Anda di halaman 1dari 10

FILSAFAT SOSIAL IMMANUEL KANT

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Sosial

Dosen Pengampu: Dra. Hj. Nur Laili M., M. Hum.

Disusun Oleh:

Sekar Dyah Utami (191121023)

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filsafat sosial secara erat berkaitan dengan filsafat umum. Interpretasi seorang
Materialis tentang alam semesta dapat berimplikasi pada interpretasinya atas kehidupan
sosial; begitu pula dengan seorang idealis, dualis atau spiritualis. Perkembangan filsafat sosial
mengikuti perubahan penting dalam pandangan filosof. Misalnya, paham individualisme
dapat saja mengikuti idenya Descartes yang menyatakan bahwa “Cogito ergo sum” (Aku
berpikir maka aku ada). Jadi, nampaknya filsafat sosial itu proyek individual, per
kepala.Namun pada faktanya dari ide-ide individual itu kemudian mengkristal dalam dialog
antar masyarakat menjadi sebuah pandangan umum. Pandangan umum inilah yang kemudian
melahirkan keteraturan yang lambat laun menjadi sistem yang secara langsung atau tidak,
dengan terpaksa atau tidak menjadi disepakati. Demikian kira-kira pendapat Durkheim.
Filsafat sosial itu mempunyai dua aktivitas: konseptual yang menjelaskan apa yang seadanya
(what the really is) dan normatif yang menjelaskan apa yang seharusnya (what the really
ought to be). Yang pertama melahirkan sosiologi, psikologi sosial, ekonomi, sejarah dengan
teori-teori sosialnya dan yang kedua menimbulkan filsafat politik, etika, dan hukum. jadi
filsafat sosial tidak melulu dipenuhi oleh penjelasan-penjelasan tentang masyarakat, tetapi
juga penjelasan tentang bagaimana mengubah masyarakat. Tidaklah mengherankan jika salah
satu sifat dari filsafat sosial adalah “pemberontakan.” Mengenai hubungan sosiologi dengan
filsafat, Durkheim menyatakan bahwa sosiologi itu sebagian besar tetap merupakan suatu
disiplin “filsafat”, yang terdiri dari sejumlah generalisasi heterogen yang mencakup segala
aspek serta yang lebih tertumpu pada latar belakang logis dari aturan-aturan a priori daripada
suatu studi empiris yang sistematis. Sosiologi, menurut Durkheim dalam bukunya Suicide,
“masih di dalam taraf membangun dan sintesis-sintesis filsafat. Daripada berusaha untuk
menyoroti suatu bagian yang terbatas dari bidang sosial, sosiologi lebih menyukai
generalisasi-generalisasi yang brilian”. Dari segi kegunaan, filsafat sosial dewasa ini sangat
dirasakan kepentingannya. Hal ini didasarkan pada perubahan dan kemajuan yang bersama-
sama dialami oleh umat manusia banyak sekali berbagai persoalan yang dimintai perhatian,
khususnya yang menyangkut kehidupan sosial manusia. Oleh karena itu, pada makalah kali
ini, akan dibahas mengenai pemikiran salah satu filsuf terkenal yaitu Immanuel Kant yang
mejelaskan tentang filsafat sosial.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Immanuel Kant


Immanuel Kant merupakan filsuf modern yang cukup terkenal. Ia lahir di Konigsberg,
Prusia Timur, Jerman. Ia dilahirkan pada tanggal 22 April 1724. Pemikiran dan karya-
karyanya membawa revolusi yang begitu kuat hingga saat ini. Pada saat Kant dilahirkan,
Prusia Timur sedang memulihkan diri dari kehancuran yang disebabkan oleh perang dan
wabah penyakit. Kant besar ditengah-tengah kemiskinan. Dia adalah anak keempat dalam
keluarganya. Kant memiliki lima saudara perempuan dan satu orang saudara laki-laki. Ayah
Kant yang berdarah Skotlandia itu adalah seorang tukang potong tali kulit yang cekatan. sejak
awal hidupnya, pengaruh yang paling besar bagi Kant adalah ibunya. Frau Kant adalah
seorang perempuan Jerman yang tidak mendapatkan pendidikan formal, namun memiliki
kecerdasan alamiah yang luar biasa. Kecerdasan inilah yang turun dalam diri Immanuel Kant.
