Anda di halaman 1dari 16

1

ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK

PENDAHULUAN
Ginjal, paru, kulit , usus dan hati serta saluran empedu adalah organ-organ ekskresi dalam
tubuh. Ginjal merupakan organ ekskresi terpenting dalam mempertahankan integritas
cairan ekstraselular yang berada dalam keseimbangan dinamis dengan kompartemen
intraseluler. Komposisi cairan intraseluler senantiasa pula berubah dan dipengaruhi oleh
variabilitas barbagai zaaat yang sehari-hari masuk ke dalam badan melalui makanan,
minuman dan sebagainya. Untuk mempertahankan keadaan cairan tubuh ekstra dan
intraseluler ini agar relative konstan, ginjal melakukan pengaturan volume, komposisi
dan tonisitas cairan tubuh tadi berikut dengan unsure-unsur padat (solute) yang terlarut di
dalamnya.

PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah penyimpangan progresif fungsi ginjal yang tidak dapat
pulih, dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolisme
cairan dan elektrolit mengalami kegagalan yang menyebabkan uremia.
Kondisi ini mungkin disebabkan oleh gromerulo nefritis kronik, pielonefritis, hipertensi
tidak terkontrol, lesi herediter, kelainan faskuler, obstruksi saluran perkemihan, penyakit
ginjal sekunder akibat penyakit sistemik, infeksi, obat-obatan / preparatoksik.
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah penurunan faal ginjal yang menahun, yang umumnya
tidak reversible dan cukup lanjut. Insufisiensi ginjal kronik adalah penurunan faal ginjal
yang menahun tetapi lebih ringan dari GGK. Pembedaan ini tidak selalu sama di seluruh
dunia., tetapi ada baiknya di bedakan satu sama lain untuk mencegah kesimpang siuran.
Pembedaan yang lebih rinci adalah bila istilah tersebut disangkiut pautkan dengan sisa
faal ginjal yang diukur dengan klirens kreatinin (KK).

ANATOMI DAN FISIOLOGI


Struktur Ginjal.
2

Inferior ginjal terdiri dari korteks di bagian luar yang kemerahan dan medulla di
bagian dalam yang pucat. Batas bagian dalam dari medulla memperlihatkan 10 kalises ke
dalam mana berproyeksi papillae medullaris. Medulla mengandung 10-15 piramid yang
berterminasi ke dalam papillae ginjal. Unit dari fungsi ginjal adalah nefron. Terdapat
sekitar 1 juta nefron pada masing-masing ginjal. Nefron ini berdrainase ke dalam pelvis
renalis. Kerusakan dari nefron mengarah pada kegagalan ginjal, yaitu ketidakmampuan
ginjal mempertahankan keadaan konstan dalam komposisi cairan tubuh, nefron terdiri
dari bagian :
1. Kapsula bowman.
2. Tubulus kontortus distalis.
3. Ansa henle.
4. Tubulus kontortus distalis.
5. Tubulus kolektivus.

Fungsi Ginjal.
Urine dibentuk dari ultrafiltrasi plasma dalam glomerulus. Pada saat filtrate
melintas ke bawah nefron, urine di modifikasi denagn penambahan dan atau
pengangkatan berbagai bahan. Air dan elektrolit di filtrasi sebagian dreabsorbsi dari
tubulus proksimalis dan distalis dan dari tubulus kolektivus. Ion glucose dan natrium di
angkat dari tubulus proksimalis dan bahan seperti ammonia, ion hydrogen dan ion kalium
di sekresikan ke dalam tubulus distal.
Reabsorbsi dari sekitar 4/5 dari filtrate glomerulus terjadi pada tubulus
proksimalis. Glukosa di absorbsi secara lengkap. Pengangkatan ion bikarbonat dari cairan
tubulus proksimalis tergantung pada aktivitas enzim karbonik anhidrase.
Ansa henle dewasa di duga berhubungan dengan konsentrasi urine. Cairan
yang meninggalkan tubulus proksimalis adalah isotonic. Pada saat melintas melalui ansa
henle natrium di reabsorbsi yang menyebabkan keadaan cairan menjadi hipotonik.
Konsentrasi cairan tubuler berubah secara kontinyu akibat gerakan air dan kristaloid yang
konstan antara sel tubuler dan anyaman kapiler di sekitarnya.
Penyesuaian akhir terjadi pada tubulus distalis. Ini berhubungan dengan
kebutuhan metabolic dari tubuh. Bagian distalis dari nefron dalam control hormonal dan
3

