glomerulus (akibat tidak
berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin serum akan
meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator yang paling sensitif dari fungsi renal
karena substansi ini diproduksi secara konsisten oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi
oleh penyakit renal tetapi juga oleh masukan protein dalam diet katabolisme dan jaringan
dan luka (RBC) dan medikasi seperti steroid.
Retensi cairan dan natrium. Ginjal tidak mampu untuk mengonsistensikan atau
mengencerkan urine secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir; respon ginjal yang
sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi. Pasien
sering menahan cairan dan natrium, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung
kongestif dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktifitas aksis renin angiotensin
dan keduanya bekerjasama dan meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai
kecenderungan untuk kehilangan garam dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium
yang semakin memperburuk status uremik.
Asidosis. Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolik
seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk
mengekskresikan amonia (NH3-) dan mengabsorbsi natrium bicarbonat (HCO3-). Penurunan
sekresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi.
Anemia. Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami
pendarahan akibat status anemik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal.
Eripoetin,suatu substansi normal yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sum-sum tulang
untuk menghasilkan sel drah merah. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan
anemia berat terjadi, distensi, keletihan, angina dan sesak nafas.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat. Abnormalitas utama yang lain pada GGK adalah
gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar kalsium dan fosfat tubuh memiliki
hubungan timbal balik. Jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan
menurunnya filtrasi melalui glomeroulus ginjal terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan
sebaliknya. Penurunan kadar kalsium serum mengakibatkan sekresi parathormon dari
kelenjar paratiroid. Namun demikian, pada gagal ginjal, tubuh tidak berespon secara normal
terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan akibatnya kalsium di tulang menurun
menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit tulang (penyakit tulang uremik/
osteodistoperineal). Selain itu metabolisme aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang
secara normal dibuat di ginjal menurun seiring dengan berkembangnya gagal ginjal.

G. Pathway
Terlampir

H. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
a. Urine
 Volume: biasanya kurang dari 400 ml/24 jam atau tak ada (anuria)
 Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri,
lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan menunjukkkan adanya darah, Hb,
mioglobin, porfirin
 Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
 Osmoalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal tubular dan
rasio urin/serum sering 1:1
 Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
 Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium
 Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan kerusakan
glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
b. Darah
 BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
 Ht : menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
 SDM: menurun, defisiensi eritropoitin
 AGD : asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
 Natrium serum : rendah
 Kalium: meningkat
 Magnesium; Meningkat
 Kalsium ; menurun
 Protein (albumin) : menurun
c. Pemeriksaan Radiologi
 USG Ginjal
Menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi pada saluran kemih atas.
 Biopsy ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis
histologist.
 Endoskopi ginjal, nefroskopi
Menentukan pelvis ginjal; keluar batu, hematuri, pengangkatan tumor selektif.
 AGD
Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa
 Ultrasono ginjal
Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obstruksi pada
saluran perkemihan bagian atas.

I. Penatalaksanaan
a. Pembatasan diet
Diet protein dibatasi sampai 1 gr/kg BB setiap hari untuk menurunkan pemecahan
protein dan mencegah akumulasi produk akhir toksik. Makanan yang mengandung
kalium dan fosfat (pisang, jus jeruk dan kopi) dibatasi. Masukan kalium biasanya
dibatasi sampai 2 gr/hari.
b. Mempetahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbangan cairan didasarkan pada berat badan harian, konsentrasi
urine dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis pasien. Cairan
yang hilang melalui kulit dan paru sebagai akibat dari proses metabolisme normal juga
dipertimbangkan dalam penatalaksanaan CKD. Cairan biasanya diperbolehkan 500
sampai 600 ml untuk 24 jam. Vitamin diberikan karena diet rendah protein. Masukkan
dan haluaran oral dan parentral dari urine, drainase lambung, feses, drainase luka dan
perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantia cairan.
c. Pemberian kalsium
Kalsium diberikan apabila terjadi hipokalsemia dan berguna untuk mencegah
komplikasi osteoporosis.
d. Hiperfosfatemia dan hiperkalemia ditangani dengan natrium karbonat dosis tinggi
untuk mengganti antasida yang mengandung aluminium karena dapat menyebabkan
toksisitas.
e. Hipertensi ditangani dengan medikasi anti hipertensi. Gagal jantung kongestif dan
edema pulmoner ditangani dengan pembatasan cairan, diet rendah natrium, diuretic,
agen inotropik seperti digitalis atau dobutamine dan dialysis.
f. Dialisis
Dialisis dilakukan apabila penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja purna waktu,
penderita neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis lainnya. Kadar kreatinin
serum biasanya diatas 6 mg/dl pada laki-laki dan 4 mg pada perempuan dan GFR
kurang dari 4 ml/mnt. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal
ginjal akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis
memperbaiki abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat
dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecendurungan perdarahan, dan membantu
penyembuhan luka.