Pengaruh yang begitu kuat atas fakta dan kewajiban moral ini tertanam sangat mengakar di
sepanjang hidup Kant. Kant dibesarkan dalam suasana Pietist (salah satu aliran dalam agama
Protestan, ia merupakan gerakan yang semula berasal dari aliran gereja Lutheran di Jerman
pada bad ke-17, yang menekankan ajarannya pada kehidupan agama formal yang ortodoks)
yang ketat, dan sejak usia 8 tahun hingga 16 tahun ia belajar di sekolah Pietist lokal. Pada
usia 18 tahun Kant memasuki Universitas Konigsberd sebagai mahasiswa teologi. Pada tahun
1746, ketika Kant berusia 22 tahun, ayahnya meninggal dunia. Kant bersama lima orang adik
perempuannya ditinggalkan dalam keadaan miskin. Kant melamar bekerja di sebuah sekolah
lokal, tapi lamarannya ditolak, hingga ia akhirnya terpaksa meninggalkan bangku kuliah
sebelum sempat meraih gelar sarjana. Selama sembilan tahun berikutnya, Kant membiayai
dirinya sendiri dengan memberikan les pada keluarga-keluarga kaya di sekitar wilayah
pedesaan.
Pada tahun 1755, ketika berusia 31 tahun, Kant berhasil meraih gelar sarjana dari
Universitas Konigsberg. Setelah mendapatkan gelarnya, Kant memperoleh jabatan di
universitas sebagai seorang privatdozent (dosen junior). Jabatan ini dipegangnya selama 15
tahun. Kant memberikan kuliah dalam bidang matemtika dan fisika, serta menerbitkan
sejumlah risalah dalam berbagai persoalan ilmu pengetahuan. Pada tahun 1770, kebijakan di
Universitas Konigsberg menurun, dan Kant pun diangkat sebagai profesor dalam bidang
logika dan metafisika. Selama 11 tahun, Kant tidak mempublikasikan apa pun, namun ia tetap
tekun menggarap filsafatnya. Kant berhenti mengajar dari Universitas Konigsberg pada tahun
1797, karena mulai sakit-sakitan. Setelah itu Kant mulai memfokuskan pada kegiatan untuk
mengedit kembali karya-karyanya. Sampai akhirnya Kant meninggal dunia pada 12 Februari
1804 dan dimakamkan di Katedral Konigsberg. Immanuel Kant wafat dengan meninggalkan
sejumlah karya, diantaranya: General History of Nature and Theory of the Heavens, On the
Form and The principles of the Sensible and Intelligible World, Critique of Pure Reason,
Critique of Practical Reason, Critique of Judgment, Religion within the Bound of Mere
Reason, dan Metaphysics of Moral. Dari sekian banyak karyanya tersebut, ada tiga karya
yang dipandang sangat monumental, yaitu Critique of Pure Reason, Critique of Practical
Reason, dan Critique of Judgement.
B. Filsafat Sosial Immanuel Kant
Filsafat sosial Immanuel Kant, yang merupakan profesor filsafat di Universitas
Konigsberg, merupakan ungkapan liberalisme yang amat jelas dan sistematis, namun filsafat
itu dikemukakan dalam kerangka filosofis yang mengakomodasi pelanggaran sepenuhnya atas
prinsip-prinsip liberalisme dalam politik aktual negara (lihat karya Kant, Groundwork of the
Metaphysics of Morals, 1785; dan Metaphysics of Morals, 1797-8). Kant tentunya setuju
dengan Hume untuk menolak gagasan tentang hak alami, namun ia tidak mengikuti Hume
menuju kesimpulan bahwa isu-isu praktis hanya bisa diputuskan berdasarkan basis perasaan,
kebiasaan, dan konvensi implisit atau eksplisit. Bagi Kant, orang bisa memiliki pengetahuan
tentang hak dan kewajiban yang sahih secara universal, namun pengetahuan ini tidak
diturunkan dari pengalaman melainkan dari refleksi atas hakikat pikiran manusia itu sendiri.