penyesuaian adalah menurut keadaan. Mekanisme yang terlibat adalah sebagai berikut :
cairan pada awal tubulus distalis adalah hipertonik dibandingkan dengan plasma. Aksi
aldosteron harus juga dipertimbangakan dalam kaitannya dengan pertukaran natrium dan
kalium melintasi endothelium tubulus. Aktivitas aldosteron yang berlebihan akan
mengarah pada retensi natrium dan kehilangan kalium urine. Air di reabsorbsi dalam
tubulus kolektivus saat melintas melalui medulla, menjadikan urine hipertonik.
Bagian dari nefron berhubungan dengan pengaturan asam basa tubuh. Jika ginjal
menghasilkan urine asam, maka ion bikarbonat dengan cepat berkombinasi dengan ion
hydrogen pada tubulus distalis. Setiap ion hydrogen yang masih ada dibufer dengan
ammonia dan fosfat sehingga keasaman urine secara relative tetap terfiksasi. Nilai
terendah pada urine adalah 4,4 dan 4,5, pada keadaan biasa hal ini antara 6 dan 6,6.

ETIOLOGI
Penyebab primer GGK akan mempengaruhi manifestasi klinis GGK, yang sangat
membantu diagnosis. Berbagai contoh dapat dikemukakan, misalnya: riwayat batu
menyebabkan penyakit ginjal obstrukstif, edema mengarah ke penyakit ginjal glomelural,
gout menyebabkan nefropati gout, diebetus mellitus menyebabkan nefropati DM, SLE
menyebabkan nefropati lupus. Adanya riwayat penyekit ginjal pada keluarga
mengarahkan dugaan kepada penyakit ginjal genetika.

PEMBAGIAN
GGK dibagi menurut sebabnya, yaitu :
1. Penyakit destruktif imunologik, seperti glomerulonefritis, sistemik lupus
eritematosus.
2. Penyakit infeksi, seperti pyelonefritis.
3. Penyakit obstruksi.
4. Kelainan congenital, seperti ginjal polikistik.
5. Hipertensi yang menimbulkan neprosklerosis benigna atau maligna.
6. Lain-lain seperti DM, phenacetin, analgetika lain, penyakit gout.
Pembagian lain ialah menurut pembagian yang terkena, yaitu :
4

1. Chronic renal failure predominantly glomerular, lebih cenderung menimbulkan


hipertensi, biasanya didapati oliguri-anuri.
2. Cshronic renal failure predominantly tubular, umumnya tidak menimbulkan
hipertensi dan tidak didapati oliguri, malah kadang-kadang didapati poliuri.

DIAGNOSIS
1. Lemah, mudah lelah, sakit kepala, anoreksia, mual dan muntah.
2. Oliguria-anuria, kadang-kadang poliuria, nokturia dan pruritus.
3. Hipertensi dan akibat-akibatnya (encepalophaty, kegagalan jantung, kerusakan
retina).
4. Anemia, Uremia dan asidosis.
5. Kadar kalium, phospat dan sulfat serum meninggi, sedangkan kaadar kalsium dan
protein serum menurun.
6. BJ urine rendah dan menetap.
7. Proteinuria, didapatinya silinder dalam urine.

PATOFISIOLOGI
1. Gangguan system gastrointestinal :
a. Anoreksia, nausea dan vomitus, yang berhubungan dengan gangguan
metabolisme protein di dalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat
metabolisme bakteri usus seperti ammonia dan metal guanidine, serta
sembabnya mukosa usus.
b. Foetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah
oleh bekteri di mulut menjadi ammonia sehingga nafas berbau ammonia.
Akibat yang lain adalah timbulnya stomatitis dan parotitis.
c. Cegukan (hiccup), sebabnya yang pasti belum diketahui.
d. Gastritis erosive, ulkus peptic dan colitis uremik.
2. Gangguan system kulit :
a. Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat
penimbunan urokrom.
5