Proses Dialisis

J. KOMPLIKASI

(Suzanne, C. Smeltzer, 2001)


a. Hiperkalemia
b. Perikarditis
c. Efusi perikardial
d. Tamponade jantung
e. Penyakit tulang
f. Hipertensi
g. Amenia
h. Infeksi Traktus Urinarius
i. Obstruksi Traktus urinarius
j. Gangguan elektrolit
k. Gangguan Perfusi Ginjal
BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

 Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan pendekatan proses keperawatan melalui wawancara,
observasi langsung dan melihat catatan medis, adapun yang perlu dilakukan pada klien dengan
Gagal Ginjal Akut adalah sebagai berikut :
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, alamat, tanggal
masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat kesehatan sekarang, meliputi perjalanan penyakitnya, awal gejala yang
dirasakan klien, keluhan timbul secara mendadak atau bertahap, faktor pencetus, upaya
yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut.
b. Riwayat kesehatan masa lalu, meliputi penyakit yang berhubungan dengan penyakit
sekarang, riwayat kecelakaan, riwayat dirawat dirumah sakit dan riwayat penggunaan
obat.
c. Riwayat kesehatan keluarga, meliputi adakah keluarga yang mempunyai penyakit
keturunan Hipertensi, Gagal Ginjal dan lain-lain.
d. Riwayat psiko sosial meliputi, adakah orang terdekat dengan klien, interaksi dalam
keluarga, mekanisme koping yang digunakan klien untuk mengatasi masalah dan
bagaimana motivasi kesembuhan dan cara klien menerima keadaannya, masalah yang
mempengaruhi klien, persepsi klien terhadap penyakitnya dan sistem nilai kepercayaan
yang bertentangan dengan kesehatan.
e. Kondisi lingkungan rumah, lingkungan rumah merupakan faktor utama yang
mempengaruhi kesehatan klien.
f. Kebiasaan sehari-hari sebelum sakit dan di rumah sakit, meliputi pola nutrisi, pola
eliminasi, pola personal higiene, pola istirahat tidur, pola aktivitas dan latihan serta pola
kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan.
3. Pengkajian fisik yang dapat dilakukan mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan
menggunakan teknik yaitu : inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi, adapun hasil
pengkajian dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan teknik tersebut pada klien Gagal
Ginjal Akut adalah sebagai berikut :
a. Aktivitas atau istirahat : gejalanya kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan
tidur (insomnia /gelisah atau somnolen). Tandanya kelemahan otot, kehilangan tonus,
penurunan rentang gerak.
b. Sirkulasi : gejalanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi; nyeri dada (angina).
Tandanya hipertensi; DJV, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki,
telapak tangan. Disritmia jantung. Nadi lemah halus, hipotensiortostatik menunjukkan
hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir. Friction rub pericardial (respons
terhadap akumulasi sisa). Pucat; kulit coklat kehijauan, kuning. Kecenderungan
perdarahan.
c. Intergeritas Ego : gejalanya faktor stress, contoh financial, hubungan dan sebagainya.
Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan. Tandanya menolak,
ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
d. Eliminasi : gejalanya penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut).
Abdomen kembung, diare atau konstipasi. Tandanya perubahan warna urin, contoh
kuning pekat, merah, coklat, berawan. Oliguria, dapat menjadi anuria.
e. Makanan atau cairan : gejalanya peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan
berat badan (malnutrisi). Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak
sedap pada mulut (pernafasan ammonia). Penggunaan diuretic. Tandanya distensi
abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir). Perubahan turgor kulit/kelembaban.
Edema (umum, tergantung). Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah. Penurunan otot,
penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga.
f. Neurosensori : gejalanya adalah sakit kepala, penglihatan kabur. Kram otot/kejang;
sindrom ‘kaki gelisah’; kebas rasa terbakar pada telapak kaki. Kebas/kesemutan dan
kelemahan, khususnya ekstremitas bawah (neuropati perifer). Tandanya gangguan
status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma. Kejang,
fasikulasi otot, aktivasi kejang. Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
g. Nyeri atau kenyamanan : gejalanya nyeri panggul, sakit kepala; kram otot/nyeri kaki
(memburuk saat malam hari). Tandanya perilaku berhati – hati/distraksi, gelisah.
h. Pernapasan : gejalanya nafas pendek; dispnea nocturnal paroksimal; batuk
dengan/tanpa sputum kental dan banyak. Tandanya takipnea, dispnea, penigkatan
frekuensi/kedalaman (pernafasan kussmaul). Batuk produktif dengan sputum merah
muda – encer (edema paru).
i. Keamanan : gejalanya kulit gatal. Ada/berulangnya infeksi. Tandanya pruritus. Demam
(sepsis, dehidrasi); normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan pada pasien
yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal (efek GGK/depresi respons
imun). Petekie, area ekimosis pada kulit.fraktur tulang; deposit fosfat kalsium
(klasifikasi metatastik) pada kulit, jaringan lunak, sendi; keterbatasan gerak sendi.
j. Seksualitas : gejalanya penurunan libido; amenorea; infertilitas.
k. Interaksi sosial : gejalanya kesulitan menetukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
l. Penyuluhan/pembelajaran : gejalanya riwayat DM keluarga (risiko tinggi untuk gagal
ginjal), penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignansi. Riwayat
terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan. Penggunan antibiotic nefrotoksik
saat ini/berulang.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologis
3. Intoleran aktivitas b.d ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
4. Mual b.d gangguan biokimia
5. Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer b.d diabetes militus