Ia memandang umat manusia sebagai binatang-binatang yang memiliki kebutuhan dan nafsu,
namun mereka juga rasional; kehidupan binatang diarahkan oleh hukum alami, sedangkan
akal tidak; perilaku manusia tidak boleh diarahkan oleh hukum alami melainkan oleh hukum
akal. Hukum itu adalah hukum kebebasan, dalam pengertian bahwa mengikuti hukum itu
tidak lain adalah mengikuti akal manusia itu sendiri.
Bagi Kant, hukum akal yang mendasar adalah menghindari kontradiksi-diri dalam
pandangan dan tindakan seseorang, ini berarti selalu bertindak sedemikian rupa sehingga
prinsip tindakan seseorang bisa dijadikan hukum universal, sehingga apapun yang dilakukan
seseorang, ia harus bersedia bertindak dengan cara yang sama di dalam semua kasus yang
serupa, dan menerima orang-orang lain yang bertindak dengan cara yang sama. Jadi, jika
seseorang sedang berpikir untuk berdusta agar bisa keluar dari situasi yang sulit, menurut
Kant, ia harus mempertimbangkan apakah ia setuju agar prinsip dusta itu menjadi hukum
yang universal setiap kali ia berada dalam situasi yang sulit. Namun jika ia setuju, dan dusta
itu menjadi aturan, maka tak ada seorang pun yang akan bisa percaya pada siapapun juga, dan
komunikasi akan runtuh sepenuhnya; bahkan memang mustahil untuk membebaskan diri dari
situasi yang sulit dengan cara berdusta. Menurut Kant, ini membuktikan bahwa berdusta itu
memang keliru. Dengan cara yang serupa, Kant akan menyatakan bahwa karena aku adalah
makhluk yang rasional, maka akan tidak konsisten jika aku membiarkan orang-orang lain
memperlakukan aku sebagai binatang; dan dengan demikian, agar konsisten, aku harus selalu
menghormati kebebasan orang-orang lain, jangan sampai memperlakukan mereka hanya
sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuanku. Jadi Kant berpendapat bahwa orang bisa
menemukan di dalam dirinya sendiri suatu basis bagi hak maupun kewajibannya terhadap
orang-orang lain. Jika manusia sekadar binatang, mereka tak akan punya kewajiban apa-apa,
dan jika mereka malaikat yang tak memiliki nafsu kebinatangan sama sekali, mereka tidak
akan membutuhkan apapun. Namun pada kenyataannya mereka adalah binatang yang
rasional, yang baginya hukum akal mengambil bentuk berupa tuntutan agar mereka lebih
bertindak sesuai dengan akal daripada menyerah terhadap godaan nafsu binatang.
Bagi Kant, hukum akal yang mendasar adalah imperatif kategoris. Hukum itu bersifat
kategoris dalam pengertian bahwa ia tidak tergantung pada apapun, dan secara khusus tidak
ada kaitannya dengan sesuatu yang mungkin menyenangkan, memuaskan, atau
membanggakan. Melaksanakan kewajiban seseorang berarti bertindak sesuai dengan
imperatif ini, akan tetapi kebajikan moral lebih daripada pelaksanaan kewajiban itu saja. Agar
bermoral, motifnya juga harus benar: kewajiban harus dilaksanakan hanya demi kewajiban itu
saja, dan bukan berdasarkan motif lain apapun. Jadi sudah merupakan kewajiban untuk tidak
menipu dalam berdagang, namun seorang pedagang yang melaksanakan kewajiban itu hanya
karena takut kehilangan kepercayaan dari para pelanggannya belum bahwa bertindak
secara moral. pendapat Hume bahwa mustahil menemukan sesuatu dalam pengalaman yang
berkaitan dengan ide tentang hak alami tidaklah mengkhawatirkan Kant; Hume sebenarnya
hanya mencarinya di tempat yang salah. Menurut Kant, pengetahuan-diri seseorang sebagai
makhluk rasional tidaklah didasarkan pada pengalaman; dan dalam pengetahuan-diri inilah
dasar prinsip-prinsip universal yang abstrak tentang moralitas, hukum, dan politik harus
ditemukan. Menurut Kant, idealnya, manusia seharusnya hidup dalam komunitas makhluk-
makhluk rasional yang sempurna, suatu 'kerajaan tujuan-tujuan'. Dalam komunitas seperti itu,
setiap orang akan memiliki kebebasan bertindak yang sama besarnya dengan yang dimiliki
setiap orang lain. Kebebasan seseorang dengan demikian akan bertemu dengan kebebasan
orang lain hanya sejauh kebebasan itu sendiri berbenturan dengan kebebasan orang lain.
kebebasan hanya dibatasi oleh kebebasan. Kerajaan tujuan-tujuan dari Kant di mana
“kebebasan seseorang tidaklah mengandung ketidakbebasan orang-orang lain” merupakan
ungkapan paling sempurna atas liberalisme egalitarian yang bebas dari konflik dan friksi.