b. Gatal-gatal dengan ekskoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan


kalsium di pori-pori kulit.
c. Ekimosis akibat gangguan hematologik.
d. Urea fost : akibat kristalisasi urea yang ada pada kerinmgat (jarang
dijumpai).
e. Bekas-bekas garukan karena gatal.
3. Gangguan system hematologik :
a. Anemia normokrom, normositer :
- Berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga rangsangan eritropoesis
pada sumsum tulang menurun.
- Hemolisis, akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana
uremia toksik.
- Defisiensi besi, asam folat dll akibat nafsu makan yang berkurang.
- Perdarahan pada saluran pencernaan dan kulit.
- Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder.
b. Ganggua fungsi trombosit dan trombositopenia.
- Masa perdarahan memanjang.
- Perdarahan akibat agregasi dan adhesi trombosit yang berkurang serta
menurunnya factor trombosit III dan ADP (adenosine difosfat).
c. Gangguan fungsi leukosit.
- Hipersegmentasi leukosit.
- Fagositosis dan kemotaksis berkurang, hingga memudahkan timbulnya
infeksi.
- Fungsi limfosit menurun menimbulkan imunitas yang menurun.
4. Gangguan system saraf dan otot :
a. Restless leg syndrome.
Penderita merasa pegal di tungkai bawah dan selalu menggerakkan
kakinya.
b. Burning feet syndrome.
Rasa semutan dan seperti terbakar, terutama di telapak kaki.
c. Ensefalopati metabolic.
6

- Lemah, tidak bias tidur, gangguan konsentrasi.


- Tremor, asteriksis, mioklonus.
- Kejang-kejang.
d. Miopati.
Kelemahan dan hipotrofi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas
proksimal.
5. Gangguan system kardiovaskuler :
a. Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas
system rennin-angiostensin-aldosteron.
b. Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit
jantung koroner akibat eterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung
akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
c. Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit
dan kalsifikasi metastasik.
d. Edema akibat penimbunan cairan.
6. Gangguan system endokrin :
a. Ganggua seksual : libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki
akibat produksi testosterone dan spermatogenesis yang menurun, juga
dihubungkan dengan metabolic tertentu (zink, hormone paratiroid). Pada
wanita timbul ganggua ovulasi sampai amenorea.
b. Ganggua toleransi glukosa.
c. Gangguan metabolisme lemak.
d. Gangguan metabolisme vitamin D.
7. Gangguan system lain :
a. Tulang : oateodistrofi renal, yaitu osteomalaisa, osteitis fibrosa,
osteosklerosis, dan kalsifikasi metastatik.
b. Asam basa : asidosis metabolic akibat penimbunan asam organic sebagai
hasil metabolisme.
c. Elektrolit : hipokalsemia, hiperfosfatemia, hiperkalemia.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
7

1. Radiologi.
2. Foto polos abdomen.
3. Pielografi Intra Vena (PIV).
4. USG
5. Renogram.
6. Pemeriksaaan radiologi jantung.
7. Pemeriksaan radiologi tulang.
8. Pemeriksaan radiologi paru..
9. Pemeriksaan pielografi retrograde.
10. Biopsi ginjal.
11. Pemeriksaan laboratorium (tes klirens kreatinin).

Pemeriksaan yang umumnya dianggap menunjang kemungkinan adanya suatu GGK:


1. LED meninggi yang diperberat dengan adanya anemia dan hipoalbuminemia.
2. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.
3. Ureum dan kreatinin meninggi.
4. Hiponatremia, umumnya karena kelabihan cairan.
5. Hip[erkalemia.
6. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
7. Fosfatase lindi meninggi.
8. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia.
9. Gula darah meninggi.
10. Hipertrigliseridemia.
11. Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH yang menurun.