C. Rencana Keperawatan/Intervensi

No. Diagnosa NOC NIC


1 Kelebihan  Keseimbangan cairan Manajemen elektrolit / cairan
volume cairan Setelah dilakukan asuhan 1. Berikan cairan yang sesuai
b.d gangguan keperawatan selama ...x... 2. Jaga pencatatan intake / asupan dan
mekanisme diharapkan keseimbangan output yang akurat
regulasi cairan pasien tidak terganggu 3. Pantau adanya tanda tanda retensi
dengan kriteria hasil : cairan
Keseimbangan cairan 4. Monitor tanda tanda vital yang sesuai
1.Denyut perifer 5. Monitor manifestasi dan
dipertahankan pada skala 2 ketidakseimbangan elektrolit
(banyak terganggu) di 6. Siapkan pasien untuk dialisis
tingkatkan ke skala 4 (sedikit 7. Instruksikan pasien den keluarga
terganggu) mengenai alasan untuk pembatasan
1. cairan, tindakan hidrasi, atau
administrasi elektrolit tambahan,
seperti yang di tunjukkan
8. Konsultasikan dengan dokter jika
tanda dan gejala ketidak-seimbangan
cairan dan elektrolit menetap/
memburuk
2 Ketidak- Status Nutrisi Managemen nutrisi
seimbangan Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi
nutrisi: kurang keperawatan selama ...x... adanya alergi atau intoleransi
dari kebutuhan diharapkan status nutrisi makanan yang di miliki pasien
tubuh b.d faktor pasien terpenuhi dengan 2. Tentukan
biologis kriteria hasil : apa yang menjadi preferensi makanan
1. Asupan Gizi bagi pasien
dipertahankan pada skala 3. Instruksika
3 (menyimpang dari n pasien mengenaoi kebutuhan nutrisi
rentang normal) 4. Monitor
ditingkatkan ke skala 4 kalori dan asupan makanan
(sedikit menyimpang dari 5. Menitor
rentang normal) kecendrungan terjadinya penurunan
2. Energi dipertahankan dan penaikan berat badan
pada skala 2 banyak 6. Anjurkan
menyimpang dari rentang pasien utuk memantau kalori dan
normal ditingkatkan ke intake makanan
skala 3 (cukup 7. Lakukan
menyimpang dari rentang atau bantu pasien terkaitdengan
normal) perawatan mulut sebelum makan
8. Atur diet
yang di perlukan pasien