Kant menganggap cita-cita ini bisa dibenarkan secara universal, namun ia juga berpendapat
bahwa orang-orang memiliki sisi kebinatangan yang terus-menerus menghalangi realisasinya.
Secara khusus, monarki absolut Prusia masih jauh dari realisasinya, di mana serf tidak punya
kebebasan, dan di mana kaum borjuis tunduk terhadap kebangsawanan feodal. Kant berupaya
mengatasi masalah ini di dalam filsafatnya tentang hukum. Ia memilah masalahnya menjadi
hukum privat dan hukum publik, dan membagi lagi hukum privat itu menjadi hukum
kepemilikan, hukum perorangan, dan hukum keluarga.
Titik-tolak renungan Kant tentang hak kepemilikan adalah karena manusia bersifat
rasional, mereka mengatasi alam, dan memiliki hak tak terbatas untuk memanfaatkan alam.
Namun ia tidak setuju dengan pandangan Locke bahwa orang-orang bisa menjadikan sesuatu
sebagai milik mereka hanya dengan memadukan tenaga mereka dengan sesuatu itu. Hak
kepemilikan tidak dapat eksis jika hak itu tidak diakui oleh orang-orang lain. Hak
kepemilikan pribadi hanya bisa muncul sebagai akibat dari pemecahan masalah yang
disepakati tentang hak kepemilikan umum, sehingga dalam lingkungan alami semua lahan
akan dikelola secara bersama-sama. Kant juga menolak pandangan Locke bahwa individu
lingkungan alami memiliki hak alami untuk pelanggaran atas hak milik mereka. Tindakan
seperti itu bukanlah hukuman melainkan balas dendam. Jadi, tidak seperti yang diperkirakan
Locke, masyarakat sipil tidak bisa didasarkan pada penyerahan hak alami untuk menghukum
pelanggaran; itu pun tidak bisa dipandang sebagai upaya untuk menjaga pemberlakuan hukum
alami yang lebih efisien. kant menyatakan bahwa hak kepemilikan seperti itu tidak dapat
eksis kecuali di dalam masyarakat sipil dan hukuman pun tidak dapat eksis pula. karenanya
keliru jika beranggapan bahwa masyarakat sipil dibentuk berdasarkan penyerahan hak di luar
masyarakat sipil, hak tidak dapat eksis sama sekali. kant percaya bahwa masyarakat
meningkatkan kebebasan individu dan bukannya mengurangi kebebasan itu. ia menciptakan
kemungkinan untuk mengatur hubungan hubungan manusia dengan cara yang rasional dan
bukannya membiarkan mereka tergantung pada sifat kebinatangan. ia berbicara tentang
kontrak sosial sebagai asal mula masyarakat sipil, namun (seperti Rousseau) hanya sebagai
peringatan bahwa legislasi harus sedemikian rupa sehingga ia bisa disepakati secara sukarela
oleh masyarakat.
Pembahasan Kant tentang hukum perorangan berpusat pada hakikat kontrak, termasuk
kontrak upah yang seperti Locke, ia definisikan sebagai kesepakatan yang murni ekonomis
antara dua pihak yang secara hukum bebas dan sederajat. Dalam subdivisinya yang ketiga dan
terakhir tentang hukum privat, Kant membahas hubungan antara suami dan istri, orang tua
dan anak, majikan dan abdi, dalam lingkup umum berupa 'hukum perorangan dalam bentuk
hukum kepemilikan'. Ia mendefinisikan perkawinan sebagai kontrak yang memberikan
kepada setiap pihak suatu monopoli untuk memanfaatkan kemampuan seksual alami pihak
lain. Dalam tindakan seksual, menurut Kant setiap orang diperlakukan oleh orang lain sebagai
sekedar binatang, dan ini akan merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap imperatif
kategoris, kecuali jika hal itu berlangsung di dalam kerangka kontrak rasional yang menjamin
bahwa hubungan itu akan stabil dan bersifat kerjasama. Ini adalah kontrak antara pihak-pihak
yang bebas dan sederajat, namun ini bukanlah kontrak yang biasa. Pertama-tama, ia tidak
sesuai dengan kenyataan bahwa istri harus tunduk pada kepemimpinan suami, dan kedua, jika
salah satu pihak berniat meninggalkan yang lain, kontrak itu tidak akan batal, karena pihak
yang disalahkan akan memperbolehkan dirinya sendiri diperlakukan sebagai binatang tanpa
mendapatkan rekompensasi dalam hal keamanan dan kerjasama yang seharusnya bisa
diharapkan oleh pihak laki-laki maupun perempuan. Akibatnya pihak yang meninggalkan itu
harus dibawa kembali ke rumah seperti barang yang hilang. Karena itulah maka disebut
'hukum perorangan dalam bentuk hukum kepemilikan'.
Dalam hal anak, masalahnya agak berbeda. Bagi Kant, anak-anak bukanlah seorang
pribadi sepenuhnya, sehingga hubungan mereka dengan orang tuanya tidak bisa dianggap
sebagai kontrak atau hukum perorangan. Di lain pihak, anak-anak bukanlah sekadar benda
yang dimiliki oleh orang tuanya: mereka pada akhirnya akan menjadi pribadi yang matang.
Namun anak-anak berada dalam kepemimpinan orang tuanya, dan jika seorang anak
melarikan diri dari rumah, orang tuanya punya hak untuk membawanya pulang kembali, tak
berbeda dengan yang terjadi jika yang melarikan diri itu adalah seekor sapi. Bagi Kant,
hubungan majikan-abdi berbeda dengan hubungan antara majikan dengan tenaga upahan,
dalam hal bahwa si abdi merupakan anggota rumah tangga majikan dan dengan demikian
tunduk pada aturan majikan dengan cara yang lebih total dibandingkan seorang buruh upahan.
abdi yang melarikan diri, seperti dalam hal suami istri atau anak, bisa dipaksa pulang kembali.
Demikianlah, untuk membahas hubungan aktual di antara anggota-anggota rumah tangga,
Kant harus mengakui bahwa orang-orang diperlakukan sebagai barang milik dengan cara
yang sangat tidak sesuai dengan cita-cita kerajaan tujuan-tujuan.
Dalam filsafatnya tentang hukum publik, Kant membela republik demokratis sebagai
bentuk pemerintahan yang paling mendekati ideal dan ia berpendapat bahwa perjenjangan
politik yang turun-temurun adalah sesuatu yang menyimpang, seperti halnya jabatan profesor
turun-temurun. Namun ia mengambil kesimpulan dengan berpendapat bahwa suatu monarkhi
konstitusional memberikan manfaat yang besar dan jika terdapat golongan bangsawan ia
harus diizinkan untuk tetap memiliki hak istimewa politik, meskipun raja tidak boleh
mengangkat lord baru. Namun bagaimanakah cita-cita berupa republik yang demokratis itu
bisa diwujudkan? Menurut Kant, orang-orang yang tidak beruntung karena hidup dalam
negara absolut yang represif dan sewenang-wenang harus tabah dengan keadaan itu. Mereka
punya hak untuk mengeluh dan mengajukan protes, namun tak seorang pun punya hak untuk
melawan atau mengadakan revolusi. Memang merupakan hak untuk melaksanakan hukum
oleh rakyat itu sendiri, namun ini akan melahirkan perasaan lebih unggul dibandingkan
hukum, yang justru bertentangan dengan ide tentang hukum itu sendiri. bahkan tirani yang
paling buruk pun tidak bisa membenarkan pembunuhan atas seorang Tiran, dan jika rakyat
berniat mengadili raja mereka dan menghukumnya, maka tindakan itu tidak lain adalah
pembunuhan yang menyamar dalam bentuk hukum.
Karena terdapat pemilahan yang tegas dalam filsafat Kant antara sifat manusia yang
berciri binatang dan yang rasional, hukum moral ini melahirkan tuntutan terhadap umat
manusia yang sangat ketat dan melahirkan rasa patuh, namun juga mustahil dipenuhi.
Penekanannya pada sikap hormat terhadap hukum moral dan pada pelaksanaan kewajiban
seseorang demi kewajiban itu sendiri memang merupakan konsekuensi logis di dalam
kerajaan tujuan-tujuan, namun ketika diterapkan pada kenyataan yang keras di Prusia, ia akan
mengambil bentuk berupa protes yang impoten, atau sekadar sikap pasrah, terhadap hukum
kerajaan, yang agak berbeda dengan hukum kebebasan. Dalam filsafat sosialnya, Kant
senantiasa terbelah antara kesetiaannya terhadap otoritas akal, yang atas nama otoritas itulah
Revolusi Perancis didasarkan, serta kesetiaannya yang mutlak sebagai abdi masyarakat
terhadap kekuasaan majikannya dalam kenyataan, yakni sang raja. Dalam filsafat murni ia
memuliakan keagungan akal, namun dalam politik praktis dorongan kebinatangan yang tak
terbendung menyebabkan sikap yang pertama tadi menjadi cita-cita kosong atau legitimasi
atas hukum seperti apapun yang kebetulan sedang berlaku.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Immanuel Kant merupakan filsuf modern yang cukup terkenal. Ia lahir di Konigsberg,
Prusia Timur, Jerman. Ia dilahirkan pada tanggal 22 April 1724. Pemikiran dan karya-
karyanya membawa revolusi yang begitu kuat hingga saat ini. Kant meninggal dunia pada 12
Februari 1804 dan dimakamkan di Katedral Konigsberg. Immanuel Kant wafat dengan
meninggalkan sejumlah karya, diantaranya: General History of Nature and Theory of the
Heavens, On the Form and The principles of the Sensible and Intelligible World, Critique of
Pure Reason, Critique of Practical Reason, Critique of Judgment, Religion within the Bound
of Mere Reason, dan Metaphysics of Moral. Dari sekian banyak karyanya tersebut, ada tiga
karya yang dipandang sangat monumental, yaitu Critique of Pure Reason, Critique of
Practical Reason, dan Critique of Judgement.
Filsafat sosial Immanuel Kant merupakan ungkapan liberalisme yang amat jelas dan
sistematis, namun filsafat itu dikemukakan dalam kerangka filosofis yang mengakomodasi
pelanggaran sepenuhnya atas prinsip-prinsip liberalisme dalam politik aktual negara Bagi
Kant, orang bisa memiliki pengetahuan tentang hak dan kewajiban yang sahih secara
universal, namun pengetahuan ini tidak diturunkan dari pengalaman melainkan dari refleksi
atas hakikat pikiran manusia itu sendiri. Hukum itu adalah hukum kebebasan, dalam
pengertian bahwa mengikuti hukum itu tidak lain adalah mengikuti akal manusia itu sendiri.
Bagi Kant, hukum akal yang mendasar adalah menghindari kontradiksi-diri dalam pandangan
dan tindakan seseorang, ini berarti selalu bertindak sedemikian rupa sehingga prinsip tindakan
seseorang bisa dijadikan hukum universal, sehingga apapun yang dilakukan seseorang, ia
harus bersedia bertindak dengan cara yang sama di dalam semua kasus yang serupa, dan
menerima orang-orang lain yang bertindak dengan cara yang sama. Menurut Kant, idealnya,
manusia seharusnya hidup dalam komunitas makhluk-makhluk rasional yang sempurna, suatu
'kerajaan tujuan-tujuan'. Dalam filsafatnya tentang hukum publik, Kant membela republik
demokratis sebagai bentuk pemerintahan yang paling mendekati ideal dan ia berpendapat
bahwa perjenjangan politik yang turun-temurun adalah sesuatu yang menyimpang, seperti
halnya jabatan profesor turun-temurun.
DAFTAR PUSTAKA

Fink, Hans. 2003. Filsafat Sosial Dari Feodalisme Hingga Pasar Bebas. Pustaka Pelajar:
Yogyakarta.
Lanusi, Lukman. Konsep Moralitas Menurut Immanuel Kant. Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin
UIN Sunan gunung djati Bandung. 2019.
Mutmainnah, Lailiy. Tinjauan Kritis Terhadap Epistemologi Immanuel Kant. Jurnal Filsafat.
Vol. 28, No. 2(2018): hal 75-91.

Anda mungkin juga menyukai