Faktor-faktor pemburuk yang harus di deteksi pada GGK karena dapat diperbaiki :
1. Infeksi traktus urinarius.
2. Obstruksi traktus urinarius.
3. Hipertensi.
4. Gangguan perfusi / aliran darah ginjal.
5. Gangguan elektrolit.
8

6. Pemakaian obat-obat nefrotoksik.

PENATALAKSANAAN
1. Konservatif.
a. Diit.
- Memberikan cairan yang cukup, dengan perhitungan pemasukan
sama denagn pengeluaran (urine + insensible water loss).
- Kalori harus cukup untuk mencegah pemecahan protein tubuh,
kalori ini terutama dalam karbohidrat).
- Natrium jangan dibatasi.
- Protein dikurangi (1 g/kg BB/hari, bila perlu sampai 0,5 g/kg
BB/hari).
b. Memperbaiki keseimbangan elektrolit.
c. Memperbaiki keseimbangan asam basa.
d. Memperbaiki anemia.
e. Hipertensi
f. Lain-lain.
- Mual dan muntah dapat diatasi dengan pemberian CPZ 15-25 mg
atau 10-20 mg i.m.
- Hormon-hormon anabolic diberikan untuk mencegah pemecahan
protein tubuh.
- Penggunaan obat-obatan harus diawasi dengan baik, karena
banyak obat dikeluarkan dari ginjal.
2. Progresif.
a. Dialisa
Mengeluarkan zat-zat yang tidak dapat dikeluarkan ginjal yang sakit.
Macam-macam dialisa yang dapat dikerjakan, yaitu hemodialisa, dialisa
peritoneal, dialisa intestinal, dialisa melalui pericard atau pleura.
Yang sering dikerjakan adalah hemodialisa. Several renal failure
sebaiknya di dialisa,terminal renal failure mutlak diperlukan dialisa.
b. Transplantasi ginjal.
9

Yang menjadi persoalan ialah penolakan jaringan asing oleh tubuh.


Karena itu dipilih ginjal yang imunologis hampir sama.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan kemampuan ginjal
untuk mengeluarkan air dan menahan natrium.
Intervensi :
- Pantau dan dokumentasikan masukan dan keluaran tiap jam
secara akurat.
- Timbang BB pasien tiap hari dengan waktu dan timbangan yang
sama.
- Pantau peningkatan tekanan darah.
- Pantau elektrolit darah, lapor hasil laboratorium yang abnormal
atau tanda / gejala ketidakseimbangan elektrolit.
- Kaji bunyi jantung untuk melihat adanya S3 dan S4 dan adanya
rales pada bunyi nafas.
- Kaji edema perifer dan distensi vena leher.
- Batasi cairan sesuai program, pemberian obat-oabatan dengan
makanan jika mungkin , bagi cairan dalam sehari.
- Beri es batu dalam minuman untuk mengontrol haus.
- Permen keras serta sering membersihkan mulut dapat membantu
mengontrol haus.
Kriteria hasil :
- Masukan dan keluaran seimbang.
- Berat badan stabil.
- Bunyi nafas dan jantung normal.
- Elektrolit dalam batas normal.
2. Potensial kekurangan volume cairan berhubungan dengan resiko fase diuretic dari
proses penyakit dan atau perdarahan (akut).
Intervensi :
10

- Pantau masukan dan keluaran setiap 4-8 jam, termasuk


kehilangan takkasamata (IWL).
- Kaji turgor kulit, kapilarisasi, TD, TF, BB untuk melihat adanya
dehidrasi.
- Pantau natrium darah.
- Kaji dan lapor tanda-tanda perdarahan yang tidak biasa.
- Pantau waktu koagulasi, Hb, Ht.
- Gunakan jarum kecil untuk setiap pemberian suntikan / tusukan.
- Beri tekanan pada daerah tusukan setelah disuntik, pungsi vena
dan arteri sampai perdarahan berhenti.
- Waspadakan pasien untuk menghindari aktivitas yang
meningkatkan potensial terjadinya trauma dan perdarahan.
Kriteria hasil :
- Turgor kulit baik.
- Masukan dan keluaran seimbang.
- Tidak tampak adanya perdarahan.
3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual dan muntah, pembatasan diet dan ulserasi mulut.
Intervensi :
- Kaji status nutrisi pasien.
- Pantau BB/hari.
- Konsultasi dengan ahli gizi untuk merencanakan menu yang
berhubungan dengan batasan diet, kebutuhan kalori, hal-hal yang
lebih disukai pasien.
- Anjurkan pasien untuk mengontrol rencana menu bila mungkin
(selama diijinkan).
- Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaan tentang
batasan diet.
- Anjurkan makanan dari rumah selama menunya mengikuti
makanan yang ditentukan.
11

- Bersikap empati dan beri penjelasan ulang tentang tujuan batasan


diet.
- Berikan hygiene oral sebelum dan setelah makan atau jika perlu.
- Beri makanan sedikit dan sering jika pasien muntah atau
mempunyai pengalaman mudah kenyang.
- Beri obat anti emetic tepat waktu sebelum makan.
- Beri lingkungan yang menyenangkan selama makan.
- Pantau persentase makanan yang dimakan.
- Tawarkan pengganti jika perlu.
Kriteria hasil :
- Pasien dapat mempertahankan status nutrisi yang adekuat dibuktikan dengan
BB dalam batas normal sesuai tinggi, umur, tipe tubuh dan kadar albumin,
protein total, Hb, Ht, serum dan zat besi dalam batas normal.

4. Perubahan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi, uremia, kerapuhan


kapiler, dan edema.
Intervensi :
- Kaji kulit dari kemerahan, kerusakan, memar, turgor dan suhu.
- Jaga kulit tetap bersih dan kering.
- Bantu pasien dengan membersihkan dan mengeringkan daerah
perineal setelah defekasi.
- Beri perawatan kulit dengan lotion untuk menghindari
kekeringan.
- Hindari menggunakan sabun yang keras / kasar.
- Instruksikan pasien untuk tidak menggaruk daerah pruritus.
- Beri lotion / krim di daerah pruritus.
- Kaji efektifitas obat yang digunakan untuk pruritus.
- Bantu pasien untuk mengubah posisi tiap 2 jam jika pasien tirah
baring.
- Pertahankan linen bebas lipatan.
- Gunakan matras lentur untuk mengurangi iritasi kulit.
12

- Bri pelindung pada tumit dan siku.


- Lepaskan pakaian, perhiasan, dll yang dapat mengakibatkan
sirkulasi terhambat.
- Tangani area edema dengan hati-hati.
- Instruksikan dan Bantu pasien untuk latihan rentang gerak.
- Beri suntikan IM dengan hati-hati untuk meminimalkan bengkak.
- Beri tekanan langsung pada sisi pungsi vena selama 5 menit /
lebih untuk mencegah perdarahan / bengkak.
- Pertahankan nutrisi adekuat.
Kriteria hasil :
- Kuli hangat, kering, dan utuh, turgor kulit baik.
- Pasien mengatakan tidak ada pruritus.
5. Intoleran aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan tidak adekuat,
anemia, nutrisi tidak adekuat, dan kesulitan istirahat dan tidur.
Intervensi :
- Identifikasi factor yang dapat mendukung pasien untuk toleransi
terhadap aktivitas.
- Kaji jadual pasien sehari-hari.
- Atur jadual pasien untuk pemberian waktu istirahat antara
aktivitas dan waktu tidur yang cukup.
- Batasi pengunjung atau lamanya kunjungan jika perlu.
- Ijinkan pasien untuk menentukan tujuan aktivitas sehari-hari.
- Beri semangat untuk mencapai kemajuan aktivitas perawatan
diri, bantu jika diperlukan.
- Kaji respons pasien untuk peningkatan aktivitas.
- Pertahankan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil :
- Pasien mendemonstrasikan peningkatan aktivitas yang dapat di toleransi
dibuktikan oleh pengungkapan tentang berkurangnya kelemahan dan dapat
beristirahat cukup dan hamper mampu melakukan kembali aktivitas sehari-
hari yang memungkinkan.
13

6. Potensial terhadap infeksi berhubungan dengan dpresi system imun, nutrisi tidak
adekuat dan perawatan di rumah sakit.
Intervensi :
- Pantau dan lapor tanda dan gejala infeksi.
- Pantau tanda-tanda vital tiap shift atau lebih sering jika perlu.
- Gunakan teknik cuci tangan yang baik dan ajarkan pada pasien
hal yang sama.
- Pertahankan teknik steril pada semua prosedur invasive dan saat
merawat kateter, selang, ganti balutan dan akses dialisa.
- Paertahankan integritas kulit dan mukosa dengan memberi
perawatan kulit yang baik dan hygiene oral.
- Instruksikan pasien untuk melakukan perawatan perineal yang
baik.
- Hindari prosedur invasive dan pemasangan kateter jika mungkin.
- Pertahankan nutrisi yang adekuat.
- Jangan anjurkan kontak dengan orang yang terinfeksi.
- Pertahankan kebersihan lingkungan.
- Anjurkan untuk beraktivitas (jika mungkin untuk ambulasi).
- Anjurkan pasien untuk tarik nafas dalam jika batuk.
Kriteria hasil :
- Pasien tetap bebas dari infeksi local maupun sistemik dibuktikan dengan tidak
adanya panas / demam atau leukositosis, kultur urine, darah dan sputum
negative, tidak ada inflamasi atau pengeluaran cairan yang menunjukkan
integritas kulit atau mukosa oral rusak.
7. Berduka berhubungan dengan hilangnya fungsi system organ utama, perubahan
gaya hidup, dan prognosa yang mengancam hidup.
Intervensi :
- Peka terhadap perubahan dan keterbatasan gaya hidup pasien.
- Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaan frustrasi,
marah takut dan perasaan tak menentu.
- Dengarkan pasien dengan aktif.
14

- Observasi perilaku dan tanda emosi yang menunjukkan tanda-


tanda berduka (menyangkal, marah, menangis, menarik diri,
tidak patuh, tergantung, dll).
- Sabar dan empati terhadap perubahan emosi pasien dan
perkembangan mekanisme kopingnya.
- Buat batasan mekanisme koping maladaptive jika hal itu
mempengaruhi kesejahteraan pasien.
- Dukung perilaku adaptif yang menandakan progresi dan resolusi
terhadap proses berduka.
- Dukung harapan yang realistis, jawab pertanyaan dengan jujur,
dan berikan informasi yang diinginkan pasien.
- Beri bantuan dari profesi lain untuk menolong pasien dalam
perubahan emosi (pekerja social, rohaniawan, psikiatrik).
- Ajarkan dan jelaskan kembali tentang proses penyakit dan
penanganannya.
- Libatkan keluarga dan orang terdekat dalam proses belajar
tersebut.
Kriteria hasil :
- Pasien mulai memperlihatkan kemajuan dalam proses berduka terbukti dengan
mengekspresikan perasaannya terhadap pemberi perawatan atau orang
terdekat, menggunakan system pendukung, dan koping yang efektif dan
menerima rencana pengobatan serta berpartisipasi dalam perawatan diri.
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses
penyakit, gagal ginjal, perawatan di rumah, dan instruksi evaluasi.
Intervensi :
- Instruksikan pasien untuk makan makanan tinggi karbohidrat,
rendah protein, rendah natrium sesuai pesanan, dan hindari
makanan yang mengandung garam.
- Ajarkan jumlah cairan yang harus diminum sepanjang hari
termasuk yang ada dalam makanan dan rasa haus bukan indicator
yang dapat dipercaya tentang kebutuhan cairan.
15

- Ajarkan pentingnya dan instruksikan pasien untuk mengukur dan


mencatat karakter semua keluaran (urine, feses dan muntah).
- Instruksikan pasien untuk melaporkan penurunan urine pada
dokter.
- Instruksikan pasien untuk menimbang sendiri BB setiap hari
dengan waktu dan timbangan yang sama.
- Ajarkan pentingnya rawat jalan secara rutin.
Kriteria hasil :
- Pasien dan orang terdekat dapat mengungkapkan mengerti tentang gagal
ginjal, batasan diet dan cairan, dan rencana control, mengidentifikasi cara
untuk menurunkan resiko lebih jauh dari kerusakan ginjal, infeksi dan
perdarahan, tanda/gejala yang harus dilaporkan dokter, dan
mendemonstrasikan penimbangan BB sendiri, mengukur masukan dan
keluaran dengan akurat.
16

ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK

KELOMPOK III :
1. MUHAMMDA ROFI’I NIM : G2B2 00012
2. EDY SUSILO NIM : G2B200005
3. ENDANG WIRANTINI NIM : G2BG00006
4. SRI PUJI ASTUTI NIM : G2B200023
5. ZR. DOMINICA NIM : G2B200025

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
DIPONEGORO
SEMARANG 20001

Anda mungkin juga menyukai