3 Intoleran Toleransi terhadap aktifitas Terapi Aktivitas


aktivitas b.d Setelah dilakukan asuhan 1. Pertimbangkan kemampuan klien dalam
ketidak keperawatan selama ...x... berpartisipasi melalui aktivitas spesifik
seimbangan diharapkan toleransi terhadap 2. Bantu klien untuk tetap fokus pada
antara suplai aktifitas pasien meningkat kekuatan yang dimiliki di bandingkan
dan kebutuhan dengan kriteria hasil : kelemahan yang dimiliki
oksigen 1. Kekuatan otot tubuh 3. Bantu klien untuk mengidentifikasi
bagian atas dipertahankan aktivitas yang dilakukan
pada skala skala 2 4. Bantu klien untuk mengeksplorasi tujuan
( banyak terganggu personal dari aktivitas-aktivitas yang
ditingkatkan ke skala 4 biasa dilakukan
(sedikit terganggu) 5. Dorong aktivitas kreatis yang tepat
2. Kekuatan otot tubuh 6. Bantu klien untuk menjadwalkan waktu-
bagian bawah waktu spesifik terkaitdengan aktivitas
dipertahankan pada skala harian
skala 2 ( banyak terganggu 7. Instruksikan pasien dan keluarga untuk
ditingkatkan ke skala 4 melaksanakan aktifitas yang di inginkan
(sedikit terganggu) maupun yang telah di resepkan

4 Mual b.d Mual & muntah : Efek yang Manajemen mual


gangguan mengganggu 1. Dorong pasien untuk belajar strategi
biokimia Setelah dilakukan asuhan mengatasi mual sendiri
keperawatan selama ...x... 2. Dorong pasien untuk memantau
diharapkan mual pasien pengalaman diri terhadap mual
teratasi dengan kriteria hasil 3. Dapatkan riwayat lengkap sebelumnya
: 4. Lakukan kebersihan mulut sesering
1. Perubahan Asam/ Basa mungkin untuk meningkatkan
dipertahankan pada skala kenyamanan, kecuali hal ini
2 (Banyak) ditingkatkan mernagsang mual
ke skala 4 (sedikit) 5. Berikan informasi mengenai mual,
2. Perubahan elektrolitserum seperti penyebab mual dan berapa lama
dipertahankan pada skala itu akan berlangsung
2(banyak) di tingkatkan 6. Instruksikan pasien mengenai diet
ke skala 4 (sedikit) tinggi karbohidrat den rendah lemak
yang sesuai
7. Bantu untuk mencari dan memberika
dukungan emosional
8. Monitor efek dari manajemen mual
secara keseluruhan
5 Ketidak Perfusi jaringan: Perifer Perawatan sirkulasi : Insufisiensi Vena
efektifan perfusi Setelah dilakukan asuhan 1. Lakukan penilaian sirkulasi perifer
jaringan perifer keperawatan selama ...x... secara komperhensif
b.d diabetes diharapkan perfusi jaringan 2. Nilai uden dan nadi perifer
militus perifer pasien mambaik 3. Inspeksi kulit apakah terdapat luka
dengan kriteria hasil : tekan pada jaringan yang tidak utuh
1. Edema perifer 4. Jika diperlukan lakukan perawatan
dipertahankan pada skala luka (debridemen, terapi antimikroba)
2 (cukup berat) 5. Lakukan pembalutan yang tepat
ditingkatkan ke skala 4 sesuai dengan tipe dan ukuran luka
(ringan) 6. Tinggikan kaki 200 atau lebih tinggi
2. Nekrosis dipertahankan dari jantung
pada skala 2 (cukup berat) 7. Dukung latihan ROM pasif dan aktif
ditingkatkan ke skala 3 terutama pada ekstremitas bawah,
(sedang) selama beristirahat
8. Lindungi ekstremitas dari trauma
( misalnya meletakkan bantalan
dibawah kaki dan betis)

D. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi yang di buat.

E. Evaluasi
Dalam evaluasi, dilakukan pendokumentasian SOAP

Diagnosa Evaluasi
Kelebihan volume cairan b.d  S: -
gangguan mekanisme regulasi  O: Tidak terdapat edema, balance cairan pasien seimbang
 A: Masalah Teratasi
 P: Pertahankan Kondisi Pasien
Ketidak-seimbangan nutrisi:  S: -
kurang dari kebutuhan tubuh b.d  O: Nutrisi pasien terpenuhi , tidak adanya penurunan berat
faktor biologis badan
 A: Masalah Teratasi
 P: Pertahankan Kondisi Pasien
Intoleran aktivitas b.d ketidak  S: -
seimbangan antara suplai dan  O: Pasien dapat melakukan aktivitas seperti biasa
kebutuhan oksigen  A: Masalah Teratasi
 P: Pertahankan Kondisi Pasien
Mual b.d gangguan biokimia  S: -
 O: Mual pasien teratsai, nafsu makan pasien kembali
 A: Masalah Teratasi
 P: Pertahankan Kondisi Pasien
Ketidak efektifan perfusi  S: -
jaringan perifer b.d diabetes  O: Perfusi jaringan perifer membaik
militus  A: Masalah Teratasi
 P: Pertahankan Kondisi Pasien
DAFTAR PUSTAKA

Brady HR, Brenner BM. Acute renal failure. Dalam Kasper DL, Fauci AS, Longo DL,
Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editor. Harrison’s principle of internal medicine.
Ed 16. New York: McGraw-Hill, Inc; 2005.p.1644-53.

Carpenito, Linda Jual. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC.
Doengoes, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Eknoyan MD, Garabed. 2006. The Global Burden of Chronic Kidney Disease—Challenges,
Opportunities, and Solutions to Improve Patient Care and Outcomes. Texas : Baylor
College of Medicine

Guyton & Hall. 2003. Fisiologi Kedokteran. Jakar Ralph & Rosenberg, 2003, Nursing
Diagnoses: Definition & Classification 2005-2006, Philadelphia USA

Herdman, T Heather, 2016. Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi, Edisi 10.
EGC: Jakarta

Himmelfarb dan Sayegh. 2010. Chronic Kidney Disease, Dialysis, and Transplantation: A
Companion to Brenner and Rector’s The Kidney. USA: Saunders

Jameson, J.L. & Loscalzo, J. (Eds). 2010. Harrison’s : Nephrology and Acid-Base Disorders. US
: The McGraw-Hill Companies.Kader et al. 2009. Symptom Burden, Depression, and
Quality of Life in Chronic and End-Stage Kidney Disease, (online),
(http://cjasn.asnjournals.org/content/4/6/1057.short,

Johnson, Marion, dkk. 2008. IOWA Intervention Project Nursing Outcomes Classifcation
(NOC), Second edition. USA : Mosby.

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid II. Jakarta : EGC.
McCloskey, Joanne C. dkk. 2004. IOWA Intervention Project Nursing Intervention Classifcation
(NIC), Second edition. USA : Mosby.

National Kidney Foundation, 2002. Association of Level of GFR with Indices of Functioning and
Well-being. New York: National Kidney Foundation, (online),
(http://www.kidney.org/professionals/Kdoqi/guidelines_ckd/p6_comp_g12.htm,

Price, et all. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi empat, Jakarta :
EGC
Raka Widiana. 2007. Jurnal Gagal Ginjal Kronis. Available at:
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/2_edited.pdf
Robert Sinto, Ginova Nainggolan. 2010. Acute Kidney Injury: Pendekatan Klinis dan Tata
Laksana. Majalah Kedokteran Indononesia, Volum: 60, Nomor: 2 Februari 2010

Situmorang, EY. 2010. Gambaran Pola Makan Pasien Penyakit Ginjal Kronis yang Menjalani.
Hemodialisa Rawat Jalan Di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2009. Medan :
Universitas Sumatera Selatan

Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta : EGC
Herdman, T Heather, 2016. Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi, Edisi 10.
EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai